Wednesday, December 18, 2019

DALAM BENING MATAMU 68

DALAM BENING MATAMU  68

(Tien Kumalasari)

Anggi terkejut. Ia langsung berdiri dan bergegas mendekati suaminya.

"Ma'af mas, Anggi nggak tau kalau mas sudah datang," katanya sambil menyambut tas kerja yang dibawa suamina.

"Mengapa kamu mem bawa-bawa kucing kerumah ini ?" tanya Adhit dngan wajah kusam.

"Iya, kucing tetangga lewat didepan sana, aku memanggilnya dan datang, tapi..."

"Jangan Lagi kamu ulangi dengan membawa kucing ataupun binatang piaraan lainnya kerumah ini, aku tidak suka," katanya sambil berlalu.

Berlinang air mata Anggi, ia tak menyangka Adhit bisa berkata sepedas itu, dengan wajah yang sangat muram, mengandung kemarahan.

"Anggi...," tiba-tiba bu Broto muncul dari dalam.

"Eyang, Anggi tidak tau bahwa mas Adhit tidak suka kucing," kata Anggi memelas, lalu menceritakan kemarahan suaminya tadi.

"Oh, iya... eyang lupa memberi tau, suamimu itu tidak suka kucing, tidak suka anjing dipelihara didalam rumah. Geli katanya. Darimana kamu bisa mendapatkan kucing itu?"

"Ada kucing lewat didepan sana, Anggi panggil lalu mendekat, warnanya bagus, sebenarnya Anggi ingin memelihara kucing."

"Jangan Anggi, Adhit pasti tidak suka," kata bu Broto sambil mengelus punggung cucu menantunya.

Anggi mengangguk, lalu meletakkan tas yang tadi dibawa suaminya diatas meja kerjanya, kemudian masuk kedalam kamar. Dilihatnya Adhit sedang berganti baju. Anggi mendekat, lalu dibantunya suaminya melepaskan kancing-kancing bajunya.

"Mas, Anggi minta ma'af, Anggi nggak tau kalau mas nggak suka kucing," katanya lembut, yang tak urung meluluhkan juga hati Adhit.Ada rasa menyesal ketika tadi berkata kasar.

"Iya, nggak apa-apa, sekarang kamu kan sudah tau. Kamu suka kucing rupanya?"

"Iya sih, tapi sekarang enggak lagi, karena mas juga nggak suka."

"Terimakasih Anggi."

"Mas mandilah dulu, aku akan siapkan minum buat mas."

"Baiklah," kata Adhit sambil menerima handuk yang diulurkan isterinya.

Anggi keluar dari kamar. Dilihatnya bu Broto ssudah duduk diruang tengah, dan teh hangat sudah dihidangkan disana.

"Ma'af eyang, tadinya Anggi mau menyiapkan minum untuk mas Adhit. Ternyata sudah siap disini, kata Anggi sambil duduk dehadapan bu Broto.

"Sudah Sumi yang menyajikannya. Suamimu masih marah?"

"Sepertinya enggak eyang. Sekarang sedang mandi."

"Baguslah, pada dasarnya Adhit itu jarang sekali marah. Hatinya sangat baik dan penyayang. Ia suka berbuat kebaikan pada siapa saja. Beruntung kamu bisa menjadi isterinya."

"Ya benar, Anggi tidak menyangka mas Adhit bersedia menerima segala kekurangan Anggi. Ini anugerah buat Anggi. Dan Anggi berjanji akan melayani dengan sepenuh jiwa raga, eyang, Anggi juga tidak akan melanggar apa yang dia larang, apa yang dia tidak suka," katanya sambil matanya menerawang kedepan, entah apa yang dipikirkanna.

"Anggi, eyang senang mendengarnya. Eyang berharap, hidup kamu akan bahagia selamanya, menjadi isteri yang baik itu kan harapan setiap suami.. ."

"Ajari Anggi supaya bisa menjadi isteri yang baik ya eyang," kata Anggi.

Bu Broto meng angguk-anguk Walau kecewa dengan cacat yang disandang cucu menantunya, tapi ia selalu berharap akan kebahagiaan mereka. Semoga.

Namun ketika keluar, Adhit sudah berganti pakaian rapi, tampaknya ia akan bepergian.

"Lho mas, mau kemana ?"

"Mau kemana, ini tehnya diminum dulu, keburu dingin tuh," ujar bu Broto.

"Iya eyang," jawab Adhit sambil duduk diantara mereka, lalu menghirup teh yang sudah disediakan.

"Ini apa eyang?"

"Itu sukun goreng, enak lho... masih hangat.."

"Oh iya eyang, tapi nanti saja ya, Adhit mau ke rumah Ayud dulu."

"Lho, kok kerumah Ayud nggak ngajak isterinya?"

"Pengin liat anaknya, lucu banget eyang. Oh ya, Anggi, kamu mau ikut?"

"Nggak mas, nanti mas kelamaan, kan Anggi harus ganti pakaian segala, kelihatannya mas buru-buru."

"Baiklah, kalau begitu temani eyang ngobrol ya," katanya sambil berdiri.

"Anggi berdiri, mengikuti suaminya dari belakang. Ada sedikit neri dihatinya, ketika menyadari suaminya tak mau mengajaknya pergi. Ia bahkan tidak memaksa ketika dirinya mengatakan tidak usah ikut, padahal dia hanya basa basi. Cuma kerumah Ayud, ia ingin juga ikut sih. 

"Ya, sudahlah," keluhnya pelan. Adhit menoleh kebelakang, sepertinya ia mendengar Anggi mengatakan sesuatu.

"Apa Nggi?"

"Nggak apa-apa, mas hati-hati dijalan ya," katanya ketika Adhit mulai membuka pintu mobil, kemudian menjalankannya.

Anggi menghela nafas panjang. Ada telaga bening mengambang dipelupuk matanya.

"Aku akan menjaga cintaku, seperti menjaga sebutir mutiara berharga," bisiknya sambil melangkah masuk kedalam rumah.

***

"Horee... ada pakde nih le..."

"Hallow... keponakan pakde yang ganteng, eh.. pakde lupa, siapa sih namanya?"

"Yee... baru dua minggu lebih sudah lupa nama keponakannya,,,, ayo jawab le, siapa namamu?" kata Ayud sambil mengulurkan anaknya di gendongan Adhit.

"Iya, pakde lupa.. siapa namamu...cah bagus?"

"Nama caya..Ananda... pakde..." jawab Ayud  yang kemudian meneriaki suaminya.

"Bapaaak, ini ada pakde..."

Raka muncul lalu menyalami kakak iparnya.

"Mana isterimu mas ?"

"Iya, budenya kok nggak ikut?"

"Nggak mau.. tadi sudah mas ajak."

"Masa nggak mau sih?" 

"Iya, benar, mas tuh nggak suka me maksa-maksa, ya.. Nanda..?"

"Jam segini sudah wangi, pulang dari kantor jam berapa?"

"Dari kantor, pulang, mandi terus kesini," jawabnya sambil menciumi Ananda. Ayud meng geleng-gelengkan kepalanya. Ia tau kakaknya tak akan memiliki anak, itukah sebabnya ia sangat sayang pada Ananda? Ada rasa sedih yang menyelinap, dan meragukan kebahagiaan mereka.

"Lain kali kalau bilang nggak mau harus dipaksa mas, kan cuma mau kesini," kata Raka.

"Iya tuh," Ayud menimpali, 

"Yah, aku kan sudah bilang nggak mau me maksa-maksa."

"Iih, mas Adhit aneh deh, memaksa kerumah adiknya kan nggak apa-apa."

Adhit juga menyesal, mengapa tadi tidak memaksanya. Terkadang ia merasa aneh, tiba-tiba sudah memiliki isteri, tapi yang belum pernah dijamahnya. Aduhai...

***

"Anggi, kamu dimana ?" itu suara Dinda ketika menelpon Anggi.

"Hai, Dinda, aku dirumah."

"Eh, kirain ngelayap kemana gitu."

"Waah, aku habis belajar memasak sama eyang. Kamu kuliah?"

"Udah selesai, ini mau kesitu, bolehkah?"

"Ya boleh dong, seneng aku, hampi sebulan nggak pernah ngelihat wajah kamu."

"Oo, iya? Emang sih, aku ini jelek-jelek begini ta[i ngangenin.. ya udah, aku sebenarnya uda jalan kesitu, hampir sampai nih."

"Ya ampuun, ya udah, aku tungguin didepan."

Begitu Anggi sampai di teras rumah, Dinda baru saja turun dari taksi online yang ditumpanginya. Setengah berlari ia mendekati sahabatnya, kemudian berpelukan lama sekali. Lalu Dinda lari ke dalam untuk menyapa bu Broto.

"Eyang, apa kabar?"

Bu Broto tampak senang melihat kedatangan Dinda. Ia memeluk dan menciumi pipi Dinda.

"Lama banget nggak kesini nduk,"

"Iya eyang, sibuk belajar, eyang lagi ngapain?"

"Nggak ngapa-ngapain, nih lagi nonton televisi. Ya sudah duduk didepan sana .. biar eyang suruh Sumi buat minuman untuk kalian."

"Ya eyang," kata Dinda yang kemudian kembali ke teras. Anggi sudah menunggunya disana.

"Apa kabar pengantin baru?"

"Baik, kamu lebih kurusan, kurang makan ya?"

"Masak sih, gila apa.. begini dibilang kurus."

"Sedikit.."

"Mungkin berat badanku sedikit berkurang, mau ujian nih. Enak kamu, nggak usah miki kuliah, kerjanya santai aja dirumah."

"Iya, lagi belajar jadi isteri," jawab Anggi sambil tertawa.

"Eh gimana sih rasanya jadi pengantin? Enakkah?"

"Gila kamu nanyanya yang aneh-aneh Din.. "

"Kalau enak, biar aku jadi kepengin... gitu lhoh.."

"Biasa aja..."

"Eh, gimana malam pertama?" kata Dinda seenaknya. Tapi Dinda heran, dilihatnya wajah Anggi muram.

"Dia belum pernah menjamah aku," kata Anggi sambil matanya menerawang jauh.

Dinda terkejut.

  Sudah sebulan .. dan belum pernah menjamah kamu?"

"Nggak apa-apa Dinda, jangan ikutan sedih begitu ah, aku sabar kok. MUngkin nggak mudah melakukan ketika cinta belum tumbuh," kata Anggi sambil tersenyum, atau memang mencoba menyiratkan senyum untuk menutupi kegelisahan hatinya.

"Ya sudah Nggi, kamu sabar ya, pada suatu hari nanti hal itu pasti akan terjadi."

"Aku tau, mas Adhit menikahi aku karena belas kasihan mendengar penderitaanku."

"Mungkin, tapi lambat laun cinta itu pasti akan tumbuh. Mas Adhit sesungguhnya sangat baik."

"Iya, aku tau."

"Ayo kita jalan-jalan.."

"Kemana?"

"Kemana aja, nggak enak dirumah terus, kan kamu udah selesai memasak?"

"Iya, aku bilang eyang dulu ya, kayaknya asyik jalan lagi sama kamu kayak dulu," sambut Anggi yang kemudian berdiri dan berpamit pada bu Broto.

***

"Mirna, maukah ikut bersama kami siang ini?" kata Dewi ketika sa'atna Mirna beristirahat.

"Kemana mbak?"

"Hari ini Bima mulang tahun, kita akan merayakannya sambil makan-makan direstoran.

"Oh ya, tapi Bima kan kesekolah?"

"Kita jemput dia, langsung kita ajak makan."

"Baiklah, terserah mbak saja."

"Aku sudah berpesan pada pembantu bahwa kita akan pergi sebentar siang ini."

"Baiklah mbak."

***

Setelah menjemput Bima, mereka kemudian pergi kerumah makan pilihan Bima. Pasti lah anak kecil, dicarinya rumah makan yang ada es krimnya.

"Selamat ulang tahun Bima," kata Mirna ketika dia sudah duduk dirumah makan itu.

"Terimakasih tante," jawab Bima tersipu.

"Ayo dong sini, tante Mirna pengin nyium pipi kamu," kata Mirna.

Bima langsung berdiri mendekat.  Mirna menciumnya dengan gemas. Bima memang gembul, pipinya seperti bakpao, kata ibunya. Dan ber kali-kali Mirna menciumnya.

"Bilang terimakasih sama tante Mirna,"

"Sudah kok.." jawab Bima sambil kembali duduk.

"mBak, nanti setelah makan, bolehkah kita mampir sebentar ke toko mainan? Saya ingin membelikan sesuatu untuk BIma."

"Mirna, nggak usah repot-repot lah, mainan Bima sudah banyak," serga Dewi.

"Ya nggak apa-apa kan mbak, ini haru istimewa buat Bima, ya Bima, nanti Bima boleh memilih mainan yang Bima suka, sebagai hadiah ulang tahun untuk Bima."

"Horeee...."

"Eh, belum-belum sudah hore.." seru Dewi sambil tersenyum.

"Terimakasih tante..." kata Bima dengan wajah berseri.

"Tapi makan es krimnya nggak boleh banyak=banyak lho."

"Iya bu, kan baru sekali," protes Bima.

"Lhah maunya berapa kali?"

Bima mengacungkan dua jarinya sambil meringis.

***

Di toko mainan itu Mirna merangkul pundak BIma, menyusuri etalase dan mempersilahkan Bima untuk memilih mainan yang disukainya. Dewi hanya mengikutinya, dan terharu melihat Mirna tampak sangat menyayangi Aji. Walah baru hamil sekali, itupun kemudian dia keguguran, tapi rasa keibuannya sangat tampak. Diam-diam Dewi berdo'a agar suatu hari nanti Mirna juga mendapatkan suami yang baik, memiliki anak=anak yang lucu.

"Bima, jangan yang mahal-mahal ya milihnya, kasihan tante Mirna," pesan Dewi yang terus mengikuti mereka dari belakang.

Mereka tidak tau, sepasang mata sedang mengawasi Mirna dan Bima dengan perasaan tak menentu.

"Itu kan MIrna? " bisiknya pelan. Lagi-lagi ia seperti melihat seorang ibu yang sedang menuntun anaknya dengan kasih sayang. Adhit merasa terguncang. Bukankah memiliki anak itu bahagia? Ia merasakan kehangatan yang terdampar dihadapannya. Tak seorangpun tau apa yang difikirkannya.

"Mirna," tak tahan ia memanggilnya.

Mirna terkejut dan berpaling kearah datangnya suara. Demikian juga Dewi dan Bima. Mereka heran melihat Adhit ada disana.

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


10 comments:

  1. ...nanggung banget bund...đŸ˜– Bikin penasaran

    ReplyDelete
  2. kasihan sekali nasib anggi kalau diakhir cerita...sampai dicerai Adit.
    .ditinggal menikahi mirna...sdh menderita tdk punya anak..tersakiti hatinya..

    ReplyDelete
  3. Aduuuhh,,,, perasaan jadi ikut campur aduk menunggu kelanjutanya,,,,

    ReplyDelete
  4. Smg tokoh Adhit di cerbung tdk lupa janjinya dg Anggi

    ReplyDelete
  5. Ceritanya keren, suka bikin penasaran..

    ReplyDelete
  6. Sptnya Adhit akan menikahi dua2nya..hehe

    ReplyDelete
  7. Yang heran kenapa selama sebulan Adhit dan Anggi belum campur.. Jangan2 Adhit..

    ReplyDelete
  8. Bikin penasaran
    Kenapa Adith memutuskan nikah kok bukan mikir yg panjang

    ReplyDelete
  9. Sebenermya kasihan sama Mirna. Tapi sdh nikahin Anggi. Jadi baiknya Mirna jadi istri ke dua saja :)

    ReplyDelete
  10. Kok Nama Pemerannya suka tertukar Galang adith ataupun aji

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...