Tuesday, July 26, 2022

KEMBANG CANTIKKU 31

 

KEMBANG CANTIKKU  31

(Tien Kumalasari)

 

Wahyudi tercekat, tak mengira ada orang bisa memasuki rumahnya.

“Siapa kamu?” hardiknya.

Bukannya menjawab, manusia bertopeng itu malah menyerangnya, bahkan dengan sebilah belati yang terhunus sejak awal Wahyudi melihatnya.

Tapi kali ini Wahyudi sudah menduga bahwa dihadapannya adalah orang yang bermaksud jahat. Ia juga bukan orang lemah. Dengan sigap ia menghindar, membuat penyerangnya jatuh tersungkur, lalu belati yang digenggamnya terlempar.

Wahyudi mempergunakan kesempatan itu untuk memukul punggung penjahat itu dengan sekuat tenaga. Terdengar teriakan mengaduh.

“Aauuuwwwhh!”

Tapi penjahat itu juga bukan orang lemah. Tangannya berhasil meraih kaki sebuah kusi di depan kamar itu, kemudian melemparkannya ke arah Wahyudi.

Gubraaaggg! Praaaang ! Kursi itu mengenai meja kaca yang ada di tengah ruangan.

Wahyudi terjengkang, dengan luka di pelipisnya.  Keduanya berhasil bangkit, tapi sang penjahat sudah berkurang gerakannya karena pukulan di punggungnya membuat ia kesakitan. Bisa jadi ada tulang yang patah.

Wahyudi menghantam wajah penjahat itu, sambil menarik topeng yang menutupi wajahnya. Penjahat itu melengos untuk menyembunyikan wajahnya, lalu berusaha kabur.

Wahyudi melihat sekilas wajah itu. Apakah dia mengenalnya? Rasanya wajah yang tidak asing. Seorang laki-laki tegap, entah siapa, Wahyudi sedang mencoba mengingatnya, sementara laki-laki itu berhasil melompat keluar dari rumah. Tapi saat itu ada tiga orang peronda malam yang kebetulan sedang melintas, dan mencurigai laki-laki yang berlari dari halaman rumah Wahyudi.

“Berhenti !!”

Laki-laki itu tak berkutik, karena di hadapannya ada tiga orang laki-laki menghadang.

“Siapa kamu? Habis mencuri ya?”

“Ti … tidak … saya …saya_”

“Ringkus dia, dan bawa ke kantor polisi,” perintah salah seorang peronda.

Si laki-laki tersebut berusaha melawan, tapi sekali lagi tubuhnya terkena tendangan, membuatnya tersungkur sambil mengaduh kesakitan.

Keributan di malam buta itu membuat beberapa orang kampung terbangun, kemudian keluar rumah dan berramai-ramai menggiring penjahat yang sudah diringkus ke kantor polisi.

Salah seorang peronda memasuki rumah Wahyudi, diikuti oleh beberapa orang.

Dilihatnya perabot rumah berhamburan, dan Wahyudi terduduk di lantai sambil mengobati keningnya yang berdarah.

“Ini kan Pak Wahyudi?”

“Iya, Pak Wahyudi yang menghilang beberapa bulan yang lalu.”

“Kapan kembalinya?”

Celoteh beberapa orang yang datang. Salah satunya membantu Wahyudi mengobati lukanya.

“Apa yang terjadi?”

“Saya tidak tahu, tiba-tiba ada orang masuk dengan wajah tertutup topeng, sudah membawa belati, untung belati itu tidak sempat melukai saya karena terlempar sebelum mengenai wajah saya.”

“Pencuri pastinya,” celetuk seseorang.

“Mana belatinya? Itu bisa menjadi barang bukti,” kata salah seorang lagi.

Mereka menemukan belati yang terlempar, lalu diambilnya dengan selembar serbet yang kebetulan ada di sana. Dan sebuah topeng kain yang terlempar ketika Wahyudi menariknya.

“Mas Yudiii …. Ada apa?” sebuah teriakan nyaring terdengar. Rupanya ketika mendengar ribut-ribut di luar rumah, bu Mantri dan Wuri terbangun. Tadinya bu Mantri melarang Wuri keluar, tapi mendengar suara orang-orang dari luar yang mengatakan bahwa ada pencuri memasuki rumah Wahyudi, maka Wuri segera berlari keluar, menuju ke arah rumah Wahyudi. Ia terkejut melihat pecahan kaca yang sedang dibersihkan oleh para tetangga, dan Wahyudi yang sedang diobati pelipisnya.

“Ada apa Mas? Ketika kamu pergi tak pernah ada pencuri memasuki rumah ini, mengapa setelah kamu pulang malah ada pencuri?”

“Entahlah, mungkin mau mencuri tapi ketahuan oleh aku, atau entah mau apa dia, begitu masuk sudah menghunus belati. Mungkin ingin membunuh aku,” kata Wahyudi yang sudah duduk dengan perasaan lebih tenang karena beberapa tetangga membantunya.

“Mengapa dia mau membunuh Mas?” kata Wuri cemas.

“Aku tidak tahu. Lihat, ia merusak pintu rumah sehingga dia bisa masuk.”

“Apa sebaiknya kami bawa Mas ke rumah sakit?” tanya salah seorang tetangga.

“Tidak, terima kasih. Saya tidak apa-apa. Kebetulan ada obat luka di rumah, dan ini sudah diobati,” kata Wahyudi.

“Ya sudah, aku mau menyusul ke kantor polisi sambil membawa belati ini. Semuanya tenang, dan mohon kembali ke rumah masing-masing, keadaan sudah aman,” perintah peronda yang rupanya memang adalah pimpinan peronda di kampung itu.

***

Pagi hari itu saat Budiono datang bermaksud mengantarkan Wahyudi ke kantornya, ia terkejut melihat pelipis Wahyudi tertutup plester, dan melihat meja berantakan tanpa kaca.

“Ada apa lagi?”

“Semalam ada pencuri masuk kemari,” kata Wuri yang pagi-pagi sekali sudah membawakan teh hangat dan sarapan untuk Wahyudi.

“Pencuri?”

“Entahlah, ada orang masuk dengan merusak kunci rumah. Tapi tidak apa-apa, semua sudah teratasi. Polisi akan datang pagi ini,” jawab Wahyudi.

“Sempat mengambil sesuatu?” tanya Budi.

“Tidak, begitu dia masuk, saya keluar dari kamar lalu dia tiba-tiba menyerang saya dengan belati.”

“Kalau begitu dia bukan pencuri.”

“Aku juga mengira begitu. Ada orang berniat mencelakai mas Yudi,” sambung Wuri.

“Kenapa ya?”

“Entahlah, aku tidak tahu juga.”

“Apakah kita akan mengantarkan mas Yudi ke kantornya hari ini?”

“Mungkin nanti, setelah polisi memeriksa tempat ini. Kalau mas Budi mau ke kantor dulu, silakan saja,” kata Wuri.

“Nggak apa-apa, aku akan ke kantor setelah mengantarkan mas Yudi nanti. Biar semuanya segera selesai. Siapa tahu nanti di sana ada yang akan diingat mas Yudi,” kata Budi.

“Terima kasih Mas Budi,” kata Wahyudi.

Tapi diam-diam Wahyudi sedang mengingat-ingat, sekilas wajah yang dilihatnya semalam, ia seperti mengenalnya.

“Siapa ya?” gumamnya pelan.

“Ada apa Mas?” tanya Budi.

“Orang asing yang memasuki rumah ini, aku melihat sekilas wajahnya, seperti pernah kenal sama dia.”

“Benarkah? Jangan-jangan tetangga sini yang memang berniat mencuri.”

“Entahlah, aku sedang berusaha mengingatnya.”

***

“Apa? Ada percobaan pembunuhan atas mas Wahyudi?” pekik Sapto ketika Budi menelponnya.

“Iya. Nggak tahu bagaimana, tapi begitu masuk dia sudah menghunus belati. Aku pikir dia bukan hanya sekedar mencuri, tapi ingin mencelakai.”

“Waduh, ada apa dengan mas Yudi, sampai ada orang ingin membunuh?”

“Saat ini polisi sedang memeriksa di rumah mas Yudi.”

“Apakah dia luka parah?”

“Pelipisnya terkena lemparan kursi. Ia sempat menghindar tapi satu kaki kursi menghantam pelipisnya, hanya saja tidak begitu parah. Sudah diobati dengan obat luka yang ada di rumah.”

“Mengapa tidak dibawa ke dokter?

“Dia tidak mau, katanya tidak apa-apa.”

“Kamu masih di situ? Belum jadi mengantar ke kantornya mas Yudi?”

“Belum, nanti kalau polisi sudah selesai, baru aku mau mengantarnya. Aku bermaksud secepatnya mengajak mas Yudi ke tempat-tempat di mana dia akan bisa mengingat semuanya. Mungkin nanti di kantor, ada yang bisa diingatnya. Besok aku akan mengajaknya jalan-jalan bersama Wuri. Mungkin ada tempat yang pernah membuatnya terkesan.”

“Bagus Bud, nanti ajak juga dia ke mari, ada taman tempat dia sama Qila dulu sering berjalan-jalan.”

“Baik Mas, akan segera aku lakukan.”

“Setelah itu kamu boleh merencanakan pernikahan kamu, bukankah Wuri sudah merasa lega karena mas Yudi sudah kembali?”

“Iya Mas, aku juga sudah lama menunggu,” kata Budi sambil tersenyum senang.”

“Hari ini aku akan kembali ke Jakarta karena sedang ada proyek yang harus aku tangani. Ajak saja mas Yudi ke rumah kapan dia mau.”

“Baiklah Mas, ini sepertinya pemeriksaan sudah selesai, aku mau mengajaknya ke kantornya.”

“Apa dia ingat di mana kantor dia?”

“Tampaknya tidak. Aku yang akan membawanya ke sana, nanti bersama Wuri juga.”

“Baiklah. Semoga berhasil.”

“Terima kasih Mas.”

***

 

“Bagaimana keadaannya?” tanya Retno yang mendengarkan saat suaminya ditelpon Budi.

“Tidak apa-apa, hanya luka di pelipis terkena kaki kursi, ketika penjahat melemparnya dengan kursi.”

“Ya Tuhan, sebenarnya ada apa?”

“Entahlah, polisi sudah menanganinya.”

“Belum juga dia sembuh total, sudah terluka lagi.”

“Semoga keadaannya segera membaik, dan permasalahan juga segera terselesaikan.”

“Mas jadi kembali ke Jakarta siang ini?”

“Iya, kemarin aku kan hanya meninggalkannya sebentar, demi melihat keadaan mas Yudi. Pekerjaanku belum selesai. Tapi dua hari lagi aku pasti pulang.”

“Kalau begitu aku ke dokternya menunggu Mas pulang saja ya?”

“Tidak apa-apa, asalkan tidak ada masalah dengan kandungan kamu.”

“Aku tidak apa-apa, setelah setiap minggu kontrol dan ternyata bayinya sehat dan aku juga baik-baik saja.”

“Syukurlah. Tapi kamu harus berhati-hati. Oh ya, aku berharap nanti mas Yudi juga diajak datang kemari, mungkin dia perlu melihat taman di mana dulu dia suka bermain bersama Qila. Bukankah dia sangat dekat dengan Qila?”

“Iya Mas, setelah menyelamatkan Qila, mas Yudi begitu memperhatikan Qila, dan Qila juga kelihatan sayang sama mas Yudi.”

“Iya, benar. Sekarang aku harus bersiap. Sebentar lagi sopir kantor akan menjemput kemari untuk mengantarkan aku ke bandara.

***

Pagi hari itu pak Kartiko sedang berlatih berjalan, ditemani Nano. Barangkali karena sangat bersemangat, nyatanya pak Kartiko sudah bisa melangkah perlahan dengan kruk yang disiapkan istrinya beberapa bulan lalu, dan pak Kartiko enggan memakainya.

“Sebenarnya aku bisa ya No?”

“Iya Pak, saya senang, karena Bapak tampak sangat bersemangat.”

“Aku menyesal tidak melakukannya sejak dulu, sehingga aku merepotkan semua orang. Aku sebenarnya memang sedikit pemalas,” gerutu pak Kartiko sambil mencoba duduk kembali di kursi roda setelah berputar-putar di taman dengan tongkatnya.

“Bukan begitu, barangkali untuk sembuh, memang harus ada proses. Mungkin Bapak menjadi bersemangat, ketika merasa tidak ingin menyusahkan orang lain.”

“Itu benar, terlebih setelah aku harus kehilangan Wahyudi. Tadinya aku selalu bertumpu sama dia.”

“Iya Pak, semoga Wahyudi akan segera pulih.”

“Kamu sudah mengantarkan Wahyudi sampai rumahnya. Bagaimana keadaan rumahnya?”

“Rumahnya kecil, tapi bagus dan asri. Ada tetangganya yang bernama Wuri, yang selalu merawat rumah itu.”

“Aku pernah mendengar nama itu. Apakah itu calon istrinya?”

“Sepertinya bukan. Wahyudi mengatakan bahwa mereka bersahabat sampai merasa seperti kakak adik saja.”

“Bagaimana dengan pekerjaannya? Kalau dia punya jabatan, aku jadi merasa tidak enak telah memperlakukannya seperti pembantu.”

“Dia manager sebuah perusahaan, yang pusatnya ada di Jakarta. Tapi saya yakin Wahyudi tak akan mempermasalahkan saat dia berada di sini, karena keluarga ini tidak menganggapnya sebagai pembantu.”

“Kalau ketemu aku harus meminta maaf.”

“Wahyudi itu baik, saya yakin dia tak akan merasa di rendahkan di rumah ini.”

“Iya aku tahu.”

“Kita kembali ke rumah ya Pak?”

“Iya, ayo ke rumah, tadi ibu sepertinya mau mengajak kamu belanja.”

“Iya, baiklah Pak.”

Tapi begitu sampai di ruang tengah, tiba-tiba dilihatnya Qila masuk lalu menubruknya sambil menangis.

“Bapaaak, tolong Qila …”

“Ada apa ini? Nano, tolong panggil ibu, ada apa dia ini?”

Nano mengangguk, tapi baru saja beranjak, bu Kartiko sudah keluar dari kamar. Ia menetap gusar ketika melihat Qila menangis di pangkuan suaminya.

“Ada apa ini?”

“Tolong Qila Bu, tolong Qila …” tangisnya tanpa mengangkat kepalanya dari pangkuan pak Kartiko.

“Jangan begini, berdirilah. Apa kalau kamu sudah menangis di pangkuanku lalu aku pasti akan sanggup menolong kamu?”

“Menolong bagaimana maksudnya?” tanya bu Kartiko.

Qila jatuh terduduk karena pak Kartiko mendorongnya.

“Katakan pada mas Wisnu, agar jangan menceraikan Qila,” isaknya sambil menatap ibu mertuanya dengan pandangan memelas, wajahnya basah oleh air mata.

“Bagaimana kami bisa menghalangi keinginan Wisnu? Dia bukan anak kecil lagi. Dia bisa memilih mana yang terbaik bagi dirinya.”

“Dia melakukan itu, karena kesalahan kamu sendiri,” kata pak Kartiko.

“Qila menyesal Pak, tolonglah.”

“Maaf Qila, kami tidak bisa menolong kamu.”

“Karmila …! Tiba-tiba Qila berteriak ketika melihat Mila digendong Tinah.

Mila menoleh, tapi kemudian meronta ketika Tinah mengajaknya mendekat.

“Nggak mauuu … nggak mauuuu… nggak mau ibuuu…” katanya sambil meronta.

“Mila, ibu kangen Mila …”

“Nggak mauuuu…”

Dan mau tak mau Tinah membawanya ke belakang.

“Kamu lihat, anakmu sendiri tidak mau sama kamu. Apa yang bisa kami lakukan?”

Qila merasa putus asa.

“Qila akan ke kantor mas Wisnu saja,” katanya sambil berdiri, lalu beranjak pergi.

“Bu, kabari Wisnu bahwa Qila mau ke sana,” kata pak Kartiko.

***

Siang hari itu Budi mengantarkan Wahyudi ke kantornya. Ia melangkah pelan memasuki kantor, dan beberapa karyawan mendekat memberinya salam. Wahyudi tersenyum ramah menyambut mereka.

“Senang melihat pak Wahyudi kembali,” kata mereka sambil menyalami satu persatu.

Lalu salah seorang staf bernama pak Barjo, membawanya memasuki ruangan kerjanya.

“Pak Yudi, ini adalah ruangan pak Yudi,” katanya. Mereka sudah tahu bahwa Wahyudi hilang ingatan, karena sejak ditemukan, Wuri sudah mengabari ke kantornya, bahwa Wahyudi sudah ditemukan dengan keadaan seperti itu.

Wahyudi menatap sekeliling ruangan, di meja kerjanya, ada foto Qila kecil dalam gendongannya. Rupanya Wahyudi memang sangat menyayangi Qila.

Wahyudi mengangkat foto itu dan menatapnya lama.

Lalu pak Barjo mengajaknya mengelilingi area kantor, memasuki setiap ruang. Tapi ketika sampai di pos satpam, Wahyudi seperti mengingat sesuatu.

“Hari ini pak Harso tidak masuk karena sakit,” kata pak Barjo.

Harso adalah nama satpam di perusahaan tempat dia bekerja.

“Dia … benar, aku ingat, dia orangnya,” serunya yang membuat heran orang-orang yang ada di dekatnya.

***

Besok lagi ya.

41 comments:

  1. Replies
    1. Yess juara lagi..
      Semoga sehat selalu

      Delete
    2. Terima kasih, ibu Tien... Salam kangen dan salam sehat selalu, ya...

      Delete
    3. Bunda nani juara ... kakek habi kemana aja kok ketinggalan

      Delete
  2. Alhamdulillahi.....
    KaCe eps 31 sdh tayang.
    Matur nuwun bunda.
    Sehat terus dan terus sehat, ya bun…
    Salam seger waras & tetap ADUHAI.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Mugi mugi tansah sehat

    ReplyDelete
  4. Sugeng dalu Bu Tien, matur nuwun sanget Kembang Cintaku 31 sampun tayang, amugio ibu tansah pinaringan sehat lan tetep semangat, salam aduhai saking Pasuruan

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 31 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  7. Terima kasih mbak Tien... apakah orang bertopeng itu yang pernah merampok Wahyudi? Belum ada Khabar juga tentang bapaknya Retno. Semoga orang-orang baik selalu dalam kebaikan

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  9. Trimakasih Kembang Cantikku 31 sdh tayang
    Mojok dulu ah...

    ReplyDelete
  10. Yeee.... Sembuh mas Yudi nya..
    💃💃💃💃

    ReplyDelete
  11. APa mungkin Harso yg pernah melukai Wahyudi dan merampok uangnya ? Ketika tahun bahwa Wahyudi masih hidup dan sehat maka dia bermaksud utk membunuhnya ?

    ReplyDelete
  12. Sepertinya Harso yg melakukan kejahatan dirumah Wahyudi... Mari kita tunggu kelanjutannya besok.
    Salam sehat buat Bu Tien..🙏🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~31 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah KC 31 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Alhamdullilah kc 31 sdh tayang..terima ksih bunda..slmt mlm dan slmt beristirahat ..slm seroja dri skbmi🙏🥰💖

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Mungkin jabatan Yudi yang akan direbut secara curang.
    Mula mula seolah terjadi perampokan, lalu diulangi seperti pencurian.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  17. Jadi pak Harso yang merampok Wahyudi sampai hilang ingatan?...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, Matur nuwun buTien
    Wahyudi sdh mulai ingat ya,,,

    Salam sehat wal'afiat untuk semua Ya bu Tien 🤭🥰

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, suwun bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Satpam itu yang nyatroni rumah Wahyudi, segitu beraninya wuah ada yang bayarin ini, jangan jangan si Qila yang kalut, memberi janji sejumlah nilai buat balas jasa menghancurkan masa depan nya, jadi depan depanan, massané mbuh nangendi, salahé; nggak sediain sego kucing.

    Lho nggak to; yang tau Wahyudi bawa dhuwit banyak itu ya orang dalam, dari situ mulai; ada ketakutan karena ingatan Wahyudi mulai pulih pelan-pelan, justru ketakutan Harso membuka sendiri kejulikan nya.
    Menjadikan Wahyudi ingat dia diperdaya begal jalanan merampas uang dan motor nya.
    Ngarang
    Kena radiasi ya.


    Terimakasih Bu Tien,

    Kembang cantikku yang ke tiga puluh satu sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  21. Mungkinkah Harso yg mencelakai Wahyudi?
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  22. Terimakasih bunda Tien.. Kembang cantiku sdh tayang..
    Semoga Wahyudi bs mengingat siapa pak satpam yg itu?
    Apkh yg dlu mencelakai Wahyudi dan dibuang ke sungai? ..
    Jd tambah penasaran..
    Sabaar bsk lg..
    Salam kangen bunda..
    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu..
    Aamiin.. YRA..

    ReplyDelete
  23. Trims Bu Tien sudah menghibur....semoga Wahyudi cepat ingatannya putih seperti sedia kala

    ReplyDelete
  24. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat semangat dan produktip sehingga KC 31 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Mulai terkuak orang2 jahat di sekitar Wahyudi, antara lain satpam kantornya.
    Semoga Wahyudi cepat pulih kesehatannya.
    Semoga Qila sungguh2 menyesal, bertobat, sadar kelemahannya.
    Semoga Wisnu dan orang tuanya tergerak hatinya, berbelas kasih kpd Qila yg bertobat.

    Semakin penasaran lanjutnya...
    Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  25. Lo kok satpam kantor apa ada kaitannya ma rampok di jalan dan wahyudi masuk jurang..Retno n Qila juga Sapto senang bisa ketemu dan Budi juga Wuri dah cepat nikah ..makasih Bu Tien

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 09

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  09 (Tien Kumalasari)   Gemetar tangan Satria yang memegang ponsel, ketika suara merdu itu terdengar. Untuk...