Thursday, October 3, 2019

DALAM BENING MATAMU 13

DALAM BENING MATAMU  13

(Tien Kumalasari)

Ayud terkejut. 

"Baiklah bu, nanti Ayud telepone lagi ya, sungkem buat bapak." Kata Ayud kemudian menutup ponselnya.

"Apa kamu bilang Din? Mas Adhit ada di Medan?"

"Iya, barusan Dinda menelpon ibu, Dinda mau ke tempat simbah, ibu mau mesen apa, malah ibu bilang bahwa mas Adhit ada disana."

"Ngapain dia ke Medan?"

"Nggak tau, kata ibu mampir, gitu."

"Kamu nggak ngomong sama mas Adhit?"

"Nggak, kata ibu lagi ngomong-ngomong sama bapak,"

"Ya ampun, ada apa ini? Mengapa tiba-tiba mas Adhit bisa sampai Medan?" keluh Ayud.

"O, Dinda tau, mau ngelamar Dinda 'kali?" kata Dinda sambil memeletkan lidahnya.

"Kamu itu, pengin buru-buru kawin ya?"

"Eh, nggak.. aku kan cuma bercanda. Oh ya mbak., nanti aku tidur dirumah simbah ya?"

"Lho, kok tidur disana sih, aku sendirian dong."

"Ini ulang tahun simbah, Dinda mau buat kejutan, makanya Dinda tadi  menelpon ibu, enaknya simbah mau dibelikan apa.. gitu."

"Oo, ulang tahun simbah ya, ya udah, aku mau nitip deh."

"Nitip apa?"

"Ini, tolong belikan apa saja yang simbah suka, nih.. uangnya," kata Ayud sambil mengulurkan sejumlah uang.

"Banyak bener, dibeliin apa nih?"

"Terserah kamu deh, pokoknya yang kira-kira simbah senang."

"Hm.. jadi mikir deh, tadi... ibu pesen supaya Dinda beli baju warga ijo lumut, terus...Dinda mau belikan mukena saja buat simbah, mbak Ayud apa?"

"Terserah kamu saja, pokoknya yang bagus."

"Bagaimana kalau... panci presto mbak.. pancinya simbah sudah butut tuh.. tapi ini uangnya cukup nggak ya?"

"Ya udah, nih.. aku tambahin, kalau masih kurang juga kamu pinjemin ya, punya uang nggak?"

"Punya dong..beres pokoknya.."

"Lha kamu mau belanja macam-macam gitu sendirian?"

"Ya enggak lah, mas Raka mau kesini nyamperin Dinda. barusan Dinda telephone dia. udah nyampe didepan tuh dia."

"O, diam-diam janjian sama Raka ya."

"Iya, emangnya nggak boleh?"

 "O... gitu ya, hm.. bagus kalau begitu, so'alnya ini lagi ada urusan,jadi aku nggak bisa ikut, sebentar lagi aku mau ngomong sama mas Adhit."

Ketukan pintu terdengar, dan Raka masuk sambil tersenyum. Iih.... Ayud agak berdebar nih, mengapa sih senyum Raka kali ini terasa lain. Kalau benar kata mas Adhit bahwa.... aduh.. Ayud tak berani melanjutkan lamunannya karena Raka sudah ada dihadapannya.

"Selamat siang, ibu direktur.." sapa Raka .

"Iya nih, direktur sementara, habis direkturnya yang asli kabur.."

"Lhoh, kabur kemana?"

"Tau tuh, katanya ke Medan, kata Dinda mau ngelamar Dinda .."

Raka tertawa, lalu tangannya mengacak acak rambut Dinda.

"Iiih, mas Raka gimana sih, rambut Dinda jadi acak-acakan nih," kata Dinda sambil mengelus elus rambutnya.

"Ya sudah, kalian mau belanja kan? Nanti kesorean.."

"Ngusir nih?" kata Raka sambil cemberut.

"Bukan, katanya mau belanja tuh, tuan puteri sudah bawa uang banyak."

"Uang banyak apa, paling nanti minta ke aku.."

Dinda tertawa sambil mencubit lengan kakaknya.

"Kok buka rahasia sih.." sungutnya.

"Iya.. tanpa Raka bilang juga aku sudah tau kok, dari mana kamu dapat duit kalau tidak minta sama kakak."

Dinda pun tertawa keras.

"Ssst... kebiasaan deh."

"Ayo mas, kita pergi..."

"Pamit dulu ya Yud, kangen sebetulnya sama kamu, lama nggak ketemu." Kata Raka sebelum membalikkan badannya.

"Eeeh, baru seminggu sudah bilang lama.." sambut Ayud sambil tersenyum manis.

Ketika kedua tamu itu pergi, Mirna jadi berfikir, Jadi Dinda itu adiknya Raka? Masih saudaraku dong. Tapi gimana caranya menyapa, nanti ketahuan aku ini siapa.. anaknya siapa..  pikir Mirna. Tapi diam-diam Mirna mencari jalan agar bisa mengorek masa lalu ibunya yang katanya menyakitkan. Barangkali dari Raka atau Dinda. Tapi Mirna merasa bahwa hal itu tidak akan dikatakannya dulu pada ibunya.

***

"Mas tau nggak, Adhit sa'at ini ada di Medan," kata Putri dengan cemas begitu Galang sampai dirumah.

"Medan? Kerumah Raharjo?"

"Iya, kerumah siapa lagi, orang yang dia kenal disana juga cuma Raharjo."

"Ngapain dia kesana?"

"Aku khawatir mas, jangan-jangan Adhit membicarakan tentang perasaannya pada mereka."

"Mungkin juga, aduh.. mereka tak akan menolak karena nggak tau siapa sebenarnya Adhitama. Aku akan menelpon dia."

"Iya mas, lebih baik begitu."

Tapi rupanya Adhitama mematikan ponselnya. Mungkin khawatir akan banyak pertanyaan dari Ayud dan juga ayah ibunya. Bahkan Adhit juga tidak tau betapa Ayud menelponnya ber kali-kali.

"Ponselnya mati .." keluh Galang

Telepon Raharjo saja, atau Retno," kata Putri masih dengan wajah cemas.

Dan kali itu panggilannya terjawab.

"Hallo mas, pasti mau ngomong sama Adhit kan?"

"Iya Jo, mana dia, nggak ngomong-ngomong tau=tau sampai dirumah kamu."

"Sekarang dia tidur, tuh, kamarnya dikunci."

"Dia bilang apa sama kamu Jo?"

"Nggak bilang apa-apa mas, dia hanya mencari peluang barangkali bisa membuka cabang di Medan."

"O, gitu? Repot amat.. kok aku nggak setuju ya, nanti dia terbebani dengan bisnisnya, jadi nggak cepat-cepat cari isteri dia."

"Apa dia ngomong soal seseorang yang dia suka?"

"O, mas Galang rupanya juga pengin cepet-cepet dapat menantu nih?"

"Dia ngomong ?"

"Nggak, ngomong so'al pacar? Menurut aku dia itu belum tertarik sama perempuan. Nanti akan aku ingatkan kalau dia bangun. Soalnya besok pagi-pagi katanya mau ke Jakarta."

"Oh, ya sudah, kirain curhat sama kamu tentang seseorang yang diaa suka."

Raharjo tertawa.

"Ya pasti nanti curhatnya sama bapak ibunya dong, masa sama aku."

"Baiklah kalau begitu, nanti begitu bangun suruh dia menelpon aku ya Jo."

"Oke mas, jangan khawatir nanti akan aku ingatkan."

Galang bernafas lega.

"Gimana mas?"

"Dia nggak ngomong tentang Dinda sama Raharjo. Katanya melihat barangkali ada peluang kalau dia mau buka cabang di sana."

"Di Medan? Jangan diijinkan mas, itu pasti akal-akalan dia supaya dekat dengan keluarganya Dinda."

"Besok dia mau kemari, kebetulan hari Sabtu, aku kan ada dirumah dari pagi.

***

"Jengkel aku, dari tadi menghubungi mas Adhit nggak bisa. Ponselnya dimatikan," keluh Ayud.

"Kalau begitu mungkin pertemuan dengan klien itu bisa kita tunda sampai Senin saja bu," Mirna mencoba memberi saran.

"Ya, itu satu-satunya jalan. Kamu hubungi saja mereka supaya har Senen mengontak kita lagi, karena belum tentu juga mas Adhit sudah pulang. 

"Baik bu."

Ayud tiba-tiba merasa bahwa Mirna tidak seburuk yang dia kira. Memang diluar dia sering bercanda dengan pegawai cowok. Cowok mana sih yang nggak suka nggangguin gadis cantik? Cuma nggak sukanya Ayud, Mirna selalu meladeni candaan mereka yang kadang terdengar sangat norak. Ah, persetan dengan semua itu, yang penting dia bisa bekerja dengan baik.Dan satu yang dia ingin, jangan sampai kakaknya jatuh cinta pada Mirna.

"Sudah saya hubungi bu, mereka akan mengontak kemari hari Senin."

"Bagus. Aku akan mencoba menghubungi mas Adhit lagi."

Tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Galang.

"Hallo bapak, kangen ya sama Ayud?"

"Ya kangen lah, nggak ada yang cerewet dan bikin heboh rumah bapak."

Ayud tertawa senang.

"Ternyata kakakmu ada di Medan?"

"Iya tuh, ada masalah, dia janjian sama orang malah kabur. Lupa apa gimana. Dan Ayud menghubungi seharian nggak berhasil. Ponselnya dimatiin."

"Sebenarnya ada urusan apa dia ke Medan?"

"Nggak tau pak, tadinya pamit ke Jakarta, tau-tau bisa sampai Medan.Tadi Dinda bercanda, katanya mas Adhit mau ngelamar dia," kata Ayud sambil tertawa.

"Hush !!Nggak boleh itu."

"Apanya yang nggak boleh?"

"Apa kamu melihat bawa Dinda dan kakak kamu saling suka?"

"Ooh, bapak ada-ada saja, Dinda kan masih kecil pak, mereka hanya bercanda saja kok."

"Kamu yakin?"

"Ya yakin lah pak."

"Satu lagi, apakah kakakmu pernah  bilang bahwa mau membuka cabang di Medan?"

"Ah, enggak pak, memangnya mas Adhit bilang begitu?"

"Nggak, belum ngomong apa-apa sama bapak, tapi kata om Raharjo besok dia mau ke Jakarta dulu."

"Oh, syukurlah, nitip mesan sama bapak, bahwa hari Minggu sudah harus pulang, karena hari Senin ada yang nungguin."

"Siapa ?"

"Rekanan baru pak, pusing aku mikir mas Adhit tuh."

"Ya sudah, besok bapak bicara sama dia."

"Ibu mana?"

"Nanti saja biar ibumu telephone, kalau kamu sudah dirumah, sekarang pasti mengganggu pekerjaan kamu."

"Baiklah bapak. "

Ayud benar-benar tak mengerti, ada apa dengan Adhitama.

***

"Apa yang sebenarnya kamu lakukan disana Adhit? Kamu mau buka cabang bisnis kamu disana? Itu bohong kan?" kata Galang ketika Adhit sudah sampai dihadapannya.

Adhit hanya menunduk. Putri duduk disampingnya dan mengelus elus pundaknya dengan kasih sayang. Kangen juga rupanya karena sudah lama tak berjumpa.

"Bapak, selama ini Adhit belum pernah merasakan bagaimana jatuh cinta kepada seorangpun gadis. Menurut Adhit, semua itu hanya teman, sahabat, tak lebih. Tapi ketika melihat Dinda, tiba-tiba ada perasaan lain."

"Kamu kan sudah kenal Dinda sejak dia masih kanak-kanak?"

"Benar pak, tapi waktu datang beberapa bulan ini, Adit merasakan hal yang lain."

"Lain bagaimana?"

"Pokoknya lain, Adhit suka sama dia, entah apakah itu cinta, Adhit sungguh bodoh dalam hal ini."

"Apa kalian sudah saling menyatakan cinta?"

"Belum... Adhit hanya bingung dengan perasaan aneh itu."

"Dengar Adhit, bapak sama ibu melarang kamu berhubungan dengan Dinda."

"Memangnya kenapa pak? Dinda itu cantik, bapak ibunya sahabat keluarga kita.. apa kurangnya dia. Dan Adhit juga bukan mau mengambilnya isteri sekarang ini, kan dia masih ingin kuliah."

"Nanti kamu keburu tua."

"Adhit, dengar kata bapak, jangan tenggelam dalam perasaan itu. Kamu harus cepaat menikah, tapi dengan gadis sebaya kamu." kata Putri menimpali.

"Ma'af bu, Adhit hanya mau menikah dengan Dinda."

***

besok lagi ya

No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 28

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  28 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap tajam suaminya. Tak percaya apa yang baru saja didengarnya. “Kang...