MENGAIS CINTA YANG TERSERAK 41
(Tien Kumalasari)
Pagi itu pak Murti mengajak Gunawan dan Yessyta keluar untuk makan pecel diwarung langganannya. Sebelum masuk itu pak Murti menoleh kesana kemari, seperti ada yang dicarinya.
“Ayo bapak, lagi nyariin apa?” tegur Yessyta.
“Kok nggak ketemu pemulung itu lagi ya?”
“Ya ampun bapak, dia kan memulung kemana-mana, masa harus disini terus. Ayo kita masuk, nanti warungnya keburu penuh, soalnya ini kan saatnya orang makan pagi?”
Pak Murtipun menurut. Tapi seorang pelayan warung itu rupanya ingin tahu, apa yang sebenarnya dicari pak Murti, sehingga walau sudah sampai didalam, masih saja menoleh-noleh keluar.
“Bapak mencari siapa?” tegurnya.
“Oh, itu, kemarin aku melihat wanita tua yang memulung didepan situ, kok sekarang nggak kelihatan.”
“O, nenek-nenek tua bersama anak perempuannya?”
“Dia punya anak perempuan ?”
“Ya, akhir-akhir ini nenek itu sering memulung berdua, anak perempuannya cantik, tapi cacat.”
“Cacat ?”
“Tangan sebelah kanannya lumpuh, jadi dia membantu ibunya memunguti rosok hanya dengan tangan kiri.”
“Oo, kasihan,” kata pak Murti sambil duduk ditempat yang sudah disiapkan Gunawan. Tapi mendengar kata-kata pelayan tentang wanita cantik yang cacat tangannya itu, tiba-tiba terbayang olehnya wajah Indri.
“Masa sih dia?” gumamnya sambil duduk didepan ayahnya.
“Apa yang kamu pikirkan?”
“Itu, wanita cacat tangan kanannya, jadi membantu memulung dengan tangan kirinya saja, aku teringat Indri.”
“Indri ? Masa sih dia memulung? Nggak mungkin lah,” kata Gunawan.
“Indri.. perempuan yang pengacau itu?”
“Iya pak, yang dulu itu, tapi dia bukan anak pemulung kan? Lagi pula mana mungkin dia mau memulung?”
“Iya, pastinya bukan dia.”
“Bapak mau makan apa?”
“Nasi pecel lah, ini kan warung pecel. Sama telur ceplok, sama rempeyek teri.. jangan terlalu pedes sambelnya.”
Sambil menuliskan pesanan mereka itu, entah mengapa yessyta terus membayangkan Indri. Seandainya benar Indri jadi pemulung, betapa kasihan.
“Kalau benar dia, sungguh aku ingin membantunya. Tapi sepertinya bukan ah,” gumam Yessyta.
“Apa sih Yes?” tanya Gunawan.
“Aku, tiba-tiba teringat dia,” katanya sambil memberikan catatan pesanan kepada pelayan.
“Indri ?”
“Iya… “
Gunawan tertawa.
“Bapak penasaran tentang nenek tua pemulung, sedangkan kamu membayangkan anak nenek itu adalah Indri? Ada-ada saja.”
“Iya sih, tapi membayangkan seandainya itu dia, sungguh memprihatinkan bukan ?”
“Iya, tapi jangan membayangkan yang tidak-tidak, nanti selera makan kamu bisa kacau.”
“Nggak, nggak kacau, tapi sebenarnya aku memang agak mual nih.”
“Tuh kan, pikiran kamu ke yang bukan-bukan saja sih.”
“Sudah, ayo kita makan dulu, habis ini kita putar-putar sebentar, lalu pulang, bukankah Gunawan harus ke kantor?”
“Iya pak. Tapi ini kan masih pagi, nggak apa-apa nanti mengantar bapak putar-putar dulu.”
“Baiklah, ayo kita makan sekarang, hm.. rempeyek ini aku suka, Heran simbok nggak bisa membuat rempeyek serenyah ini. Boleh nggak ya tanya bumbunya?” kata pak Murti sambil mengunyah rempeyek teri yang memang benar-benar renyah itu.
“Nanti Yessyta mau tanya deh, siapa tahu tukang warungnya mau berbagi resep sama Yessyta.
***
Sementara itu Indri sudah sampai dirumah Yessyta. Sejak memasuki halaman Indri melihat bahwa rumah itu kosong. Pintunya tertutup, dan dari garasi yang terbuka sedikit, dilihatnya tak ada mobil didalamnya.
Indri duduk di lantai teras itu, persis didepan pintu sambil menyelonjorkan kakinya, sedangkan tubuhnya bersandar di pintu itu.
“Masih pagi begini sudah pada pergi kemana? Paling sarapan diluar, sebaiknya aku menunggu saja. Paling tak lama lagi dia sudah akan kembali. Ya Tuhan, setelah aku meminta maaf, aku akan pulang ke rumah bapak sama ibu, dan memohon ampun dengan bersimpuh di hadapannya,” bisiknya sambil berlinangan air mata.
“Setelah ini entah bagaimana kelangsungan hidupku, aku tak tahu. Mungkin aku akan terus mengikuti simbah, yang walau melarat harta tapi jiwanya sangat besar. Ia bisa membangkitkan semangatku, mengingatkan aku pada hal-hal yang sangat baik. Selalu bersujud dihadapan Allah dan memohon ampunan,” bisiknya lagi sambil air matanya semakin deras mengalir. Setiap kali mengingat Allah, tangisnya selalu tak terbendung.
Agak lama dia terisak, sampai tanpa dia sadari, dia tertidur sambil masih bersandar di pintu.
Semalam, biarpun ia tak ikut nonton wayang bersama simbah, tapi dia juga hampir tak bisa benar-benar tertidur. Suara gamelan begitu keras, dan pikirannya hanya tertuju kepada Yessyta dan ayah serta suaminya yang dilihatnya.
Indri sama sekali tak tahu, bahwa Yessyta tidak tinggal lagi dirumah itu karena tak tega jauh dari ayahnya yang harus sering di kontrol kesehatannya.
***
“Sudah putar-putar kok nggak ketemu pemulung itu lagi ya?”
“Oo, ternyata bapak mengajak putar-putar itu karena berharap bisa ketemu nenek pemulung itu ?”
“Bapak sangat kasihan melihatnya, dia sudah sangat tua, mengapa bekerja begitu berat. Berat lho, menyusuri jalan, memunguti barang rongsokan, lalu menjualnya ke penampung barang-barang itu, yang uangnya pastilah nggak seberapa.”
“Iya benar pak,” kata Gunawan yang semakin kagum kepada mertuanya, walaupun kaya raya tapi sangat peduli kepada kaum duafa.
“Kalau bisa ketemu, akan bapak beri dia modal, supaya berjualan apalah, begitu, yang tidak usah berjalan menyusuri jalan. Itu kan capek? Tulangnya pasti juga sudah rapuh. Coba kamu bisa nggak mengira-ira, berapa kira-kira umur nenek itu?”
“Tujuh puluhan pak?”
“Tidak, lebih itu.. bapak kira sudah hampir delapan puluhan tahun.”
“Bukan main ya pak..” kata Gunawan.
“Itu sebabnya aku tertarik untuk membantunya. Siapa tahu dengan pekerjaan yang lebih ringan dia bisa menikmati hari tuanya dengan lebih nyaman.”
“Semoga kita benar-benar bisa menemukannya,” kata Yessyta.
“Ya sudah, ayo kita pulang, nanti Gunawan bisa kesiangan datangnya ke kantor.”
“Oh ya mas, aku nanti diturunkan dirumah aku saja ya, aku pengin bersih-bersih, terutama kamar aku.”
“Nanti pulangnya bagaimana? Tilpun saja ke kantor, nanti biar dijemput sopir ya?”
“Iya, gampang, nggak tahu kenapa tiba-tiba pengin ngelihat rumah.”
“Kalau begitu aku ikut,” sela pak Murti.
“Bapak, mau ikut ke rumah Yessy?”
“Iya, tiba-tiba aku juga kangen melihat rumah kamu.”
“Baiklah kalau begitu. Nanti biar sopir menjemput, kabari kalau sudah ingin pulang ya.”
***
Ketika Gunawan mau masuk ke halaman, pak Murti mencegahnya.
“Sudah, disini saja, biar aku bisa berjalan agak jauh, sekalian olah raga.”
Gunawan menghentikan mobilnya di depan gerbang, lalu membantu pak Murti turun, dan mengambilkan tongkatnya.
Setelah Yessy turun, Gunawan berlalu dan bersiap untuk pergi ke kantor.
“Kamu tidak pernah menggembok pintu gerbangmu ya Yes?”
“Tidak pak, hanya ada palang kecil, tapi kok ini seperti sudah ada yang membuka ya?”
“Tuh, kalau ada orang jahat bagaimana?”
Yessyta mengiringi bapaknya berjalan kearah teras, dan mereka sangat terkejut melihat seseorang tidur di teras, sambil menyandarkan tubuhnya di pintu.
“Tuh, siapa dia ?” tanya pak Murti.
Yessyta membantu pak Murti naik ke teras, lalu keduanya mengamati orang yang sedang tidur itu.
“Indri ?” pekik Yessyta.
Dan karena pekikan itu lumayan keras, Indripun terbangun. Ia mengangkat tubuhnya dan mengucek matanya.
“Indri ?”
Indri menatap siapa yang ada didepannya, kemudian menubruk kaki Yessyta sambil menangis terisak-isak.
“Indri, apa yang terjadi ? Berdirilah, jangan begini, ayolah bicara dengan baik,” kata Yessy sambil berusaha membangunkan Indri, tapi Indri tetap bergeming. Ia masih saja merangkul kaki Yessyta dan terisak disana.
“Indri, ayolah berdiri, bicara yang baik ya, yuuk… nih, nggak kuat aku ngangkat kamu Ndri, yuk.. duduk dan kita bicara.”
Yessyta mengangkat kedua tangan Indri, memintanya berdiri, kemudian mengajaknya duduk, sementara pak Murti sudah duduk lebih dulu, menunggu apa yang akan dikatakan Indri.
“mBak Yessy, saya datang kemari untuk meminta maaf. Sudah dari pagi saya datang, dan menunggu sampai ketiduran.”
“Kami baru sarapan dan mengantarkan bapak putar-putar kota.”
“Maafkanlah saya, karena dosa-dosa saya pada mbak Indri sangat menyiksa perasaan saya. Saya sadar telah melakukan hal-hal buruk, saya sudah mendapat hukumannya. Hidup saya tidak tenteram, sampai tangan saya cacat, setiap hari saya hanya menangisi semua dosa-dosa itu. Maafkan saya, agar saya merasa lebih tenang, apapun ujud dari hidup saya.”
“Indri, orang yang bisa menyadari kesalahannya itu, orang yang baik luar biasa, dan meminta maaf adalah perbuatan yang sangat terpuji. Lupakanlah semuanya, maaf itu sudah aku berikan sejak lama. Aku tidak lagi memikirkannya, tak ada luka, tak ada dendam, tidak, semuanya sudah terhapus Indri, jangan lagi terbebani dengan semua itu.”
“Terimakasih banyak mbak Yessy. Bapak, saya juga mohon maaf sama bapak,” kata Indri yang kemudian bersimpuh dihadapan pak Murti.
“Eh.. sudah.. sudah.. Yessy sudah memaafkannya, demikian juga aku. Sangat bagus kamu menyadarinya nak, dengan semua itu kamu pasti akan mendapatkan ketenangan dalam hidup kamu,” kata pak Murti sambil menepuk-nepuk bahu Indri.
“Bapak, terimakasih banyak,” kata Indri sambil mengusap air matanya.
“Sudah nak, berdirilah, jangan begini, ayo duduk kembali,” kata pak Murti yang berusaha menarik tangan Indri.
Indri berdiri dan duduk ditempatnya semula.
“Maukah kamu menceritakan, dimana kamu selama ini, dan apa yang terjadi? Aku pernah membaca di surat kabar bahwa kamu sedang dicari-cari oleh suami kamu. Apa kamu kabur dari rumah?”
“Benarkah ?”
“Sudah agak lama aku membacanya. Kemana kamu pergi selama ini?”
Lalu Indri menceritakan semua perjalanan hidupnya, sejak keluar dari rumah sakit dalam keadaan terluka, kemudian suaminya menyerahkan anaknya kepada Anto, lalu dia kabur dari rumah karena Sony punya isteri lagi.
“Ya Allah, dia benar-benar menerima kejadian yang mirip seperti yang dilakukannya kepadaku waktu itu. Suaminya membawa pulang perempuan yang diakuinya sebagai isterinya, sangat mirip,” kata batin Yessyta.
“Lalu kamu pergi kemana?”
“Seorang pemulung menemukan saya di emperan toko saat malam, lalu membawa saya pulang ke rumahnya yang hanya terbuat dari anyaman bambu. Nenek yang renta, tapi pekerjaannya memulung.”
Pak Murti membuka telinganya lebar-lebar mendengar penuturan Indri tentang nenek renta yang jadi pemulung.
“Dia banyak memberi saya pelajaran tentang hidup. Menuntun saya agar mengenal Allah, mengajak saya bersujud lima kali dalam sehari. Mengajarkan saya bahwa hidup melarat bukan kehidupan yang hina. Maka saya ikut dia memulung setiap hari, walau hanya sebelah tangan saja saya membantunya,” Indri diam sejenak untuk mengusap air matanya.
Yessyta terpukau, sampai tak mampu berkata-kata. Tapi pak Murti segera menangkap, siapa pemulung yang dimaksud.
“Kami pernah berada didepan sebuah warung pecel, pak Gunawan memberi simbah uang seratus ribu, tapi saya sembunyi karena mengenali mbak Yessy dan bapak juga,” lanjut Indri.
“Nah, itu dia Yes !!”
“Mengapa waktu itu kamu tak mau menyapa kami?”
“Saya tak ingin membuat bapak dan mbak Indri malu karena mengenali saya sebagai pemulung. Saya sedang menata hati saya yang saat itu terkejut bukan alang kepalang. Tadi malam saya juga melihat bapak dan mbak Yessy ketika saya ikut simbah menghadiri pernikahan cucu keponakannya.”
“Apa ? Jadi benar Yes, nenek itu.. dia,” kata pak Murti berteriak.
“Simbah menonton wayang, tapi saya pulang ke rumah mas Darman untuk tidur. Tak berani menemui mbak Yessy dan bapak disana, takut menjadi perhatian banyak orang.”
“Tuh, benar aku kan Yes, mata tuaku belum salah melihat orang.”
“Iya pak, bapak benar.”
“Yess, kabari Gunawan, minta agar sopir menjemput kita sekarang,” kata pak Murti tandas.
“Baik pak,” kata Yessyta yang segera mengangkat ponselnya.
“Bapak, mbak Yessy, saya sudah mengutarakan maksud saya, dan sudah menceritakan perjalanan hidup saya, saya mohon diri,” kata Indri sambil berdiri.
“Tidak, jangan dulu pergi,” kata pak Murti.
“Saya harus segera pulang, simbah menunggu saya.”
“Tidak, kami akan mengantar kamu pulang.”
“Tidak pak, jangan, saya mau pulang sendiri.”
“Jangan Indri, bapak mau ketemu simbah kamu itu.”
“Apa?” tanya Indri heran.
“Biarkan aku menelpon sopir dulu.”
Lalu Yessyta menelpon Gunawan agar sopir segera datang ke rumahnya. Tapi Yessyta belum menceritakan apa yang terjadi.
Indri duduk diam, tak mengerti apa maksud pak Murti untuk menemui simbah. Ia merasa sungkan karena pak Murti terus menatapnya.
“Tanganmu tidak bisa disembuhkan?” tanya pak Murti.
“Entahlah, pengobatan terhenti karena waktu itu kami sudah tidak punya biaya,” jawab Indri sambil menundukkan wajahnya.
“Besok pergilah ke rumah sakit, biar Yessy mengantarkannya.”
“Apa ?”
“Kalau masih ada upaya untuk pulih, biar dokter menanganinya.”
“Tidak, tidak mungkin. Sudahlah, biar begini saja, saya ikhlas menerimanya. Ini kan saya sedang mengunduh dosa saya pak, tidak apa-apa, semuanya menjadi pelajaran buat saya. Saya senang beban saya lebih ringan karena bapak dan mbak Yessyta mau memaafkan saya,” kata Indri kembali terisak.
“Ya, ya.. tentu saja. Kata maaf yang diberikan memang mampu meringankan beban. Tapi aku ingin membantu kamu.”
“Pemberian maaf itu sudah menjadikan saya terbantu karena beban saya menjadi lebih ringan.”
“Lebih dari itu nak. Coba saja besok, Yessy akan melakukan sesuatu untuk kamu juga.”
“Bapak, mobilnya sudah datang,” seru Yessyta.
“Bagus, ayo kita pergi,” kata pak Murti sambil berdiri.
“Indri, ayo, bapak ingin menemui simbah kamu.”
Indri berdiri, masih dengan bingung.”
“Indri, ayolah, bawa kami ketempat simbah.”
***
Didalam mobil, Indri hanya terdiam. Yessyta yang merasa kasihan kemudian mengatakan apa yang menjadi maksud ayahnya.
“Jadi karena bapak kasihan sama simbah, bapak ingin memberi modal untuk simbah, agar tidak lagi mencari nafkah dengan memulung, mengitari kota dengan berjalan kaki. Kasihan, kan simbah sudah tua. Mungkin dengan berjualan disuatu tempat, atau apa, gitu.”
“Ya Tuhan.. ya Tuhan..”
Desis Indri pelan.
Ia sangat takjub dengan apa yang dilakukan pak Murti. Baru saja pak Murti bilang akan membawanya ke rumah sakit untuk memperbaiki tangannya, sekarang mau memberi simbah modal untuk berjualan agar tidak lagi memulung di sepanjang jalanan kota.
Indri merasa semakin kecil. Apalah dirinya itu dibandingkan dengan keluarga pak Murti yang ternyata memiliki jiwa yang sangat mulia. Ia semakin menyesali semua yang pernah dilakukannya.
“Beloknya dimana Ndri?”
“Setelah perempatan itu mbak.”
Sopir pak Murti menghentikan mobilnya di tempat yang ditunjuk.
“Tapi mobil tidak bisa masuk pak, itu ada lorong kecil,” kata Indri agak sungkan.
“Tidak apa-apa, bantu aku turun Yessy, kita jalan saja memasuki lorong itu.”
Yessyta membantu bapaknya turun, memberikan tongkatnya, lalu keduanya mengikuti Indri memasuki lorong itu,.
Tapi hati Indri terkesiap, dari jauh, dilihatnya banyak orang berkerumun didepan gubugnya simbah.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah MCYT 41 dah tayang.
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien moga sehat sll.
Selamat mbk Wiwik....Juara 1
DeleteAlhamdulillah MCYT 41 sudah tayang
Matur nuwun mbk Tien,ADUHAI....
Sehat....sehat....sehat,Aamiin
Alhamdulillah MCYT_41 sdh tayang gasik pada dan jam 21.00 theng.
DeleteMatur nuwun bu Tien.
Selamat buat jeng Wiwik Suharti Ngasem, Kalitidu, Bojonegoro yang menjemput terdepan Simbsh Marto.
Selamat membaca... Salam SEROJA buat semuanya, khususnya buat bu Tien, sehat selalu dan tetap ADUHAI.
Aamiin Allahumma Aamiin.
DeleteADUHAI jeng Nani
Kangen komen nya *Rinta Babaran*
DeleteMakasih bu
ReplyDeleteADUHAI jeng dokter
Deletehmmm
ReplyDeleteAlhamdulillah sampun tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien
Asiiiikkkk
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT41 dah tayang, makasih Bun Tien, salam aduhai dan semoga Seroja selalu ya Bun dari Boyolali.
ReplyDeleteSalam sehat selalu
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri RahayuHernadi , Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ADUHAI.....
Alhamdulillah ....
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir,
Matur nuwun bu......
Mugi Bu Tien tansah pinaringan sehat selalu.
Aamiin.....
Salam ADUHAI..
Aduhai bu Tien. Kita setiap hari diajak oenasaran ajah, utk segera tau kelanjutannya, suwun bu Tien.
DeleteSelamat tayang MCYT-41. Bu TIEN.
ReplyDelete*SALAM ADUHAI DARI JOGJA*
Puji Tuhan sudah tayang gasik,,,semoga jeng Tien selalu sehat,,,terus berkarya
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien ep 41 dah hadir
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah hadir cepat, salam sehat selalu Bu Tien dan ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah terimaksih bude udah tayang MCYT 41
ReplyDeleteAlhamdulillah .... barakallah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien lanjutan cerbung mcyt 41 sdh tayang, semoga bu tien semakin sehat dan pulih kembali seperti sedia kala, bisa beraktifitas kembali dan selalu dalam lindungan Allah SWT ...... aamiin yaa rabbal'alamiin
Salam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah, barakallahu Bu Tien. Semoga semakin sehat, cepat pulih kembali....aamiin yaa rabbal alamiin
ReplyDeleteSugeng dalu mb Tien....🙏
ReplyDeleteSalam sehat...❤️❤️🙏🙏
Matur nuwun MCYT tayang gasik 😀😀😀👍👍👍
Alhamdulillah.. Terimakasih bunda Tien sayang .❤️🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang jilid 41
ReplyDeleteSemoga mbak Tien sehst terus... aamiin. YRA.
Mba Tien kalau boleh, simbah jangan hapus dulu dari cerita ini biar tambah rame ceritanya.
DeleteYa Tuhan ....
ReplyDeleteBanyak orang ....
Apakah simbah meninggal ....
Aduhai ....
Alhamdulillah
ReplyDeleteJazaakillah khoiron katsiiron Mbak Tien.
Salam Sehat dan ADUHAII dari Jatiasih Pondok Gede
Terima kasih bunda sudah tayang
ReplyDeleteSalam aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT 41 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu
Salam ADUHAI dari Bekasi
Alahmdulillah....kangen bundaa Tien💖 smoga sehat sll,semangattt bunda😘😘😘
ReplyDeleteAlhamdulillah...Terimakasih sdh hadir, semoga bunda sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang gasik..
ReplyDeleteSmg mb Tien sehat sll....
Terus sehat sehat sehat dan sehat njih mb Tien ADUHAI..... 🙏
Salam aduhai dari saguling pengemar setia
ReplyDeleteSuwunMCYT41 sudah tayang...sehat selalu mb Tien...salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah. Bu Tien sudah sehat.
ReplyDeleteMudah-mudahan semakin sehat wal afiat, sehingga selalu bisa menghibur para anggota grup yang selalu menanti sambil dah dig duh.
Alhamdulillah MCYT Eps 41 sudah tayang gasik, matur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari. Semoga mBak Tien tetap sehat bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat dari Karang Tengah Tangerang.
Alhamdulilah MCYT sdh tayang. Tks bu Tien..
ReplyDeleteSemoga sehat selalu.. Salam aduhai dari sukabumi
Apa yg terjadi dengan Simbah.....😭
ReplyDeleteAduhai ada apa dng mbah Marto,semoga baik2 sj....
ReplyDeleteSalam aduhai dan cepat pulih ya mbak Tien dari Tegal.
Matur nuwun mbak Tien-ku, mcyt-41 sudah tayang.
ReplyDeleteYang tidak menyenangkan paragraf terakhir, ada apa gerangan dengan Simbah yang luar biasa ini. Kalaupun sehat-sehat saja, mungkin tidak mau juga dibantu pak Murti.
Nah, perbuatan mulia itulah yang menjadi inti bacaan, baik Simbah maupun keluarga pak Murti.
Salam sehat mbak Tien Kumalasari, dari sragentina selalu ADUHAI.
Yerimakasih bu Tien... Sudah tayang.. Namun ada apa ya di gubug simbah banyak orang berkerumun...
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun bu Tien,sdh tayang,semoga sehat selalu,salam sehat ibu....
ReplyDeleteAlhamdulilah.
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT41 tayang ...Tapi apa yg terjadi pada Simbah yang rencana akan di tolong oleh P Murti ??. Apa Simbah meninggal ? Lalu bgmn dengan Indri tentunya ini hanya Bu Tien yang tahu...he..he suatu alur cerita yg sangat bagus semoga nanti endingnya juga bagus.. Salam sehat dan ADUHAI untuk Bu Tien yg mampu mengaduk aduk perasaan pembacanya...🙏🙏👍👍🌼🌺🌼
ReplyDeleteWah, Alhamdulillah sudah tayang 😍😍😍. Terimakasih Bu Tien 😘. Sehat2 selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT 41 dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda selalu sehat
Salam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah MCYT 41 sdh tayang..udah rame juga..semoga bu Tien sehat Aamiin .kayaknya makin seru nih .ho ho ..terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang....
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, salam sehat salam bahagia salam aduhai....
Waduh...
ReplyDeleteApakah simbah meninggal?
Bersyukurlah dlm keadaan sbg orang baik.
Jenazah pasti diurus kel pak Murti dan diantar pulang kampung.
Semoga husnul khotimah...
Adakah berita mengejutkan tentang M Marto sang penerang jalan hidup Indri. Jadi tdk sabar menunggumu MCYT berikutnya.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien semoga sehat selalu dan salam ADUHAI
semoga bu Tien sehat selalu yaaa
ReplyDeleteTerima kasih mba Tien. Ditunggu lanjutannya. Semoga mba Tien sehat selalu. Salam hangat dan Aduhai
ReplyDeletePuji Tuhan sdh tayang..
ReplyDeleteSemoga mba Tien sehat sll salam aduhai...
Bu Tien Kumalasari,
ReplyDeleteSejak adegan Indri duduk menyandar ke pintu rumah Yessyta, dan tertidur ... #ujung_pelupuk_mataku mulai basah...😓
Membayangkan adegan per adegan ... Air mataku terus mengalir membasahi pipiku ... Sungguh hati Indri, Yessyta dan pak Murti adalah #hati yg penuh ikhlas utk minta maaf dan memaafkan. Dan semua itu #tidaklah_mudah... 😭
Pelajaran tingkat tinggi dlm hidup dan kehidupan kita manusia yg beradap telah tersajikan.!!! 😭😭😭😭👍
Terimakasih Bu Tien Kumalasari ... 🙏
Masya Allah, Ilmu Kehidupan mu tinggi sungguh. 🙏👍❤️
Yess....!!!
ReplyDeleteTetap ADUHAI
Salam sehat penuh semangat dari Rewwin..🌿
Alhamdulillah, bu Tin sudah sehat kembali dan MCYT yg ditunggu tunggu sdh tayang kembali.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tin. Salam aduhai..
Trimakasih mbak Tien..mcyt41nyaa..
ReplyDeleteDuuh trenyuh jg dgn perkataan indri yg insyaf..
Tapi simbah kenapa yaaaa...😰
Besok lagi ternyata..
Salam sehat dan aduhai sekali.mbak Tien..🙏🥰⚘
Terima kasih Bu Tien utk MCYT eps 41. Salam dehat dan selalu ADUHAI. Berkah Dalem 🙏
ReplyDeleteAssalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
ReplyDeleteSelamat malam bu Tien, semoga Ibu selalu sehat dan selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin yra.
Terima kasih MCYT part 41 dh hadir gasik, bacanya jg gasik, ga perlu nunggu besok, ga sabaran, selak pengen tau kbr Indri...🤭
Alhamdulillah, ternyata Yessy dan pak Murti memaafkan Indri bahkan mau menolong pengobatan tangannya, jg mau membantu simbah pemulung.
ADUHAI betapa mulia hati pak Murti...smg ada banyak pak Murti di dunia nyata ini. ...adakah....????
Sebelum Indri menemui Yessy, simbah pemulung memberikan smua tabungannya kpd Indri, sptnya simbah tak memerlukan uang itu lg...apakah itu sebuah pertanda....?
ADUHAI...jd penasaran....Apa yang terjadi dgn Simbah....? Yaaah...hrs sabar nunggu epsd selanjutnya...
Ywdh lah...
Salam sehat, hangat, dan ADUHAI selalu teruntuk Ibu Tien dan para penggemar karya2 yg ADUHAI dari Ibu Tien...🙏🙏
Semakin seru saja.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien
Terimakasih mbak Tien MCYT 41 sdh tayang....
ReplyDeleteSemakin seru....
Sehat2 selalu ya Mbak Tien
Salam aduhaaaiiii 🙏🙏🙏
Alhamdulillah MCYT 41 dah tayang.
ReplyDeleteMakasih Bunda sehat selalu dan met istirahat.
Salam ADUHAI....
Jadi pengen ketemu dengan bapaknya Yessita, tokoh tua yg sangat menginspiratif tuk bersikap pemaaaf, dan dermawan, Terimakasih Bu Tien sy selalu ngikuti cerbung njenengan,
ReplyDeleteWaouw sungguh cerita kehidupan yang luar biasa...
ReplyDeleteTerutama keluarga pak Murti dan Yessyta yang sungguh bisa memaafkan perbuatan Indri, yg jarang orang lain bisa melakukannya , kerennya lagi malah mau berbuat lebih utk pengobatan tangan Indri juga sudah berencana meringankan beban Simbah untuk memberi modal agar Simbah yg sudah tua tidak capek dengan pekerjaannya sebagai pemulung.
Sungguh sangat beruntung buat Indri sudah dipertemukan dengan orang2 yang sangat baik.
Aduh...ada apa dengan simbah ?
Terakhir setelah antar Indri sampai kepintu, Simbah kecapekan dan tertidur belum sempat beli makan untuk makan siang bersama Indri...
Gak sabar nunggu cerita selanjutnya...
Makasih Bu Tien cerita yg sungguh menginspirasi sekali saya suka...
Sehat selalu ya Bu Tien love you aduhai...
Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien,Mugi tansah pinaringan sehat,Aamiin.
ReplyDeletePagiii mbak Tien.. Shtsll y.. Mksihmcyt 41 nya sdh tayang.. Adaapa dgn mbah penolong indri y... Bgtumulianya yessy dan ayahnya p murti.. Jdimakin penasaran nih kelanjutannya cerbung mcyt.. Ygpenting mbak Tien teyap sehat dan semangat unk menghibur penggemar nya.. Slmseroja da aduhaaii dri skbmi y mbak.. 🙏🙏🥰🥰
ReplyDeleteAduhai matur suwun Bu Tien,salam hangat n sehat2 selalu🙏🙏🙏💐💐😘
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun mbak Tien MCYT 41nya sdh tayang. Semoga mbak Tien sklg sehat selalu dan semangat menjumpai penggemarnya dg karyanya. Aduhai mbak Tien😍😙
ReplyDeleteHati Indri terkesiap, dilihatnya banyak orang berkerumun didepan gubugnya simbah....
ReplyDeleteYa Allah... apakah simbah meninggal....
Bagaimana dengan Indri nantinya....
Moga saja simbah hanya sakit... pingsan..
Atau Satpol PP yg lagi merazia ketertiban.
Usia simbah sudah sangat renta dan tiap hari banting tulang dg cara memulung.
Kalau seandainya simbah meninggal setidaknya Indri sdh dpt pelajaran hidup yg sangat berharga.
Sdh mengenalkan Indri pada Tuhannya.
Juga bagaimana hidup yg sesungguhnya.
Kalau benar simbah meninggal pak Murti tentu menyesali dirinya.
Karena dari pertama dia tahu setelahnya terus mencarinya, tapi kenapa ketemu setelah simbah tiada...
Tapi ada apakah sebenarnya banyak orang didepan rmh simbah...
Jawabannya ada pada episode berikutnya.
Moga bunda Tien sehat sll
Salam aduhai dari Bojonegoro.
Matur nuwun bunda MCYT ke 41 sudah hadir ..bacaan wajib yg saya baca setiap bangun tidur dipagi hari...untuk meningkatkan immun ...sambil berharap cemas alur cerita yg akan ditulis bunda hari ini....sehat2 ya bunda supaya dapat menghibur kami2 penggemar cerbung bunda...buat penggemar cerbung bunda Tien yg lain salkomsel n salken ya
ReplyDeleteAlhamduliilah MCYT 41, Semoga mbak Tien semakin sehat dan bugar... semangat selalu. Dan semoga senantiasa dalam rahmat dan Ridha Allah.Aamiin Allahumma Aamiin.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAssalamualaikum wr wb. Meninggalkah simbah pemulung itu...Maturnuwun Bu Tien ceritanya semakin menarik dan membuat penasaran untuk mengikuti lanjutan ceritanya. In syaa Allah Bu Tien tansah pinaringan karahayon, bergas, semangat, sehat wal afiat dan aktivitas membuat senang orang lain diterima sebagai amal ibadah. Aamiin Yaa Robbal'alamiin...Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin.
DeleteADUHAI pak Mashudi
Indri merasa lega karena permintaan maafnya kepada Yessita dan pak Murti sudah disampaikannya. TAPI ADA APA DENGAN TEMPAT TINGGAL BARU INDRI? Mengapa ada kerumunan orang orang? Adakah sesuatu yang menimpah simbah" sipemulung" ibu angkat Indri.
ReplyDeleteAssalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeleteAlhamdulillah MCYT 41 sdh dibaca
Mulianya Kel p Murti,,mau memaarkan Indri,,
Tp Ada apa dg Simbah,apakah sdh firasat ketika menyerahkan uang ke indri untuk disimpan ,,,wah bu Tien makin Aduhaaii nih penasaran nya
Salam Sehat wal'afiat n ADUHAAII
Matur nuwun bu Tien 🤗🌿🌼🌿
Absen Mbak Tien.salam sehat.maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien MCYT41 sdh hadir, Maaf baca nya terlambat ini bund...
ReplyDeleteSalam selalu njih bun dan semakin ADUHAI..🙏
Wah koq banyak yg betkerumun di rumah simbah .apakah kemarin yang disampaikan ke Indri ttg uang tabungan sbg firasat.. Sayang dong simbah yg bijaksana dan sederhana cuma sbg kameo.. Tapi dalangnya bu Tien..njih monggo manut bu dalang yang penting happy ending..aduhai deh
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun...
Alhamdulillaah semoga ibu sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah...sehat selalu bu Tien...salam aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah semoga ibu Tien selalu sehat...Aamiin..
ReplyDeleteWaduh, mbak Tien paling bisa membuat pembaca penasaran. Ada apa dgn simbah yah?
ReplyDeleteTerima kasih banyak mbak Tien cerbung nya, Salam sehat dan sejahtera.
Rupanya sang juragan kemaruk mendatangi warung pecel mBok Tarni mamahnya Rio..sambil lalu mencari glibet nya sang pekerja mandiri mBah Marto yang masih gesit dalam kemandiriannya sekalian memberi kuliah kerja nyata pada seorang perempuan yang drop-out dan menganggap gagal dalam menjalani kehidupan; beraliran penikmat kehidupan; enjoy and happiness, tersungkur di pusaran aliran yang ternyata sangat menyesakan; sampai tepekur sesal yang tidak ada dalam kamus hidupnya, tapi nyata terjadi dan dialami..
ReplyDeleteRupanya berhasil dan bisa mengikuti pendadaran kehidupan yang sangat memerlukan syarat damai di hati; melepas dengki dan iri, yang selama ini tertanam dan tumbuh subur sesuai derajat anggapan aliran enjoy and happiness yang dia ciptakan sendiri.
meskipun sang dekan tidak pernah mewisudanya menjadi perempuan yang percaya diri tapi sudah bener bener memahami tiap tahapan yang harus dilakukan.. dikehidupan ini.
Ini cerita yg Mana Pak Nanang ,,,wah jd penasaran
DeleteTerima kasih dan Syukur ya Allah, krn telah berikan sembuh utk Bu Tien, semoga terjaga kesehatannya dan bisa terus menghibur kami, amiin
ReplyDeleteSalam Aduhai semangat SEROJA u/semuanya terutama Mbak Tien K
ReplyDelete