Wednesday, April 29, 2020

KEMBANG TITIPAN 12

KEMBANG TITIPAN  12

(Tien Kumalasari)

 

Namun ketika Basuki tiba dirumah  tahanan dimana Darmin ditahan, tak ditemukannya siapapun. Darmin menemuinya dengan wajah kesal, dan itu membuat Basuki marah.

"Mengapa wajahmu sepeti itu? Kamu tidak suka aku datang? O.. ya, karena aku tidak memberi kamu uang? " kata Basuki dengan wajah sinis.

"Bukan tuan, saya sedang tidak enak badan, setiap malam tak bisa tidur nyaman."

"Memang ini rumah tahanan, bukan istana atau hotel, mau tidur nyaman yang bagaimana? Salah kamu sendiri, begitu goblog melakukan sesuatu yang berresiko." omeh Basuki panjang pendek.

"Ya, tuan," jawab Darmin lesu.

"Mana si Sri?" 

"Tuan bagaimana, saya disini, mana bisa tau si Sri dimana?"

"Jangan bohong, aku sudah kerumah kamu, juga kerumah simbahnya si Sri, kata tetangga, Sri lagi nengokin kamu disini."

"Tapi dia tidak kemari."

"Bohong !! "

"Kalau tidak percaya, tanyakan pada petugas disitu, apa tadi ada orang yang menemui saya."

"Kamu tampak tidak suka melihat aku datang, tampaknya kamu mulai tidak menyukai aku. Oo.. aku tau, karena ada yang mau memberi uang untuk menggantikan hutang-hutang kamu, lalu kamu bgitiu angkuh sama aku?"

"Tidak tuan, saya biasa saja, sungguh saya sedang tidak enak badan."

  "Ingat Darmin, aku tidak akan sudi seandainya ada yang mau membayar aku untuk membatalkan perjanjian itu. Aku hanya mau si Sri, tak ada yang lain."

Darmin terdiam. Sungguh ia merasa enggan bicara dengan laki-laki yang kali ini berdandan begitu perlente dan tampak lebih gagah. Mungkin karena tadi maunya ketemu si Sri, lalu berdandan agak berlebihan supaya Sri tertarik. Entahlah.. Yang jelas Darmin ingin agar Basuki segera berlalu.

"Tuan, saya minta ma'af, sungguh saya sedang nggak enak badan." 

Lalu Darmin berdiri, menemui petugas dan bilang bahwa dirinya ingin istirahat karena nggak enak badan.

Petugas menghampiri Basuki.

"Pak, mohon ma'af, pak Darmin sedang tidak enak badan, jadi sebaiknya lain kali saja bapak datang kembali," kata petugas itu.

Basuki mendengus kesal, kemudian berlalu.

***

 

Sementara itu pak lurah Mardi dan Sri serta mbah Kliwon sudah tiba dirumah sakit, dimana korban pemukulan oleh Darmin itu dirawat. Pak lurah segera menemui petugas rumah sakit dan mencari keterangan.

"Aku sudah menanyakannya, disana kamarnya," kata lurah Mardi kemudian.

mBah Kliwon dan si Sri mengikutinya. Namun tiba-tiba..

"Sri !!" sebuah panggilan mengejutkan semuanya. Sri menoleh dengan hati berdebar, karena menganali suara itu.

"Mas Timan !!" pekiknya pelan. Ia tampak gembira.

Timan melangkah cepat mendekati mereka. Sri menyalaminya lebih dulu, dan Timan menepuk tangan itu lembut.

"Kok mas Timan bisa tau kami ada disini?" tanya Sri.

Timan tersenyum, tapi matanya melirik kearah lurah Mardi.

Rupanya lurah Mardi mengabari Timan bahwa hari itu mereka mau membezuk korban pemukulan oleh pak Darmin  dan pulangnya akan mampir menemui pak Darmin di tahanan.

"O, pak lurah rupanya yang mengabari nak Timan?" kata mbah Kliwon gembira. Gembira karena melihat cucunya juga tampak gembira.

"Iya , mbah."

"Mas Timan nggak kepasar?"

"Nggak, aku pilih kesini aja, bisa ketemu kamu," kata Timan sambil menatap Sri.

"Aah, mesti gitu mas Timan nih."

"Itu betul.."

"Iya, aku percaya..." kata Sri sambil melangkah cepat, karena lurah Mardi dan mbah Kliwon meninggalkan mereka berdua.

"Dimana kamarnya?"

"Disana, ngikutin pak lurah saja."

"Sebenarnya tadi mas Bayu mau ikut.."

"Ikut, apa dia libur?"

"Ya mau ijin sehari gitu, karena pengin tau juga perkembangan cerita kita ini.."

"Hm, cerita kita ya?" kata Sri, tersenyum.

"Iya, terutama  cerita kamu, si kembang titipan Basuki."

Sri merengut.

"Ah, merengut juga nggak apa-apa, kan cantiknya nggak akan hilang."

"Oh ya, tadi mas Bayu mau ikut, trus kenapa? Ceritanya bisa melenceng kemana-mana."

"Lastri sakit."

"Oh, yu Lastri sakit? Sakit apa?"

"Ini yadi baru mau ke dokter, katanya semalam muntah-muntah  terus."

"Waah, jangan-jangan yu Lastri hamil."

"Benarkah? Kamu kayak yang pernah hamil saja."

"Bukan aku dong mas, yu Marni dulu waktu awal-awal hamil juga begitu, muntah-muntah terus. Berhenti muntah kalau sudah dikasih makan rujak."

"Wah, semoga itu benar. Pasti mereka sangat bahagia."

"Aku juga akan ikut bahagia. Eh, mana mereka? Kita ngobrol sendiri, nggak tau tadi belok kemana?"

Timan dan Sri celingukan, di persimpangan diujung lorong itu, barulah mereka melihat lurah Mardi dan mbah Kliwon. Mereka menunggu, karena rupanya sudah sampai didepan kamar yang dituju.

"Disini pak lurah, kamarnya?" tanya Timan.

"Iya, namanya Karsono. Ayo kita masuk," ajak pak lurah sambil masuk kedalam.

Pelan mereka mengikuti. Seorang laki-laki duduk ditepi pembaringan. Laki-laki itu masih muda, menerima mereka dengan heran karena belum pernah melihat mereka.

"Mas Karsono, saya kemari mengantarkan Sri. Dia ini anaknya pak Darmin yang sudah memukul mas Karsono sampai mas Karsono dirawat disini."

"Iya, dia itu mabuk, saya tidak mengira dia melakukannya. Tapi saya ngomong sembarangan juga, dan membuat dia marah."

Sri maju mendekat, menyalami Karsono.

"Saya Sri, anaknya pak Darmin. Saya kemari mau minta ma'af atas kesalahan bapak saya."

"Sudah, lupakan saja. Semuanya sudah terjadi. Dan ini sudah ditangani oleh pihak yang berwajib."

Sri tercekat mendengar kata-kata Karsono.

"Kapan mas Karsono bisa pulang? Tampaknya sudah sehat."

" Saya menunggu kakak saya. Mereka akan kemari untuk mengurus administrasinya, hari ini saya boleh pulang."

Tiba-tiba Timan mendekat.

"Mas, saya datang kemari untuk membantu menyelesaikan semuanya. Berapa beaya mas Karsono selama dirawat?"

Sri dan mbah Kliwon terkejut. Tadi tidak ada rencana untuk itu.

"Saya tidak tau persis, tapi syukurlah kalau anda mau memikirkan hal itu. Selama ini tidak ada keluarga Darmin yang datang dan perduli atas keadaan saya," keluh Karsono.

"Itu sebabnya kami datang kemari. Pak Darmin tidak punya keluarga, hanya Sri ini satu-satunya keluarganya. Dia juga terguncang, tapi hari ini kami sudah datang."kata lurah Mardi.

"Oh, iya, terimakasih banyak."

Timan keluar menuju ke kantor administrasi, diikuti Sri yang berlinang air mata.

"Mengapa menangis Sri, sudah besar kok masih suka menangis?"

"Mas Timan mengapa melakukan semua ini? Tadinya aku tidak berfikir sejauh ini. Aku hanya mau minta ma'af saja dengan membawa oleh-oleh pisang. Tapi mas Timan sanggup membayar semua biaya yang mungkin tidak sedikit."

"Sudah, kamu tenang saja. Kita tidak sekedar membantu dia, tapi juga mau minta agar dia bersedia mencabut tuntutannya."

Sri menatap Timan tak percaya. Sungguh tadinya hal itu tak terpikirkan.

"Saya sudah merencanakan semuanya dengan pak lurah."

"Ya ampun, bapakku menyusahkan banyak orang," kata Sri sedih.

"Sudah, usap air matamu, lalu duduk menunggu disitu, aku mau ke kasir," kata Timan sambil mengulurkan sapu tangan yang dikeluarkan dari sakunya.

Si Sri duduk disebuah bangku, diantara lalu lalang orang yang mau membezuk kerabat atau saudaranya yang lagi sakit, dan para perawat yang mendorong gerobag berisi obat .. juga dokter-dokter yang bertugas visite.. Hatinya terasa nyeri, karena ulah bapaknya lalu merepotkan banyak orang. Bukan hanya menyita waktu dan tenaga, tapi juga uang yang tiba-tiba harus terkucur. 

"Dengan apa aku harus membalasnya?" bisik Sri dalam hati, sambil mengusap lagi titik air matanya. 

Sri merasa hidupnya menjadi beban. Dan terus saja dia meratapi nasibnya sambil sesekali menyeka air matanya, sampai Timan sudah selesai dan kembali mendekati Sri.

"Ada apa? Kok sedih begitu?" tanya Timan sambil duduk disampingnya.

"Sedih mas... sungguh .. hidupku ini mengapa menjadi beban orang lain?"

"Sri, kok ngomong begitu, aku ini bukan orang lain, aku ini calon suami kamu," kata Timan sambil merangkul pundak si Sri.

"Dengan apa aku membalasnya mas?"

"Dengan cinta, dengan kasih sayang... gimana.. gampang kan?"

Sri tersenyum tipis.. ada bahagia tersungging disana, dan sederet gigi pitih yang sedikit menyembul, selalu membat Timan berdebar.  Alangkah manisnya kembang titipan ini, bisik hatinya.

"Ayo kita kesana lagi," ajak Timan sambil menarik tangan Sri.

Pertemuan dirumah sakit itu selesai. Karsono sang korban sudah mau menerima. Beaya rumah sakit sudah terbayar, dan amplop yang diberikan Timan kemudian cukup membuatnya bersedia mencabut tuntutannya. Ia menandatangi surat yang sudah disiapkan oleh pak lurah.

***

"Kita menemui bapak sekarang. Kamu harus sabar seandainya bapak masih belum suka menerima kedatangan kita. Ya," ujar Timan dalam perjalanan menemui Darmin.

"Ya mas."

"Tapi sedikit melegakan karena urusan dengan mas Karsono sudah selesai, semoga bapak bisa segera dibebaskan."

"Aamiin."

"Mengapa kamu tampak sedih?"

"Bukan sedih, membayangkan bagaimana nanti sikap bapak."

"Kan aku sudah bilang, kamu harus bersabar dan siap menerima apapun dan bagaimanapun nanti sikap bapak, ka yan?"

Tiba-tiba ponsel Timan berdering.

"Tolong Sri, dari mas Bayu, bilang aku lagi nyetir."

"Hallo.."

"Ini Sri ?"

"Iya mas Bayu, mas Timan lagi nyetir."

"Sudah mau pulang?"

"Baru dari rumah sakit, ini mau ketemu bapak.."

"Oh, baiklah, nanti aku telephone lagi saja, takut mengganggu mas Timan."

"Bagaimana kabarnya yu Lastri? Katanya ke rumah sakit?"

"Iya, ini baru saja pulang,"

"Yu Lastri sakit apa?"

"Sakit yang menyenangkan," jawab Bayu gembira.

"Yu Lastri hamil ?"

"Iya Sri, atas do'amu.. baru lima minggu.. "

"Syukurlah, aku ikut senang mas.. Ini lagi dimana ?"

"Tiduran dikamar, sudah nggak muntah muntah tapi masih mual katanya."

"Iya mas, dulu yu Marni juga begitu. Sampaikan salam untuk yu Lastri ya mas, pokoknya aku ikut senang."

"Terimakasih Sri, nanti aku sampaikan."

"Lastri hamil beneran?" tanya Timan ketika ponselnya sudah ditutup."

"Iya mas, senengnya.."  

"Sebentar lagi kamu akan menyusul Sri.." canda Timan.

"Iih.. belum-belum sudah mau menyusul..." Sri cemberut.

"Nanti, sebentar lagi, aku nggak mau lama-lama lho, sudah nggak betah nih.."

"Nggak betah apaan ?"

"Nggak betah kelamaan jadi bujang."

"Bisa aja mas Timan nih.."

"Apa kamu nggak suka?"

Sri tersenyum..

"Semoga semuanya segera selesai ya mas.."

Dengan sebelah tangannya Timan menepuk-nepuk tangan Sri. Ada bahagia merekah, oleh pengharapan yang semoga tidak sia-sia.

***

 

 Mobil pak lurah Mardi sudah sampai didepan kantos polisi. Ia hanya bersama mbah Kliwon, karena Sri ada dimobil Timan. Mereka belum turun. Lurah Mardi mengawasi spion untuk melihat, apakah Timan sudah dekat.

"Kok jaraknya bisa lama sih?" ujar mbah Kliwon.

"Iya mbah, maklum, sambil pacaran," canda pak lurah.

"Hm, anak-anak muda. Tapi saya senang pak lurah, kalau ada nak Timan si Sri bisa tersenyum dan tertawa. Kalau dirumah bawaannya murung melulu."

"Maklumlah mbah, memang Sri kan lagi banyak pikiran. Semoga semuanya segera berakhir."

"Aamiin. Saya bersyukur banyak yang membantu Sri agar segera terlepas dari beban ini. Sesungguhnya saya sungkan."

"Tidak apa-apa mbah, Sri kan sahabat saya, ia juga banyak membantu dalam usaha yang dirintis Lastri dan saya sejak lama. Sudah sepantasnya saya juga ikut membantu ketika dia dalam kesulitan."

Tiba-tiba dari arah depan berhenti sebuah mobil. Berhenti tepat didepan mobil pak lurah.  Seorang laki-laki turun, lalu melangkah mendekati mobil pak lurah.

Pak lurah membuka kaca mobilnya karena laki-laki itu berhenti didepan pintunya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya lurah Mardi.

Laki-laki itu melongok kedalam mobil, mengamati barangkali ada yang dicarinya.

"Ma'af, saya kira ada si Sri," kata laki-laki tersebut.

"Tunggu pak, apakah anda yang bernama pak Basuki ?"

Laki-laki yang memang Basuki itu urung membalikkan tubuhnya. Menatap laki-laki yang semula duduk dibelakang setir. mBah Kliwon mulai menduga-duga.

Lurah Mardi turun, mengulurkan tangannya kepada Basuki.

"Saya Mardi, pak Basuki."

"Oh, bagaimana anda bisa mengenali nama saya?"

 "Saya lurah desa yang...."

"Haa... bukankah tadi anda pergi bersama si Sri? Mana dia?" tiba-tiba Basuki langsung menebaknya karena tetangga mbah Kliwon sudah memberitahu dengan siapa Sri pergi.

"Mari masuk kedalam, saya ingin bicara."

"Sri mana?" Basuki mengulang pertanyaannya.

"Dia akan segera datang."

Basuki mengangguk tapi ntak beranjak dari tempatnya berdiri. Tampaknya ia ingin menunggu kedatangan Sri.

Sementara itu mobil Timan hampir sampai disana. Timan nyaris menghentikan mobilnya ketika Sri berteriak.

"Terus mas ! Jangan berhenti !!"

 

***

 

besok lagi ya

 

 















29 comments:

  1. Selamat siang jeng tien. Terima kasih cerbung lanjutan sdh hadir. Jaga kesehatan

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah jam segini si Sri sdh hadiir mtr swn bunda Tien sugeng siyam mugi2 pun paringi kekiyatan tuntas dumugi akhir Romadhan ...slm Tahes Ulales dr Jogya ...selalu setia menunggu lanjuuut bunda Tien ..

    ReplyDelete
  3. Makin seru Bu Tien salam kenal dari Sidoarjo

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah eps 12 sdh tayang. Makin gregetan, emosi dan penasaran. Lanjut....
    Salam sejahtera kagem Mbak Tien dan para pembaca/penggemar semoga puasa kita hari ini dan hari2 berikutnya diterima Allah Taala, serta dimudahkan segala urusan. Aamiin....

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah Sri sdh datang... Salam sehat dari Bekasi mb Tien
    Semakin geregetan deh... pun tenggo lajengipun mb Tien

    ReplyDelete
  6. Hallow..mas Anton. Mb. Umi. Mas Ngatno. Ms. Sukarno. Mas Wignyo. Mb. Jum. Kakek Habi.. mb.Jum. mb.Sul. mb.Rita. hallow Bekasi. Jakarta. Padang. Pangkalpinang. Garut. Bandung. Purwakarta. Kuningan. Tangerang. Malang. Madiun. Jogya. Sidoarjo. Surabaya. Semuaaanyaa
    Salam sehat dari Solo

    ReplyDelete
  7. Sri pinter juga yaaa...... ga usah ketemu Basuki drpd di culik dan diperkosa.... biar aja masalahnya slese dl lantas nikah sama mas Timan...hehehee kepo.com
    Salam sayang dr Surabaya mbak Tien.... tetap sehat dan semangat ngetik.. doaku selalu๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿค—๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜˜

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halloww mb. Dewi.. hallow Depok. Salam sehat dari Solo

      Delete
  8. Replies
    1. Hallow mb Yuyun.. hallow Depok.. salam hangat dari Solo

      Delete
    2. Hallow mb Yuyun.. hallow Depok.. salam hangat dari Solo

      Delete
  9. gimana ya caranya agar basuki bisa nerima kl sri gg mau.....jawabannya tentu mba tien yg pintar mengarang cerita jd menarik....semangaat mba tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayo kakak tien,,,semangat up nya๐Ÿ˜Š๐Ÿ’ช

      Delete
  10. salam hangat emba Tien dari Garut jawa barat. lanjuuuuuut ke evisod selanjutnya

    ReplyDelete
  11. Bu Tien emng jagonya bikin penasaran.. Mengobrak abrik emosi.. Trimakasih bu Tien.. Salam sehat dr madiun yg selalu hadir

    ReplyDelete
  12. Mbak Tien ... sudah beberapa episode ini kok hari dan tanggal episodenya tidak "matching".
    Misalnya ... Episode 12 kok tertulis "Tuesday, April 28, 2020", kan mestinya "Wednesday, April 29, 2020"

    Semoga episode selanjutnya bisa marching.
    Salam hormat saya dari Kota Gudeg.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Walah.. kok malah gak.mudeng saya. Sik tak suruh cucuku mbenerin.. aku tuh gaptek je..
      Salam hangat dari Solo

      Delete
    2. Ooh.. atau itu tertulis saya mulai nulisnya'kali.. piye ta

      Delete
  13. Mbk Tien, bikin deg2 an aja...
    Karena biasanya klo preman itu gk bisa diajak kompromi

    ReplyDelete
  14. Mbk Tien, bikin deg2 an aja...
    Karena biasanya klo preman itu gk bisa diajak kompromi

    ReplyDelete
  15. Keren mba Tien.. ga ada duanya deh.. selalu bikin penasaran dan deg degan salam epusode berikutnya..

    ReplyDelete
  16. Semakinseru mba Tien. Bikin deg degan. Ditunggu lanjutannya mba

    ReplyDelete
  17. Semakin banyak kejutan ini, bikin penasaran..... Lanjut mbak Tien

    ReplyDelete
  18. Ayugh lanjutannya episode k 13

    ReplyDelete
  19. Iya Bu Tien. Makin seru, nih.
    ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿคฉ๐Ÿคฉ๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐Ÿ’ช๐Ÿ’ช

    ReplyDelete
  20. Slalu bikin penasaran.... Lanjuut mba

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...