Friday, November 8, 2019

DALAM BENING MATAMU 42

DALAM BENING MATAMU  42

(Tien Kumalasari)

 

Ketika kembali ke kantor, Adhit masih selalu ingat kata Dewi bahwa ia akan membalas sakit hatinya ketika mendengar Aji mendekati perempuan lain. Dan dia juga mendengar bahwa Aji akan menikah? Mengapa sering kali Aji datang menjemput Mirna? Tapi Mirna bilang bukan apa-apa nya, pikir Aji. Berarti ia tak perlu menghawatirkannya. Hanya ia harus mengingatkannya kalau memang Aji sudah mau menikah, mengapa mendekati Mirna terus? 

"Dasar buaya !" desis Adhit pelan, tapi itu membuat Mirna mengangkat kepalanya dan melihat kearah bos gantengnya. Ia ingin bertanya, tapi tak berani.mengucapkannya. Siapa gerangan yang disebutnya sebagai buaya? Pikir Mirna. Tapi dilihatnya sang bos sedang memegang ponselnya, barangkali ia sedang membaca sebuah berita, mungkin ada pelakor yang berhasil menggaet seorang milyader di berita itu. Ah, entahlah, Mirna kembali menekuni pekerjaannya. Ketika ia mendengar ponselnya berdering, lalu mengetahui siapa penelponnya, maka ia kemudian mematikannya.

Sebel banget, kenapa sih menelpon terus setiap hari? Pada jam kerja lagi. Kan ini belum sa'atnya istirahat ?

"Mengapa tak dijawab?"

Mirna terkejut, ternyata bos ganteng memperhatikannya. Ia mengangkat kepalanya dan memandang lalu menganggukkan kepalanya. Maksudnya meng iyakan.

"Bukan siapa-siapa pak, mungkin salah sambung, dari tadi mengganggu, makanya lebih baik saya matikan."

"Barangkali dari penggemar kamu."

Mirna tersenyum, benarkah pujaan hatinya mengajaknya bercanda? 

"Bapak bisa aja," jawabnya sambil menunduk, tak tahan memandang sorotan mata tajam yang selalu membuatnya terpukau.

"Nanti kamu dikira sombong," sambung Adhit, seperti kurang pekerjaan. Tak biasanya Adhit begitu perduli pada Mirna.

Mirna tak menjawab, dalam menunduk kearah keyboard laptopnya, ia masih saja tersenyum.

Tak lama kemudian entah mau kemana, Adhitama berdiri lalu keluar dari ruangan. Mirna memandangi punggung tegap itu, lalu terkejut ketika tiba-tiba Adhitama menoleh.

"Kalau ada yang nyari, bilang aku sedang keluar, catat siapa dan apa perlunya.'

"Bb... baiklah," jawab Mirna sedikit gugup. Malu dong ketahuan memandangi sang bos, walau hanya punggungnya.

Setelah Adhit keluar, Mirn mengangkat ponselnya, ia mengirim WA kepada Aji, yang barusan menelpon.

"JANGAN MENELPON SA'AT JAM KERJA" 

Singkat, tapi itu sebuah teguran keras, bagi seseorang yang tidak bisa menghargai sebuah tugas. Harusnya Aji memakluminya.

***

Malam itu Aji menemui pak Kadir di kamar sewanya. Pak Kadir selalu bersemangat setiap kali Aji datang. Harapan akan membuat anaknya bahagia, membuat hatainya selalu ber bunga-bunga. Bukan karena menganggap Aji itu kaya raya, tapi karena menganggap Aji begitu tulus mencintai dan berjanji akan selalu mencintai dan melindungi Mirna.

"Tadi siang Mirna menolak ketika saya mengajaknya makan siang pak," kata Aji sepeti mengadu kepada calon mertuanya.

"Oh, iya, tadi Mirna juga bilang begitu, tapi nak Aji harap maklum, di perusahaan itu kan Mirna itu menjadi sekretaris yang mempunyai tugas berat. Kadang tidak sempat keluar makan sing karena banyaknya pekerjaan. Jadi harap nak Aji maklum."

"Iya pak, tadi juga saya nggak jadi menjemputnya. "

"Ma'afkan Mirna ya nak," itulah beratnya jadi karyawan. Kalau jadi bos sih, bisa melakukan apa saja yang dia mau. Ya kan nak? Seperti nak Aji, mau pergi pagi, siang ... jam kerja atau bukan.. siapa yang berani nglarang?"

"Besok kalau sudah jadi isteri saya pak, saya akan menyuruh Mirna berhenti bekerja."

"Itu bagus nak, Lebih baik seorang wanita memang diam saja dirumah, Mengerjakan tugas seorang ibu rumah tangga kan lebih mulia. Apalagi kalau suami sudah mencukupi semua kebutuhannya. Saya percaya pada nak Aji."

"Bapak jangan khawatir, menjadi isteri saya, Mirna tidak akan kekurangan. Apa yang dia mau pasti saya akan berikan."

Pak Kadir tertawa senang.

"Mirna itu selamanya adalah gadis yang sederhana nak, maklumlah, anak orang yang nggak punya. Ketika belum ketemu saya dan bersama ibu tirinya juga, dia juga hidup sangat sederhana, jadi dia nggak mungkin punya keinginan yang berlebihan."

"Karena dulunya hidup susah, nanti saya akan menjadikannya seorang ratu dirumah saya pak. Dan bapak saya larang tinggal disini, bapak harus hidup bersama kami dalam satu rumah."

"Wah, kalau nak Aji melarang saya bekerja, saya keberatan nak, selama saya masih kuat, saya akan tetap bekerja.Karenanya saya nggak usah nak Aji ajak tinggal serumah, malah akan membuat malu nak Aji saja, masa mertuanya seorang terpandang hanya buruh bangunan.seperti saya."

"Bapak jangan begitu, kalau saya sudah  berani melamar Mirna, berarti saya sudah menganggap bapak sebagai orang yang saya hormati, apapun kedudukan bapak."

Pak Kadir terdiam, berlinang air matanya mendengar kata-kata Aji.. Bayangan dan harapan akan kebahagiaan anaknya membuatnya tersedu dalam haru yang tak terkirakan.

"Bapak jangan menangis, saya tulus mengatakannya."

"Terimakasih nak.. terimakasih banyak, katanya serak .."

"Sekarang saya akan membicarakan tentang hari pernikahan pak, kalau bisa bulan depan ini sudah terlaksana. Saya akan mempersiapkan semuanya."

"Bulan depan nak? Tidak terlalu cepat?"

"Sebenarnya kalau ber lama-lama itu apa yang harus kita tunggu pak, bukankah lebih cepat lebih baik? Sehingga bapak tak lagi memikirkan Mirna karena saya akan menjaganya."

"Benar nak, terserah nak Aji saja. Tapi apakah Mirna sudah mengatakan sesuatu kepada nak Aji tentang pernikahan itu?"

"Mengatakan yang bagaimana pak"

"Mirna tidak ingin pernikahan itu di buat meriah. Ia hanya mau menikah di KUA saja, tidak usah mengundang siapa-siapa kecuali kerabat dekat."

"Mengapa begitu pak?"

"Itu kemauan Mirna. Saya kan sudah bilang dia gadis yang sederhana? Jadi kalau nak Aji mencintai dia, tolong turutilah kemauannya."

"Baiklah pak, nanti saya akan bicara sama Mirna."

***

Bukan depan? Secepat itu ? tanya Mirna  ketika mereka sedang makan malam berdua.

"Memang kenapa? Aku sudah bicara sama bapak, dan aku juga sudah memilih gedung terbaik untuk....."

"Tidak... kalau mas Aji mau menikahiku, mas Aji tidak harus melakukannya disebuah gedung atau tempat pertemuan yang lain ."

"Jadi...?"

"Aku hanya mau menikah di KUA, dan tak akan mengundang siapapun karena aku tidak punya keluarga. Kalau mas Aji ingin mengundang, undang kerabat dekat saja, dan hanya di KUA.

"Mengapa begitu Mirna? Ini sebuah pernikahan, yang harus memiliki kesan indah bukan?"

"Kesan indah itu bukan karena diabadikan di sebuah gedung mewah. Keindahan dan kebahagiaan itu adanya didalam hati."

"Mirna... tapi .."

"Sudahlah mas, itu keinginanku, kalau mas Aji tidak mau ya sudah," kata Mirna dengan wajah muram. Bagaimanapun pernikahan itu bukan sesuatu yang diharapkannya. Ia hanya ingin membahagiakan ayahnya. Ia tak ingin ayahnya kecewa. Mirna hanya berharap agar ini adalah sebuah pilihan terbaik untuk hidupnya. Sekilas terbayang mimpinya lagi, tentang Adhitama, tapi kemudian dihempaskannya mimpi itu karena ia tau bahwa semuanya hanyalah mimpi yang yang mungkin bisa terjadi.

"Baiklah Mirna, bagiku, apa yang menjadi pilihan kamu adalah yang terbaik. Besok kita akan mulai mengurus surat=surat untuk keperluan pernikahan itu.Lebih cepat lebih baik bukan?"

"Terserah mas Aji saja."

"Dan satu lagi Mirna, setelah menikah nanti, aku ingin kamu betul-betul mkenjadi ibu rumah tangga, tak usah bekerja lagi."

Mirna terkejut. Ia harus berheni dari pejerjaannya, dan tak akan lagi pernah memandangi wajah bos gantengnya ? Tapi kemudian Mirna sadar bahwa perasaan itu hanya akan menyakiti hatinya. Baiklah, barangkali memang lebih baik ia tak pernah lagi melihat wajah ganteng yang penuh pesona itu, yang selalu terbawa dalam angan dan mimpinya. 

"Bagaimana? Kamu bersedia bukan?"

"Baiklah, terserah mas Aji saja."

***

Pak Kadir sudah menentukan hari dan tanggalnya. Surat-surat yang diperlukan sudah siap  dan didaftarkannya di KUA. Mirna hanya pasrah. Dihadapan ayahnya Mirna selalu menampakkan wajah yang cerah dan ceria. Tak akan dikatakannya betapa batinnya menangis.

"Cinta tidak selalu datang tiba-tiba. Itu selalu kata ayahnya. 

Dan Mirna berharap, cinta itu akan tumbuh dengan berjalannya waktu. Semoga.

"Mirna, ini tadi baju yang diberikan nak Aji, katanya untuk pernikahan nanti. Alangkah bagusnya, pasti ini mahal," kata pak Kadir.

"Iya pak, biar disini saja dulu."

"Kok disini saja bagaimana, bukankah nanti kamu yang akan memakai? Kata nak Aji, nanti kita semua berangkat dari rumahnya, dan kamu juga akan dirias disana. "

"Oh, begitu?"

"Kamu juga harus ngepas bajunya dulu, mana yang kurang.. barangkalu kebesaran atau kekecilan.."

"Iya pak, gampang, kalau begitu nanti Mirna bawa ke kost dulu."

"Bapak juga dapat baru, ini celana dan jas. Sebenarnya bapak malu, ini kan jas ber merk, belum pernah memakai, nanti malah canggung ya nduk."

"Nggak apa-apa pak, sudah diberikan, lebih baik dipakai. Mengapa harus canggung. Kata bapak itu haru yang istimewa buat bapak."

"Iya kamu benar. Oh ya, tadi nak Aji sudah bilang bahwa setelah menikah kamu harus keluar dari pekerjaanmu. Apa kamu setuju?"

"Mirna sudah bilang bersedia pak. Mungkin besok Mirna akan sekalian mengajukan surat untuk resign."

"Resign itu artinya keluar ?"

"Iya, bapak."

"Baiklah, kalau memang sudah ada yang bersedia mencukupi kebutuhanmu, mengapa kamu harus bekerja juga. Seorang perempuan lebih baik mengurus suami dan anak-anaknya."

Mirna terdiam. Dalam hati dia berjanji, mulai besok dia akan memuaskan hatinya dengan memandangi sang b os gantengnya. Tak ada sebulan lagi dia harus keluar dan tak pernah lagi melihatnya, menyapanya, ah... sudahlah, bukankah itu akan membuatnya sedih? Berlinang air mata Mirna.

"Mengapa kamu menangis nduk?"

 Mirna terkejut, ternyata ayahnya memperhatikannya.

"Ah.. enggak, Mirna hanya terharu, akhirnya bapak menemukan menantu," jawab Mirna sambil mengusap matanyya dengan tissue.

"Dan menantu itu baik, sangat baik. Semoga hidupmu bahagia ya nduk."

Mirna memeluk bapaknya, dan terisak didadanya.

***

Adhitama terkejut ketika Mirna memberikan surat pengunduran dirinya.

"Kamu mau resign ?"

Mirna tersenyum dan mengangguk.

"Mengapa Mirna?" Gaji kamu kurang besar ?'

"Bukan, saya harus mengikuti ayah saya yang berpindah keluar kota."

"Apakah kamu harus mengikuti ayahmu? Pindah kemana? Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaan lain ?"

Mirna tertunduk pilu. Wajah ganteng itu memandang kearahnya, menatapnya tajam. Aduhai, tak lama lagi tak akan pernah dilihatnya pandangan memukau itu.

"Ada pekerjaan lain?" Adhit mengulang pertanyaannya.

"Ada, itu kemauan ayah saya pak, saya tak bisa membantahnya.

Adhitama terdiam. Ada guratan kesedihan dimata sekretarisnya. Itu jelas dilihatnya. Juga ada sepasang mata sembab, yang mungkin dbuatnya menangis semalam suntuk.

"Mirna, kalau ada sesuatu, katakan saja padaku."

"Oh, tidak ada pak," jawabnya singkat.

"Pikirknlah lagi Mirna, barangkali walau ayah kamu berpindah keluar kota, kamu masih bisa bekerja disini." Jauhkah ?"

"Luar Jawa," meluncur begitu saja jawaban itu. Membuat Adhit kemudian meng angguk-angguk.

"Oh, lua Jwa ya.Bsiklsh, semoga dalam waktu dekat akan ada pengganti kamu, dan yang sebaik kamu."

Aduhai, betapa senangnya, sang bos ganteng berkata begitu, berarti selama ini pekerjaannya memuaskan. Sayang juga meninggalkan pekerjaan ini, tapi Mirna sadar bahwa apabila masih terus berada disini hatinya akan semakin tersiksa. Mungkin tanpa bertemu lagi dengannya akan membuatnya henya memperhatikan Aji yang nanti akan menjadi suaminya.

***

Adhitama dan Ayud sedang menyeleksi pelamar yang akan menggantikan Mirna, ketika tiba-tiba ponsel Adhit berdering.

"Sebentar Yud, kenapa ini siang-siang Dewi menelpon.

"Ya Wi...." sapa Adhit

"Hallo Dhut, apa aku mengganggu? "

"Nggak Wi, ada apa? Tumben menelpon."

"Benar-benar kurangajar Dhit, kabarnya Aji sudah menikah, tapi dimana aku nggak  tau."

"Lhoh, kamu dapat berita dari mana?"

"Gedung yang mau dia sewa dibatalkan, harusnya sudah kemarin. Pemilik gedung itu kan temanku. Aku pikir bisa menemui dia pas resepsi disana."

"Oh, ya ampun, kamu sudah kerumahnya?"

"Dia sudah pindah keluar kota, belum tau dimana, katanya tiga  hari yang lalu menikah, nama isterinya Mirna siapaaa... gitu."

"Mirna?" tanya Adhit terkejut.

***

besok lagi ya

 


 

 

 

 


10 comments:

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...