Friday, November 15, 2019

DALAM BENING MATAMU 46

DALAM BENING MATAMU  46

(Tien Kumalasari)

Pak Kadir tertegun. Dipandanginya Mirna yang tampak berlinangan air mata.

"Mirna.. kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan?"

Mirna tak menjawab. Ia mengambil botol minyak angin lalu dihirupnya perlahan. Obat mual itu rupanya belum bekerja sempurna. Perutnya kembali terasa mual. Pak Kadir tiba-tiba merasa bahwa menantunya ternyata kurang perhatian pada isterinya yang sedang hamil muda. Biasanya seorang suami akan memberi perhatian lebih sa'at isterinya hamil. Mengapa Aji seakan tak perduli? Pekerjaan apa yang membuat seorang suami mengesampingkan kehamilan sang isteri? Iba rasa hati pak Kadir melihat Mirna tampak menderita. Namun tentu saja Kadir tak setuju ketika Mirna bermaksud menggugurkan kandungannya.

"Mirna, anak itu adalah titipan Allah Yang Maha Kuasa. Ketika kamu mengandung, berarti Allah mempercayakan miliknya agar dijaga olehmu, dikasihi dicintai sepenuh hati."

Mirna masih terdiam. Sesungguuhnya ia sadar akan kebenaran kata ayahnya. Ia hanya tak suka pada suaminya. Tak ada cinta ketika nafsu bercumbu dalam nikmat sesa'at. Ia mengelus perutnya lembut.
Kamu tak berdosa. Ma'af telah menyakitimu dengan keinginan menggugurkanmu.. bisiknya dalam hati.

"Apa kamu merasa lebih nyaman? Bapak ambilkan makan lalu minum obat lainnya ya"

"Biar Mirna makan diruang makan saja pak. Sudah enakan. Mirna bukan sedang sakit.. " kata Mirna sambil bangkit turun dari ranjang. Pak Kadir yang merasa khawatir memapahnya. Tapi Mirna menolak.

"Mirna nggak apa-apa bapak.. bisa jalan sendiri kok."

Dan Mirna benar-benar makan. Pak Kadir senang melihatnya.

"Kamu tadi tidak ber sungguh2 bukan ?"

Mirna mengangkat wajahnya, menatap ayahnya sambil tersenyum

"Ma'afkan Mirna bapak," katanya sambil menyendok makanannya. Pak Kadir merasa lega. Iapun menghabiskan nasi sepiring yang diambilnya.

"Obatmu? Nih bapak bawa sekalian kemari," kata pak Kadir sambil memberikan bungkusan plastik berisi obat.

"Mirna.. apa kamu belum bisa mencintai suamimu?"

Mirna urung membuka plastik obatnya. Ia memandangi wajah tua itu dengan terharu. Ia tau ayahnya ingin melihatnya bahagia. Dan ia tak ingin mengecewakannya.

"Bukankah cinta terkadang memerlukan waktu untuk bicara? Bapak yang mengatakannya bukan?"

"Kalau kamu tidak bahagia, bapak aka menyesali pilihan bapak."

Mirna menelan obat-obatnya. Dipandanginya lagi wajah tua itu dengan iba.

"Bapak jangan khawatir. Mirna bahagia kok. Apalagi dengan adanya bapak disamping Mirna."

Tapi mata tua itu menangkap kebohongan diwajah pucat anaknya. Ia mulai merasakan bahwa Aji kurang memperhatikan isterinya. Itu dirasakannya ketika Aji nekat pergi walau isterinya sedang sakit. Rasa sesal perlahan merayapi batinnya. Memang Aji memberikan rumah bagus kalau tidak boleh dibilang mewah. Rumah itu lengkap dengam segala isinya. Ruang dapur yang lengkap  dengan semua peralatan modern. Ruang makan yang luas dan enak dipandang. Tiga kamar tidur yang nyaman dengan semua perabotnya. Ruang santai diruang tengah.. kamar tamu... semua sangat mewah menurut pak Kadir yang biasa  hidup serba kekurangan. Tapi   ternyata gelimang harta tak sepenuhnya bisa menciptakan bahagia.

Mirna sudah selesai minum obatnya. Ia ingin membersihkan meja makan, tapi ayahnya melarangnya.

"Biar bapak saja," katanya sambil berdiri.

"Jangan pak, Mirna sudah merasa baik. Bapak duduk saja disitu."

Tapi pak Kadir memaksa mengambil sisa makanan itu kedapur, sedangkan Mirna membawa piring-piring kotor dan langsung mencucinya.

***

Siang itu Dinda sedang men cari-cari buku disebuah toko. Sebenarnya Raka akan mengantarnya, tapi Dinda memaksa untuk mencarinya sendiri. Beberapa buku sudah ditemukannya. Ada lagi satu buku yang dicarinya... haa.. ternyata ada disana..  Dinda melangkah kearah letak buku itu ketika tiba-tiba seseorang menyapanya.

"Heiii... bukankah kita pernah bertemu ?"sapanya.

Dinda memandanginya dan meng ingat-ingat siapa dia.

"Hayooo... lupa kan?Aku mengikuti kamu sejak kamu turun dari taksi."

Tapi melihat senyum itu Dinda merasa sebal. Wajah yang sebenarnya tampan itu menjadi tidak lagi menarik karena senyum yang dimaksudkan untuk memikat itu justru membuat Dinda muak. Itu bukan senyuman orang baik-baik. Lalu Dinda teringat ketika sedang membeli bunga bersama Mirna. Haaa... dia kan Aji?

Dinda bergegas berjalan meninggalkan Aji tapi laki-laki menyebalkan itu memegang lengannya. Kemarahan Dinda memuncak.

"Lepaskaan... !!"teriak Dinda. Dan teriakan itu membuat semua orang yang ada ditoko buku itu menoleh kearah mereka. Aji segera melepaskan pegangannya. Membiarkan Dinda langsung menuju kasir umtuk membayar belanjaannya. Ada yang belum sempat dibelinya tapi Dinda merasa lebih baik menjauhi Aji.
Dinda tak perduli orang-orang disekitarnya memandanginya sambil ter senyum-senyum . Mereka pasti mengira Dinda sedang berantem dengan pacarnya. Ada bisikan begitu yang sempat terdengar oleh Dinda.


"Idiih... amit-amit deh.. pacaran sama orang kayak gitu," katanya pelan didepan kasir yang kemudian juga tersenyum aneh kearahnya. Dinda tak perduli. Ia bergegas keluar dari toko sambil menenteng bawaannya.
Ketika diluar toko itu ia membuka ponselnya untuk memanggil taksi, seseorang turun dari mobil yang ada didepannya. Dinda pura-pura tak melihatnya. Ia terus mengotak atik ponselnya untuk memberi petunjuk kepada driver taksi dimana dia menunggu.

"Dimana sih rumahnya? Mau diantar nggak?"

Dinda pura-pura tak mendengar, ia berjalan menjauh dengan wajah suram.

"Sombong amat, aku kan berniyat baik ?"

Dinda melongok kesana kemari untuk melihat apakah taksi yang didepannya sudah dekat. Tiba-tiba tiga orang gadis yang semuanya menarik lewat didepan Aji. Seseorang berteriak memanggil.

"Heiii... mas Aji.. gebetan baru ya?"kata.salah seorang gadis iti yang disambut tawa teman-temannya.
Aji tersenyum sambil menutup mulutnya dengan jari telunjuknya. Ketiga gadis berlalu sambil tertawa ngakak.
Ketika Aji ingin mendekati Dinda lagi, taksi yang dipesan Dinda sudah sampai. Dinda segera naik kedalam taksi dan taksi itu berlalu. Karena gemas.dan.penasaran, Aji cepat-cepat menaiki mobilnya.dan mengejar taksi yang membawa gadis yang diincarnya.

***

Dinda yang merasa yakin bahwa laki2 nekat itu pasti mengikutinya, ia memesan taksi kekantor Adhitama.

Aji terkejut ketika melihat taksi yang diikutinya turun didepan kantor dimana dia dulu sering menjemput Mirna.

"Jadi gadis itu bekerja di kantornya Mirna dulu?"gumamnya sambil turun dari mobil.

Ketika Dinda melangkah kehalaman kantor, tiba-tiba sebuah mobil sedang menuju keluar. Begitu melihat Dinda, mobil itu berhenti dan Adhit keluar dari mobil itu.

"Mas Adhit?"seru Dinda senang.

"Kamu kok nggak bilang kalau mau kesini? Untung aku belum pergi."

"Ya.. itu gara-gara aku di kejar kejar orang gila."

"Orang gila?"

"Iya, jangan-jangan dia ngikutin sampai kemari," kata Dinda sambil melongok kejalan.

"Itu dia !"teriak Dinda.

Tapi Aji yang semula mengikuti Dinda, terkejut ketika Dinda bertemu Adhitama. Aji belum lupa bagaimana Adhit menghajarnya. Serta merta Aji berbalik arah, menuju ke mobilnya dan kabur.

"Aji ? Dia mengganggu kamu?"Adhit manarik Dinda agar masuk kemobilnya, lalu memacunya kearah perginya Aji.

***
besok lagi ya

7 comments:

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...