Tuesday, February 25, 2020

LASTRI 34

LASTRI  34

(Tien Kumalasari)

 

mBah Kliwon membuatkan minuman untuk tamunya, dan menceritakan sepak terjang Lastri sejak dia pulang ke desanya. Dan sepak terjang yang luar biasa itu dibantu oleh pak lurah dan sahabatnya yang sekarang menjadi isteri lurah. 

"Karena ulah mereka maka dusun ini maju. Anak-anak harus mengenyam bangku sekolah, ada balai kesehatan, dan sekarang para petani hidup lebih nyaman karena Lastri membeli semua hasil panen untu dijualkan dikota, tanpa kami harus mengusung sendiri hasil panen kami.Dan sudah banyak yang memasang listrik disini, termasuk rumah saya juga dikasih setrum oleh Lastri sehingga tidak perlu menyalakan lampu pinyak etiap malam."

Timan berdecak kagum. Kepulangan Lastri memeberi berkah bagi dusunnya.

"Ini hebat dan luar biasa pak."

Timan menengok jam tangannya. Dan hari menjelang senja, mengapa Lastri belum pulang juga?

"Kok belum pulang ya pak."

"Iya nak, tak biasanya Lastri pergi lama. Tadi juga para pengirim sayur itu menitipkan uangnya sama saya karena mereka tak bisa menemui Lastri.

"Apakah mobil Lastri tidak ditaruh disini?"

"Tidak nak, dititipkan dirumah pak lurah, yang pekarangannya luas."

"Kemana saya harus meencari Lastri ya pak?" kata Timan yang mulai gelisah.

"Heran juga saya, biasanya dia tak pernh pergi sampai senja begini. Tunggu nak, saya akan mencoba mencarinya di pak lurah."

"Sebentar pak, bapak tau nomor kontaknya Lastri?"

"Waduh, nggak tau nak, lha kalau sampeyan temannya masa nggak tau nomornya?"

"Nomor yang saya tau tidak aktif lagi pak, rupanya dia sudah menggantinya."

" Ya sudah, nak tunggu disini saja, saya akan coba mencarinya dirumah pak lurah. Biasanya dia kesana, tapi biasanya juga.. nggak sampai sesore ini."

"Jauhkah rumah pak lurah?" 

"Nggak begitu jauh sih.."

"Mari saya antar saja pak, biar lebih cepat."

mBah Kliwon menurut, dia naik ke mobil Timan yang mengantarkannya ke rumah pak lurah Mardi. Tapi ternyata kedatangan mereka justru membuat bingung Mardi dan isterinya, karena mereka berpisah di puskesmas sejak ketika Marni memeriksakannya kesana.

"Aduh, kemana dia?" 

"Jangan-jangan kerumah ibu mas," sela Marni.

"Saya tilpun ibu saya dulu ya mbah, silahkan duduk mas," Mardi kemudian mempersilahkan keduanya duduk. Marni menduga duga, inikah kekasih Lastri?"

"Hallo bu," sapa Mardi 

"Ini Mardi?"

"Ya bu, Mardi, apakah Lastri ada disini bu?" 

"Lho, tadi pagi Lastri kesini, cuma memberikan uang sama ibu, lalu pergi, Katanya mau menyusul kamu waktu ke puskesmas."

"Lho, kemana lagi dia?"

"Dia pergi?" 

"Ya bu, ada yang mencarinya dari Solo. Ya sudah bu, terimakasih."

"Nggak ada ya pak?" tanya Timan yang sudah mendengar sedikit percakapan itu.

"Nggak ada tuh, kemana dia?"

"Ada nomor kontak yang bisa dihubungi?"

"Ada, sebentar."

Mardi memutar nomor kontak Lastri, tapi rupanya ponselnya tidak aktif.

"Tidak aktif," kata Mardi putus asa.

Timan gelisah bukan alang kepalang. Kenapa dia pergi dan mengapa tak seorangpun mengetahui?

"Ma'af, apakah ini mas  Bayu?" tanya Mardi yang jug menduga Timan adalah kekasihnya Lastri.

"Bukan pak lurah, saya Timan, sahabatnya mas Bayu. Justru saya datang kemari karena mas Bayu sakit keras. Saya harap bisa menemukan Lastri agar menjadi obat bagi sakitnya mas Bayu."

"Oh, ya Tuhan, jadi yang namanya Bayu masih memikirkan Lastri?"

"Sampai sakit-sakitan pak, kasihan saya. Dulu katanya pernah mencari kemari dan katanya Lastri tidak pulang kemari," sesal Timan.

"Oh iya, saya waktu itu yang menemui orang-orang dari Solo, mengendarai mobil, mencari Lastri. Tapi ketika itu Lastri belum pulang. Baru keesokan harinya Lastri datang. Tapi rupanjya dia ingin tinggal didesanya kembali."

"Mas, jangan-jangan Lastri pergi karena iklan itu.," sela Marni.

"Iklan apa ya bu?" tanya Timan.

"Wah, saya merasa berdosa sama Lastri."

Lalu Mardi mencerterakan perihal iklan setahun lalu itu, yang baru saja terbaca oleh Lastri, padahal sesungguhnya  dia tau sejak iklan itu diterbitkan, tapi karena sesuatu hal lupa mengatakannya pada Lastri.

"Jadi kemungkinannya dia pergi ke Solo?" tanya Timan penuh harap.

"Jangan-jangan iya," kata Mardi.

Lalu Mardi memutar nomor tilpun Bayu yang dipegang bu Marsudi.

"Hallo,ini nak Timan?" sapa bu Marsudi dari seberang.

"Ya bu, saya Timan."

"Nak Timan sudah ketemu Lastri?"

Pertanyaan itu membuyarkan harapan Timan bahwa Lastri telah kembali.

"Bagaimana nak ?"

"Saya sudah sampai didesanya Lastri, tapi belum bertemu Lastri."

"Tapi Lastri ada didesanya kan? Itu benar kan?"

"Iya bu, ada, cuma dia pergi, tidak ada yang tau kemana perginya. Perkiraan saya dia ke Solo, kaena baru saja membaca iklan yang dipasang pak Marsudi setahun lalu."

"Ohbaru saja tau ? Tapi kok belum kemari. Jangan-jangan kerumah, karena kan tidak tau kalau kami dirumah sakit. Oh tunggu, tapi ini bapak sedang dirumah untuk mengambil baju-baju Bayu. Tunggu sebentar saya menelpon bapaknya Bayu ya."

"Baiklah bu. Tapi bagaimana keadaan mas Bayu? Ada perkembangan?"

"Masih belum sadar nak, sedih ibu," isak bu Marsudi.

"Sabar ya bu, tetaplah berharap dan berdo'a untuk kesembuhan mas Bayu."

"Iya nak, semoga kedatangan Lastri benar-benar menjadi obat untuk Bayu."

"Aamiin, bu."

Bu Marsudi segera menelpone suaminya.

Tapi ternyata pak Marsudi juga mengatakan bahwa Lastri tidak pulang.

"Kalau begitu bapak dirumah saja dulu. Tampaknya Lastri pulang ke Solo, mungkin belum sampai, kalau pulang pasti kerumah, karena tidak tau kalau Bayu disumah sakit."

Kemudian bu Marsudi menghubungi Timan lagi, dan mengatakan bahwa Lastri  belum sampai.

"Nanti kalau Lastri sampai, nak Timan akan saya beri  kabar."

"Terimakasih bu, saya belum akan pulang kalau Lastri belum jelas keberadaannya."

Hari mulai gelap. 

"Bagaimana kalau kita menunggu dirumahnya Lastri saja, siapa tahu juga Lastri sudah pulang kerumah." kata mbah Kliwon.

"Iya mas Timan, segala kemungkinan pasti bisa terjadi. Kalau ada apa-apa, tolong hubungi saya ya mas, ini nomor kontak saya, oh ya, sekaliyan nomor kontaknya Lastri ya."

Timan bersama mbah Kliwon kembali kerumah Lastri setelah mencatat nomor-nomor kontak itu. Namun disana belum ada tanda-tanda Lastri pulang. Gelap gulita menyelimuti  rumah Lastri karena lampu belum dinyalakan.

mBah Kliwon meraba-raba tombol lampu teras sehingga teras itu terang benderang. Namun pintu rumah tetap terkunci, dan dari kaca jendela yang kordennya terkuak, terlihat kegelapan juga menyelimuti dalam rumah Lastri.

mBah Kliwon pulang kerumah, dan menyalakan juga lampu rumahnya. Dia juga membawa kunci serep rumah Lastri yang dititipkannya padanya, untuk berjaga-jaga kalau dia kehilangan kunci dijalan atau apa, kata Lastri waktu itu.

"Ini saya membawa kunci rumahnya nak," kata mbah Kliwon yang kemudian membuka rumah Lastri dan menyalakan setiap ruang yang masih gelap.

Timan mengikuti masuk kedalam. Memandangi rumah sederhana tapi bersih. Ada seperangkat kursi tamu yang terbuat dari bambu , disebelahnya ada ruangan yang pintunya tembus keluar, untuk mengumpulkan sayur dan buah yang disetorkan sa'at pagi buta. Ada kamar yang tertutup, kata mbah Kliwon itu kamarnya Lastri, lalu dibelakang ada dapur dengan peralatan yang sederhana. Sepasang kompor gas, rak piring yang hanya berisi satu dua piring dan gelas serta sendok, lalu meja kecil dengan satu kursi, yang tampaknya seperti meja makan, karena ada tudung saji kecil tengkurap disana. Ketika mbah Kliwon membukanya, ada piring berisi tahu goreng dua potong. Mbah Kliwon menutupkannya lagi. Lalu ada  kamar mandi disudut dapur. 

Timan kembali kedepan. Hari sudah malam, mbah Kliwon manemani Timan duduk, kali ini didalam rumah, di kursi bambu yang tertata rapi.

Beberapa sa'at kemudian ponsel Timan berdering, semoga dari bu Marsudi yang menerima kedatangan Lastri. Tapi bukan, dari lurah Mardi yang menanyakan apakah sudah ada berita dari Lastri.

"Belum ada pak, saya juga belum mau pulang sebelum berita tentang Lastri itu jelas."

"Berita dari Solo juga belum ada?"

"Belum ada pak lurah, padahal seharusnya kalau dia berangkat siang, sebelum sore pasti sudah sampai disana."

"Baiklah mas, kalau ada apa-apa jangan lupa menghubungi saya," pesan pak lurah.

mBah Kliwon menjerang air, lalu membuat wedang jahe untuk Timan. 

"Udara dinginn nak, minuman ini bisa menghangatkan."

"Terimakasih pak."

Tapi tiba-tiba ada orang suruhan pak lurah membawakan makan malam untuk Timan. Pak Kliwon tergopoh gopoh menerimanya dan meletakkan nasi beserta lauknya dimeja didepan Timan. Ia kemudian mengambil piring dan sendok dibelakang. Sebetulnya Timan tidak lapar, padahal sejak pagi dia belum makan apapun. Rasa gelisahnya karena memikirkan Lastri membuatnya melupakan rasa lapaenya. Tapi kemudian melihat semangkuk nasi dan ikan goreng membuat perutnya tiba-tiba mengingatkannya bahwa ia belum diisi sejak pagi.

"Silahkan nak, pak lurah memang baik, dia sangat perhatian akan keadaan warganya."

Tak urung Timan menyendok nasi kedalam piring dan memakannya perlahan. Ikan yang seharusnya nikmat dilidah, terasa hambar bagi Timan.Jadi ia sekedar mengisi perut agar tak merasa lemas dalam penantiannya.

"Mari pak, bapak juga harus menemani saya."

mBah Kliwon menyendok sedikit nati, demi menemani Timan makan.

 Setelah makan itu Timan menunggu berita dari bu Marsudi yang belum mengabarkan tentang Lastri.

Timan yang kemudian menghubungi, mendapat keterangan kalau sampai sa'at ini Lastri belum tampak datang.

Timan mulai panik.

"Pak, tadi jan berapa Lastri berangkat?" tanya Timan.

"Pagi tadi pamit kerumah bu lurah, tapi sampai sekarang belum kembali."

Kalau dia ke Solo sejak pagi atau katakanlah siang, pasti sudah sampai dirumah keluarga Marsudi. Tapi mengapa belum sampai juga?

mBah Kliwon yang ikutan panik, sebentar-sebentar melongok keluar rumah. 

"Tak biasanya dia begini," gumam mbah Kliwon sambil berjalan keluar masuk rumah.

Timan mencoba menghubungu nomor kontak Lastri yang tadi diberikan pak lurah. Tapi nomor itu tidak aktif. Berkali-kali dicobanya tapi tidak berhasil.

"Kemana kita harus mencarinya mbah?" tanya Timan yang juga ikutan keluar masuk rumah dan melongok kearah kiri kanan rumah.

"Nak, saya ambilkan bantal ya," kata mbah Kliwon yang merasa yakin bahwa Timan sangat letih, dan tanpa menunggu jawaban Timan mbah Kliwon pulang kerumah yang ada disamping Lastri, lalu datang kembali membawa bantal. 

"Ini nak, silahkan sambil tiduran, ini biarpun kumal tapi bersih, saya baru saja mengganti sarungnya," kata mbah Kliwon sambil mengulurkan bantalnya.

"Terimakasih pak," kata Timan sambil menerima bantal itu tapi kemudian memeluknya.

"Berbaringlah dikursi panjang itu nak, saya mau tiduran di lincak saja sambil menunggu Lastri."

"Ya pak, gampang, bapak saja yang istirahat, tapi jangan diluar, udaranya sangat dingin."

"Bapak sudah biasa udara dingin nak, nggak apa-apa."

"Jangan pak, disini saja, sambil menemani saya."

mBah Kliwon mengalah, ia mengambil tikar dan melipatnya menjadi dua agar agak tebal, lalu dibentangkannya disamping kursi bambu.

"Nah, saya berbaring disini, nak Timan dikursi itu."

Timan mengalah, ia membuarkan mbah Kliwon berbaring di tikar. Pasti bapak tua itu juga penat, pikirnya.

Timan mencoba membaringkan juga tubuhnya di kursi bambu panjang, tapi sedikitpun matanya tak bisa terpejam. Pikiran tentang Lastri membuatnya gelisah, dan panik.

***

 "Mas, kok belum tidur?" tanya Marni kepada suaminya.ketika melihat suaminya termenung dikursi tamu.

"Ya sudah kamu itu tidurlah, nanti muntah-muntah lagi."

"Tapi mas Mardi tampak tidak tenang begitu, Marni jadi ikutan bingung.."

"Ya sudah, tidur dikursi panjang itu saja, aku ini sedang memikirkan Lastri."

"Iya mas, aku juga khawatir, mengapa Lastri tiba-tiba pergi?"

"Benarkah itu karena iklan yang dibacanya?"

"Mungkin mas, aku juga tidak mengira kalau mas menyimpan rahasia itu."

"Dulu itu ibu mlarang aku mengatakannya pada Lastri, karena kan kamu tau sendiri ibu ingin mengambil Lastri sebagai menantu?"

"Iya, aku tau, tapi mengapa mas Mardi tidak mengatakannya juga walau sudah tau bahwa Lastri tidak mau jadi menantunya?"

"Sungguh aku merasa bersalah. Karena kesibukan-kesibukan aku, yang juga dalam kaitannya membantu Lastri, sehingga aku melupakan iklan itu."

"Tapi kalau Lastri pergi karena iklan itu, pastinya dia pulang ke Solo, mengapa tidak?"

"Mungkinkah belum sampai?"

"Ini sudah malam. Lastri pastinya pergi dari siang."

"Mengapa dia juga tidak pamit sama mbah Kliwon?"

"Aku jadi khawatir, bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Lastri?"

"Aduh mas, perutku mendadak mules," keluh Marni.

"Obatnya sudah diminum?"

"Sudah mas, tapi kok tiba-tiba mules."

"Kmu jangan ikut memikirkan Lastri, pikirkan bayimu."

"\Bagaimana tidak mikir mas, Lastri itu kan sahabat kita."

"Iya, biar aku saja yang mikir. Sekaang kamu tidur saja, aku mau ke gardu menemui yang ronda malam."

"Masih sore, apakah sudah ada yang datang?"

"Entahlah, barangkali ada yang bisa aku lakukan disana."

"Jacketnya dipakai ms,dingin."

"Ya, kamu tidur saja, apa sekarang  masih mules ?" tanya Mardi sambil mengelus perut Marni.

"Nggak, sudah berkurang, aku mau tiduan dulu."

***

Lurah Mardi keluar, menuju gardu peronda. Ada seorang warga yang kemudian datang sambil membawa baki berisi lima gelas kopi.

"Belum ada yang datang kang?"

"Mungkin sebentar lagi pak lurah, tadi sudah pada siap-siap didepan rumah masing-masing."

"Ya sudah, aku monta kopinya satu, boleh?"

"Silahkan pak lurah."

Mardi menghirup kopi yang masih hanyat. 

"Tadi ada yang melihat Lastri?"

"Kalau saya nggak liat tuh pak, sesiang ini tadi di kebun, sore baru pulang."

"Kemana dia?"

"Memangnya Lastri pergi?"

"Iya, sampai sekarang belum pulang kerumahnya."

"Mbah Kliwon barangkali tau."

"Dia juga mencari-cari. malah ada temannya dari Solo kebetulan datang sore tadi, ee.. Lastrinya malah hilang entah kemana."

"Kok aneh, biasanya kan mbah Kliwon yang tau Lastri pergi kemana."

Mardi menghirup lagi kopinya. Ia hampir tersedak ketika tiba-tiba terdengar teriakan dari jauh.

"Pak lurah ada disitu?"

Mardi berdiri. Dua orang laki-laki membawa obor datang mendekat.

"Ada orang mati didekat kuburan pak !!"

"Orang mati?"

"Nggak tau mati atau hidup, pokoknya tubuhnya dingin dan tidak bergerak."

"Mana dia?"

"Dibawa ke kelurahan pak"

 ***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


44 comments:

  1. Yaa Allah, Lastri kah? Semoga cuma pingsan.

    ReplyDelete
  2. Tuuu...kaaan...saya gak bisa meraba arah cerita mbak Tien kemana alur cerita mau dibawa...hebat!! Salut!! Lanjut kan!!

    ReplyDelete
  3. Hwuaaaduuuu Lastriii..... rupanya curcol seharian sama embahnya to... wes nduuk gèk ndang tangi...kaè looo kekasih hatimu butuh obat lara branta

    ReplyDelete
  4. Smoga itu Lastri dan hanya ketiduran karena capai dan sedih ya mbak Tien

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Tumben episode yang ini ceritanya kurang seru, tidak ada kejutan...ayo semangat terus mb Tien

    ReplyDelete
  7. Lastrikah... Kasihan... lanjut mba Tien. Nggak sabar nih.

    ReplyDelete
  8. Waduh lastri jangan sakit dan mati donk..kasuhan bayu

    ReplyDelete
  9. Kenapa mbah kliwon ndak ingat kekuburan lihatnya ya

    ReplyDelete
  10. Lastrikah? Semoga hanya pingsan...
    Deg degan....
    Lanjut mba Tien...
    Makasih yaaa

    ReplyDelete
  11. lanjut emba Tien. aku membacanya. jadi ikutan harap. harsp cemas. lanjuuuuuuuuuuut embs

    ReplyDelete
  12. Hemmmm... bener kaaan bu Tien bikin saya tambah deg²an, pake ada yg ditemukan dekat kuburan lagi...semakin seru ini, bikin serunya mengharu biru bu biar yang baca semakin terhanyut mengikiti ceritanya.
    Trims bu Tien lanjut terus dan ditunggu segera part selanjutnya.

    ReplyDelete
  13. Tubuhnya dingin.....
    Mati atau hidup...???
    Lastri kah???
    Aduuh penasaran. Ingin segera tahu lanjutan cerbungnya.
    Lanjut jeng Tien. Tetap sehat dan semangat.

    ReplyDelete
  14. SMG BUKAN LASTRI.. ORG yg DITEMUKAN DIRUJUK KE RS SOLO KESEMPATAN LASTRI KETEMU KRN MENENGOK KERABAT DESA DMN SM DG RS BAYU DIRAWAT.. BGTUKAH MB TIEN?.. CINTA PENUH PERJUANGAN...

    ReplyDelete
  15. lanjuuuuuuut emba. aduuuuuh. haru. ..mudah2an. cintanya kesampaian .tak tersimpan dalam dalam dan bukan impian eeeerh mau nya . yerserah emba yien. lanjuuuuuuuuuuuuut

    ReplyDelete
  16. emba tien . sampean di. gandrungi coretan nya . di tunggu terbitannya .lanjuuuuuuuuuuuut. ah

    ReplyDelete
  17. Duh mbak Tin,srmoga Lastri cpt di temukan dgn baik2 saja. Nih aku bc di trmpat kerja,bgebut bacanya,dr pd krja kpkiran lastri😊😊

    ReplyDelete
  18. lanjut..penasaran banget.. critanya bagus...

    ReplyDelete
  19. ceritanya menarik...penasaran..happy ending ya mba

    ReplyDelete
  20. ayo menangkan uang setiap harinya di agen365*com
    WA : +85587781483

    ReplyDelete
  21. Lanjuuttt mba Tien tp jangan sedih ya akhirnya

    ReplyDelete
  22. Kok rasanya nggak sabar nunggu sampai malam ya mba Tien. Diintip terus nih.

    ReplyDelete
  23. Kok rasanya nggak sabar nunggu sampai malam ya mba Tien. Diintip terus nih.

    ReplyDelete
  24. Waduuuh, deg deg an, siapa ya dia yang pingsan? Ga sabar nih nunggu lanjutannya.....

    ReplyDelete
  25. Deg"an nich.....siapkh yg pingsan/mati.....penasarandotcom...gak sabar nunggu lanjtnnya

    ReplyDelete
  26. Ketemukan lastri dengan bayu mbak tien

    ReplyDelete
  27. Semoga yang ditemukan dikuburan,cuma pingsan. Tapi bukan Lastri. Bakal jodoh Mas Timan.

    ReplyDelete
  28. Lanjut dong mb tien..

    ReplyDelete
  29. Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
    dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
    WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||

    ReplyDelete
  30. benar-benar selalu membuat pembaca penasaran...

    ReplyDelete
  31. Numpang promo ya gan
    kami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
    ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...