Sunday, July 7, 2019

SA'AT HATI BICARA 45

SA'AT HATI BICARA  45

(Tien Kumalasari)


Panji tertegun. Ia merasa tak kenal nama itu. Siapa dia?

"Siapa ya?"

"Ada hal penting yang harus anda ketahui, ada seorang gadis dan seorang anak kecil yang butuh pertolongan anda segera."

"Oh ya... ya.. saya tau, dimana mereka? Dimana?"

"Saya akan SMS kan alamatnya, " lalu telephone itu ditutup.

"Dia tau keberadaan Sasa dan Dita."

"Dimana??" Tanya Agus bersemangat.

"Sebentar, dia mau sms kan alamat."

" Segera hubungi polisi sekarang.Kita tidak bisa sendirian."

***

"Terimakasih pak, " kata Dita yang kemudian setengah berlari kembali kerumah terpencil itu, lalu menguncinya cepat2. Kemudiaan setelah menyimpang kembali kunci serep dibawah jok sofa, ia masuk kekamar, tidur disamping Sasa yang sudah ditidurknnya.

"Amaaan... amaaan..." bisik Dita dalm hati. Ternyata Santi belum kembali. Syukurlah, entah kemana dia mencari bohlam lampu, padahal hari sudah malam. Tapi Dita merasa lega karena pak Badrun yang dimintai tolong telah menghubungi Panji. Ia berharap tak lama lagi pasti polisi akan datang bersama Panji atau Agus untuk menjemputnya dan Sasa.

Tiba2 didengarnya suara mobil berhenti didepan rumah. Dita berdebar, begitu cepatkah mereka datang? Dita bangkit lalu keluar dari kamar. Terkejut ketika tiba2 Santi sudah ada didalam rumah. Santi membawa mobil siapa? Kan mobilnya ada dibelakang rumah?

"Sasa masih tidur ?" tanya Santi yang kemudian begitu saja masuk kedalam kamar.

"Masih tidur, jangan diganggu dulu, nanti rewel," kata Dita yang measa was2. Jangan2 Santi akan membawanya pergi malam hari ini juga. Aduuh.. mengapa mas Panji lama bener?

"Aku akan pergi malam ini, " kata Santi yang membuat Dita tiba2 merasa kalut. Aduuh.. bagaimana ini ... bagaimana cara mencegahnya?

"Dokter, jangan dulu, kasihan, dia tidur nyenyak, nanti kalau rewel gimana?"

"Nggak apa2, aku kan ibunya.. pasti aku bisa menenangkannya," kata Santi yakin.

"Kenapa nggak besok pagi saja?" tanya Dita cemas.

"Mengapa kamu seperti menghalangi aku Dita, ini anakku, urusanku."

"Bukan apa2, saya hanya kasihan, dia rewel sejak tadi, baru bisa tidur, nanti kalau dijalan rewel bagaimana?"

"Biar aku urus dia, dan kamu.. kamu boleh pulang.. dan jangan lagi mengingat aku, karena aku akan pergi jauh," kata Santi tandas.

Dita terperangah, memang dia akan lepas dari belenggu itu, tapi Sasa juga harus bersamanya. Anak kecil itu pasti dipaksa oleh ibunya. Tapi bagaimana caranya? 

Santi memasuki kamar lagi, ada rasa ragu2 melihat Sasa tertidur nyenyak. Barangkali benar kta Dita, besok pagi saja. Tapi entah mengapa perasaan Santi sungguh nggak enak, ia ingin cepat2 pergi dari sini. Apakah hati kecilnya mengatakan bahwa dia dalam bahaya?

Perlahan didekatinya Sasa. Tidurnya sangat nyenyak, tapi tiba2 tubuh kecil itu bergerak, lalu merengek perlahan. Bau yang menyengat tiba2 tercium oleh Santi.

"Wadhuhh... dia BAB...."

Dita berjalan kearah kamar. Itu benar, Sasa buang air besar... baunya sungguh menyengat. Santi mengernyitkan hidungnya. 

"Bagaimana ini? Sudah buru2 mau berangkat..."

Dita hampir bersorak, lebih banyak waktu untuk mereka tinggal.

"Harus dibersihkan dulu .." 

"Dita, bisakah aku minta tolong untuk menceboki Sasa?"

"Ya, tentu saja," kata Dita sambil mendekati Sasa. Sebenarnya Dita tak biasa melakukannya, tapi ia kan harus mengulur waktu. Semoga Panji segera datang, pikirnya. Segera Dita mengangkat tubuh Sasa. Gadis kecil itu merengek , lalu terbangun.

"Sayang, kekamar mandi dulu ya..." kata Dita sambil mengangkat tubuh Sasa. Tak perlu tergesa, pelan2 saja..pikir Dita.

Dikamar mandi itu Sasa menangis keras, ia tampaknya kedinginan ketika air mengguyurnya. Dita mengesampingkan rasa jijik, membersihkannya pelan2.  Sebentar2 ia meludah, dan mengernyitkan hidungnya.

"Dokter punya sabun?" teriak Dita.

"Ada, sebentar...." jawab Santi yang segera mengambilnya dari dalam tas lalu mengantarkannya kekamar mandi.

"Cepatlah sedikit Dita.." 

"Ya, doker," tapi Dita melakukannya pelan. Tangis Sasa tak juga berhenti. Dita merasa kasihan, tapi ia harus mengulur waktu supaya Santi tidak segera membawanya pergi.

"Minta handuk dokter," teriak Dita. Aduuh.. kok Panji lama sekali... ini kesempatan terakhir, setelah itu entah apa lagi yang bisa dilakukannya.

Santi memberikan handuk.

"Ayo sama mama, ganti pampers dan celanamu sayang," Santi mengulurkan tangannya mengambil Sasa. Tapi Sasa menjerit keras.

"Nggak mauuu... nggak mauuuu..."

Rupanya Sasa trauma ketika perginya dari rumah seperti dipaksa oleh mamanya..

Sasa merangkul Dita kencang sekali.

"Anak nakal, kamu itu sama mama... sini sayang..<" Santi maqsih mencoba merayunya.

Sasa tetap menolaknya. Santi tak sabar lagi, ia mengangkat tubuh Sasa dengan kasar lalu membawanya. Ada tas besar yang berisi baju2 kecil, tampaknya Santi telah mempersiapkan semuanya, dan sekarang tas itu dibawanya sambil menggendong Sasa yang masih saja meronta ronta.

"Tolong tasku Dita," pintanya pada Dita.

"Dokter, sebaiknya jangan dipaksa, kasihan dokter," Dita masih mencoba menghentikan langkahnya.

Tapi Santi tetap membawa Sasa. Ia memasuki sebuah mobil yang entah milik siapa, lalu mendudukkan Sasa dipangkuannya.

"Dokter, tolong jangan dipaksa, kasihan dokter," kata Sasa sambil matanya melihat kearah jalan. Belum ada tanda2 yang ditunggu akan datang. Dita gelisah sekali. Ia bingung harus melakukan apa.

"Mana tas itu Dita?"

"Oh, iya.." Dita pura2 lupa, tas itu belum dibawanya. Lalu ia membalikkan tubuhnya masuk kedalam rumah. 

"Cepaaat Ditaaa ," hardik Santi.

Dita mau tak mau harus memberikan tas itu, dengan rasa putus asa.

Santi tetap menjalankan mobilnya dengan Sasa dipangkuannya. Anak itu meronta ronta.

Mobil itu menjauh, Dita hampir menangis. Ia berlari kearah jalan, melihat mobil itu semkin jauh, tapi jalannya tampak aneh. Tiba2 pak Badrun muncul.

"Pak, tolong ditelephone lagi pak, tolong, yang tadi itu, mas Panji pak.." kata Dita panik.

"Jangan khawatir, dia tak akan jauh..." kata pak Badrun sambil tertawa.

"Mengapa bapak begitu yakin?

"Aku sudah kempesin semua ban nya..." katanya enteng.

Tiba2 terdengar suara mobil mendekat. Beberapa mobil. Dita berdebar debar, aduuh.. mengapa terlambat?

Mobil itu  berhenti disamping Dita, seseorang melompat turun, diikuti beberapa orang lagi.

"Dita," itu suara Panji. Dalam keremangan malam Dita mencari cari.. tapi tiba2 seseorang memeluknya.

"Dita," lalu dipeluknya Dita. 

"Dis sudah pergi mas.. sudah pergi," Dita melepaskan pelukan Panji dan menuding kearah menghilangnya mobil Santi. 

"Kemana dia?" itu suara Agus. Santi menggoyang goyangkan tangan Panji.

"Cepat mas, cepat..."

Mereka kembali naik ke mobil dan melaju kearah yang ditunjuk Santi.

Suara sirene mobil polisi menggema memecah kesunyian malam itu. Dita berdebar, benarkah apa yang dikatakan pak Badrun bahwa dia telam membuat kempes mobil Santi?

"Kata pak Badrun, dia sudah membuat kempes mobil itu, mengapa masih bisa berjalan jauh?

Mobil Panji dan Agus belum berjalan satu kilometer, ketika dilihatnya sebuah mobil berhenti.

"Itukah mobilnya?"

"Ya, benar, itu mas..."

Bebera[a mobil, termasuk mobil polisi berhenti didekat mobil Santi, seperti mengepungnya.

Panji dan Agus lebih dulu melompat turun, diikuti Dita, dan juga beberapa polisi.

Agus mendekati mobil Santi, dan membukanya, tapi mobil itu kosong. Tak ada Santi bersama anaknya didalamnya.

***

besok lagi ya

1 comment:

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...