Wednesday, October 30, 2019

DALAM BENING MATAMU 36

DALAM BENING MATAMU  36

(Tien Kumalasari)

 

Bu Broto terkejut. Ia tak menyangka Adhit akan senekat itu. Ia ingin membuka rahasia itu, tapi kemudian ditahannya. Barangkali bukan sekarang sa'atnya yang tepat. Atau mungkin bapak ibu nyalah yang lebih berhak mengatakannya.

"Adhit, cucu eyang cah bagus... dengar kata eyang ya le, menurut pada orang tua itu perbuatan mulia lho. Kalau kamu menentang, kamu akan membuat kedua orang tua kamu sedih," lembut kata bu Broto, sambil mengelus pundak cucunya.

"Eyang, Adhit tak ingin menjadi anak durhaka, Adhit akan melakukan apa saja yang dikehendaki bapak sama ibu, tapi Adhit harus tau alasannya. Cuma itu saja keinginan Adhit, mengapa semua diam? Hanya berkata "tidak boleh".. tapi tanpa mengatakan apa alasannya."

"Baiklah ngger, eyang mengerti. Begini, memang ada sesuatu yang menyebabkan kalian tidak bleh berhubungan yang ada kaitannya dengan cinta, lebih-lebih sampai ke jenjang pernikahan, tapi disini eyang tidak berhak mengatakannya. Nanti bapak atau ibumu yang akan mengatakan, tapi ingat le, sa'at ini bapak sama ibumu sedang focus memikirkan pernikahan adikmu, jadi eyang minta kamu jangan dulu mengganggunya dengan pertanyaan itu. Mau mendengar kata-kata eyang?" 

Adhit menghela nafas. Memang ada sesuatu... dan itu membuatnya semakin penasaran.

"Sabar ya Dhit, nanti kamu pasti akan diberi tau. Orang tua melarang keras, pasti ada alasannya. Bukankah kamu percaya bahwa orang tua akan melakukan hal-hal terbaik bagi anak-anaknya? Ya nggak mungkin bapak ibumu akan menyusahkan kamu, membuat kamu kecewa atau sakit hati. Camkan itu le, dan jangan keras kepala."

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Adhit, jiwanya bergolak, diantara gelora cinta yang sulit dipadamkan, dan "sesuatu" yang membuat cinta itu terlarang. Apakah Dinda punya penyakit yang tidak bisa disembuhkan? Umurnya tidak akan panjang? O. tidaaak, jangan sampai itu terjadi.

"Dhit, jangan lupa mampir ke pasar sebentar ya, eyang mau belanja sesuatu."

"Baik eyang."

***

Hari itu Adhit benar-benar nggak punya semangat kerja. Ayud yang biasanya selalu bersama dan berbincang tentang banyak hal, sekarang lebih sering jalan bersama Raka. Apalagi menjelang hari pernikahan mereka yang sudah tidak lama lagi akan digelar secara besar-besaran oleh ayah ibunya. Dan ketika hati sedang gelisah seperti ini, Adhit bingung harus melakukan apa. Ia tak banyak bicara, ia lebih sering melamun dan ber main-main dengan ponselnya. Lalu tiba-tiba sebuah pesan WA membuatnya berbinar. Dari Dinda.

MAS ADHIT LAGI NGAPAIN?

Lalu dibalasnya segera, LAGI MIKIRIN KAMU..

Lalu Dinda membalasnya dengan emoticon melet.

Dan Adhit membalasnya dengan stiker berbentuk jantung..

MAS ADHIT SUDAH MAKAN SIANG?

BELUM, MAU NEMENIN ?

NGGAK AH, JAUH, KASIHAN MAS ADHIT, DINDA MAU BELI NASI AYAM AJA DIWARUNG SEBELAH.

JANGAN, AKU AKAN MENJEMPUT KAMU SEKARANG.

JAUH LHO MAS.

NGGAK MASALAH, TUNGGUIN YA.

Lalu emoticon berbentuk jantung ditampilkannya lagi dilayar ponsel Dinda.

Dan Mirna yang memperhatikan sejak Adhitama tampak gelisah kemudian melihatnya ada senyum mengembang dibibirnya. Hm.. senyumnya itu... Lalu dilihatnya Adhit berdiri, dan mungkin saking gembiranya Adhit keluar tanpa berpamit pada sekretarisnya. Mirna menghela nafas. Alangkah susah mengendalikan perasaan, walau dia tau bahwa bos ganteng yang dipujanya sudah punya pujaan lain. Lalu terbayanglah wajah Aji, yang selalu baik dan ramah, yang selalu memandangnya dengan sangat hangat dan entah apa yang ada dihatinya, tapi semua itu tak pernah menggetarkan perasaannya.

Ketika ponselnya berdering.... aduuuh... baru dipikirkan.. sudah menelpon. Mirna ragu-ragu mengangkatnya. Tapi dering itu tak henti-hentinya, seperti dering penjual es keliling yang belum juga mendapatkan pembeli.

"Hallo," kata Mirna menjawab telephone itu.

"Mirna, nanti pas istirahat siang aku jemput ya?"

Mirna tercengang, apakah Aji juga mengajak ayahnya lagi? Kalau ada ayahnya pasti susah menolak, sesa'at ia diam.

"Hallo... Mirna, kamu masih disitu?"

"Oh ya, apa.. m.. ma'af.. sambil bekerja nih.."

"Oh, ma'af... aku hanya ingin bilang bahwa nanti aku akan menjemput kamu, setelah sampai didepan kantor aku akan menelpon lagi."

Lalu telephone itu ditutup.

Apa dia akan datang bersama ayahnya? Lalu Mirna mencoba mengontak sang ayah, namun tak ada jawaban, rupanya Kadir mematikan ponselnya.

Mirna ingin menolak tapi merasa sungkan. Aji sudah sangat baik kepada ayahnya, sangat perhatian .. 

Dan ketika sa'at istirahat tiba itu Aji benar-benar menelponnya. Mirna berjanji bahwa ini yang terakhir, lain kali ia akan menolak dan dia akan mencari alasan yang tepat untuk itu. Lalu diangkatnya ponselnya.

"Hallo Mirna, aku sudah diluar."

" Oh, ya mas.. aku akan keluar... apa mas Aji bersama bapak?"

"Tidak, tadi bapak sudah mulai masuk kerja, dan sudah makan bersama teman-temannya. Bagaimana, apakah kalau tanpa bapak kamu akan menolak?"

"Nggak, bukan begitu, baiklah, aku mau keluar sekarang."

***

Siang itu Raharjo makan siang dirumah, karena Retno ingin mengajaknya bicara tentang rencana pernikahan Raka.

"Kata mas Galang, semuanya sudah siap, karena dia menyerahkannya pada EO... tapi kan kita harus juga secepatnya ke Solo untuk ikut bicara, karena waktunya tinggal sebulan lagi," kata Retno.

"Ya, aku sedang memikirkan untuk mengambil cuti."

"Bapak sudah tau kalau Dinda sudah pindah ke tempat kost didekat kampusnya?"

"Iya, kan kemarin sudah menelpon. Buat aku biar saja Dinda mencoba mengurus dirinya sendiri. Kalau terus kita ikut mengurusnya kapan dia dewasanya, anak kolokan begitu."

"Raka yang sering mengeluh, macam-macam saja maunya."

 "Mengeluh apa, Raka senang kok memanjakan adiknya."

"Tapi dia kan sudah mau punya isteri, biar Dinda belajar mengurus dirinya sendiri. Makan minum kalau bisa juga harus memasak sendiri.Tapi barusan Dinda menelpon, Adhit akan menyamperin ketempat kostnya untuk mengajaknya makan diluar."

"Nah, itu... banyak orang memanjakan Dinda rupanya."

"Bapak tau nggak, kata Raka, nada-nadanya Adhit suka sama Dinda."

"Masa? Jadi ketika kita bergurau agar dua-duanya bisa menjadi menantu itu ada benarnya. Cuma, aku kok melihat mas Galang kurang suka ya."

"Iya tuh, apa Dinda dianggap terlalu muda?"

"Bukan, rasanya ada yang lain. Mungkin mas Galang sedang menjodohkan Adhit dengan gadis lain."

"Masa sih? Kalau begitu pasti Putri ngomong terus terang."

"Ya sudah, jangan memikirkan Dinda dulu, kita bicara tentang rencana perhelatan yang akan diadakan di Solo itu saja, ayuk sambil makan. Sudah lapar nih aku."

"Ayo, kan sudah disiapkan dari tadi."

***

"Mas Adhit kok jauh-jauh datang ke kost cuma mau ngajakin Dinda makan sih?" tanya Dinda ketika sudah duduk semeja disebuah rumah makan.

"Habis, mas Adhit kangen sama Dinda."

Dinda tertawa, deretan giginya yang tertata rapi, tapi ada gingsul disebelah kiri, menambah manis tawa itu. Tak tahan Adht mencubit pipi Dinda.

"Memang sih, Dinda itu ngangenin.. " katanya riang.

"Kamu makannya lahap bener, kelaparan ya?"

"Iya, tadi ke kampus pagi2 belum sarapan, lalu pulang agak siang, terus mas Adhit ngajakin makan. Sudah lapar berat nih mas.."

"Mau nambah?"

"Nggak, ini porsinya lumayan besar, sudah kenyang sekarang."

"Kalau mau nambah boleh kok, nggak usah malu-malu."

"Enggak, kalau sama mas Adhit aku nggak usah malu. Ini bener udah kenyang, tapi kalau ada es krim Dinda masih mau... " kata Dinda sambil memeletkan lidahnya.

"Ya udah pesan aja, jangan kelamaan, keburu ngiler..," goda Adhit.

"Iih... masa aku ngiler... pesenin dong, aku mau es krim coklat stowberi campur vanili..."

"Banyak bener campurannya.."

"Nggak apa-apa, enak semua kok.'

"Okey, apa sih yang enggak buat kamu..."

Ketika Adhit melambaikan tangan kearah pelayan, tiba-tiba Dinda melihat sepasang laki-laki dan perempuan masuk kedalam. Dinda hampir berteriak memanggil, tapi Adhit segera memberi isyarat agar diam. Adhit memesankan pesanan Dinda, kemudian duduknya lebih dimiringkan kearah berlawanan dengan pintu masuk.

"Bukankah itu mbak Mirna?" bisik Dinda tak mengerti.

"Sst... diamlah, dan jangan menyapanya," kata Adhit serius.

"Kenapa? Mas cemburu?"

"Hush, apa-apaan sih kamu itu? Kenapa harus cemburu, orang bukan siapa-siapa aku."

"Lalu..."

Adhit meletakkan jari telunjuknya sebagai isyarat agar Dinda diam.

"Itu pacarnya?"

"Nggak tau, diam dan pura-pura tidak tau saja."

Yang masuk barusan memang Mirna dan Aji. Adhit enggan menyapa, dan beruntung mereka duduk agak kedalam disebuah sudut yang tak akan bisa melihat kearah Adhit dan Dinda.

Ketika pesanan es krim itu tiba, Adhit yang ikut memesan segera sibuk menikmati pesanannya, demikian juga Dinda. Adhit kembali merasa pernah bertemu laki-laki yang sedang bersama Mirna, sambil minum ia meng ingat-ingat. Tapi kesan yang dirasakannya adalah kesan yang kurang nyaman. Adhit merasa pernah bertemu dalam suasana yang tidak enak. Haaa... sekarang Adhit ingat.. 

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


7 comments:

  1. Semakin penisirin maunya sehari tdk cm satu ky yg lainyya langsung banyak epuside nya bgus banget tpi nunggu besuk pagi lgi

    ReplyDelete
  2. Aduuh.....semakin penasaran juga aku membacanya, tapi ya...... tsk masalah aku hrs menungguinya smpai jilid berikutnya.

    ReplyDelete
  3. sy sll mengikuti cerbung ini..cerbung kelanjutannya tampilnya jgn terlalu malam ya mbak..soalnya penasaran kelanjutannya

    ReplyDelete
  4. Biasanya saya ngga tertarik baca cerbung .tapi khusus cerbung ini saya ikut penasaran.
    Temanya komplit roman, kriminal konflik keluarga ada bumbu budayanya....ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  5. Aq penggemar cerbung, biasax hampir bisa d tebak, tapi yg ini waw... Jadi ikut mrinding, tegang juga senyum. Komplit dah.thanks ya...

    ReplyDelete
  6. Aq penggemar cerbung, biasax hampir bisa d tebak, tapi yg ini waw... Jadi ikut mrinding, tegang juga senyum. Komplit dah.thanks ya...

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...