Thursday, November 14, 2019

DALAM BENING MATAMU 45

DALAM BENING MATAMU  45
(Tien Kumalasari)

Mirna mengerjap-ngerjapkan matanya. Seakan tak percaya pada apa yang dilihatnya. Ada rasa bingung untuk menjawab kalau nanti ada pertanyaan.. mengapa ngantri di dokter kandungan.

"Mirna?"

Mirna mengangkat kepalanya sambil memikirkan sebuah jawaban.

"Bu Ayud ?"

"Mirna... kamu ada disini. Sekarang tinggal dimana?"tanya perempuan yang memang Ayud adanya. Ada suaminya berdiri disampingnya.

"Saya.. diluar kota dan...."

"Kamu sudah menikah? Mengapa kami nggak kamu beritau Mirna?"

"Oh... itu...," gagap Mirna menjawabnya.

Tiba2 Aji sudah ada diantara mereka. Ia menatap perempuan cantik yang sedang menyapa isterinya. Batinnya berdecak kagum. Alangkah cantik perempuan ini. Tapi sadar bahwa ada laki2 berdiri disampingnya, ia hanya memandangnya sekilas sambil menelan ludah.

"Ini... suami kamu?"tanya Ayud.

"Ya.. saya suaminya, jawab Aji sambil tersenyum. Diam2 Ayud kurang suka melihat senyumnya. Tapi ia ingat kata kakaknya nahwa laki2 bernama Aji itu memang mata keranjang. Kasihan Mirna.

"Mirna.. kamu mau periksa kandungan? Kamu sudah mengandung?"

"Kami baru akan memeriksakannya ke dokter .. "lagi2 Aji yang menjawabya.

Tiba2 pintu ruang dokter kandungan itu terbuka, seorang perempuan dengan perut buncit keluar dan suster memanggil  nama Mirna.

"Nyonya Mirna Aji."

Aji menarik tangan isterinya untuk diajaknya masuk kedalam. Rupanya tadi Aji minta didahulukan dengan alasan Mirna muntah2 terus.
Sambil melangkah sambil menggandeng isterinya, Aji sempat melirik kearah Ayud dengan pandangan kagum. Kalau saja Aji tau bahwa Ayud adalah adiknya Adhit yang pernah menghajarnya sampai babak belur, pasti ia tak akan berani melakulannya.
Ayud memalingkan wajahnya dengan sebal, lalu menarik tangan Raka, diajaknya duduk.

"Hiih...menyebalkan !"keluh Ayud.

"Kalau tidak ingat bahwa ada Mirna disitu pasti sudah aku hajar si brengsek itu. Beraninya dia menatap isteriku dengan pandangan kurangajar seperti itu."

"Padahal ada isterinya. Benar kata mas Adhit. Dia laki2 brengsek. Kasihan Mirna."

"Wajahnya pucat sekali. Botol minyak angin dibawa dan dihirupnya ber kali2. Mungkin benar dia hamil," kata Raka.

"Untunglah aku walau hamil tak merasakan apa2. Malah doyan makan .." kata Ayud senang.

"Kamu perempuan kuat, nggak merepotkan suami," puji Raka sambil memeluk pundak isterinya.

Agak lama mereka menunggu, Mirna dan Aji  baru keluar dari ruang dokter. Mirna tak ingin berhenti untuk menyapa Ayud. Ia berjalan lunglai dengan dipapah suaminya yang kali ini tak berani lagi menatap Ayud karena Raka menatapnya tajam penuh ancaman. Aji hanya mengangguk dan berlalu. Mirna tak menoleh sedikitpun. Ia tak ingin lagi mendengar pertanyaan yang tak akan mampu dijawabnya.

Ayud mendengus kesal. Sebenarnya ia ingin bertanya lebih jauh. Minimal dimana alamat mereka, tapi situasi tampak tak memungkinkan. Bahkan ia juga tak menanyakan, benarkah Mirna hamil atau tidak.

***

"Kamu bertemu dia? Mengapa kamu nggak menanyakan dimana alamatnya?"tegur Adhit ketika Ayud menceritakan tentang pertemuannya dengan Mirna dan Aji. Juga sikap Aji yang sangat memuakkan.

"Nggak ada kesempatan untuk itu mas, Mirna tampak kesakitan dan nggak bisa diajak bicara."

"Suaminya?"

"Nggak mau aku ngomong sama suaminya. Sikapnya sangat menyebalkan," sungut Ayud kesal.

"Sayang sekali kamu nggak bisa bertanya dimana alamatnya."

"Iya mas. Mau bagaimana lagi. Tapi tampaknya dia benar2 hamil. Kasihan benar.. punya suami seperti itu."

Adhit terdiam. Kalau toh dia bisa mengetahui alamatnya, lalu bertemu dengannya, apa yang akan dikatakannya? Mengingatkannya.. toh sudah terlanjur. Bukannya lebih kasihan kalau setelah menjadi isterinya lalu mengetahui keburukan suaminya?

"Apa yang mas pikirkan?"

"Hanya rasa kasihan. Apa yang harus kita lakukan lagi? Bukannya semua sudah terlanjur? Aku justru ingin menutupi semua ini dari Dewi. Takutnya kalau Dewi tau lalu melabraknya.. "

"Iya.. kasihan Mirna.. ber kali2 itu yang bisa aku katakan."

***

Mirna memang dinyatakan hamil. Ketika di USG dokter menunjukkan ada janin didalam rahimnya

"Berbahagialah bapak dan ibu, karena anda akan dikaruniai seorang bayi,"kata dokter Andre, dokter kandungan itu.

Aji mengangguk angguk, dan Mirna tampak lesu. Dokter Andre tak melihat rona bahagia pada wajah keduanya. Mirna menyesali kehamilannya yang tumbuh bukan karena cinta. Tapi dokter Andre mengira bahwa tak adanya rona bahagia itu adalah karena Mirna kesakitan.
Dokter itu menuliskan resep yang kemudian dibelikan oleh Aji di apotik. Ada obat mual yang harus diminumnya sebelum makan. Dan vitamin berbentuk lonjong kecoklatan yang hanya boleh diminum sekali sehari. Oh ya.. masih ada lagi tablet putih kecil2 yang harus diminum pagi sore.

Mirna memandangi setumpuk obat itu dengan lesu. Tadi Aji membelikannya dan meletakkannya begitu saja dimeja. Ia membiarkan isterinya berbaring di ranjang. Tak ada gairah yang membuat nafsunya menyala seperti ketika mereka belum berangkat ke dokter. Aji orang aneh, ia benci perempuan hamil. Seperti ketika ia meninggalkan Dewi sa'at perutnya berisi benih yang ditanamkan olehnya. Sekarang rasa itu timbul lagi. Itulah sebabnya. Mengapa setelah meletakkan obat2 dimeja disamping tempat tidur Mirna maka dia langsung pergi lagi.

"Aku sedang banyak.urusan. Mungkin tak bisa pulang malam ini," itu yang dikatakan Aji kepada Mirna, yang didengar Mirna dengan perasaan tak perduli.
Lebih baik suaminya tak ada disampingnya. Menurutnya Aji adalah laki2 yang menikahinya karena nafsu. Mirna selalu mengeluh karena lelah melayani suaminya yang tak henti2nya merasa kehausan mereguk kenikmatan dari tubuhnya. Dan Mirna melayaninya hanya karena kewajiban. Tak ada cinta disana. Dan tak segera cinta itu tumbuh seperti kata ayahnya.

"Lho nduk.. kok obatmu belum diminum juga?"kata pak Kadir begitu masuk kekamar dan obat2nya masih utuh didalam bungkus plastiknya.

"Nanti saja pak, perut Mirna masih mual."

"Lha tadi suamimu bilang ada obat mualnya," kata pak Kadir yang kemudian merasa kesal karena Aji meninggalkan isterinya begitu saja walau tau isterinya sedang sakit.

"Iya pak.. nanti saja."

Pak Kadir membuka bungkusan obat membaca satu persatu aturan minumnya.

"Naa.. ini.. yang ada tulisannya sebelum makan ini pasti anti mualnya. Ayo diminum dulu ta nduk. Supaya kamu nggak muntah2 lagi," kata pak Kadir sambil mengulurkan obatnya.

"Sebentar pak, tadi Mirna sudah membuka semua obatnya."

"Minum yang anti muntah ini dulu.. nih.. minummu sudah bapak siapkan," kata pak Kadir setengah memaksa.

Mirna terpaksa bangkit lalu diminumnya obat yang diberikan ayahnya.

"Setelah itu makanlah."

Mirna mengeluh, lalu kembali membaringkan tubuhnya.

"Mengapa nak Aji tadi cepat2 pergi padahal kamu sedang sakit?"

"Biarkan saja pak. Dia sedang banyak pekerjaan."

"Ya sudah, bapak juga nggak ngerti kalau pengusaha itu bekerjanya harus siang malam."

Mirna terdiam. Sebenarnya ada yang difikirkannya. Sesuatu yang mengganggunya.

"Mau makan sekarang? Bapak ambilkan ya?"

"Nanti dulu pak."

"Sudah seperempat jam setelah kamu minum obatnya. Ayo bapak ambilkan," kata pak Kadir sambil beranjak pergi.

"Pak.. sebentar pak."

Langkah pak Kadir terhenti.

Bagaimana kalau Mirna menggugurkan saja kandungan ini?"
Pak Kadir terkejut.

***

Besok lagi ya

3 comments:

  1. Alhamdulillah...ada mas adit lagi ha ha... Semakinnseru mbak semakin penasaran membaca episode episode selanjutnya....
    Jangan lama lama a mabak... Banyak yg nungguin nih....

    ReplyDelete
  2. Aduuuh semakin menarik nih..
    Dua yg jadi penasaran Kapan Galang buka rahasia, ama siapa Adhit menikah..
    Bisa cepetin uploadnya mbak

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...