Wednesday, June 26, 2019

SA;AT HATI BICARA 31

SA'AT HATI BICARA  31

(Tien Kumalasari)

Pandu terpaku dimobilnya. Ada bara menyulut dadanya. Panas, tapi mengapa? Hanya melihat Maruti pergi bersama Agus dan anaknya, apakah itu salah?

" Ya salah lah, kan aku mau mengajakmu pulang bersama dan berbicara hal2 yang tadinya kamu bicarakan tentang Dita, mengapa kamu pergi bersama Agus?" bisiknya lirih penuh rasa kesal.

Panji mengundurkan mobilnya kembali dan keluar dari area perkantoran itu. Ia lupa bahwa tadi tidak mengatakan akan menjemputnya.

***

Disebuah area permainan anak2, Sasa sedng berteriak teriak gembira. Ia duduk di kursi ayunan, dan tanpa henti minta agar Maruti mengayunkannya.

"Dita, tante capek dong, gantian mbak ya yang mengayun kamu?" kata Endang, si mbak perawat.

"Nggak mau, aku maunya sama tante Maruti.." teriak Sasa sambil tertawa tawa.

Melihat hal itu Agus mendekat.

"Biar papa saja ya... sudah Maruti, kamu duduklah beriatirahat.

"Jangaaan... diayun papa sama tante Maruti aja.. ayo.. berdua.. berduaaa..." pinta Sasa sambil merengek.

"Biar saya saja pak, nggak capek kok," kata Maruti.

"Tante sama papa aja.. ayo... cepat....," Sasa masih merengek rengek.

Dan terpaksa Agus dan Maruti menurutinya, satu memegangi tali disebelah kiri dan satunya sebelah kanan. Sasa tertawa tawa senang, sementara Maruti sebenarnya sedikit sungkan.

Dilihat dari mata orang yang melihatnya, mereka seperti sebuah keluarga yang berbahagia. Ayah, ibu dan anaknya, sementara pembantunya hanya melihat tak jauh dari sana. Dan salah satu orang yang melihatnya itu adalah Panji. Agak lama dia mengamati mereka bertiga yang tampak sedang bergembira, kemudian ia berlalu.. Mungkin daripada darahnya keburu menggelegak karena suhu rasa cemburu yang semakin memanas.

"Sudah ya Sasa, ayo sekarang kita makan.. tadi kamu bilang lapar.." bujuk Agus karena kasihan melihat Maruti yang seperti kelelahan. Sebenarnya sih bukan lelah, tapi sungkan.

"Oh iya, kita makan, lalu main lagi ya?"

"Lho.. nggak lagi dong Sasa, sebentar lagi hari gelap, tante Maruti harus pulang."

"Tapi besok lagi boleh kan?"

"Tanya sama tante, maukah besok main lagi."

"Tante, besok main lagi kan?"

Maruti tersenyum.

"Besok, kalau tante tidak ada pekerjaan ya sayang?"

"Pekerjaan apa?"

"Ya banyak yang harus dikerjakan tante. Kapan2 saja kalau Sasa ingin, boleh main lagi, tapi bukan besok. Ya?" Marut mencoba membujuk. Dan mata bening itu ber kedip2, tapi akhirnya mengangguk.

Mereka kemudian makan dirumah makan yang tak jauh dari area permainan itu. Maruti tak sanggup menolaknya, karena Agus adalah bosnya.

Sasa makan sangat lahap dengan sebentar2 disuapi Maruti, Agus senang melihatnya. Diam2 dia berkhayal, seandainya Maruti benar2 bisa jadi ibunya Sasa, alangkah bahagianya.

***

"Ibu, mengapa mbak Ruti sudah malam begini belum pulang juga?" tanya Dita. Ada rasa curiga, jangan2 kakaknya sedang bersama Panji. 

"Mungkin pekerjaannya masih belum selesai Dita," jawab ibunya.

"Tapi ini sudah malam bu."

"Coba saja kamu menelpun, jangan menyuruhnya segera pulang kalau memang dia masih bekerja."

"Dita sudah menelponnya, hape nya nggak aktif."

"Oh ya? Berarti dia masih sibuk."

"Sibuk pergi bersama mas Panji, barangkali," ucap Dita lirih.

"Apa nduk?" tanya bu Tarjo karena nggak begitu jelas mendengar kata2 anaknya.

"Nggak, nggak apa2 bu," Dita mengelak, sungkan juga memperlihatkan rasa cemburunya.

"Kamu mau makan dulu? Makan aja dulu, lalu kamu segera minum obatnya. Ya nduk?"

"Nggak bu, nanti saja."

Tiba2 didengarnya mobil berhenti didepan pagar. Dita setengah berlari menuju pintu, untuk melihat siapa yang datang. Ia ingin mengenali mobil yang mengantarnya, kalau itu Maruti. Namun mobil itu berhenti terlalu kedepan sehingga tak kelihatan dari pintu rumah. Dan tiba2 saja Maruti sudah muncul dari arah pagar.

"Pasti dengan mas Panji," desis Dita lirih.

"Dita, kok berdiri disitu?"

"mBak sama siapa?"

"Sama pak Agus."

Dita menghela nafas lega, kemudian ia berjalan beriringan dengan kakaknya memasuki rumah.

"Kok baru pulang Ruti?" sapa ibunya yang sedang menata meja makan.

"Iya bu, ada tugas dari pak Agus, jadi baru bisa pulang," jawab Maruti tanpa mengatakan tugas apa yang tadi harus dilakukannya.

"Tuh, benar kan, adikmu bertanya terus, karena kamu pulang terlambat."

"Oh ya, kangen ya sama mbak?" canda Maruti.

"Mengapa nggak jawab telponku mbak?"

"Oh batery habis, lupa ngecas Dit."

"Ya sudah, sekarang kakakmu biar ganti baju dulu, lalu kita makan bersama sama ya."

"Waah, ibu masak apa hari ini?"

"Sekarang ibu sering masak, karena permintaan adikmu. Gak apa2, ibu senang kok. Ayo cepat ganti bajumu.

"Ruti mau mandi sebentar bu, biar Dita dan ibu makan saja dulu," kata Maruti sambil berjalan kebelakang.

***

 Simbok tengah bersih2 dikamar Panji, ketika tiba2 Laras datang mengejutkannya.

"Hayooo!! Simbok!!"

"Ya ampuun... mbak Laraaas.... jantung simbok hampir copot nih... gawe kaget wae..," ujar simbok sambil mengelus dadanya.

Laras tertawa terkekeh.

"Mana mas Panji mbok?"

"Lha dari pagi belum pulang tuh, masih di kantor barangkali."

"Nggak ada, dari sore sudah mninggalkan kantor. Aku kira sudah pulang."

"Belum mbak, mungkin kerumahnya.. siapa itu.. yang cantik pernah dibawa kesini?"

"Maruti? Nggak ada mbok, aku sudah menelpon, dia juga nggak tau. Biasanya kalau begitu itu terus kerumah, tapi enggak, aku telepone juga nggak diangkat. Kemana ya dia?"

"Ya coba ditunggu dulu to mbak, biar simbok buatkan minuman dulu, mungkin sebentar lagi pulang," kata simbok sambil bergegas kebelakang untuk membuat minuman.

"Kemana dia, katanya mau omong2 soal pekerjaan, lha ini ada yang perlu aku tanyakan, malah dicari cari nggak ketemu," omel Laras sambil bersandar di sofa.

"Ini mbak, simbok buatkan teh anget, diminum dulu sambil menunggu mas Panji. Mudah2an cepat pulang," kata simbok sambil meletakkan secangkir teh diatas meja.

"Terimakasih mbok."

Laras meneguk teh hangatnya, kemudian kembali menyandarkan tubuhnya di sofa. 

"Simbok masak apa?"

"mBak Laras mau makan? Ayuk, ada ayam goreng sama ca brokoli, baru sore tadi simbok memasaknya."

"Hm, enak kayaknya, mau deh mbok.."

"Sebentar, simbok tata mejanya."

"Nggak usah mbok, bawa kesini saja, aku mau makan disini."

"Walah, disini saja? Baiklah," Kata simbok sambil berlalu. Diambilnya piring, nasi dan lauk pauknya dan diletakkan dimeja didepan Laras duduk.

"Hm... sedap bener baunya mbok."

"Cobain dulu, sedap baunya belum tentu enak rasanya lho."

"Kalau masakan simbok, aku percaya pasti enak. Aku makan ya mbok, ayo simbok temenin dong," kata Laras sambil menyendok nasi dan lauknya.

"Nggak mbak, simbok sudah kenyang, perutnya nggak muat lagi diisi makanan. Sudah, dimakan saja, simbok melanjutkan pekerjaan tadi. Kamar mas Panji berantakan, biar simbok ganti dulu sepreinya."

"Ya mbok, silahkan, jangan kaget kalau ini nanti Laras habiskan ya."

"Habiskan saja mbak, simbok malah senang, lha wong sudah masak enak2, mas Panji jarang makan dirumah. Nanti kalau nggak dimakan paling2 simbok bagi sama tetangga," kata simbok sambil menuju ke kamar Panji.

Sa'at Laras makan dengan lahap, tiba2 Panji datang. Tanpa mengucap apapun dia duduk didepan Laras sambil mengawasi sepupunya yang makan dengan lahap.

"Hai mas, jangan sedih kalau jatahmu aku habiskan malam ini," kata Laras sambil mengunyah makanannya. Ia berharap Panji akan membalas olok2nya, tapi dilihatnya sepupu gantengnya itu malah menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa.

"Hei... kesambet lagi?"

"Aku sudah memutuskan." akhirnya Panji berucap.

"Memutuskan apa?" 

Laras menghabiskan suapan terakhirnya, minum seteguh air dan duduk agak mendekati Panji. Dilihatnya wajah kusut sepupunya.

"Apa yang terjadi?"

"Aku sudah memutuskan, akan mengambil Dita sebagai isteriku."

Laras terpana.

***

besok lagi ya

 

 

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...