Saturday, September 28, 2019

DALAM BENING MATAMU 09

DALAM BENING MATAMU  09

(Tien Kumalasari)

Mirna masih membayangkan tante Retno yang belum pernah dikenalnya, tapi yang anaknya pernah bertamu dikantor bos nya. Ganteng juga anaknya tante Retno, pikir Mirna. Berarti dia masih saudaraan dengan aku. Apakah aku harus memperkenalkan diriku seandainya nanti bertemu? Atau ia harus mendiamkannya saja toh tidak pernah saling kenal.. ?Tapi Mirna merahasiakan pertemuan itu, juga merahasiakan tentang tante Retno yang ternyata sahabat keluarga Adhitama  terhadap ibunya. Mirna tidak tahu harus berbuat apa tapi siapa tahu akan berguna pada suatu sa'at nanti.

***

Ketika turun dari pesawat, Dinda tak usah bingung karena Ayud sudah menjemputnya. Kedua gadis itu ber rangkulan erat sekali. 

"Dinda, kamu bertambah besar dan semakiin cantik...." seru Ayud sambil memegangi kepala Dinda.

"mBak Ayud juga semakiin cantik..."

"Oh ya... senang mendapat pujian dari gadis Medan."

"Sebentar, aku harus menelpon ibu dulu bahwa aku sudah sampai dan sudah dijemput oleh mbak Ayud."

"Okey, mana kopormu biar aku yang menariknya."

"Hallo ibu.."

"Dinda, sudah sampai Solo?" suara Retno dari seberang.

"Sudah ibu, ini sudah sama mbak Ayud."

"Bagus, sampaikan salam ibu dan bapak pada Adhit dan Ayud, juga sungkem untuk simbahmu dan bu Broto ya?"

"Ya pastinya bu, tapi Dinda ini langsung kerumah bu Broto ya, kerumah simbah besok pagi saja, kan ini sudah sore."

"Baiklah, beritahu kakakmu Raka kalau kamu sudah sampai ya."

 "Iya beres bu, mas Raka masih mengajar sampai jam 4 ini, pasti nanti nyamperin Dinda deh."

"Iya, tapi ada baiknya kamu juga mengabari dia."

"Ya ibu, siap."

"Hati-hati ya nduk.."

"Ya ibu... nanti Dinda telephone lagi. Apa ibu mau bicara sama mbak Ayud?"

"Boleh, mana anakku cantik yang satunya?"

"mBak, ini ibu mau bicara,"

Ayud menyerahkan ponselnya kepada Ayud.

"Hallo tante..apa kabar?"

"Ayud, kami baik-baik saja, terimakasih sudah repot menjemput Dinda."

"Nggak apa-apa tante, Dinda kan adiknya Ayud."

"Mana Adhit ?"

"Mas Adhit nggak bisa jemput tante, tadi ada meeting sampai sore."

"Oh ya, nitip salam ya. Tante nitip adikmu ya Yud, kalau dia nakal jewer saja."

Ayud tertawa.

"Iya tante, pasti nanti Ayud jewer kalau dia nakal."

"Baiklah nak, hati-hati ya..."

"Sungkem buat tante dan om Raharjo ya.."

"Oke, nanti disampaikan. Sungkem juga buat eyang kamu ya."

"Ya tante."

"Ya sudah, nanti tante telepone lagi."

***

Ketika memasuki rumah, dilihatnya Adhit dan Raka sudah ada disana. Suasana jadi ramai karena ternyata Dinda juga ceriwis seperti Ayud.

"Mas Adhit, lama nggak ketemu, sekarang tambah ganteng lho."

"Oh ya, kamu juga tambah cantik lho Din. Cantik banget," puji Adhit yang tak pernah melepaskan pandangannya pada Dinda. Entah mengapa gadis kecil itu sangat menarik menurutnya.

"Hei, mas.. jangan lama-lama memandangi Dinda, nanti mas bisa jatuh cinta lho," seloroh Ayud sambil menarik Dinda menuju kamar.

"Iih, mbak Ayud, aku kan masih kecil..." sahut Dinda yang masih saja menoleh kearah Adhit.

"Hei.. kamu juga.. katanya masih kecil, kok sudah tau orang ganteng juga.." tegur Ayud.

 Lalu Dinda tertawa senang.

Mereka memasuki sebuah kamar yang sudah ditata rapi. Ada dua tempat tidur disana, Dan Ayud meletakkan koper Dinda didepan sebuah almari.

Nanti kamu tidur disana, aku disini. Itu almari kamu, pakaian kamu boleh kamu tata nanti kalau sudah istirahat,

Dinda merebahkan dirinya diranjang yang ditunjuk Ayud.

"Hm, harumnya, aku jadi ngantuk..," kata Dinda sambil memeluk sebuah guling dan memejamkan matanya.

"Heii.. kamu nggak ingin mandi dulu? "

"Sebentar, aku pengin merem.. lima menit saja.."

"Okey, merem saja dulu, aku siapkan handuk yang bersih buat kamu," kata Ayud sambil membuka almari kecil tempat menyimpan hnduk bersih.

"mBak...."

"Ada apa? Katanya pengin merem..."

"Merem tapi kan nggak tidur."

"Iya, ada apa?"

"Mas Adhit itu apa sudah punya pacar?"

"Lhah... matanya merem tapi pikirannya kearah orang ganteng ya kamu?" sahut Ayud sambil melemparkan handuk kearah Dinda.

"Bukan, cuma nanya aja, apa nggak boleh?"

"Serius nanya nya?"

"Ya serius lah..."

"Mas Adhit itu nggak pernah tertarik sama cewek. Disekelilingnya cewek cantik-cantik.. nggak ada yang bisa buat dia jatuh cinta. Sudah sejak jaman kuliah dulu lho."

"Masa..?"

"Ya udah kalau nggak percaya nanya aja sendiri nanti."

"Nanti aku akan tanya..."

"Sudah mandi aja dulu, aku suruh yu Supi buat minuman buat kamu."

***

"mBah, Dinda sudah sampai Solo ," kata Raka pada bu Marsih begitu memasuki rumah embahnya.

"Oh ya, lha mana.. kok nggak kamu ajak kemari?"

"Dia ada dirumah bu Broto, eyangnya mas Adhit.Besok dia pasti kemari. Sesungguhnya mbah, Dinda disuruh tinggal disana menemani Ayud."

 "Lho... dia itu keluarga kaya raya lho, priyayi terpandang," kata bu Marsih sedikit kecewa. Ia ingat keluarga Broto dulu menolak Teguh gara-gara perbedaan status derajat dan kekayaan. Ia tak mengira anak-anaknya bisa bersahabat. Ia juga sudah mendengar dari Teguh bahwa Putri sudah menjadi isteri sahabat Teguh. Dan Adhit serta Ayud adalah anak-anaknya Putri. Tapi sesungguhnya masih ada was-was dihati bu Marsih, kalau-kalau cucunya akan mendapat hinaan serupa apabila berdekatan dengan mereka.

"Benar mbah, keluarga priyayi terpandang, dan kaya raya. Tapi mereka sangat baik bu, Raka sudah sering main kesana."

Bu Marsih jadi ingat, dulu yang kelihatan nyinyir itu pak Broto, tapi ia juga mendengar kalau pak Broto sudah meninggal.

"Jadi bu Broto itu sangat baik ?"

"Sangat baik mbah, ber kali-kali Raka disuruh tinggal disana, tapi kan Raka lebih suka menemani simbah disini."

"Lha iya, kamu itu kan penggantinya bapakmu yang sekarang jauh. Dulu simbah mau diajak kesana, tapi simbah nggak mau, lebih enak dirumah sendiri, biar jelek juga."

"Ini bagus mbah, Raka senang tinggal disini."

"Syukurlah le. Ya sudah sekarang mandi sama, wong sudah malam begini baru pulang. Simbah siapkan makan malam ya."

*** 

Siang itu Adhitama tampak sedang menunggu. Sudah sejak tadi Ayud bilang akan menjempiut Dinda untuk diajaknya makan siang bersama. 

Mirna menngkap kegelisahan bis nya, yang sejak tadi selalu memandangi pintu masuk kantornya. Pasti ada yang ditunggu, tapi dia tak mengatakan apapun pada Mirna.

 Mirna selesai mengumpulkan berkas lalu dimasukkannya kedalam map, kemudian ia berdiri kearah meja Adhitama.

"Mohon dikoreksi dan ditandatangani pak." kata Mirna.

"Ya, letakkan dulu disitu, aku mau keluar makan siang."

"Baik."

Dan Mirna kembali ke tempat duduknya sambil membatin. Ternyata akan makan siang yang tampaknya bersama seseorang. Hm, siapakah seseorang itu? Perempuankah? Atau Raka yang katanya anaknya tante Retno? Tapi tampaknya seseorang yang sangat istimewa.

Mirna melirik kearah Adhit, yang masih saja memandangi kearah pintu masuk. Sampai-sampai surat yang sudah diselesaikannya tak segera diperiksa, apalagi ditanda tangani.

Mirna jadi penasaran, siapa gerangan yang ditunggu Adhitama sampai tampak gelisah seperti itu. Kemudian Mirna pura-pura menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya.

 Ketika tiba-tiba pintu diketuk dari luar, lalu terbukalah pintu itu, seorang gadis cantik muncul bersama Ayud.

Mirna menatapnya kagum. Gadis yang sangat cantik. Jadi dia yang membuat pak Adhit gelisah menunggu sejak tadi? Hm, diam-diam ada rasa nyeri dihati Mirna, apakah aku cemburu? 

Dan begitu Dinda masuk, Adhit langsung berdiri dengan wajah berseri, kemudian berpamit pada Mirna.

"Kami mau keluar dulu Mirna, kalau ada sesuatu bisa dibicarakan lagi nanti setelah aku kembali."

"Baik pak," jawab Mirna sambil menatap Adhitama yang kemudian dengan mesra merangkul pinggang gadis itu, sedang Ayud mengikuti dari belakang, tanpa menoleh sedikitpun kepada Mirna.

Mirna menatap kearah pintu sampai pintu itu tertutup kembali dan meninggalkan luka yang tampaknya ber darah-darah. Ada apa aku ini? Apakah aku jatuh cinta pada pak Adhit? Tidaaak, jangan sampai aku jatuh cinta. Tapi bukankah cinta datang tanpa permisi?

Diam-diam Mirna merogoh kedalam tasnya, dan mengambil botol berisi serbuk putih yang sejak beberapa hari lalu kembali berada disana. Mirna mengamati botol kecil itu, dan menyesal karena lupa bertanya pada ibunya, apa sebenarnya isi botol itu.

  ***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...