Thursday, November 13, 2025

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 22

 RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  22

(Tien Kumalasari)

 

Alvin masih merangkul sang ibu, dan elusan lembut sang ibu terasa mengelus kepalanya. Luluh segala kesal karena sikap Alvin yang sangat kelihatan bahwa dia membangkang pada larangan ibunya. Tangis seorang anak adalah luka bagi seorang ibu.

“Alvin, ada apa denganmu? Sebetulnya siapa dia sehingga membuat kamu bersikap seperti ini?’

“Beri restu Alvin bu, Alvin tidak akan salah memilih,” bergetar suara Alvin ketika mengatakannya, walau lirih tapi terasa menusuk. Alvin ketakutan kalau sampai sang ibu sakit semakin parah gara-gara tidak menyukai pilihannya. Karena itu Alvin memilih cara yang lain untuk meluluhkan hati sang ibu. Menangis dan memohon restu, berharap nurani sang ibu akan tersentuh. Dan tampaknya Alvin berhasil. Elusan tangan sang ibu, dan suaranya yang lembut, menggambarkan sebuah harapan seperti yang didambakan.

Belum selesai pembicaraan mengharu biru itu, tiba-tiba sebuah suara nyaring terdengar.

“Ibu, ibu sakit apa?”

Alvin mengangkat kepalanya. Bu Warsono menatap gadis cantik yang menatap Alvin dengan senyuman manis.

“Alvin, apa sakit ibu sangat parah sehingga kamu sampai menangis seperti ini?”

Alvin menggeleng, lalu mengusap air matanya, dan menjauh dari sana.

“Kamu Sinta kan?” sapa bu Warsono. Suaranya masih jernih, seperti biasanya.

“Iya Bu, kebetulan saya liburan, terus kemarin pertemuan dengan teman-teman. Nanti sore saya sudah kembali ke Jakarta, karena saya bekerja di sana.”

“Lama tidak bertemu, kamu masih cantik seperti dulu.”

Sinta tersenyum senang, lalu mencium tangan bu Warsono.

“Apa kamu sudah berkeluarga? Anakmu sudah berapa?” sebuah pertanyaan yang sebenarnya hanya basa basi, karena ia sudah tahu kalau Sinta belum berkeluarga.

“Belum ibu, belum ada yang mau.”

“Masa, gadis secantik kamu tidak ada yang mau? Jangan terlalu memilih-milih.”

“Sebetulnya saya suka sama Alvin,” katanya sambil menoleh ke arah belakang, berharap Alvin mendengarnya. Tapi bayangan Alvin tak tampak.

“Alvin sedang mengantarkan adiknya pulang,” yang menjawab adalah pak Warsono.

“Oh, ada Bapak,” kata Sinta sambil mendekat ke arah pak Warsono lalu mencium tangannya.

“Terima kasih sudah menyempatkan diri menjenguk ibunya Alvin.”

“Kebetulan saya sedang liburan, lalu mendengar dari Alisa bahwa ibu sakit.”

“Sudah beberapa hari.”

“Semoga ibu segera sembuh,” katanya sambil kembali mendekati bu Warsono.

“Terima kasih sudah menjenguk ibu.”

Mereka berbincang sebentar, kemudian Sinta segera pamit. Ia menunggu Alvin yang katanya mengantarkan pulang, karenanya ia segera mengejarnya ke arah rumah keluarga Warsono.

***

Tapi sesampai di sana dia tidak menemukan Alvin yang menurut Alisa pergi entah kemana.

“Dia tidak kembali ke rumah sakit?” tanya Sinta.

“Sepertinya tidak, aku sudah menanyakannya, karena mau nitip makanan buat bapak, tapi dia mengatakan belum akan kembali ke rumah sakit,” jawab Alisa.

“Apakah dia menghindari aku?” kata Sinta dengan nada kecewa.

“Tidak, mungkin karena ada keperluan.”

Alisa mengajaknya duduk di teras. Ia tahu Sinta menyukai kakaknya.

“Mas Alvin itu susah didekati perempuan.”

“Sesungguhnya apa dia belum punya pacar?”

“Sepertinya belum, tapi dia suka pada seseorang, yang tidak disukai oleh ibu, dan pastinya juga bapak.”

“Oh ya? Siapa gadis itu? Bawahannya? Karyawan di kantornya?”

“Bukan, dia gadis  dusun, yang entah seperti apa. Tapi kan kami sudah membayangkan, gadis dusun itu seperti apa. Mana bisa disejajarkan dengan kehidupan orang-orang seperti kita?”

“Gadis dusun? Tapi dia kuliah juga? Teman kuliah kami dulu ada yang asalnya dari desa, tapi nggak cantik, biasa saja. Apa  dia? Namanya Rumini?”

“Bukan. Bukan orang kuliahan, dia itu rumahnya di tengah hutan.”

”Apa? Rumahnya di tengah hutan? Bagaimana Alvin bisa kenal sama gadis hutan?”

“Ceritanya panjang. Hanya karena dia menolong ketika Alvin dan teman-temannya tersesat, lalu mas Alvin jatuh cinta.”

“O, aku tahu ceritanya itu, teman-teman pada heboh waktu kejadian Alvin hilang, lalu ada empat temannya menyusul, yang kemudian ada yang menolong sehingga mereka selamat.”

“Ya, itulah. Kedua orang tuaku mana suka punya menantu orang nggak jelas begitu?”

"Bagaimana ya, wajah gadis itu? Secantik bidadari, barangkali.”

“Entahlah. Coba mbak Sinta sering-sering mendekati mas Alvin, siapa tahu berjodoh.”

“Alvin sulit didekati. Kami berteman sejak awal kuliah sampai selesai, dia hanya menganggap aku sebagai teman biasa.”

“Coba dong, lebih gigih lagi.”

“Entahlah, aku tak yakin. Coba kamu lihat, sudah tahu ada teman yang lama tidak ketemu ada di rumah sakit, dia malah pergi.”

“Tadinya alasannya mengantarkan aku pulang.”

“Lalu dia cepat-cepat pergi karena mengira aku datang ke rumah. Ya kan?”

“Begitukah? Pokoknya mbak Sinta jangan berhenti mengejar cintanya. Mas Alvin itu pendiriannya kuat, tapi dia tuh gampang tersentuh.”

“Baiklah, liburan bulan depan aku datang kemari lagi. Aku akan mencobanya. Semoga bisa berhasil.”

Alisa mengacungkan jempolnya, lalu pergi ke belakang untuk mengambilkan minum bagi tamunya.

***

Kenanga sedang merebus jamu dalam kuali besar, yang biasanya disimpan untuk siapapun yang barangkali membutuhkannya, ketika mendengar ayahnya terbatuk-batuk. Ia bergegas lari ke dalam. Dilihatnya sang ayah sedang menggosok dadanya dengan ramuan yang disiapkan sebelumnya.

“Bapak mau minum jamunya ya.”

“Tidak usah. Begini saja, yang penting bisa mengurangi batuknya.”

“Bapak sering mengobati orang sakit, tapi tidak suka meminum untuk dirinya sendiri,” gerutu Kenanga.

“Bapakmu ini sudah tua, tidak usah diobati juga juga tidak apa-apa. Tak ada yang bisa menolak kehendak Illahi.”

“Apa maksud Bapak?”

“Kalau saatnya dipanggil, minum obatpun tak ada gunanya. Apa kamu mau melawan takdir?”

“Aku tidak suka mendengar Bapak bicara seperti itu,” cemberut Kenanga ketika mengatakannya.

“Jangan begitu, bapakmu ini sudah tua. Bapakmu ini sudah capek.  Sesungguhnya, bapak sedang menunggu seseorang yang pantas menjadi pendampingmu. Supaya bapak bisa meninggalkan kamu dengan tenang.”

“Bapak selalu membuat Kenanga menangis,” kata Kenanga yang benar-benar menangis.

“Kenanga, berdoalah agar kamu segera menemukan jodohmu.”

“Nggak mau, kalau aku ketemu jodohku, nanti Bapak pergi meninggalkan aku.”

“Kamu tidak kasihan melihat bapakmu yang renta ini masih harus memikirkan dunia?”

“Apakah mas Hasto adalah jodohku?”

“Apa kamu suka dia? Bagaimana dengan Alvin?”

“Mas Alvin itu anak keluarga kaya raya, sedangkan mas Hasto itu dari keluarga sederhana. Katanya, ayah ibunya juga berasal dari desa, sehingga tidak akan keberatan kalau aku dijadikan menantunya. Mana mungkin mas Alvin mau? Bagi Kenanga, mas Alvin terlalu tinggi, seperti bintang di langit. Lagipula mas Hasto sudah terang-terangan melamar Kenanga.”

“Kamu menerimanya?”

Kenanga menggeleng.

“Aku tidak tahu harus bagaimana. Tapi kalau yang pasti bisa menerima Kenanga, adalah dia. Dia sudah mengatakan kalau orang tuanya pasti bisa menerima Kenanga.”

Kakek bersorban terdiam. Matanya terpejam. Barangkali sedang menimbang-nimbang, apakah benar Hasto yang terbaik untuk cucunya. Kalau mengingat kasta dan kedudukan, pastilah sangat jauh untuk menjangkau menantu. Ia hanya orang yang tinggal di tengah belantara, ia tak punya harta, ia hanya seorang tukang jamu yang miskin dan papa. Tapi ada seberkas sinar yang menerangi benak kakek bersorban. Ia seperti melihat bintang, ia melihat bintang itu jatuh ke dalam rumahnya yang kemudian membuat rumahnya menjadi benderang.

Kakek bersorban membuka matanya.

“Aku hanya bermimpi,” gumamnya pelan.

“Bapak mimpi apa? Bagus atau burukkah?”

“Sepertinya bagus. Sebentar lagi akan ada seseorang yang datang kemari.”

“Itu jodohku?”

“Semoga saja.”

Tapi wajah Kenanga semakin muram. Kalau jodohnya datang, lalu ayahnya meninggalkannya, bagaimana?

“Sudah, lanjutkan saja pekerjaan kamu, nanti kalau ada yang butuh obat, kehabisan bagaimana?” kata kakek bersorban yang sesungguhnya tak tega melihat anak gadisnya menangis.

“Bapak minum obat ya, jangan biarkan batuk terus menerus.”

“Ya sudah, beri satu sloki saja.”

“Kok satu sloki, biasanya satu cangkir penuh kan?”

“Satu sloki sudah cukup, aku tidak merasa sakit.”

Kakek bersorban tidak merasa sakit, tapi dia lebih banyak berbaring, dan hanya bangun kalau membutuhkan sesuatu. Walau begitu bagi seseorang yang sudah kenyang makan garam, atau boleh disebut punya indera ke enam yang orang lain tidak mengerti, pastilah punya suatu isyarat yang sudah dimakluminya.

***

Sambil membetulkan nyala api kayu yang hampir padam karena ditinggalkannya, Kenanga berpikir tentang orang yang akan datang. Hasto? Bukankah Hasto baru saja pulang tadi pagi, setelah semalaman dengan rela kedinginan karena tidur di luar, di atas tikar yang digelar, tanpa selimut? Begitu besar ‘pengorbanan’ Hasto demi meyakinkan Kenanga bahwa dia mencintainya.

Tapi Kenanga bergeming. Cinta bukan sekedar mendatangi dan menunjukkan kesungguhannya. Cinta yang manis adalah cinta yang berbalas cinta.

Menurut sang ayah, jodohnya akan datang tak lama lagi. Pasti bukan Hasto, karena Hasto baru saja pulang. Lalu siapa? Alvin yang dari keluarga kaya raya itu? Rasanya tak mungkin. Kenanga tahu diri, bukan pemimpi.

Kenanga sudah mematikan api kayu karena jamu yang direbus sudah cukup mendidih. Ia sudah menyiapkan botol-botol bersih yang bentuknya seperti toples, dan siap memasukkan jamu itu kalau sudah dingin.

Tiba-tiba ia mendengar langkah kaki, langkah kaki itu seperti berjalan di samping rumah. Kenanga menunggunya.

“Mas Hasto lagi?” sapanya dengan suara datar.

***

Besok lagi ya.

41 comments:

  1. πŸ‘πŸ°πŸ‘πŸ’πŸ‘πŸ°πŸ‘πŸ’
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung eRKaDeBe_22
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    πŸ‘πŸ°πŸ‘πŸ’πŸ‘πŸ°πŸ‘πŸ’

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin. Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai

      Delete
  2. Alhamdulillah dah tayang.
    Matur nuwun Bunda Tien

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Rumah Kenanga Di Tengah Belantara telah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " RUMAH KENANGA DITENGAH BELANTARA ~ 22 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin. Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  6. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Rumah Kenanga di Tengah Belantara 22" sampun tayang,
    Semoga ibu Tien serta Pak Tom dan amancu selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin. Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  7. Alhamdulillah, mungkin Alvin yg datang, semoga jodoh dan bahagia.... maturnuwun Bu Tien, sehat dan bahagia selalu Bu, tetap semangat menulis cerbung yg bikin pembaca penasaran ,jika ada "besuk lagi ya"

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA~22 telah hadir. Maturnuwun, semoga Bu Tien beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA.🀲

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah yg ditunggu sdh tayang mksh Bu Tien smg sll diberikan kesehatan

    ReplyDelete
  10. Mks bun RKDB 22 sdh tayang ....selamat mlm bun smg selalu sehat sll dlm lindungan Allah Ta'ala 🀲🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin. Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  11. Terimakasih. Rumah Kenanga d Tengah Belantara sudah tayang.
    Matur nuwun bunda.
    Semoga yang datang ke rumah kenanga Alvin. dan Kakek bersorban sehat setelah kedatangan Alvin.

    ReplyDelete
  12. Terima kasih Bunda, serial baru cerbung Rumah Kenanga Ditengah Belantara....22...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedia kala. Aamiin.

    Mantab...Kakek Bersorban memang sakti...dapat mengetahui sebelum nya. Berbahagialah Alvin...di kasih cincin pemberian dari Kakek tsb...mungkin ilmu nya akan di turunkan ke Alvin..
    Kenanga...I am coming ya...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin. Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  13. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....

    ReplyDelete
  14. Horee...jodoh Kenanga sudah datang, pasti Alvin tuh yang melangkah di samping rumah.πŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete
  15. Alvin datang...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, matursuwun BuTien. Semoga selalu sehat bersama keluarga dan sll dalam lundungan Alloh ta'alla

    ReplyDelete

RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA 34

  RUMAH KENANGA DI TENGAH BELANTARA  34 (Tien Kumalasari)   Alvin terkejut. Apakah itu kebakaran di rumah Kenanga? Ia segera mengajak tiga o...