MELANI KEKASIHKU 59
(Tien Kumalasari)
Sasa tertegun, siapa dia, sepertinya dia menyebut nama Indi. Sasa benar-benar menghentikan langkahnya. Ia berdiri hanya sekitar dua meter dari laki-laki yang sedang bersimpuh itu.
“Aris sangat mencintai Indi Pak, tapi sesungguhnya Aris takut. Aris harus tahu diri kan Pak, Aris hanya sebatang kara didunia ini. Aris ingin berbagi, tapi sama siapa? Katakan apa yang harus Aris lakukan. Aris selalu bilang dalam hati, bahwa Aris berani melakukannya, tapi lagi-lagi Aris merasa kecil dimata Indi. Dia itu sangat kaya, terpelajar, dan punya jabatan di kantornya. Bapak, Ibu, seandainya kalian masih ada, pada kalianlah Aris berbagi,” katanya disela isak.
Sasa terkejut.
“Benarkah itu Aris? Aris yang datang bersama Indi saat acara lamaran itu? Dia menyebut-nyebut nama Indi, dan mengadu kepada orang tuanya yang tampaknya sudah meninggal, karena kebimbangannya dalam menentukan jalan hidupnya.
“Ya Allah, ampunilah dosa kedua orang tuaku, dan tempatkanlah dia di sorga_Mu yang mulia, aamiin,” bisik lirih laki-laki itu dalam doa.
Sasa ingin melanjutkan langkahnya dan pura-pura tak melihatnya, ketika tiba-tiba laki-laki itu sudah berdiri, membalikkan badan dan menatapnya heran.
Sasa jadi salah tingkah, karena memang benar laki-laki itu adalah Aris.
“mBak Sasa?” sapa Aris. Matanya masih sembab.
“Ternyata orang tua mas Aris dimakamkan disini juga?”
“Iy_iya.. mbak.”
“Sama, ibu saya disebelah sana, baru beberapa bulan meninggal,” kata Sasa sambil menunjuk ke arah pusara ibunya.
“Lhoh, kemarin itu, yang di acara lamaran itu.. bukan.. eh.. maaf, bukan ibu kandung mbak Sasa?”
“Bukan, saya sejak kecil hidup bersama bapak dan ibu Laras, isteri bapak. Tapi dia sangat mencintai saya. Saya belum lama bertemu ibu kandung saya lagi. Tapi ceritanya panjang,” kata Sasa yang berbincang sambil keluar dari area makam menuju ke mobilnya.
“Oh, begitu. Kalau bapak sama ibu saya sudah meninggal sejak saya masih berumur limabelasan tahun. Saya dirawat nenek, yang kemudian juga meninggal setelah saya tamat SMA. Jadi saya ini yatim piatu mbak. Ketika tertimpa masalah, rasanya sedih karena tak ada teman untuk berbagi.”
“Bukankah ada saudara?”
“Saudara jauh, ada, tapi kami tidak pernah bergaul sejak lama. Saya benar-benar sendirian, dan bekerja semampu saya untuk menghidupi diri saya. Beruntung nenek saya masih meninggalkan harta yang tidak seberapa, untuk menyambung hidup saya, dan kemudian saya pergunakan untuk modal usaha.”
Sasa sudah pernah mendengar dari Andra tentang Aris. Dulu dia seorang laki-laki arogan, yang merasa paling kuat di kampungnya, dan berusaha menarik hati Melani. Dan sekarang sudah memiliki sebuah bengkel, bersamaan dengan sikapnya yang juga berubah total. Tapi menurut Andra, perubahan itu terlalu kebablasan, karena kemudian menjadi orang yang rendah diri. Merasa tidak pantas, merasa buruk, merasa ... apalah, menurut Indi yang pernah bercerita sama Adra, rendah dirinya keterlaluan.
“Menurut yang aku dengar tadi, dia mencintai Indi, tapi merasa tidak pantas, ah... mengapa juga kalau memang benar saling mencintai? Ketika Aris datang bersama Indi waktu itu, kelihatan kalau Aris tampak canggung dan tidak banyak bicara,” kata batin Sasa.
Mereka bicara sambil berjalan, lalu keduanya sudah sampai di dekat mobil Sasa.
“Mas Aris mau bareng saya?” tawar Sasa.
“Tidak, saya membawa sendiri,” kata Aris sambil menunjuk ke arah mobilnya.
“Oh, baiklah. Tapi ada satu pesan saya. Seseorang, apalagi seorang laki-laki, harus menjadi laki-laki yang pantang menyerah. Dan hilangkan rasa rendah diri, karena itu hanya perasaan diri sendiri, yang orang lain tak akan mempedulikannya.”
Aris berhenti sejenak, menatap Sasa tak berkedip. Tampaknya Sasa mendengar semua keluh kesahnya didepan pusara kedua orang tuanya.
“Saya dukung hubungan mas Aris dengan Indi. Dia wanita yang baik, saya yakin dia juga mencintai mas Aris,” kata Sasa sambil membuka pintu mobilnya.
Aris diam tak mampu berkata-kata.
“Saya duluan ya mas, camkan kata-kata saya,” kata Sasa sambil tersenyum, kemudian menutup pintu mobilnya.
Saat mobil Sasa berlalu, Aris masih terpaku ditempatnya. Hampir dua bulan dia berpikir. Terkadang merasa berani melangkah, lalu ragu-ragu, lalu mundur, lalu bingung.
“Jadi laki-laki harus pantang menyerah,” gumamnya menirukan kata-kata Sasa. Aris tersenyum. Gadis cantik itu bicaranya seperti emak-emak saja. Tapi ucapan itu berhasil menyemangati hatinya.
“Baiklah, aku kan laki-laki,” katanya pelan, sambil mendekati mobilnya yang diparkir diseberang makam.
***
Aris menuju ke arah kantor Indi, ia harus memutuskannya sekarang. Tapi dengan kecewa Aris mendapat keterangan dari sekretarisnya, bahwa Indi sedang keluar. Sekretaris itu tak tahu perginya kemana, karena Indi juga tidak mengatakannya.
“Mungkinkah dia pulang kerumah? Barangkali ingin makan siang bersama ibunya?” pikir Aris yang kemudian memacu mobilnya ke arah rumah Indi.
Tapi ternyata Indi juga tidak pulang ke rumah.
“Nak Aris, kenapa lama sekali tak datang kemari?” sambut bu Yayuk dengan wajah cerah.
“Iya Bu, sangat sibuk, pekerjaan menumpuk, jadi tidak sempat kemana-mana.”
“Duduklah dulu. Apakah Indi bilang bahwa dia akan makan siang di rumah?”
“Tidak juga Bu, hanya saja ketika saya ke kantornya, Indi tidak ditempat, saya pikir dia pulang.”
“Coba di telpon saja, barangkali dia segera pulang kalau tahu nak Aris datang ke rumah.”
“Kebetulan ponsel saya mati Bu, lupa ngecas tadi. Tapi baiklah, saya pamit saja dulu, nanti sore saja saya kemari.”
“Baiklah Nak, ibu saja nanti yang menelpon Indi, supaya dia pulang lebih cepat.”
***
Indi tak tahan lagi. Hampir dua bulan dia menunggu, dan Aris belum mengajaknya untuk bertemu dan bicara. Rupanya memang harus Indi yang memulainya.
“Baiklah, ya atau tidak, harus ditentukan hari ini.”
Indi sejak tadi memang keluar dari kantornya setelah berpesan sesuatu kepada sekretarisnya.
Ia menuju bengkel, tapi tak didapatinya Aris disana. Indi menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif. Dengan kesal Indi memacu mobilnya ke arah rumah Aris.
Sesampai disana, ia tak melihat mobil Aris digarasi, tapi dari sela-sela pintu garasi, Indi melihat motornya ada disana. Apa Aris pergi ke bengkelnya dengan membawa mobil? Tak biasanya Aris membawa mobilnya ke bengkel.
“Kemana dia?”
Indi berjalan ke arah rumah, kemudian duduk di teras, menunggu.
Tak apa dia disebutnya terlalu mengejar Aris. Ini adalah hidupnya. Kalau Aris tak segera bicara maka dialah yang akan memulainya. Bukankah memang selalu begitu?
Semilir angin di siang hari itu membuat Indi mengantuk. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi, dan memejamkan matanya.
Aris yang tiba-tiba datang sangat terkejut, melihat Indi tertidur di kursi teras. Ia melangkah pelan, takut langkahnya membuat Indi terbangun. Ia juga membuka pintu rumahnya pelan, dan langsung masuk kedalam. Ketika keluar, dia membawa dua gelas jus jeruk yang kemudian diletakkannya hati-hati di meja.
Aris duduk didepan Indi yang masih saja memejamkan mata. Rupanya dia benar-benar tertidur pulas. Aris menatap wajah cantik yang selalu dibawanya ke dalam mimpi-mimpinya. Hidungnya mancung, bulu mata lentik menaungi sepasang mata bulat bening. Bibir tipis yang selalu berucap tegas dan tandas, tapi terasa lembut. Ada anak rambut terurai menutupi sebagian dahinya. Tangan Aris ingin bergerak menyibakkannya, tapi takut kalau Indi justru terbangun.
Aris terus memandanginya dengan debur jantung yang tak menentu.
“Siapa bilang aku tidak jatuh cinta sama gadis secantik dan sebaik kamu? Tapi aku takut kamu kecewa,” bisiknya pelan.
Nah, tuh kembali rasa takutnya muncul. Padahal sejak pulang dari makam tadi hatinya sudah mantap. Sebagai laki-laki, pantang mundur. Mengapa sekarang kembali ragu?
Angin yang bertiup di teras yang terbuka itu membuat rambut Indi yang mengurai di dahi bergerak-gerak, dan itu membuat Indi terbangun. Dia terkejut melihat Aris sudah duduk di depannya.
“Kk_kamu?”
“Enak sekali tidurnya,” kata Aris sambil tersenyum.
“Mengapa tidak membangunkan aku?” kata Indi yang kemudian membenahi kerudung di kepalanya yang sedikit berantakan sehingga beberapa helai rambutnya kelihatan.
“Tidak tega,” katanya singkat.
“Mengapa kemari?” tanya Aris. Dan pertanyaan itu membuat mulut Indi langsung cemberut.
Ia kemudian berdiri.
“Hei, kemana?”
“Mau kembali ke kantor, sudah lama aku pergi.”
“Tolong minumlah dulu, aku yang membuatnya. Udara sangat panas hari ini.”
Indi kembali duduk, meraih gelasnya, dan meneguk jus jeruknya.
“Terima kasih,” katanya lalu berdiri.
“Indi...”
Indi terus melangkah. Ia enggan berbicara karena Aris memulainya dengan pertanyaan yang sangat terasa tidak ramah.
“Indi...” Aris mengejarnya. Indi sudah sampai disamping mobilnya, siap membuka pintunya.
“Tunggu Indi...”
Indi menatap Aris, dengan sebelah tangan memegangi pegangan pintu mobil.
“Aku ingin bicara.”
“Bicaralah.”
“Indi, aku mencintai kamu,” katanya lirih, sambil meraih sebelah tangan Indi. Entah dari mana datangnya keberanian itu.
Indi tertegun.
“Kamu bohong bukan ?”
“Berbulan-bulan aku ingin mengucapkannya, baru hari ini keluar dari mulutku.”
Indi tersenyum. Bibir yang tadinya cemberut sekarang tampak merekah, bagai kuncup bunga yang baru mekar.
“Aku minta maaf kalau ini terdengar lancang. Bukankah aku harus tahu diri?” bisik Aris kemudian.
“Kamu tidak lancang. Aku senang kamu berani mengucapkannya.”
“Kamu belum mengatakan apa yang kamu rasakan.”
“Aku sangat rindu. Rindu ketemu kamu. Apa ini belum cukup?” kata Indi tanpa menghilangkan senyum manisnya.
Semilir angin siang itu terasa menyejukkan, ketika dua pasang mata bertemu dan saling melepas rindu. Aris ingin memeluk kekasihnya, tapi ia menahannya. Biarkan angin menjadi tangannya, agar membelai wajah cantik yang menggemaskan dan masih berdiri didepannya.
***
Anggoro sudah berada di Jakarta, bersama Anindita dan Bibik. Anggoro sudah menelpon pembantu yang bertugas menjaga dan membersihkan rumahnya, agar membenahi kamar tidurnya, dan menyiapkan segala sesuatunya, karena dia akan datang bersama isterinya.
Dari bandara mereka menaiki taksi. Tapi Bibik heran karena mereka berhenti di rumah yang lain, bukan rumah mereka dulu. Lalu Bibik teringat, ketika itu ia melihat rumah majikannya sudah ditempati orang lain.
Anggoro bukan tak tahu rasa heran di hati Bibik.
“Ini rumah baru aku Bik,” bisiknya di telinga Bibik, agar Anindita tak mendengarnya.
Tapi Anggoro terkejut, ketika ternyata Anindita mengenalinya.
“Apa ini rumah kita?” tanyanya ketika Anggoro menuntunnya masuk.
“Ya, ini rumah kita, sayang.”
“Bukan... ini bukan rumah kita,” katanya sambil mengamati seluruh ruangan di rumah itu.
“Ini rumah kita yang baru. Lihatlah foto itu.”
Untunglah sebelum pulang Anggoro sempat memasang fotonya bersama Anindita, yang dipajang disudut ruangan. Biarpun tak sebesar yang ada di Solo, tapi foto itu bukan tergolong kecil. Anindita bisa melihat jelas wajahnya bersama suaminya tersenyum bahagia disana.
“Ini rumah baru kita?”
“Iya sayang. Kamu suka?”
Anindita mengangguk, dan terus mengamati seluruh ruang demi ruang yang ada di rumah itu.
“Ini kamar kita?” tanya Anindita ketika Anggoro membawanya masuk ke kamarnya.”
“Kalau itu, kamar siapa?” Anindita menunjuk ke arah kamar lain yang terletak didepan kamar yang katanya kamar mereka.
“Oh, itu kosong, hanya dipakai kalau ada tamu,” kata Anggoro yang enggan membicarakan kamar yang pernah ditempatinya bersama Santi.
Lalu dia menemui Bibik yang juga sedang mengamati ruangan yang semuanya tertata rapi.
“Bik, tolong bawa kopornya masuk. Itu kamarku. Kamar Bibik ada disana. Taruh barang Bibik juga disana,” kata Anggoro sambil menunjuk kearah kamar yang dimaksud.
“Baiklah Pak.”
Bibik memasukkan kopor majikannya kedalam kamar, yang sudah ditata rapi. Dia juga memasuki kamarnya, yang sudah rapi dan bersih. Ketika ia memasuki dapur, dilihatnya seorang wanita tengah membuat minuman. Bibik segera tahu bahwa wanita itu pasti pembantu dirumah ini.
“Dia hanya seminggu dua kali membersihkan rumah ini Bik. Karena kan aku jarang datang. Namanya bu Minah,” terang Anggoro.
“Oh, iya. Kenalkan bu Minah, saya Karti, dipanggil Bibik,” kata Bibik ramah.
Bu Minah tersenyum. Ia ingin membawa minuman ke depan, tapi Bibik memintanya. Ia sendiri kemudian membawa minuman ke ruang tengah, dimana Anindita sedang duduk sambil mengamati foto dirinya bersama suaminya.
“Karena tidak ada makanan dirumah, hari ini aku akan memesan saja makanan. Nanti sore kita belanja, dan kalau mau Bibik boleh memasak, aku akan meminta agar sopir kantor mengantarkan kita. Maukah kamu jalan-jalan ke mal untuk belanja?” kata Anggoro sambil menatap isterinya.
“Bersama kamu?”
“Iya, nanti sore bersama aku, tapi besok aku harus ke kantor. Kalau kamu ingin jalan-jalan, sopir akan stand by disini.”
Anindita mengangguk.
“Kamu istirahatlah dulu, dan biarkan Bibik membantu kamu berganti pakaian. Aku mau memesan makanan untuk makan kita siang ini,” kata Anggoro.
Bibik mengajak Anindita memasuki kamarnya.
“Bu Dita mau mandi dulu?”
“Iya, aku mau mandi dan tidur.”
“Baiklah, setelah mandi pasti badan bu Dita terasa lebih segar.”
“Tapi aku heran Bik, mengapa kita pulang ke rumah baru? Aku masih ingat rumahku dulu. Mengapa harus pindah kemari?”
***
Besok lagi ya
Siap Melaniii
ReplyDeleteSelamat Jeng juara 1
DeleteMtnuwun mbk Tien,sehat selalu nggih mbk
Semarang lagi juaranya....
DeleteTamba kesel Cimahi-Semarang
Selamat jeng Iyeng.
Alamdulillah...
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien selalu sehat dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Siaap grak..
DeleteJeng Iyeng memang ADUHAI
SALAM ADUHAI:
Jeng Nani
Kakek Habi
Jeng Wiwik
Jeng Maimun
Pak Arif
Yey mb,Iyeng juara. Bu Tien, Melani sama Abinya mana?
DeleteAlhamdulillah Melani 59
ReplyDeletesdh tayang
Matur nuwun bunda ...
Aduhai
Yes
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Melani sudah berkunjung
ReplyDeleteJuara 2
ReplyDeletewah munculnya lain ,, cepat banget ,,keduluan ,,
DeleteHoreee..tayang
ReplyDeleteHoreee,pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah yg ditunggu dah muncul.Maturnuwun Mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah.. sampe sudah yg ditunggu.
ReplyDeleteMatur nuwun buTien
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMatursuwun bunfa Tien,
ReplyDeleteSemoga bunda sehat srlalu
Dalam sehat dan aduhai
Alhamdulillah MK59 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah MK~59 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteReplyDelete
Maturnuwun mbak Tien sayang...Melani sudah tayang. Perubahan karakter Aris sungguh mengharukan.. dan mbak Tien bisa membelokkan rasa gregetan pada Aris berubah jadi simpati...waah..tenan kok
ReplyDeleteADUHAI jeng Iyang. Kan pas pertigaan, harus belok dong. Nanti nabrak angkring Soto... wwkk..wwk
Deletealhamdulillah.. matur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang , salam sehat bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan ADUHAI ibu NW KG
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteAlhamdulillah......
ReplyDeleteeMKa seket sanga wis tayang.... Sugeng ndalu bunda Tien, salam ADUHAI... saking mBandung....
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda 🙏🙏🙏
Alhamdulillah MK Eps 59 sudah tayang.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien Kumalasari,semoga bu Tien tetap sehat, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Selamat mb Iyeng no 1, juara..
ReplyDeleteMksh mb Tien . Semakin menyenangkan ceritanya
Salam sehat n aduhai
Yuli Semarang
Terimankasih Bu Tien, ceritanya semakin seru.
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih Bu Tien....salam sehat selalu.,🙏
ReplyDeleteAssalamuakaikum wrwb ..
ReplyDeleteBenerkan ..,ternyata Aris yang menanhis di makam,.. baguslah Sasa menambah semangat Aris untuk mengungkapkan isi hatinya pada pujaan hatinya..
Aduhai mbak mbak Tien ,, titip salam byst anggota Cerbung Cah C ,, “ mama syafa”matur suwun selalu menyajikan bacaan karya Mbak Tien,, di Cerbung Cah C ,,
Aduhai mbsk Tien selalu menjadi idola.. salam aduhai n sehat selalu buat mbak Tien .🤲🤲🥰🥰🙏🏻
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
𝗧𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗯𝗮𝗸 𝗧𝗶𝗲𝗻
ReplyDeleteAlhamdulilah MK sudah terbit...matur nuwun sanget.
ReplyDeleteMugi Ibu tansah sehat...Aamiin YRA
Trims Bu Tien sehat sehat terus Bu tien
ReplyDeleteTksh bu Tien. Sehat sll ya bunda..
ReplyDeleteSami2 ibu Handayaningsih
DeleteAamiin
Semilir angin siang itu terasa menyejukkan, ketika dua pasang mata bertemu dan saling melepas rindu. Aris ingin memeluk kekasihnya, tapi ia menahannya. Biarkan angin menjadi tangannya, agar membelai wajah cantik yang menggemaskan dan masih berdiri didepannya
ReplyDeleteIndri, bakul jamu, melihat adegan itu. Dan matanya pun mulai berkaca-kaca. Denga suara bergetar dia meneriakkan dagangannya.
"Jamu... Jamuu... Beras kencur, galian singset, brotowali, jamu loro ati
Loro atiku, atiku keloro-loro
Rasane nganti tembus ning dodo...
Nangisku iki mergo kowe sing njalari
Kebangeten opo salahku iki
Opo dosaku iki...
Terusnya dgn senandung kalung emas, didi kempot, sambil berjaln menuntun sepeda yg sarat botol jamu dgn pandangan tertunduk melewati indi dan aris yg lg kasmaran.
Karna menunduk indri tak menyadari berjaln ketengah. Dan sebuah motor pun menyenggolnya. Gubraak ...
Indripun tersadar dari tidur siangnya.
"Oalaah bu tien koq kaya gini jln critaku" keluhnya pada penulis cerita.😀
Wakakaaa..
DeletePak Danar ternyata.juga lucu..
ADUHAI deh..
Trimakasih mbak Tien MK59nyaa..
ReplyDeleteWaah Aris udh nembak Indi ni..
Moga jodohnya..
Anindita makin pulih ingatannya..ttg rumahnya dulu..moga Anggoro bs menjelaskan..
Menunggu nesok lagii...tp besok tayangkah mbak Tien??😊
Salam.sehat dan aduhaaiii mbak Tien..🙏😘🌹
Sami2 ibu Maria
DeleteSalam ADUHAI
Indi sudah lega ya, mas Aris sudah menyatakan isi hatinya. Nah segera susul tuh Abi-Melan yang sudah akan mendapat momongan.
ReplyDeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Salam sehat dan ADUHAI Pak Latief
DeleteTerimakasih bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Hestri
DeleteSudah dua bulan mau bilang bibir ini cuma kiwir kiwir nggak bunyi mau dipaksa pun nyangkut di dada nambah sesak, muter muter dipemikiran nggak kuat memerintah syaraf, mata pun cuma tertegun sambil mulut sedikit terbuka, apalagi keduluan Indi yang biasa bicara banyak, sudah tinggal dipasang kuk aja kaya sapi disuruh narik gerobak woy yang bener; itu orang berbulan bulan ngikut aja, kan mau ngomong susah, speech less, bagus itu sedikit bicara banyak maunya, ah nggak dengar ini, jalur sunyi aliran kebatinan. ha ha ha Aduhai
ReplyDeleteWaw plontos telus telus kaya kunci ring yang biasa dipegang kadang sambil berputar mengendurkan cengkeraman nya bersama ring per yang ada diantara. Jadi ketegangan diantara mereka mengendur menuju normal, makan bersama di rumah makan buat pesta kecil-kecilan berdua menautkan hati, hari ini berdua janjian udah gitu aja..
Trus kan janji sama emak Yéyé mau datang kerumahnya soré nanti, ini menghadap hakim garis nich yang kadang pura pura nggak lihat ada hate trik yang merugikan pendatang alasan buanyak seribu satu. Asal cepat selesai aja tinggal gantian mikir yang lain gampanglah, dipermudah dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Eh Dita masih ingat rumah lamanya yå, nyatanya dia bingung kenapa ke rumah baru, nggak kerumah yang biasa mereka pernah di huni bersama berempat waktu Melani masih kecil.
Biarkan lah menikmati hal hal baru, kenangan itu biar berlalu, kini perjalanan hidup mereka di awali lembaran serba baru.
Mengais kebahagiaan bersama menjelang senja.
Terima kasih Bu Tien,
Melani Kekasihku yang ke lima puluh sembilan sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Nanaaang...
DeleteBisa ajaaah...
Jadi ingat Rintoooo
Matur nuwun, mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu.
Sami2 ibu Purwani
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Makasih, mbak Tien.
ReplyDeleteSehat selalu
Sami2 ibu Anik
DeleteAamiin
Sami2 jeng Wiwik
ReplyDeleteADUHAI
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien...
ReplyDeleteSemakin Aduhai ceritanya..
Senantiasa sehat nggih..,Aamiin.
Sami2 ibu Rini
DeleteADUHAIL..
Akhirnya keluar juga kata² cinta dari Aris..emang ADUHAI kq bunda Tien...🥰
ReplyDeleteADUHAI ibu Padmasari
DeleteIngatan Anindita sudah semakin pulih.
ReplyDeleteSemoga semua berakhir bahagia.
Makasih mba Tien.
Sehat selalu ya. Salam hangat dan selalu aduhai
Sami2 ibu Sri..
DeleteWouww.. saya menemukan empat saudara disini dengan nama depan SRI
ADUHAI...
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tidn... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSalam ADUHAI
Wah sehat2 selalu Anindita sudah ingat semua dan semoga tdk ingat dgn Santi hahahah ...salam.Aduha u bu Tien
ReplyDeleteADUHAI ibu Yanti
DeleteAlhamdulillah Melani 59
ReplyDeletesdh tayang
Matur nuwun bu Tien ...
Salam Aduhai.
Sami2 ibu Sri
DeleteADUHAI
Terima kasih bu tien.... semoga heppy ending ...salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien MK 59nya
Sehat wal'afiat semua ya
Salam ADUHAAII 🤗💖🙏
Sami2 ibu Ika Laksmi
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun...
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun....
Sami2 Wo
ReplyDeleteAamiin
Matur nuwun ugi
Assalamualaikum wr wb. Mudah mudahan Anindita memang sudah sehat lahir dan batin, sehingga tidak ada masalah dgn rumah yg baru. Maturnuwun Bu Tien, dengan semangat berkarya yg kuat, tdk terasa sdh sampai episode 59, yg semakin seru. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteSayange Santi sdh terlanjur "dimeninggalkan".... Klo mggak lumayan dibuat bumbu cerita Indi dan Aries....
ReplyDeleteHehehe....ngarep dot kom....
Alhamdulilah bisa mengikuti MK 59 walau telat. Mksh B Tien semoga sehat selalu.
ReplyDelete𝑺𝒂𝒎𝒃𝒊𝒍 𝒏𝒖𝒏𝒈𝒈𝒖 𝑴𝑲 60 𝒎𝒐𝒏𝒈𝒈𝒐 𝒅𝒊𝒔𝒂𝒎𝒃𝒊 𝒏𝒐𝒏𝒕𝒐𝒏 𝒃𝒐𝒍𝒂 𝑰𝒏𝒅𝒐𝒏𝒆𝒔𝒊𝒂 𝒙 𝑺𝒊𝒏𝒈𝒂𝒑𝒖𝒓𝒂 ...
ReplyDelete