MEMANG KEMBANG JALANAN 19
(Tien Kumalasari)
Haryo tak menjawab, langsung masuk kedalam kamarnya.
Endah memeletkan lidahnya ketika sang Ibu memlototinya.
“Kenapa Bu? Aku ingin mengenalnya lebih dekat. Kalau aku datang untuk ikut berbela- sungkawa, pasti dia akan senang, dan lama-lama akan menyukaiku.”
“Hm, modus rupanya,” ejek Ana, sang adik.
“Kamu masih kecil, tidak usah ikut campur.”
“Seperti apa sih orangnya? Menyesal aku tadi pergi ketika dia datang,” kata Ana penasaran.
“Hm, pokoknya dia ganteng bangeeeettt, dan juga dia seorang dokter,” kata Endah bangga karena lebih dulu mengetahui identitas pria yang membuatnya terkagum-kagum itu.
Nina hanya tersenyum. Tak masalah seandainya anaknya bergandengan dengan anaknya Larsih, yang semula dianggap saingannya, toh sekarang dia sudah meninggal.
“Ya kan bu? Bukankah ibu senang kalau aku dekat sama dia ?”
“Iya, lakukan tugasmu,” kata Nina enteng.
“Tugas apa?” tanya Ana tak mengerti.
“Tugas mendekati dia lah, sudah, kamu anak kecil tidak usah ikut campur,” kata Endah yang kemudian menarik tangan Ana, diajaknya masuk ke kamar.
Nina kemudian masuk ke kamar, mendapati Haryo sudah berganti pakaian, dan tidur di ranjang.
“Capek mas?”
“Hm, lumayan.”
“Mas sedih pastinya, menemui dia kemudian dia meninggal.”
Haryo terdiam.
“Besok mas berangkat jam berapa?”
“Pagi. Sekarang biarkan aku istirahat. Aku sangat lelah.”
“Baiklah, kami akan makan malam, Mas sudah makan?”
“Tidak, aku ingin tidur.”
Nina meninggalkan suaminya, membiarkannya beristirahat. Rasa kesalnya sudah tak ada, karena perempuan yang semula dikira akan merebut Haryo ternyata sudah meninggal. Ia menuju ke ruang makan dan memanggil kedua anaknya.
“Aduuh, lama sekali sih, kalian nggak lapar apa?” tegur Nina karena lama sekali dia memanggil baru mereka keluar.
“Ini Bu, mBak Endah baru asyik bercerita tentang gebetan barunya.”
“Ih, gebetan apa sih, ketemu juga baru sekali, itupun tidak lama. Kalau besok pagi ... na, itu baru bisa dibilang lama,” kata Endah sambil duduk dihadapan ibunya.
“Pak Haryo tidak makan?”
“Tidak, mungkin sudah makan di rumah bekas kekasihnya,” kata Nina sambil menyendokkan nasi ke piring.
“Hm, ibu masih saja cemburu nih,” ledek Endah.
“Enak saja, siapa yang cemburu, masa sih cemburu sama orang yang sudah mati?” Lalu mereka tertawa lucu sambil makan bersama.
***
Hari itu pagi-pagi sekali Haryo sudah datang ke rumah Larsih. Yang pertama, dia merasa tidak enak pada Danar yang sudah bersusah payah meminjamkan mobilnya. Yang kedua karena ia juga harus mengembalikan mobil itu.
“Terimakasih karena Bapak mau datang menjelang pemakaman Ibu saya.”
“Tidak apa-apa, lagian aku kan membawa mobil kamu.”
“Ikut berduka ya mas,” kata Endah sambil mengulurkan tangannya. Danar tak memperhatikan kedatangan Endah bersama Haryo, karena sibuk melayani tamu-tamu yang melayat.
“Terima kasih mbak, saya tidak mengira mBak Endah ikut bersama pak Haryo.”
“Saya sangat prihatin dan trenyuh mendengar cerita bapak, bahwa Ibunya Mas Danar akhirnya meninggal,” kata Endah dengan berpura-pura menampakkan wajah sedih.
“Iya, sakitnya sudah lama.”
“Semoga Ibu tenteram disisiNya ya Mas.”
“Terima kasih, silakan duduk, tempatnya sudah penuh, hanya tinggal yang disana itu Mbak.”
“Tidak apa-apa Mas, saya disini saja, didekat Bapak.”
“Baiklah, saya ke sana dulu, karena sebentar lagi jenazah akan diberangkatkan.”
Endah mengangguk dan tersenyum. Senang hatinya akhirnya bisa berbincang dengan pria yang menarik hatinya.
***
“Danar, karena kamu masih sibuk dengan banyaknya tamu di rumah, aku mau pulang naik taksi saja,” kata Haryo ketika acara pemakaman itu sudah selesai, dan mereka sudah kembali ke rumah.
“Jangan Pak, sebentar lagi akan saya antarkan. Mereka saudara sendiri, saya tinggal sebentar kan tidak apa-apa.”
“Jangan Danar, kamu kan yang punya rumah, tidak enak kalau kamu meninggalkan mereka hanya untuk mengantarkan Bapak.”
“Kalau begitu Bapak bawa saja mobil saya. Nanti atau besok biar saya mengambilnya.”
“Apa kamu tidak repot kalau mobil aku bawa?”
“Tidak pak, masih ada mobil saudara yang ditinggal disini. Apa Bapak mau pulang sekarang?”
“Sebaiknya begitu, karena aku juga harus ke kantor.”
“Baiklah Pak, bawa saja mobil saya, daripada Bapak mencari taksi. Tempat ini agak kedalam kampung, mungkin agak susah kalau memanggil taksi.”
“Ya sudah, terserah kamu saja, kalau kamu memang tidak kerepotan.”
“Tidak pak, sebentar, saya ambilkan kuncinya. Tadi setelah Bapak berikan saya simpan di kamar,” kata Danar sambil menjauh.
“Mengapa Bapak tergesa pulang?” tegur Endah yang merasa keberatan kalau cepat-cepat meninggalkan Danar.
“Bapak lelah. Entah mengapa sekarang ini bapak gampang sekali capek. Lagipula Bapak juga mau ke kampus sebentar.
Endah diam, terpaksa menurut karena dia kan hanya ikut.Tapi dia cukup senang, bisa berkenalan lebih dekat dengan dokter Danar.
“Baiklah, masih banyak waktu dan kesempatan untuk mendekatinya. Aku tak akan kehabisan akal,” kata Endah dalam hati.
***
Tapi sampai keesokan harinya, ternyata Danar belum juga mengambil mobilnya. Mungkin masih banyak kerabat yang berdatangan untuk berbela sungkawa, sedangkan di rumah itu Danar tinggal sendirian.
Ana sudah bersiap hendak pergi, tapi dia heran karena Endah masih enak-enak duduk di ruang makan.
“Kamu nggak kuliah, Mbak?”
“Nggak, kamu berangkat saja sendiri.”
“Tumben, kamu kemarin bilang ada kelas pagi ini.”
“Tidak, ternyata aku salah. Jadi kamu berangkat saja sendiri,” kata Endah santai.
Ana menemui ibunya.
“Kamu sendirian?”
“iya, mbak Endah nggak kuliah hari ini. Aku mau minta uang untuk beli bensin,” kata Ana kepada ibunya.
“Mas, ada uang kecil untuk Ana? Kasihan, bensinnya sudah mepet kemarin.”
“Ini, ada duapuluh ribu,” kata Haryo sambil memberikan uang duapuluhan ribu kepada Ana.”
“Kok cuma duapuuh ribu sih Mas, Ana kan juga butuh jajan untuk makan siang?”
“Tidak ada uang kecil.”
“Ya beri saja yang ada berapa, kalau ada kembaliannya nanti kan juga dikembalikan.”
“Tidak ada, aku tidak punya uang cash.”
“Ya sudah bu, biar ini saja. Nanti Ana pulang agak siang kok,” kata Ana sambil berlalu.
Haryo mengenakan sepatunya, dan bersiap untuk berangkat juga.
Nina mendiamkannya, karena kesal melihat Ana hanya diberinya uang duapuluh ribu.
“Kalau aku masih ada, pasti aku beri uang lebih. Biasanya dia makan siang di kampus, kasihan kalau tidak membawa uang lebih.”
“Kan sudah berkali-kali aku bilang, kita harus mulai berhemat.”
“Tapi menghemat untuk makan kan tidak bisa. Perut harus diisi.”
“Makan dari rumah, atau membawa bekal, kan bisa?”
“Anak-anak tidak biasa membawa bekal, biasanya makan bersama teman-temannya.”
“Mulai sekarang harus dibiasakan. Dengar, sebentar lagi aku pensiun. Aku tidak bisa lagi menghambur-hamburkan uang, karena setelah pensiun tidak ada lagi tunjangan ini-itu untuk bersenang senang.”
“Berapa gaji mas setelah pensiun?”
“Akan berkurang banyak. Masih untung Tindy tidak melaporkan aku sampai sekarang. Kalau dia melaporkan, habislah aku.”
Nina mencibir.
“Pasti dia nggak berani sama Mas.”
“Dia itu baik hati,” Haryo heran akan ucapannya memuji Tindy. Dan bukankah itu memang kenyataannya?
“Huh, begitu ya, kalau begitu mengapa Mas meninggalkannya?”
“Sudah, diam, aku mau berangkat sekarang,” kata Haryo sambil berdiri, mengambil tas kerjanya lalu melangkah keluar.
Endah yang menuju ke arah depan terkejut, melihat Haryo membawa mobil Danar. Endah tidak masuk kuliah karena berharap Danar akan datang mengambil mobilnya, sehingga dia bisa bertemu dan kembali berbincang.
“Pak, kok Bapak membawa mobilnya mas Danar? Nanti kalau dia kemari bagaimana?”
“Aku sudah menelponnya agar dia mengambilnya di kantor,” kata Haryo sambil masuk ke dalam mobil, dan membawanya keluar dari halaman. Tentu saja Haryo tak ingin Danar datang ke rumah, lalu bertemu Nina, kemudian banyak yang akan ditanyakan Nina tentang hubungannya dengan Larsih. Itu sebabnya dia membawa mobilnya ke kampus, agar Danar langsung menemuinya.
Endah membanting-banting kakinya karena kesal.
“Eh, kenapa kamu ini ?”
“Bapak tuh, kenapa mobil mas Danar dibawa, kalau dia datang kemari kan aku bisa bertemu dia dan ngomong banyak,” gerutu Endah kesal.
“O, jadi itu sebabnya, kenapa kamu tidak masuk kuliah hari ini?” ledek ibunya.
Endah cemberut, lalu sekali lagi membanting kakinya, dan masuk ke dalam rumah. Nina hanya geleng-geleng kepala. Dia sendiri agak kesal, karena Haryo mengingatkan lagi padanya untuk berhemat.
“Huh, sudah terbiasa hidup cukup, kenapa harus berhemat? Enak saja,” serunya kesal.
***
Haryo termenung di ruang kerjanya. Ia benar-benar harus bersyukur karena Tindy tidak melakukan apapun untuk menjatuhkannya. Diam-diam dia memuji kebaikan hati isterinya. Tapi sedikitpun tak tergerak hatinya untuk menemuinya dan mengucapkan terima kasih.
Tahun depan dia sudah pensiun, dan dia merasa aman-aman saja. Tapi ia merasa bahwa selama bersama Nina keuangannya semakin menipis. Padahal ia harus kontrak rumah, dan memenuhi kebutuhan Nina dan kedua anaknya yang masih kuliah. Berkali-kali ia minta agar Nina lebih berhemat, tapi tampaknya perempuan itu mengacuhkannya.
Haryo masih melamun ketika seseorang mengantarkan Danar ke ruangannya.
“Pak,” sapa Danar.
“Oh, kamu, duduklah dulu. Pasti kamu akan mengambil mobilmu kan ?”
“Iya pak. Mengapa Bapak membawanya, jadi merepotkan.”
“Tidak apa-apa, aku memang ingin supaya kamu menemui aku disini.”
Danar duduk, dan melihat wajah Haryo sedikit suram.
“Maaf, saya mengejutkan Bapak. Tampaknya Bapak sedang memikirkan sesuatu. Apa saya mengganggu?”
“Tidak, tidak apa-apa. Aku tidak mengenali kamu kemarin, kamu sudah dewasa dan berhasil menjadi dokter. Ibumu pasti bangga.”
“Ibu berjuang untuk saya. Dan saya juga mencari pekerjaan sambilan agar biaya kuliah saya tercukupi.”
Haryo mengangguk-angguk. Berbeda dengan Nina yang hanya meminta, Larsih tak pernah mengharap apapun darinya. Dulu ketika mereka masih berhubungan, Larsih juga tak pernah meminta sepeserpun uangnya, kalau dia tidak memberinya.
Haryo tiba-tiba merasa tua, dan tak akan lagi bisa menghambur-hamburkan uangnya seperti dulu. Biaya kuliah kedua anak Nina amatlah besar. Berbeda dengan ketiga anaknya yang selalu mendapatkan bea siswa.
Ia juga jarang ke kampus pagi-pagi hanya untuk mentraktir mahasiswa-mahasiswa yang menodongnya sambil merengek manja.
“Kalau begitu saya permisi ya Pak,” kata Danar yang merasa bahwa Haryo sedang tidak fokus akan apa yang dibicarakannya.
“Oh, baiklah, sebentar lagi juga aku mengajar. Ini kuncinya. Aku sudah mengisi penuh bensinnya,” kata Haryo sambil tersenyum.
“Wah, sebenarnya kan masih cukup Pak.”
“Tidak apa-apa, tidak seberapa.”
“Baiklah Pak, terima kasih.”
Tapi kemudian Danar membalikkan tubuhnya.
“Kalau mobilnya saya bawa, nanti Bapak pulang naik apa?
“Rumahku kan tidak jauh, banyak taksi. Gampang.”
“Oh, baiklah kalau begitu, saya permisi.”
Haryo menatap kepergian Danar dengan perasaan aneh. Danar kecil yang waktu itu sering menampakkan wajak kesal setiap kali dia datang menemui ibunya, sekarang sudah dewasa, dan bisa bersikap sangat santun terhadap dirinya.
***
Hari terus berjalan, Endah sedang memasuki sebuah rumah sakit. Dia tidak sakit, tapi akan berpura-pura sakit. Dia tahu Danar praktek di rumah sakit itu, dan dengan keluhan yang akan dibuatnya, dia akan mendapat perhatian dari dokter yang dipujanya.
Ia langsung menuju ke loket pendaftaran, dan meminta agar diperiksa oleh dokter Danarto.
Ia menunggu diruang tunggu, berjajar dengan pasien lainnya. Hatinya berdebar, Apa ya nanti yang akan dikeluhkannya. Diatas pintu tertulis nama dokternya Danarto. Masih dokter umum, tak masalah. Ia hanya ingin bertemu dan berbincang.
“Mas, kepalaku pusing, ah.. nggak... nggak... itu terlalu biasa, obat pusing banyak dijual di warung. Mas.. perutku sakit sekali, aku diare... ah.. itu juga terlalu biasa, sakit apa ya enaknya... mm... mengapa aku sering berdebar-debar... nah, itu lebih bagus...” Endah berandai-andai dalam hatinya mereka-reka apa yang akan dikeluhkannya nanti.
“Nona Endah...” suara pembantu dokter memanggil namanya.
Dengan bersemangat Endah berdiri dan berjalan menuju pintu. Perawat itu mempersilakannya masuk.
Endah menata batinnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian duduk di kursi didepan dokternya. Ia masih menundukkan wajahnya, berlagak seperti orang sakit.
“Sakit apa mbak?”
Endah terkejut, suara dokternya kok wanita? Barulah Endah mengangkat wajahnya, menatap dokter yang duduk menunggu jawabannya.
“Ss_saya kira ... dokter Danarto,” gumamnya pelan.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah, MKJ19 sdh tayang matur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah no 2
DeleteKakek juara 1
DeleteADUHAI Kakek
DeleteJeng Nani
Yangtie
Hloree4
ReplyDelete𝐉𝐢𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐜𝐚𝐧𝐠 𝐠𝐚𝐤 𝐧𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐦𝐛𝐨𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐚𝐦𝐚 𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚.
Delete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚.🙏
Salam sehat dan ADUHAI pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMasih ada tamu ya jeng ?
DeleteIya mbk...ada kakek Habi
DeleteMakanya kakek langsung balapan dan juara 1
Alhamdulilah
ReplyDeleteADUHAI ibu Mundjiati
DeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteADUHAI ibu Hermina
DeleteHoree juara 1.
ReplyDeleteSelamatya kakek Habie..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam Aduhai
Sami2 ibu Endah
DeleteADUHAI
Alhamdulillah, udah rame salam sehat Mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan ADUHAI ibu Nanung
DeleteAlhamdulillah sangu bobok ....
ReplyDeleteSelamat tidur ibu Wiwik
DeleteAlhamdulillah MKJ Eps 19 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mBak Tien Kumalasari.
Salam sehat dan salam hangat
Sami2 mas Dudut
DeleteSalam sehat dan hangat
Matur suwun..
ReplyDeleteSami2 Pak Kurniadi
DeleteMkj 19 luar biasa pembaca diajak utk menyelami bagaimana ruwetxa kehidupan kang harjo yg type jonoko luar biasa ramaixa dan menegangkan salut bu tien emang oyeee
ReplyDeleteTerima kasih pak Muhajir
DeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien .
Semoga kita semua sehat Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷
Sami2 ibu Susi
DeleteAamiin
Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSemangat sehat
Semoga Haryo segera menyadari kesalahannya.... Biar tahu rasa Nina ...
ReplyDeleteTrm.kasih bu Tien .. Salam sehat selalu
Alhamdulillah cerber nya mengasikan, terima kasih mbak Tien semoga sehat²
ReplyDeleteWow semakin seru terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulilah tks bu tien mkj sdh tayang, smg bu tien sehat selalu...salam aduhai dari pd gede.
ReplyDeleteHahaha... Kecewa nih ... Rasain... Eh kok aq jd sebel bgt sama Endah ini ..😀😀😀
ReplyDeleteSalam sehat Bu Tien..❤️❤️❤️
alhamdulillah. maturwun bu Tien
ReplyDeletesalam aduhai dari baturetno
Alhamdulillaah... Matur nuwun bu Tien yg selalu menghibur dengan cerita2 menarik
ReplyDeleteSemoga bu Tien dan keluarga sehat selalu
Aamiin yaa Robbal’alamiin....
Salam SeRoJa.... ADUHAI....
Alhamdulillah MKJ~19 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien.. semoga tetap sehat..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ sdh hadir. Matursuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam srhat dan aduhai dari Purworejo
Alhamdulillah MKJ 19 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terimakasih bu Tien mkj 19 sdh tayang.. Haryo skrg baru tau rasa bhw pilihannya kpd nina jd beban berat.. krn nina bukan istri yg mandiri.. tambah penasaran menunggu lanjutannya bsk lg... Semoga bu Tien sehat selalu dan tetap semangat. Salam hangat dan teraduhai dari sukabumi 🙏🙏❤❤
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien sudah tayang MKJ 19/ Semoga dengan kesadaran bahwa akan mendekati pensiun, meninggalnya Larsih, suksesnya Danar menjadi dokter, borosnya Nina dan anak anaknya berbeda dengan ketiga anak Haryo dari Tindy yang cerdas dan dapat beasiswa serta tidak dilaporkannya Haryo ke rektor oleh Tindy akan membuka hati nurani Haryo sedikit demi sedikit dan menyadarkan Haryo kalau Nina dan anak anaknya adalah tukang porot. Endah kecewa karena modusnya pura pura sakit untuk menemui dr Danar tidak berhasil. Kalau saya sih setuju kalau Danar bisa dekat dengan Desy kan sama sama dokter eh meski Desy baru calon. Salam sehat. semakin aduhai ceritanya.
ReplyDeleteWih wih gonduk ndah ndah.....ternyata bukan Danarto.,...trims Bu Tien sudah menghibur
ReplyDeleteAlhamdulilah dan makasih Bu Tien mengkuti MKJ 19 dengan lanciiir. Semoga sehat selalu Bu Tien sklrg..aamiin
ReplyDeleteKasihan juga Haryo. Menjelang pensiun masa depannya suram. Mesti banyak beristighfar. Matur nuwun bu Tien. Salam sehat selalu 🙏👍
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih Bu Tien.....
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏
Kecewa deh ..... Sukurin .....
ReplyDeleteMakasih bu Tien, makin aduhai ....
Salam sehat selalu....
Selamat malam Bunda Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta
ReplyDeleteMakasih untuk MKJ nya sukses
Selalu dan top markotop
Hahaha ... puasss dr nya bukan danar
ReplyDeleteGemes aku sama endah persis ibunya
Bunds tien bisa aja buat cerita bikin yg baca degdegan terbawa arus
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul,
Salam sehat ibu Atiek
ReplyDeleteKira2 desy yg menyapa endah. Makin ambyar kalo betul. Top deh n trims bu tien untk critanya yg bikin nagih.
ReplyDeleteSamo2 pak Danar.
DeleteLama nggak komen sih
Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏, Sugeng istirahat, salam sehat semangat dan ADUHAI selalu
ReplyDeleteSami2 Yangti
DeleteADUHAI selalu
Alhamdulillah Sdh hadir..sehat selalu u bu Tien dan aduh Si ganjen ttp ada turunan ...Haryo mulai sebel ma istri siri ..rasain lo lain kan ma istri syah ridho Allah ...kapokkk
ReplyDeleteAamiin
DeleteADUHAI ibu Yanti
Maturnuwun mbak Tien MKJ19nya..
ReplyDeleteEndah...kasihan deh lo..modus aja..😒
Wah..Haryo baru mulai berpikir n membandingkan..telaaat..😏
Lanjuut besok lagii...piniamsiriin..
Salam sehat selalu dan aduhaii banget mbak Tien..🙏💟🌹
Wah,Endah genit tp kecele. Sukirin
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien
Yuli Semarang
ADUHAI ibu Yuli
DeleteAlhamdulillah MKJ 18 sdh hadir
ReplyDeleteSemakin seru ceritanya
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Salam ADUHAI selalu
Sami2 ibu Ting
DeleteSalam ADUHAI
𝙏𝙚𝙧𝙞𝙢𝙖 𝙠𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙢𝙗𝙖𝙠 𝙏𝙞𝙚𝙣
ReplyDeleteSamo2 KP LOVER
DeleteAlhamdulillah MKJ 19 telah tayang, terima kasih mbak Tien sehat n bahagia selalu. Tetap semangat.Aamiin
ReplyDeleteSalam Aduhai dari Malang
Sami2 ibu Pudya
ReplyDeleteSalam ADUHAI
Salam hangat mba Tien. Aduhai.
ReplyDeleteMakasih mba
wuah semakin seru aja ceritanya, membuat deg deg an n penasaran.
ReplyDeleteterima kasih bu Tien.
Sehat selalu...
Salam Aduhai.
Alhamdulillah...
ReplyDeleteDah jadi co-ass rupanya, kerèn Danar yang kebetulan sekali disuruh mbimbing lumayan bisa banyak ngobrol.
ReplyDeleteMengisi hari hari tanpa sepi, nyambung lagi biasalah maen ke rumah; ibunya juga ramah asyik, keluarga ini nich yang diimpikan ada gempa mengguncang seberapapun masih aja tenang.
Walau gelombang besar datang tetap berimbang, tak tergoyahkan.
Bak kapal induk syarat perlengkapan perang, hmm.
Danar; jangan sekali-kali jadi Haryo jilid dua, galak akan menyeruak; habis digilas.
Pemimpi pun datang bagai sekoci menari nggak di gubris; tuh tadi yang datang anak Nina, bisik Danar. Makanya biar kenal dengan saudara tirimu.
ADUHAI
Ih orangnya nyebelin ya, makanya biar kamu tahu dan kamu bisa menilai nya.
Kan masih impian..
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke sembilan belas sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Assalamualaikum wr wb.. Slmtpgii bunda.. Terimakasih MKJ nya.. Alurcerita yg sll buat penadaran dan gemees.. Slmseroja dri sulabumi dan tetap Aduhai.. 🥰🥰🙏🙏
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Endah kena batunya, kapok nggak ya, sbg wanita yg merendahkan harga dirinya dgn mengejar pria yg dikagumi... Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin asyik dan membuat penasaran. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteADUHAI ..
ReplyDeleteSalam sehat, mbak Tien.
Salam ADUHAI ibu Purwani
ReplyDeleteSami2 Wo
ReplyDeleteAamiin
Saya biasa ngikuti fi facebook tapi sudah lama ditunggu gak tayang jadi ketinggalan dari episode 10. Apa ada yang bisa share ke email saya dari episode 10 sampai akhir? Terima kasih
ReplyDelete