Saturday, August 16, 2025

MAWAR HITAM 42

 MAWAR HITAM  42

(Tien Kumalasari)

 

Listyo termangu, benarkah ia harus ke rumah itu, atau memilih pergi lalu mencari jalan lain?

“Pak, rasanya kita sudah dekat dengan buruan kita. Ingat, nama Bening, dan orang itu mengatakan kalau ia tinggal bersama kakeknya.”

“Apakah kamu berpikir bahwa laki-laki tua itu tadi kakek Bening, sama dengan yang rumahnya di ujung sana? Mungkin hanya kebetulan. Lalu kamu pikir ada hubungannya dengan Dewi? Sama dengan tiga orang yang kita lihat tadi?”

“Baiklah, mungkin hanya kebetulan, tapi apa salahnya kita mencoba?”

Listyo ragu-ragu sejenak, tapi kemudian ia menuruti kemauan Satria. Ia kembali membawa masuk mobilnya ke dalam gang itu. Perlahan, sambil melihat kiri dan kanan, mana yang kira-kira seperti kata orang yang tadi mereka temui.

“Katanya agak diujung gang,” kata Satria yang entah karena ada perasaan apa, ia ingin sekali pergi ke rumah Bening yang walau sudah tiada, tapi masih ada kakeknya.

Agak diujung, ada rumah kecil asri di kiri jalan, tapi ada juga rumah kecil di kanan jalan. Hari sudah sore dan suasana mulai remang.

Listyo mengarahkan pandangannya ke arah kiri jalan. Rumah itu sudah menyalakan lampunya, sehingga terlihat benderang. Listyo menghentikan mobilnya di depan rumah di kiri jalan.

“Lalu bagaimana, apakah kita akan masuk saja?” tanya Listyo.

“Sebentar, kalau masuk kita harus dengan alasan apa? Kalau mencari Bening, rasanya aneh. Kan Bening sudah tidak ada.”

Akhirnya keduanya ragu-ragu untuk melangkah.

Ketika itu tiba-tiba seorang wanita keluar dari rumah, lalu menuju ke arah pagar. Tampaknya ia mau pergi entah ke mana.

Listyo dan Satria turun dari mobil, membuat wanita itu heran karena tiba-tiba keduanya sudah berada di depannya.

“Eh … eh… sampeyan siapa, mau apa?”

Udara remang membuat wanita yang ternyata adalah simbok, tidak mengenali mereka. Padahal siangnya mereka sudah bertemu.

“Ini kan ibu yang tadi ya?” tanya Satria.

“Saya bukan ‘ibu’ … saya ini ‘simbok’. Mana ada pembantu dipanggil ibu?”

“Ah, sama saja kan … simbok atau ibu?”

“Sampeyan mau apa?” tanya simbok curiga.

Listyo dan Satria merasa lega, karena ia masih mengingat wanita yang tampaknya pembantu, yang mendorong-dorong Dewi masuk ke dalam mobil.

“Saya cuma mau tanya, yang namanya Bening mana ya?”

“Sampeyan itu siapa? Apa belum mendengar kalau non Bening sudah meninggal?”

“Oh … iya, saya lupa, tapi maksud saya, Non yang tadi bersama ibu dan bersama pak tua. Adakah?”

“Apa? Sampeyan siapa?”

Simbok merasa curiga. Menurutnya, kedua laki-laki itu adalah orang yang ingin berbuat jahat, karena Dewi sama sekali tidak mengatakan apa-apa tentang laki-laki yang tadi memanggil namanya. Tadi Simbok ingin menanyakannya, tapi kesempatan itu tidak ada, karena pak Hasbi selalu menemani Dewi di kamarnya, apalagi sejak Dewi mengeluh pusing ketika bepergian siangnya.

“Saya tidak tahu maksud sampeyan, pergilah, saya akan ke warung karena tuan saya ingin sesuatu.”

“Bukankah tadi ibu pergi bersama seorang gadis, dan seorang laki-laki tua?”

“Apaa? O, sampeyan laki-laki yang tadi berteriak memanggil nona majikan saya?”

“Namanya Bening?”

“Ya, Bening,” kata simbok yang mulai bingung dengan jawabannya ini.

“Katanya Bening sudah meninggal?” kata Listyo.

“Tuan-tuan ini jangan ngomong yang aneh-aneh, saya hanya pembantu, ijinkan saya pergi dulu, nanti tuan saya kelamaan menunggu, saya mendapat marah,” kata simbok yang langsung berjalan melewati keduanya.

“Tunggu dulu Bu, saya sebenarnya mengenal gadis itu. Namanya Dewi kan?”

Simbok melotot marah. Ia semakin yakin bahwa keduanya berniat jahat.

“Kalian ini siapa? Akan aku laporkan kepada tuan saya, agar kalian dihajar,” kata simbok yang kemudian membalikkan tubuhnya dan setengah berlari ke arah rumah, sambil berteriak-teriak.

“Tuaaan, Tuaan …”

Pak Hasbi keluar dari rumah. Listyo dan Satria semakin yakin, itulah pak tua yang dilihatnya bersama Dewi.

Tak lama kemudian pak Hasbi sudah keluar dan berdiri di ujung tangga.

“Ada apa?”

“Ada orang aneh. Itu, Tuan,” katanya sambil menunjuk ke arah kedua laki-laki yang sudah berjalan mendekat ke arah rumah.

“Siapa kalian?” tanya pak Hasbi dingin.

“Tuan, ini kan orang-orang yang tadi memanggil-manggil Non saat kita selesai belanja,” kata simbok.

“Selamat sore, Pak,” kata keduanya hampir bersamaan.

“Sore. Kalian siapa?”

“Saya ingin bertemu Dewi.”

Pak Hasbi melotot marah.

“Apa maksud kalian? Di sini tidak ada yang namanya Dewi,” kata pak Hasbi hampir berteriak.

“Gadis yang bersama Bapak tadi, bukankah namanya Dewi?”

“Jangan kalian sembarangan bicara. Tidak ada yang namanya Dewi di sini.”

“Gadis yang tadi bersama Bapak tadi, bukankah_”

“Tidak ada Dewi! Dia cucuku, namanya Bening.”

Tiba-tiba Dewi muncul dari dalam rumah, lalu keluar karena mendengar sang ‘kakek’ berteriak-teriak, dan simbok berdiri ketakutan di dekatnya.

Satria ingin berteriak memanggil, tapi dilihatnya Dewi menutup mulutnya dengan ujung jari telunjuknya.

“Itu kan …. “ kata LIstyo.

“Bening, mengapa kamu keluar? Bukankah kamu bilang bahwa kamu sakit kepala?”

“Aku mendengar Kakek berteriak, makanya aku keluar.”

“Ada orang jahat datang kemari, masuklah.”

“Siapa orang jahat?”

“Itu, dua laki-laki yang tadi ketemu di pasar, sampai saat ini dia tetap memanggil kamu Dewi. Itu kan ngawur?”

“O, mungkin wajahku mirip dengan yang namanya Dewi. Biarkan aku bicara pada mereka.”

“Jangan! Dia itu bermaksud jahat.”

Satria dan Listyo diam. Ada hal aneh yang dirasakan mereka. Dewi tahu kalau mereka adalah Listyo dan Satria yang dikenalnya, tapi tampaknya Dewi pura-pura tidak mengenalnya.

“Sudah, sudah … kamu masuk saja, biar aku urus orang-orang kurangajar ini. Apa dikira karena aku sudah tua maka takut sama mereka?”

“Pak, kami tidak bermaksud jahat.”

“Kalau begitu pergilah!” hardik pak Hasbi.

Dewi memberi isyarat agar simbok masuk ke dalam, juga memberi isyarat agar Satria dan Listyo lebih baik pergi. Pak Hasbi tak meliat isyarat itu karena Dewi berdiri di belakang pak Hasbi. Simbok mengikutinya masuk.

“Nah, ajak nona masuk ke dalam, kedua orang ini membuat kacau.”

Listyo menyentuh lengan Satria, lalu keduanya berpamit pergi.

“Bagus, kalian pergilah, awas saja kalau mau membuat onar di sini,” ancam pak Hasbi sambil terus menuding-nuding ke arah keduanya, yang kemudian membalikkan badannya menuju kembali menuju mobilnya.

Pak Hasbi masuk ke dalam lalu menutup pintu rumahnya.

“Mbok, mau ke mana?” tanyanya ketika melihat simbok mau keluar.

“Ke warung sebentar Tuan, tadi kan belum jadi,” kata simbok yang terus ngeloyor pergi.

“Hati-hati, orang jahat itu masih di situ, atau nanti saja kamu keluarnya, menunggu kalau mereka sudah pergi,” pesan pak Hasbi.

“Non Bening menyuruh membeli obat pusing. Jadi harus segera Tuan."

“Bening masih pusing? Tadi aku mau memanggil pak Mantri tidak boleh,” kata pak Hasbi sambil menuju ke kamar Dewi.

“Bening, kamu masih pusing?”

“Tidak Kakek, hanya sedikit. Simbok mau membeli jahe, aku nitip obat pusing.”

“Aku panggil pak Mantri?”

“Eh, nggak usah Kakek, nanti setelah minum obat lalu tidur, pasti Bening sudah sembuh.”

“Ya sudah, tidurlah. Aku heran pada kedua orang itu. Orangnya rapi, bagus, ganteng-ganteng,  tapi sepertinya punya niat jahat.”

“Tidak Kakek, aku mengira, mereka hanya salah orang. Mungkin wajah Bening mirip wajah Dewi. Jadi mereka salah.”

“Yang mengherankan, mereka bisa mengejar sampai ke mari.”

“Mungkin hanya kebetulan. Sudah Kakek, jangan dipikirkan. Bening mau tidur ya.?

“Kamu belum makan, katanya pengin nasi goreng buatan simbok?”

“Iya Kek, nanti setelah simbok datang biar buat nasi gorengnya. Bening juga sudah lapar sekali.”

Pak Hasbi mengelus kepala Dewi dengan penuh kasih sayang, membuat Dewi ingin menangis.

“Cucu Kakek lapar ya?”

Bening hanya mengangguk, karena menahan haru. Ketika sang ‘kakek’ keluar, Dewi mengusap air matanya yang walau setitik tapi itu adalah ungkapan rasa haru dan kasihan kepada pak Hasbi.

“Kakek yang kesepian, bagaimana kalau nanti dia tahu bahwa aku bukanlah Bening?” Dan air mata itu jatuh lagi, kali ini sampai mengaliri pipinya.

***

Satria dan Listyo hampir berlalu ketika simbok melambai-lambaikan tangannya yang membawa secarik kertas.

Mobil yang sudah distarter urung bergerak. Satria membuka kaca mobil, melongok keluar.

“Tuan-tuan, tunggu dulu.”

“Ada apa?”

“Ini titipan dari non Dewi.”

“Non Dewi? Tadi non Bening?”

“Tuan, sebenarnya saya ingin cerita banyak, tapi takut tuan Hasbi curiga. Ini tulisan dari non Dewi, saya tidak tahu isinya. Sepertinya nomor ponsel non Dewi.”

Satria menerima lembaran kertas kecil itu dengan bersemangat.

“Nanti Tuan telpon saja, tapi jangan sekarang. Lebih baik agak malam, ketika tuan Hasbi sudah tidur.”

“Memangnya kenapa?”

“Saya tidak tahu, Tuan tanya saja nanti pada non Dewi, maaf, saya tadi tidak tahu siapa Tuan. Sekarang cepat pergi, sebelum tuan Hasbi melihatnya. Maaf ya Tuan.”

“Tidak apa-apa Bu.”

“Saya buru-buru,” kata simbok sambil berlalu.

Listyo menjalankan mobilnya, wajah keduanya berseri-seri.

“Ada sesuatu yang terjadi, entahlah, kita belum tahu. Nanti malam baru bisa menelpon dia,” kata Satria sambil mengulurkan kertas bertuliskan nomor kontak itu.

“Bawa saja.”

“Saya dari pagi kan tidak membawa ponsel, catat saja oleh Bapak, nanti kirimkan pada saya.”

“Ini ponsel aku, tolong kamu yang mencatatnya.”

Satria tersenyum. Dengan penuh semangat ia menuliskan nomor yang tertera ke ponsel Listyo.

“Alhamdulillah, semuanya akan segera terbuka,” kata Satria.

“Tapi kita mampir makan dulu ya, seharian kita tidak makan, baru sekarang merasa lapar,” kata Listyo.

“Siap Pak, sama kalau urusan perut. Cacing di perut saya juga sudah menari-nari.”

Lalu keduanya terkekeh senang.

***

Malam itu Dewi makan nasi goreng buatan simbok dengan lahap. Hatinya yang merasa lega, membuatnya makan dengan sangat nikmat. Pak Hasbi menatapnya dengan tersenyum.

“Enak ya, nasi goreng buatan simbok?” tanya pak Hasbi yang sudah mengakhiri makan malamnya, lalu mengusap mulutnya dengan serbet.

Dewi masih menyisakan beberapa sendok di piringnya.

“Aku belum salesai, Kek, tadi nambah banyak sekali.”

“Ya sudah, habiskan dulu. Pusingmu sudah hilang?”

“Sudah Kek, ditambah makan enak ini, pusingnya benar-benar hilang.”

“Syukurlah. Habis makan segera istirahat, tidur yang nyenyak, besok pagi-pagi sekali jalan-jalan sama kakek ya.”

“Baik Kek.”

Masih kira-kira dua suapan nasi goreng di piring Dewi, ketika tiba-tiba terdengar dering ponsel dari kamarnya.

Pak Hasbi mengerutkan keningnya. Dengan panik Dewi berlari ke arah kamar.

***

Besok lagi ya.

53 comments:

  1. Maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam ep 42" sampun tayang . Semoga bu Tien selalu sehat demikian pula pak Tom dan amancu... salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  2. Alhamdulillah eMHa_42 sdh tayang.
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien dan pa Tom selalu dalam keadaan sehat wal'afiat.
    Dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang

    ReplyDelete

  4. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *MAWAR HITAM 42* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...



    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  5. Hatur nuhun bunda MH nya πŸ™..slmt mlm slm malming bersm keluarga dan slm sht sll unk bunda dan bpk πŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  6. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  7. Matur nuwun Mbakku sayang... Salam sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah MAWAR HITAM~42 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  9. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Nah... Lega sudah ketemu. Apalagi sudah mendapat nomor kontak Dewi, komunikasi dapat lancar.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  11. Matur nuwun Bu Tien, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....semoga semua sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah..suwun Bu Tien. Salam sehat bersama kelg.

    ReplyDelete
  13. πŸ’šπŸͺ΄πŸ’šπŸͺ΄πŸ’šπŸͺ΄πŸ’šπŸͺ΄
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’πŸ¦‹
    Cerbung eMHa_42
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam seroja😍
    πŸ’šπŸͺ΄πŸ’šπŸͺ΄πŸ’šπŸͺ΄πŸ’šπŸͺ΄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  14. Terimakasih bunda Tien, sehat selalu sekeluarga, selamat berlibur dan istirahat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Komariyah

      Delete
  15. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 42 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 42 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  18. Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 42..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Dewi makan Nasgor nya semangat krn sdh ketemu Satria dan kirim no hp nya.

    Dewi hrs membujuk Kakek Hasbi bersama sama ke Psikiater...semoga mau..he..he...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  19. Alhamdulillah..matursuwun Bu Tien. Salam sehat bahagia selalu bersama kelg.tercinta 😍😍

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah aduhai hai hai

      Delete
  21. Cerita ini bikin pembaca geli...
    Jangan-jangan Mbak Tien ketika menulis cerita ini, tertawa sendiri...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Kakek Hasbi penuh curiga, HP baru kok sdh ada yg telepon ...kita tunggu jawaban dari Dewi

    ReplyDelete
  23. Kasihan Dewi...terikat pada masa lalu "kakek"nya. Gimana mau cepat beres kuliahnya dan menikah dengan Satria?πŸ€”

    Terima kasih, ibu Tien...cerbungnya menjangkau berbagai ide dan kalangan. Semoga sehat2 ya, bu...πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ’–

    ReplyDelete

MAWAR HITAM 48

  MAWAR HITAM  48 {Tien Kumalasari}   Melihat majikannya kelihatan bingung, simbok mendekat. “Tuan, saya tadi kan bercerita banyak pada Tuan...