Monday, July 29, 2019

SEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA 09

SEEKEPING CINTA MENUNGGU PURNAMA  09

(Tien Kumalasari)

Siang itu di kantor pak Broto ada tamu. Seorang laki2 setengah baya, berambut putih, bertubuh sedikit pendek, berwajah kepucatan. Ia duduk dikursi dihadapan pak Broto, memandangi tulisan diatas meja. R.Subroto-Direktur. Ia adalah pak Sapto. Pak Sapto masih terhitung saudara dekat pak Broto, tapi jarang bertemu. Tapi ia sudah tau kalau kakak misannya ini seorang direktur dari sebuah perusahaan besar.

"Syukurlah kamu bisa datang Sapto, aku dengar kamu habis sakit?" Sapa pak Broto begitu pak Sapto duduk.

"Ya mas, baru pulang dari rumah sakit, serangan jantung mas.."

"Pantesan wajahmu pucat begitu."

"Ya mas, ini tadi datang kemari karena mas Broto menelpon aku, katamu penting, ada apa mas?"

"Anakmu Galang, masih kuliah?"

"Sudah lulus mas, sarjana Ekonomi, tapi ya itu, belum dapat pekerjaan. Masih nganggur."

"Lha apa lupa kalau pakdenya punya perusahaan disini, kok ya nggak mau kabar2..."

"Takut mas, namanya orang nggak punya, rikuh bikin repot."

"Lha aku ini siapa, kan ya masih kerabat sendiri, masa kalau saudara butuh pertolongan terus aku nggak mau bantu.."

"Iya sih mas,"

"Suruh anakmu datang kemari. nanti aku bicara sama dia." 

"Baik mas, terimakasih sebelumnya kalau mas Broto mau kasih dia pekerjaan."

"Itu masalah gampang, tapi apa Galang sudah punya isteri?"

"Belum mas, mau dikasih makan apa isterinya, wong bekerja saja belum."

"Pacar, barangkali....?" tanya pak Broto penuh selidik.

"Belum punya mas, kalau punya pasti aku tau."

"Jadi menantuku mau nggak?"

Pak Sapto terkejut, dipandanginya kakak misannya seakan tak percaya apa yang didengarnya.

"Kok malah kayak orang bingung gitu."

"Mas Broto mau mengambil menantu anakku? Serius?"

"Ya serius lah..  mana ada orang tua ngomong nggak serius. Boleh nggak? Kamu mau nggak besanan sama aku?"

"Walah mas, ini kan anugerah bagi keluagaku. Kalau mas serius, aku pasti bersedia. Nanti aku bicara sama Galang."

"Suruh Galang datang kemari, atau langsung kerumah saja, biar ketemu Putri, dan ibunya Putri."

"Baik mas, nanti aku sampaikan."

***

Dikamar, Pitri merengek kepada ibunya agar bisa menghubungi Teguh, tapi bu Broto menolaknya, karena suaminya tak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Tolonglah bu, kan Teguh juga harus tau tentang keadaan Putri ini."

"Tidak nduk, ayahmu tidak mau bermenantukan Teguh, ibu mana berani membantahnya?"

"Lalu apa maksudnya ayah melarangnya bu, ini anaknya Teguh."

"Ya, ibu tau, tapi ayahmu memilih tidak menghubungi Teguh."

"Lalu bagaimana bu? Apa bayi tak berdosa ini harus digugurkan?"

"Bukan begitu nduk, nanti saja tunggu bapakmu kalau sudah datang."

"Bu.. memang Putri bersalah, Putri minta ma'af..  tapi Putri mohon, biarlah Putri menghubungi Teguh, agar dia tau. Dia pasti akan bertanggung jawab,"

"Tidak !!" tiba2 saja pak Broto sudah berada dikamar Putri. 

"Bapak...Putri minta ma'af.."

"Ya, kamu sudah mengucapkannya berulang kali. Bapak ma'afkan kamu, tapi kamu harus menurut apa kata bapak."

"Tapi bapak.. ini.."

"Diam dan jangan membantah. Bapak juga sudah mengeluarkanmu dari sekolah." 

Kata2 pak Broto ini lebih mengejutkan Putri. Bagaimana mungkin ia harus keluar dari sekolah?

"Bapak, mengapa...?"

"Apa kamu tidak malu kalau teman2mu, guru2mu tau bahwa kamu sedang mengandung diluar nikah? Coba jawab bapak," kata pak Broto sambil memandang anaknya dengan sorot mata tajam. Putri menunduk, air matanya kembali bergulir membasah disepanjang pipinya.

"Dan kamu tidak perlu menangis, ini salah kamu sendiri. Bapak sedang mencari jalan agar keluarga ini luput dari aib yang kamu ciptakan. Malu bapak, Raden Sobroto mempunyai anak gadis yang mengandung diluar nikah."

"Tapi bapak, Teguh akan bertanggung jawab," pinta Putri memelas.

"Tidak. Mau jadi apa kamu kalau menjadi isteri Teguh? Kuliah belum selesai, keluarganya juga orang biasa saja. Pikir masa depan kamu," kata pak Teguh sambil menunjuk kearah wajah Putri.

Tangis Putri semakin menjadi. Ia memeluk ibunya sambil menangis sesenggukan. Bu Broto mengelus kepala Putri untuk menenangkannya.

"Sudah nduk, menurut saja apa kata bapak, ini demi kebaikanmu." 

"Bu, suruh simbok menyiapkan hidangan. Besok sore Sapto dan Galang anaknya akan datang kemari," perintah pak Broto tanpa perduli pada tangis Putri yang semakin menjadi jadi.

"Sapto dan Galang?" tanya bu Broto heran.

"Ya, nanti kita akan bicara hal penting, tadi sudah ketemu Sapto dikantor."

"Apa Galang akan bapak jadikan menantu kita?"

"Ya, kemungkinannya begitu, kalau Galang mau."

Pak Broto meninggalkan kamar Putri. Putri melepaskan ibunya, melayangkan pandangannya kearah punggung ayahnya sampai menghilang dibalik pintu.

"Ibu... Putri nggak mau bu.. Putri nggak mau..." tangis Putri kembali terdengar memilukan.

"Putri, bapak akan memilihkan yang terbaik buat kamu. Sudah diam, tak ada yang bisa kita lakukan. Sudah Putri, jangan menangis lagi," kata bu Broto yang sesungguhnya juga merasa iba mendengar tangis anaknya.

***

"Mas, jadi kamu akan meninggalkan aku? Kamu tega mas?" 

Suara rengek wanita cantik sambil menggoyang goyangkan tubuh laki2 tampan yang duduk disampingnya.

"Widi, aku sudah mengatakan bahwa kita ini adalah sababat dekat, tidak ada ikatan apa2. Jadi jangan menghalangi langkahku, aku butuh pekerjaan," kata sang laki2 tampan sambil melepaskan tangan si cantik yang mencengkeram lengannya.

"Tapi aku cinta sama kamu mas, aku sangat mencintai kamu," rengek si cantik sambil berlinangan air mata.

"Widi, aku sudah bilang sejak dulu bahwa kita hanya sahabatan, tak ada cinta dhati aku Widi, jangan salah terima terhadap sikapku. Kamu aku anggap sebagai adik, karena aku tidak memiliki seorang adikpun."

"Tapi aku cinta sama kamu mas Galang," Widi, gadis cantik itu merengek sambil menghentak hentakkan kakinya.

Ditaman kampus itu, Galang si tampan, sengaja menemui Widi sahabatnya untuk memberitahukan bahwa dirinya akan dinikahkan dengan seorang gadis kerabatnya. Dan dia akan bekerja pada perusahaan ayahnya. Tapi Widi berusaha menghalanginya karena perasaan cintanya pada Galang.

"Widi, jangan begitu," hibur Galang.

"Kamu bohong mas, kamu juga mencintai aku, sikapmu sama aku tak bisa menutupi perasaanmu, kamu cinta sama aku mas, jadi jangan pergi menikahi gadis itu."

"Kamu harus tau, aku tidak pernah mengatakan bahwa aku cinta kamu. Aku sayang kamu sebagai sahabat, sebagai adik, tidak lebih. Itu pula sebabnya aku memberitahu tentang kepergianku ke Solo, sore nanti."

"Kamu kejam mas."

"Ma'afkan aku Widi. Pesanku, belajarlah yang rajin dan selesaikan kuliahmu."

"Mas, kamu mau menikah bukan karena cinta.. suatu hari nanti aku akan merebutmu dari dia!" teriak Widi ketika melihat Galang melangkah keluar dari taman di kampus itu. 

***

"Jeng, bapak minta supaya jeng Putri keluar," tiba2 kata simbok sambil tergopoh gopoh memasuki kamar Putri.

"Ada apa mbok?" 

"Ituuu, ada tamu.. sepertinya itu calon suaminya jeng Putri..," kata simbok dengan wajah berseri.

"Nggak mau, aku emoh mbok..," Putri melompat ketempat tidur dan berbaring membelakangi simbok.

"Jeng, waduh.. menyesal kalau jeng Putri nggak mau, waduuh.. dia itu ganteng sekali lho jeng. Tubuhnya tinggi besar, matanya tajam, senyumnya sungguh membuat simbok hampir pingsan."

Putri sebenarnya ingin mentertawai simbok tapi kesedihan hatinya menutupi guyonan simbok yang biasanya bisa membuatnya terhibur, tapi tidak untuk kali ini. 

"Jeng, cepet, kok malah tiduran, nanti kalau bapak marah malah jadi nggak karu2an."

"Bilang kalau aku tidur."

"Ya ndak mungkin, sore2 begini tidur, cepet ta jeng, keluar sebentaaar saja, percayalaaah.. jeng Putri nggak akan menyesal... itu baguse uleng2an lho jeng," kata simbok sambil menepuk kaki Putri.

"Aku nggak mau mbok, tolong aku... aku mau minggat saja dari sini."

***

besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...