Sunday, December 2, 2018

SEPENGGAL KISAH LIII

Pak Marsam mengikutinya keluar, tapi Ongky melarangnya.

"Jangan pak, nggak apa2 saya nungguin dia dipinggir jalan, nanti begitu dia datang kan saya langsung ikut dia"

"Nggak apa2 nak, saya temani nak Ongky menunggu, masak tamu saya masih berdiri didepan rumah kok saya enak2 duduk didalam." pak Marsam nekat mengikutinya, sedangkan Asri membereskan sisa minuman yang belum sempat dihabiskan.

Tiba2 ponsel berdering lagi dan Ongky mengangkatnya. "Hallo...kenapa lagi ?Nyasar?"

"Bukan, suara dari seberang," tiba2 ban kempes nih?"

"Waddauw... sampai mana sih? Aku sudah nungguin dipinggir jalan nih.."

"Gak bisa kesitu, aku harus ngganti dulu ban ini, tolong kemari bantuin aku,"}:""

"Orang gila ! Kamu dimana  ?"

"Perempatan, masih sebelah baratnya,"

"Udah deket tuh, biar aku jalan kesitu."

"Gimana nak? Temannya kesasar?"

"Nggak pak, ban nya kempes didekat perempatan. Ma'af, saya kesana dulu pak. Cerewet dia kalau saya nggak bantuin."

"Perlu bantuan?" pak Marsam menawarkan diri.

"O enggak pak, sudah.. bapak masuk aja, biar saya jalan kesana, permisi pak.."

Tanpa menunggu jawaban pak Marsam, Ongky berjalan kearah dimana mobil Bowo terpaksa berhenti.

Pak Marsam kembali kerumah, Asri sedang menghidangkan roti oleh2 dari Ongky keatas meja.

"Sudah datang temannya mas Ongky?"

"Belum, malah ban mobilnya kempes didekat perempatan, masih agak jauh dari sini,"

"Oh, kasihan, lalu bagaimana?"

"Nak Ongky menyusul kesana.. aku mau ngebantuin nggak boleh." Pak Marsam mencomot sepotong roti.

"Enak, ini roti mahal, rotinya orang2 kaya."

Asri tersenyum dan ikut mengambilnya sepotong.

Kalau saja Asri tau bahwa Bowo berada tak jauh dari rumahnya..........

Malam itu bu Prasojo tampak mondar mandir keluar dan masuk rumah. Ada yang ditunggu, yaitu Bowo. Pak Prasojo yang semula mendiamkannya, merasa kesal melihat tingkah isterinya.

"Ada apa to bu, dari tadi kelur masuk.. keluar masuk..."

"Ini jam berapa to pak, mengapa Bowo belum pulang juga. Sudah malam lho ini, tak biasanya dia begini."

"Lha wong Bowo itu kan laki2. Anak laki2 pulang malam kan ya sudah biasa.. Lha kalau anakmu perempuan, terus jam 9 malam beloum pulang.. bolehlah ribut..."

"Bapak tau nggak, dari tadi Dewi nungguin.."

"Apa?Jadi sudah jam segini masih ada disini to?

"Lha ya itu... makanya ibu nungguin Bowo..."

"Lha kenapa setiap kali dia disini pulangnya selalu harus Bowo yang mengantar?Memangnya Boo itu sopirnya apa?  Bowo itu mungkin juga capek, pulang kerja, setiap kali Dewi disini selalu ibu paksa untuk mengantar Dewi,"

"Sssst... bapaaak.. jangan keras2, nanti dia dengar." Bu Prasojo mengecilkan suaranya, khawatir Dewi mendengar pembicaraan itu.

"Kalau dia mendengar ya biarkan saja, orang bapak bicara dirumah rumah bapak sendiri."

"Jangan begitu pak, kita kan harus selalu ingat jasa dia .. kalau dia tidak ada waktu itu, ibu ini pasti sudah meninggal. Bapak tidak perduli? Bapak lebih suka kalau ibu mati, lalu bapak akan mencari isteri lagi, begitu..?"

"Ibu ini bicara apa, bicara yang tidak2.. sudahlah terserah ibu, bapak kesal kalau ibu selalu memakai kejadian itu untuk senjata memanjakan dia." pak Prasojo mulai bicara lebih keras, tak perduli Dewi mendengarnya atau tidak.

"Dengar pak, ibu tetap akan menjodohkan Bowo dengan Dewi. Ibu akan paksa Bowo untuk mau menuruti keinginan ibu ini. Apa yang Dewi lakukan tak cukup kita menukarnya dengan uang.

Dewi merasa sangat kesal. Ia berhenti bekerja hanya karena supaya bisa  sering2 pulang diantar Bowo. Walau ia tau Bowo belum bisa menerima cintanya, tapi Dewi akan terus berharap dan berusaha. Tapi sudah dua kali ini Bowo pulangnya malam, sehingga Dewi harus pulang sendiiri. Naik taksi pula. Tapi tidak untuk malam ini. Dewi akan mencari alasan supaya bisa tetap berada dirumah itu.

"Bagaimana Dewi, sudah jam setengah sepuluh, apa ibu panggilkan taksi saja ya, nanti ibumu menunggu dan khawatir."

"Ya gak papa ibu, biar Dewi naik taksi saja. Tapi..aduuh.. perut Dewi mendadak sakit sekali, adduuh.. sebentar bu.. Dewi kekamar kecil dulu." Dan tanpa menunggu jawaban bu Prasojo Dewi sudah lari ke WC. 

Agak lama Dewi didalam, untuk menimbulkan kesan bahwa dia benar2 sakit. Bu Prasojo sudah menyiapkan obat gosok dan obat sakit perut, sehingga begitu Dewi keluar obat itu sudah tersedia.

"Ini, gosok perutmu dan minum obatnya."

Dewi mengangguk. Dewi boleh rebahan sebentar bu?"

"Tentu, atau lebih baik Dewi tidur disini saja dulu.. supaya sakit perutnya cepat sembuh. Nanti kalau dijalan kesakitan bagaimana?"

"Tapi Dewi tidak biasa tidak pulang kerumah, walau malam Dewi harus pulang."

"Tidak, kamu kan disini, di keluarga yang sudah menganggapmu seperti anak sendiri, jadi jangan berfikir begitu. Sudah, istirahatlah dulu, biar ibu menelpon ibumu."

Dewi bersorak dalam hati.

"Itulah Ongky, kisah hidupku, menyedihkan bukan?"

"Kamu sangat mencitai gadis itu dan dia menolaknya?"

"Dia tidak mengatakan bawa dia menolak aku, tapi dia tidak berani menerimanya. Dia merasa kehidupan kami berbeda. Dia hanya anak bekas sopir ayahku."

Bowo dan Ongky setelah mengganti ban mobilnya tidak jadi pergi kerumah Ongky. Bowo mengajak pergi makan malam dan ngobrol tentang banyak hal disana. Bowo juga menceriterakan tentang gadis yang dicintainya .. yang sekarang sudah pergi entah kemana.

"Itu gadis baik,demi menghindari pemberian yang berlimpah dari ayahmu, lebih baik menghindar dan pergi jauh dari kamu."

"Tapi aku tak bisa melupakannya, aku ingin mendapatkannya Ongky.. entah dimana dia berada sekarang ini." Keluh Bowo sedih.

Ongky merasa iba mendengar kisah hidup Bowo. Tapi apa yang bisa dia lakukan.

Malam telah larut ketika Bowo sampai dirumah. Ia sengaja berlama lama ngobrol dengan Ongky karena tau bahwa pagi tadi Dewi datang kerumah. Kalau sepulang kantor dia langsung kerumah, pasti ibunya memaksanya mengantar Dewi pulang. Keadaan rumah sudah sepi, pasti bapak dan ibunya sudah tidur. Pikir Bowo. Bowo langsung masuk kekamarnya karena ingin segera melepaskan penatnya. Namun Bowo terkejut, dikamar tidurnyya tergolek sesosok perempuan yang tampak tidur dengan nyenyaknya. Dewi ! Dia tertidur tanpa selimut, dengan pakaian acak2an, duuh..sungguh tidak sopan. Kemarahan Bowo memuncak.

@ada lanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

MAWAR HITAM 21

  MAWAR HITAM  21 (Tien Kumalasari)   Mendengar pekik sang istri, pak Sunu segera meletakkan jari telunjukknya ke bibir, sebagai pertanda ag...