Thursday, January 20, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 18

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  18

(Tien Kumalasari)

 

Haryo tertegun. Dengan kedua tangannya dia menarik tubuh Danar, sehingga keduanya berhadapan.

“Kamu siapa?” tanya Haryo yang masih belum merasa mengenalnya.

“Danar Pak, Danarto.”

“Danarto ... “ Haryo masih mengingat-ingat.

“Ibu saya, Larsih,” kata Danar pelan.

Haryo menggaruk kepalanya. Nama itu hampir dilupakannya. Ia menoleh ke arah Nina, tapi Nina diam saja.

“Ayo duduklah dulu,” kata Haryo sambil berjalan ke arah teras, Danar mengikutinya, sementara Nina langsung masuk ke dalam. Tapi diam-diam dia menguping di balik pintu, dan dari belakang, Endah mendekati, lalu Nina meletakkan jari telunjuknya di bibir, memberi tanda agar Endah tidak bersuara.

“Kamu sudah besar,” katanya sambil menatap Danar.

“Ya pak.”

“Kamu masih sekolah?”

“Saya sudah menjadi dokter pak.”

Haryo membulatkan matanya, lalu tersenyum.

“Hebat. Ibumu mendidik kamu dengan baik. Mengapa kamu datang kemari?”

“Ibu sakit keras, Pak.”

Haryo tertegun. Menurutnya, Danar akan datang untuk meminta uang demi pengobatan Ibunya.

“Sakit? Tapi saat ini aku tidak punya banyak uang. Nanti aku akan memberi kamu sekadarnya saja, karena_ ....”

“Bukan Pak, saya  bukan mau minta uang. Saya bisa membiayai beaya Ibu di rumah sakit.”

“Lalu ....”

“Dokter yang menangani sudah angkat tangan,” Danar menundukkan wajahnya, sedih.

“Sakit apa?”

“Kanker, sudah stadium empat.”

“Ooh .... “

“Saya datang kemari karena Ibu yang meminta. Sebelum meninggal Ibu ingin bertemu Bapak. Semoga bapak tidak keberatan memenuhi permintaannya yang terakhir ini." Danar mengusap air matanya.

Haryo menghela napas. Sebenarnya dia enggan menemui Larsih. Wanita yang pernah diselingkuhinya.

“Tolonglah Pak,” kata Danar memelas, lalu bersimpuh dihadapan Haryo.

“Berdirilah, jangan begini.”

“Ini permintaan terakhirnya. Sedih saya kalau tidak bisa memenuhinya. Tolonglah Pak. Ibu sangat mencintai Bapak. Kata Ibu, tidak apa-apa tidak memiliki Bapak, tapi disaat terakhir ini, Ibu ingin bertemu Bapak. Tolonglah Pak.”

Haryo mengangkat tubuh Danar.

“Duduklah kembali.”

“Tolong ya Pak,” Danar berdiri lalu kembali duduk di tempatnya semula, ucapannya  bergetar menahan sedih.

Tak urung hati Haryo tergerak.

“Dimana dia sekarang ?”

“Di rumah sakit. Tadi sebelum saya berangkat, ibu sempat pingsan.”

“Tunggu sebentar,” kata Haryo sambil berdiri. Nina dengan cepat menjauhkan diri dari pintu sambil menarik Endah, pura-pura duduk didepan televisi.

“Na, aku mau pergi,” katanya sambil masuk ke kamarnya.

Nina mengikutinya.

“Mau menjenguk bekas istri Mas?

“Ya, dia sakit keras.”

“Rupanya ketika masih bersamaku, Mas juga mendekati perempuan lain,” kata Nina sengit.

“Itu sudah lama. Aku hanya kasihan sama dia.”

“Omong kosong. Dan sekarang Mas mau menemuinya? Pasti mesra nanti ketemuannya,” Nina masih cemberut, tapi membiarkan Haryo berganti pakaian.

“Hidupnya tak akan lama lagi.”

“Apakah kalau Mas datang nanti, dia tak jadi mati?”

Haryo sudah selesai mengganti baju. Ditatapnya Nina dengan pandangan marah.

“Aku berangkat dulu,” katanya sambil beranjak keluar.

Ketika tiba di luar, dilihatnya Endah sudah duduk di sana, menemani Danar, serta berbincang dengan ramah.

“Ayo kita berangkat,” kata Haryo yang disambut Danar dengan berdiri.

“Saya pergi dulu, mbak Endah,” katanya berpamitan. Rupanya tadi keduanya sudah berkenalan.

“Hati-hati di jalan,” Endah berpesan dengan manis.

“Dengan mobil saya saja pak,” kata Danar. Haryo mengikutinya dari belakang.

Nina yang kemudian juga keluar, merasa kesal melihat anaknya sangat ramah terhadap Danar.

“Apa yang kamu lakukan Ndah? Dia itu anaknya pak Haryo.”

“Iya aku tahu, tapi apa salahnya aku berkenalan dan bersikap baik?”

“Endah !”

“Dia itu ganteng lho Bu, dan dia itu Dokter,” kata Endah sambil tersenyum lebar.

Mendengar kata ‘dokter dan ganteng’ kekesalan Nina hilang.

“Benarkah?”

“Iya, apa ibu tidak melihatnya? Kan ibu nguping sejak lama?”

“Hanya nguping . Tidak melihat wajahnya. Hanya sekilas tadi, ketika dia masih diluar.”

“Hm, Ibu sih....”

“Habisnya Ibu kesal. Dia anaknya pak Haryo juga. Huhh!”

“Ibu gimana sih, kan Ibu pernah bilang kalau Ibu nggak cinta sapa pak Haryo. Ibu hanya cinta uangnya kan?”

“Iya sih, tapi kalau ada wanita lain kan berarti jatahku berkurang.”

“Bukankah Danar tadi bilang kalau Ibunya sudah mau meninggal? Ya sudah biarin saja, masa sih orang meninggal mau minta uang?”

“Iya juga sih. Kenapa kamu tadi nggak ikut saja sama pak Haryo, supaya bisa lebih dekat sama dokternya itu?”

“Nggak enak sama pak Haryo Bu, tapi pasti nanti ada jalan untuk bisa sering menemuinya.”

“Baiklah, terserah kamu saja. Ibu juga suka kalau punya menantu dokter.”

Ibu dan anak itu tertawa hahahihi, lalu masuk ke dalam rumah.

***

“Aku belum sempat bertanya sama kamu,” kata Haryo dalam perjalanan.

“Apa Pak?”

“Bagaimana kamu bisa tahu kalau aku ada disana ?”

“Saya tadi dari kampus. Ketika saya datang, satpam di kampus itu bilang kalau Bapak baru saja pulang. Dia juga menunjukkan warna mobil Bapak, lalu saya mengikuti Bapak sampai ke rumah.”

“Kamu tahu bahwa aku mengajar di sana?”

“Saya ke rumah Bapak dulu. Putri Bapak yang bernama Desy memberi tahu saya alamat kampus dimana Bapak mengajar.”

“Ketemu Desy?”

“Ya.”

“Desy saja, dan yang lainnya?”

“Saya tidak melihat yang lainnya. Kata Desy, ibunya sedang belanja.”

“Tidak ke kantor?”

“Itu kemarin Pak. Kemarin kan libur.”

“Oo.”

Danar ingin menanyakan tentang keluarga Haryo, tapi takut Haryo tersinggung. Sedikit banyak dia bisa membaca, dari apa yang dilihatnya. Tampaknya Haryo punya isteri lagi, yang tadi dilihatnya, dan tampak tidak ramah dari pandangan matanya. Ia bahkan tidak keluar menemuinya, kecuali anak gadisnya yang bernama Endah, dan bersikap sok akrab kepada dirinya. Wajahnya tidak jelek, tapi Danar merasa risih. Beda sekali dengan Desy, tampak lugas, tidak dibuat-buat, dan dia juga ... ehem ... manis, kata batin Danar. Ada terbersit keinginannya, bisakah dia bertemu lagi dengannya?.

“Putri Bapak banyak,” gumam Danar tanpa sadar.

“Cuma tiga.”

“Yang tadi nomor berapa?”

“Tadi? Itu bukan anak Bapak.”

“Oo.”

“Desy anak saya nomor dua. Dia kuliah di kedokteran.”

“Wauuw ... “ pekik Danar ,lagi-lagi tanpa sadar. Dan tiba-tiba juga Danar merasa akan ada kesempatan bertemu Desy. Saat co ass. misalnya.

“Dia galak,” kata Haryo yang masih kesal mengingat kelakuan anak-anaknya sebelum dia pergi dari rumah.

“Galak? Tidak kok pak.”

“Kamu belum tahu dia.”

“Mungkin terhadap orang yang membuat dia marah, lalu kelihatan galak.”

Haryo diam. Ia merasa tersindir.

“Ibumu sudah lama sakitnya?”

“Sudah tiga tahun terakhir ini.”

“Sudah lama ya.”

Tiba-tiba ponsel Danar berdering.

“Hallo, ya ini aku,” Danar menjawab.

“Dok, Ibu Larsih kritis.”

“Apa? Baiklah, aku sudah hampir sampai.”

Danar tiba-tiba merasa gugup dan gelisah.

“Ada apa?” tanya Haryo.

“Ibu kritis. Lalu Danar memacu mobilnya.”

***

Sesampai di rumah sakit, Danar masuk setengah berlari, Haryo mengikutinya. Danar memasuki ruang ICU. Tampak para dokter sedang melakukan tindakan.

“Bagaimana dok?” tanya Danar panik.

Dokter Daniel mengangkat bahunya, lalu menepuk-nepuk bahu Danar.

“Ibu, “ Danar menubruk tubuh ibunya yang tampak memejamkan mata. Ia kemudian menggenggam tangan ibunya.

“Ibu, ada pak Haryo disini. Dia bersama Danar, Bu.

Haryo mendekat. Memandangi tubuh kurus kering dan wajah pucat itu dengan perasaan tak menentu. Dulu dia tergoda karena kecantikan Larsih. Dia berbohong dan mengaku lajang, dan bersikap seakan mencintainya. Dia menikahi Larsih dengan nikah siri. Alasannya adalah dia harus menyelesaikan pendidikannya terlebih dulu. Tapi begitu Larsih menuntut agar Haryo menikahi secara resmi, Haryo menghilang.

“Larsih ... “ Haryo mendekat.

Tiba-tiba Larsih membuka matanya.

“Mas Haryo?”

“Ya, ini aku.”

“Pegang tanganku mas,” bisik Larsih. Haryo menurutinya. Dipegangnya tangan Larsih.

“Aku senang bisa melihat Mas kembali, disaat aku harus pergi,” bisiknya lemah.

“Kamu harus kuat.”

“Aku kecewa sama Mas, tapi aku senang Mas datang mengantarkan kepergianku.”

“Larsih ... “

“Satu hal yang Mas harus tahu, aku benar-benar mencintai Mas Haryo. Aku bawa cinta itu walau mas Haryo hanya mempermainkan aku.”

“Maaf Larsih,” kata Haryo pelan.

Lalu genggaman tangan itu mengendur, dan tangan itu terkulai.

“Larsih ... “

Danar mendekat dan menyedakapkan tangan ibunya. Perawat melepas semua selang penyambung kehidupan yang terpasang.

Danar khusuk berdoa disamping jenazah ibunya yang tampak tenang, dengan sesekali menghapus air matanya.

“Beristirahatlah dengan tenang Bu, Ibu tak akan merasakan sakit lagi,” bisik Danar.

***

Haryo duduk di sebuah bangku, sementara petugas merawat jenazah Larsih. Ada perasaan aneh di hati Haryo ketika menyadari ada seorang wanita yang mencintainya sampai akhir hidupnya, sementara Haryo sendiri tak pernah tersentuh oleh rasa cinta. Apakah cinta itu, menurut Haryo? Selama ini Haryo hanya merasa senang berada diantara wanita-wanita cantik. Merasa senang kalau berhasil mendapatkannya. Apakah ada cinta disana? Bahkan ketika mengejar Tindy ketika itu, apakah karena cinta? Bukan karena ambisi untuk memiliki dan kebanggaan ketika bisa mengalahkan saingan-saingannya? Tidak, Haryo tak punya cinta. Bahkan ketika Larsih mengatakan bahwa selalu mencintainya, sama sekali hatinya tak tersentuh. Haryo hanya ingin menemukan kepuasan ketika berhasil memiliki setelah mengejarnya.

“Apakah cinta itu? Katika dihadapan Tindy aku mengatakan cinta dan sayang pada Nina, benarkah itu keluar dari hatiku? Tidak. Aku tak punya cinta,” gumamnya dalam hati, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.

Tiba-tiba Haryo merasa bahwa hidupnya begitu kosong. Tak ada sesuatu di sekitarnya. Tak ada yang dipegangnya ketika jiwanya limbung. Haryo memejamkan matanya. Hatinya meraba-raba, namun tak ada yang berhasil dirabanya.

“Pak, apakah Bapak ingin pulang sekarang?

Haryo membuka matanya. Dilihatnya Danar berdiri di depannya dengan mata sembab.

“Ibu akan dimakamkan sore ini, setelah saya mempersiapkan semuanya. Tapi saya akan membawanya pulang lebih dulu ke rumah.”

“Aku akan ikut ke rumah, dan menunggu sampai pemakaman selesai.”

“Baiklah, terima kasih Pak.”

***

Hari sudah malam, Nina menunggu di teras, ditemani kedua anak gadisnya.

“Mengapa dia belum pulang? Pasti tidur di rumah perempuan itu karena rindu,” gumam Nina lirih.

“Bukankah dia sait keras?” kata Ana.

“Ya, sakit keras, mana sempat melepas rindu ketika sedang sakit keras?” sahut Endah.

“Ibu ada-ada saja.”

“Siapa tahu perempuan itu malah sudah mati dan pak Haryo menunggu sampai dikuburkan,” kata Endah dengan kasar.

“Iya juga. Kalau benar dia mati, pak Haryo pasti baru akan pulang besok pagi,” kata Nina.

“Jadi ibu tidak usah cemburu. Nggak lucu cemburu sama orang yang sudah mati,” sambung Ana sambil tertawa.

“Enak saja, ibu bukannya cemburu,” sanggah Nina.

“Kalau tidak cemburu, kenapa dari tadi marah-marah terus?”

“Aku bukan takut kehilangan Haryo, tapi takut kehilangan uangnya.”

“Dia tidak akan pergi Bu, dia itu cinta mati sama Ibu.”

Dan malam itu ternyata Haryo pulang. Endah berlari ke depan, mengira Haryo diantarkan oleh Danar.

“Bapak sama siapa?”

“Sendiri.”

“Itu kan mobilnya mas Danar?”

“Iya, besok pagi-pagi aku ke sana lagi.”

“Mengapa ke sana lagi Mas,” tanya Nina yang ikut menyambutnya.

“Larsih meninggal, ternyata baru bisa dimakamkan besok. Danar meminta aku membawa mobilnya, karena aku harus pulang untuk berganti pakaian,” kata Haryo yang tampak letih, dan langsung masuk ke dalam.

“Berarti besok Bapak akan kesana lagi? Bolehkah aku ikut?” tanya Endah dengan senyuman yang disembunyikan.

“Ikut? Mengapa ikut?” tanya Haryo.

“Ya ingin mengucapkan bela sungkawa dong, sama mas Danar.”

***

Besok lagi ya.



103 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Aduhai

    ReplyDelete
  3. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih bunda sudah disapa... dan MKJ_17 juga sdh ditayangkan.
      Semoga bunda sehat selalu.
      Salam ADUHAI dari kakekhabi.....

      Delete
  4. Alhamdululah, terima kasih bu tien ..salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  5. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina,

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah, mbak Tien sudah ngabsen nich terimakasih salam sehat dan salam ADUHAI...

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. terima kasih mbak Tien MKJ 20 sdh hadir sehat selalu
    salam seroja dr Smg

    Reply

    ReplyDelete
  9. Terima kasih Bu Tien semoga selalu sehat dan tetap semangat, salam aduhai dari Pasuruan

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.. MKJ Eps 18 sudah tayang.
    Terimakasih up Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
    Salam hangat dari Tangerang.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah. Salam sehat mbak Tien
    Samakin aduhai

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah MKJ~18 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah MKJ 18 sdh hadir,terima kasih mbak Tien, smg sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah bisa on lagi kemaren kenapa y setiap coment gagal..
    Assalamualaikum wr wbr. Bu Tien dan semuanya. Semoga sehat selalu dan selalu bahagia.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah MKJ dah tayang .
    Makasih Bunda alamat bisa tidur sore.
    Sehat selalu ya Bunda dan tetap semangat

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah MKJ 18 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Akhirnya Larsih bisa ketemu Haryo disaat akhir hidupnya. Semoga Haryo sadar akan arti cinta..bukan nafsu. Wah anaknya Nina menurun sifat dari ibunya. Nusah mudahan Danar bisa mendekati Desy..aduhai bu Tien .semakin.menaruk

    ReplyDelete
  18. Wah sifate ibu ma anak sama....
    Ora genah Kabeh
    Trims Bu Tien sudah menghibur

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  20. Terima kasih Bunda Tien,salam sehat..

    Salam Aduhai...
    Selamat malam n selamat istirahat Bunda..

    ReplyDelete
  21. Ealah ini anak sama ibu kok gak ada bedanya...
    Terima kasih bu Tien swhat dan semangat selalu

    ReplyDelete
  22. Sugeng Dalu jeng Tien
    Haryo,,,,Haryo,,,,koyok nggantheng²a dhewe,,,angger bathuk klimis dicedhak,i
    Lambe Abang di air,,,suwe suwe sapi dibengesi ya di sir pisan,,,wadhuuhhh

    ReplyDelete
  23. Haryo mulai sadar, dia hidup tanpa cinta. Dia hanya ingin menguasai dan mengalahkan saingan merebut yg cantik.

    ReplyDelete
  24. Trimakasih Bu Tien. Semoga sehat selalu.
    Endang Amirul jember

    ReplyDelete
  25. Yg bakal ramai mungkin endah dan deasy mau rebutan danar.

    ReplyDelete
  26. Terima kasih banyak mbak Tien. Semoga mbak Tien sehat² selalu.

    ReplyDelete
  27. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  28. Slmt mlm bunda Tien.. Terimaksih MKJ nya sdh tayang.. Slmt istrht dan slm Seroja n tetap Aduhai dri sukabumi🥰🥰🙏🙏

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien.
    Semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat.

    ReplyDelete
  30. Trimakasih Bu Tien ....
    Semoga sehat selalu
    Endang jember

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Endang. Lho ini bukan ibu Endang Amirul tadi?

      Delete
  31. Alhamdulillah MKJ 18 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin
    Salam ADUHAI dari Bekasi

    ReplyDelete
  32. Terima kasihbu Tien, salam aduhai dan selamat beristirahat.

    ReplyDelete
  33. Maturnuwun Mbak Tien.MKJ makin Aduhai

    ReplyDelete
  34. Matur nuwun bu Tien MKJ sampun tayang...
    Ceritanya semakin seru....ada falsafah hidup diepisode2
    Mugi Ibu tansah sehat

    ReplyDelete
  35. Apakah Haryo sadar dan segera kembali ke rumah Tindy?
    Mungkin ganti cerita yang muda-muda, dr. Danar, Endah , Desy, atau yang lain? Manut aja deh... sama yang berwenang.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  36. Maturnuwun mbak Tien MKJ18nya..

    Duuuh...ibu sm anak sama aja tuh..Nina n Endah..🤦‍♀️
    Tp mas dokter sdh punya penilaian sendiri antara Endah dan Desy..

    Msh syukur ada yg mencintai Haryo..tp ternyata Haryo tak pernah punya cinta..bahkan tdk tau apa itu cinta..benar2 tak punya hati n perasaan..😠😠

    Tindy sedang sibuk ngajar yaa..
    Lanjuut besok lagii..

    Salam sehat selalu mbak Tien dan aduhaiii...🙏💟🌹

    ReplyDelete
  37. Kemaren seharian riuh di wag pada nyeritain sikap Tindy menghadapi masalah; anggun, bahkan ditunjukkan dihadapan anak-anaknya, bener-bener menunjukan kelasnya, ibu bagi anak-anaknya dan bener-bener empu. Nggak habis pikir gimana kalau itu masalah ada di diri ini; macam-macam koment bernada sungut tertuju ke Haryo yang sudah nggak punya hati, yang sudah hilang rasa, hanya nampak kesombongan saja keangkuhan yang ada; sok kuasa.
    Hebat Tindy, sampai nggak habis-habis pada memujinya; sampai tangannya capek/kebas memukuli Haryo, ternyata hanya cerita terbawa mimpi 'tindy-ên' salah posisi tidur, terbangun ternyata itu tangan buat bantalan kepala. huh..
    Danarto yang orang baru, bisa menilai hasil didik seorang yang punya hati dan sangat berbeda dalam asuhan seorang yang sangat menyebalkan bahkan nggak punya hati dan cinta.
    Apakah Haryo meluluskan keinginan Endah anak Nina yang akan ikut takjiah ke rumah Danarto, atau mulai tertarik sikap Danarto yang sangat perhatian pada perempuan? Semoga menjadikan awal dari kesadaran seorang Haryo menilai sebuah ketulusan hati dan kedamaian rasa dalam kehidupan keluarga.


    Terimakasih Bu Tien;
    Memang Kembang Jalanan yang ke delapan belas sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
  38. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun...
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat, semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  41. 𝑰𝒃𝒖 𝒅𝒂𝒏 𝒂𝒏𝒂𝒌 11 12

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah.. matur nuwun bu Tien
    Semangat sehat .. Salam aduhai

    ReplyDelete
  43. Masyaa Allah. Inilah cinta sejati dari seorang istri yg bernama Larsih. Tulus adanya meski Haryo abai padanya. Kini Haryo baru paham apa itu artinya cinta...dich. Matur nuwun bu Tien. Salam sehat dan tetap sehat...semangat. 🙏👍

    ReplyDelete
  44. Astagfirullah Dasar Haryo bandot tua..blm tau rasanya menua sepii kapok ..permainan mu akan berahkir di depan anak2 kandungmu juga istri mu Tindy.makasih bu Tien ..sehat selalu

    ReplyDelete
  45. Makasih mba Tien.
    Sehat dan semangat selalu mba.
    Aduhai

    ReplyDelete
  46. 𝐖𝐮𝐚𝐮𝐰...𝐌𝐚𝐧𝐭𝐚𝐩𝐩 𝐩𝐨𝐥𝐥𝐥 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐠𝐚𝐤 𝐤𝐞𝐛𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐠𝐦𝐧 𝐧𝐚𝐧𝐭𝐢 𝐚𝐩𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐛𝐚𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐩𝐞𝐫𝐦𝐚𝐢𝐧𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐧𝐲𝐚𝐤 𝐰𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚..𝐠𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐝𝐢𝐚 𝐠𝐚𝐤 𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫 𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐰𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚..😪😪😪
    𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐚𝐮 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐩𝐞𝐫𝐥𝐚𝐤𝐮𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐲𝐠 𝐝𝐢𝐚 𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐡𝐚𝐝𝐚𝐩 𝐋𝐚𝐫𝐬𝐢𝐡 & 𝐓𝐢𝐧𝐝𝐲..𝐦𝐛𝐨𝐤 𝐬𝐚𝐝𝐚𝐫𝐫 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  47. Matur nuwun bu Tien
    Salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  48. Semoga b Tien selalu sehat nggih. Lope U bun...

    ReplyDelete
  49. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien dan sehat selalu,Aamiin.

    ReplyDelete
  50. Assalamualaikum wr wb. Endah pengin ketemu Danar krn uang dan dokternya,persis sama Nina ingin memiliki Haryo krn uangnya, bukan cinta. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya trs mengalir membuat penasaran. Semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    ..Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  51. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
    Aamiin ya Robbal alamiin
    Matur nuwun pak Mashudi

    ReplyDelete
  52. Duuuuh .. buah jatuh tdk jauh dr batangnya .. ADUHAI .. mtr nwn mbak Tien .. ayoo semangat buat pembaca penasaran

    ReplyDelete
  53. Yang ditunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa diberikan sehat dan tetap semangat.....
    Salam dari Bandung

    ReplyDelete

KAU PASTI DATANG

KAU PASTI DATANG (Tien Kumalasari) Lewat hujan yang mengucur deras kutitipkan pesan seperti yang kau harapkan akan hadir di kehidupanku akan...