MAWAR HITAM 26
(Tien Kumalasari)
Sinah sudah membuka almari file yang ditunjuk Satria, tapi kemudian dia membalikkan tubuhnya. Ia melihat OB melangkah keluar sambil membawa rantang berisi makanan yang diperuntukkan bagi Satria. Matanya merah menahan marah.
“Berhenti!” teriaknya.
OB itu berhenti, tak mengerti.
“Letakkan rantang itu kembali ke tempatnya,” titahnya lantang.
Satria mengangkat wajahnya, melihat sang OB kebingungan. Satria segera berdiri, lalu melangkah mendekat, di mana OB itu berdiri.
“Sudah, bawa saja ke belakang. Itu untuk kamu,” katanya sambil tersenyum.
OB itu mengangguk dan melanjutkan langkahnya, sedikit bingung, tapi perintah Satria sang manager keuangan ada diatas segalanya. Teriakan perempuan yang baru sekali dilihatnya itu tak dihiraukannya.
Sinah akan mengejarnya, tapi Satria menghadang di depannya.
“Bu Mawar mau ke mana?”
“Pak Satria, ini namanya penghinaan,” sergahnya.
“Siapa yang menghina?”
“Pak Satria.”
“Mengapa begitu?”
“Saya memberikan makanan itu untuk pak Satria, tapi Anda memberikannya kepada OB itu. Enak saja, lauknya adalah lauk pilihan, dan khusus aku bawakan untuk pak Satria. Mengapa pak Satria melakukan itu?”
“Bukankah bu Mawar memberikan makanan itu untuk saya?”
“Ya, apa kurang jelas?”
“Berarti makanan itu sudah menjadi milik saya, jadi mau saya berikan kepada siapa, terserah saya, kan itu milik saya? Bahkan seandainya saya buangpun, saya kira tidak ada masalah.”
Beberapa staf yang ada di situ menutup mulutnya dengan tangan, agar suara tawanya tak sampai keluar.
Sinah membanting-banting kakinya. Pria yang dicintainya telah menyakiti hatinya. Gemas dan kesal bercampur aduk dalam hatinya.
“Bu Mawar, ruangan ini tempat orang bekerja. Kalau bu Mawar ingin bekerja di sini, maka lakukan apa yang menjadi perintah saya, karena saya adalah manager di ruangan ini,” kata Satria tandas.
Tiba-tiba Sinah merasa menyesal. Cara kerja di sebuah perusahaan berbeda sekali dengan di rumah makan miliknya. Ia bisa melakukan apapun yang dia sukai, dan dia tak pernah bisa diperintah oleh siapapun. Tapi di sini, ia harus diperintah. Pekerjaan yang dipilihnya, ternyata membuatnya sangat terhina. Bukan duduk di sebuah kursi yang bisa diputar, di depan meja kerja yang dihiasi dengan bunga segar. Itu pekerjaan anak buahnya atas perintahnya. Tapi di sini, ia mendapatkan meja di sudut ruangan yang belum pernah dia duduk di depannya. Meja yang sepertinya tersisih dari meja-meja lainnya. Tidak mengkilap, apalagi dilapisi kaca. Lalu sekarang dia diperintah untuk merapikan almari? Apakah Andra memberinya pekerjaan sebagai pembantu?
Tapi Sinah masih berusaha bersabar. Baiklah, barangkali dia berpikir, kalau ia penurut, pekerjaannya baik, maka Satria akan menaruh perhatian padanya. Karena itu ia menyunggingkan senyum setelah mendengar perintah bapak manager.
“Baiklah Pak, mohon maaf, saya tadi khilaf,” katanya sambil mendekati almari yang sejak tadi sudah dibukanya.
Sinah bersin beberapa kali. Itu kan almari tua, isinya bertumpuk-tumpuk map yang dia tidak tahu apa isinya. Sedikit berdebu.
“Susun kembali tapi jangan merubah susunannya, urutkan per bulan, seperti sebelumnya,” sambung pak Asmat.
Sinah merengut. Laki-laki setengah tua tapi yang oleh Satria begitu dihormati itu bukan manager, tapi ia berpengaruh dan menguasai segalanya. Itu sebabnya Satria menaruh hormat. Bukan karena tingkatan kedudukannya lebih tinggi maka Satria berlaku seperti seorang pemimpin, tapi sikap santun dan pengalaman yang dimiliki pak Asmatlah maka Satria harus mengacungkan jempol dan menunduk hormat terhadapnya. Sinah tahu itu, karena pernah bertemu keduanya ketika ia datang setelah menemui Andra. Karena itulah Sinah tak berani meremehkannya, takut kalau sikapnya akan membuat Satria kecewa.
Satria menatap Sinah yang mengerjakan apa yang menjadi perintahnya, lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Apa sebenarnya yang diinginkan wanita itu?” kata batin Satria.
Alangkah besar pengorbanan Sinah. Demi bisa mendekati dirinya maka dia bersedia meninggalkan usaha yang digelutinya, dan memilih menjadi pekerja di tempat itu. Dan bahkan ingin mencelakai Dewi? Tiba-tiba Satria teringat sesuatu. Ia harus menelpon Dewi. Maka diambilnyalah ponselnya, kemudian ditelponnya Dewi.
“Ya Mas, aku sedang ada di kampus nih.”
“Oh, sedang ada kelas?”
“Tidak, belum masuk. Lima menit lagi. Ada apa nih, pak manager tiba-tiba menelpon saya?”
“Hanya mengingatkan. Kamu tadi naik motor?”
“Iya, katamu demi keselamatan.”
“Iya, tentu saja.”
“Ya sudah, hanya ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja.”
“Aku akan berhati-hati.”
“Ya sudah, tetaplah berhati-hati.”
Almari yang dirapikan Sinah letaknya tidak jauh dari meja Satria, jadi Sinah mendengar pembicaraan itu.
“Jadi Dewi sekarang naik motor? Aku harus segera memberi tahu Bagus,” kata batinnya sambil melangkah keluar ruangan.
“Eh, barang-barang masih berantakan, mau ditinggal ke mana?” tegur pak Asmat.
“Sebentar, mau ke toilet,” jawab Sinah tanpa menghentikan langkahnya.
Pak Asmat mengangkat bahu, Satria menatapnya sambil tersenyum.
“Seperti sebuah lelucon …” kata pak Asmat yang tidak tahu apa sebenarnya maksud sang bos dengan mempekerjakan orang tidak waras bernama Mawar itu. Ya, tentu saja Sinah dianggap tidak waras, karena tidak tahu tata krama, dan tidak bisa mengerti bagaimana bersikap sebagai karyawan.
“Saya pikir, bu Mawar itu suka pada pak Satria,” kata pak Asmat sambil tersenyum.
“Siapa yang tidak suka, manager ganteng begini dimana-mana pasti banyak disukai gadis-gadis,” sambung karyawan yang duduk di belakang pak Asmat.
“Sudah ada issue kalau Tatik juga suka sama pak Satria lhoh,” sambung yang lain.
Sejenak ruangan itu menjadi sedikit heboh, sedangkan Satria hanya tersenyum-senyum saja.
***
Didalam toilet, Sinah menelpon Bagus.
“Sudah kamu kerjakan Gus?”
“Belum hari ini Mawar, aku sedang merancang rencana yang akan aku jalankan nanti.”
“Kelamaan sekali kamu Gus. Aku kira bisa mengatasi masalah, sudah sehari semalam masih saja membuat rencana.”
“Ini bukan masalah biasa. Kecuali aku harus menculiknya, aku juga harus menjaga jangan sampai ada salah satu atau bahkan semua dari kita akan tertangkap”
“Bodoh! Awas kamu ya, jangan sekali-sekali menyebut namaku kalau kamu atau siapapun temanmu itu sampai tertangkap.”
“Iya, aku tahu. Ini aku juga sedang menghubungi teman yang biasa menyewakan mobil.”
“Ya sudah, pokoknya kamu kerjakan dengan rapi. Eh, tapi ada yang penting, aku sampai lupa memberi tahu.”
“Apa tuh?”
“Sekarang dia ke kampusnya naik sepeda motor.”
“Tuh kan, beruntung kamu mengatakannya. Jadinya aku harus merubah rencanaku.”
“Hei, siapa di dalam? Kalau di toilet jangan telpon-telponan dong, gantian!” terdengar teriakan sambil menggedor-gedor pintu.
Sinah segera sadar bahwa dia tidak sedang ada di rumahnya sendiri. Ia keluar sambil menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku.
“Reseh!!” umpat Sinah sambil pergi menjauh, kembali ke ruang keuangan. Wanita yang menegurnya, menatapnya heran, karena kebetulan belum pernah melihat adanya perempuan asing di tempat itu. Dan dia berpikir, barangkali salah seorang tamu yang menumpang ke toilet. Tamu yang sangat kasar, lalu dia menyesal karena mengata-ngatainya saat dia di dalam kamar mandi. Kalau dilaporkan pimpinan, dia bisa kena tegur.
***
Tanpa peduli pada pandangan aneh setiap orang, Sinah melanjutkan pekerjaannya. Ia berharap Bagus bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pada dasarnya, saat menjadi pembantu Andira, Sinah memang pekerja yang baik, rajin dan rapi. Ia menata isi almari itu dengan baik, seperti apa yang dianjurkan pak Asmat, urut sesuai bulan dan tahun. Sebenarnya isi almari itu tidak sepenuhnya berantakan, dan Sinah tidak begitu susah menatanya, kecuali hanya kurang rapi menyusunnya.
Ia menutup almari itu, lalu dengan senyum ia mendekati Satria, seakan tidak ada rasa marah walau makanan yang diberikannya barangkali sekarang sudah dilahap sang OB dengan penuh rasa nikmat.
“Apa lagi yang harus saya lakukan, pak Satria yang terhormat?” katanya setengah bercanda. Walau bercanda tapi bagi yang mendengarnya, Sinah tetap terlihat sangat tidak sopan mencandai seorang pejabat sambil tersenyum-senyum.
“Istirahatlah dan minum, di sana, di meja yang ada di sudut itu,” kata Satria sambil menunjuk ke arah meja, dimana tadi OB menaruh minuman di sana.
“Bolehkan saat makan siang nanti saya menemani pak Satria? Saya membawa mobil.”
“Tidak, saya biasa makan di kantin,” jawab Satria tak senang.
“Bersama bapak itu juga boleh,” katanya sambil menunjuk ke arah pak Asmat.
“Namanya pak Asmat.”
“Nah, pak Asmat, mau kan nanti makan siang bersama? Saya yang mentraktir, sebagai rasa senang saya karena bisa mulai bekerja hari ini. Atau siapa saja yang mau ikut? Seluruh ruangan ini boleh kok.”
“Tidak, terima kasih,” kata pak Asmat, dan yang lain tidak bereaksi. Sikap Sinah tetap dianggap orang aneh.
“Nanti saya akan menghadap pak direktur, kehadirannya justru mengganggu, bukan?” kata seorang wanita dengan berbisik ke arah rekan kerja disampingnya, yang kemudian mengangguk setuju.
“Tidak ada yang mau ya?” katanya sambil melenggang ke arah meja yang ditunjuk Satria, lalu meneguk minumannya.
***
Di saat istrahat, Sinah memasuki ruangan Andra dengan wajah cemberut.
“Mas, aku tidak mau bekerja seperti itu. Aku kan ya anak sekolahan, masa disuruh merapikan almari yang berdebu pula. Memangnya aku ini pembantu?”
“Lalu kamu mau pekerjaan apa? Semua sudah ada yang bertugas. Jadi sebenarnya tidak ada lowongan di sini.”
“Saya kan bisa menulis, bisa mencatat,” katanya sambil mulutnya tetap saja mengerucut seperti ujung kukusan.
“Semua sudah ada yang bertugas, yang masih kurang adalah tenaga menata dan merapi-rapikan ruangan,” kata Andra enteng.
“Pembantu dong.”
“Sinah, aku mau pulang makan, karena Andira sedang menunggu aku. Jalani saja pekerjaanmu dengan baik, supaya kamu juga bisa mendapat gaji yang baik,” kata Andra sambil berdiri.
“Mas, jangan memanggilku Sinah dong, bukankah namaku Mawar?”
“Susah mengganti panggilan. Bukankah di rumah aku juga memanggilmu Sinah?”
“Di sana tidak ada yang mendengar cara Mas memanggilku, tapi di sini banyak orang. Jangan begitu dong Mas, tolong,” kata Sinah sambil mengikuti Andra dari belakang.
Ia berjalan seakan menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara dirinya dan pemilik perusahaan itu.
Disebelah ruangannya, ia berpesan kepada Tatik, sekretarisnya.
“Tatik, tolong temani pak Satria makan di kantin, mungkin dia belum terbiasa sehingga butuh teman.”
“Baik Pak,” jawab Tatik dengan tersenyum. Sinah melotot menatap Andra.
“Aku juga belum tahu di mana kantinnya, aku akan bersama mbak Tatik juga,” kata Sinah tak tahu malu. Sebenarnya ia tak suka ada perempuan lain yang menemani Satria, tapi masih ada rasa sungkan karena ada Andra.
Ketika di depan pintu ruang keuangan, Satria baru saja keluar, Tatik menyambutnya sambil tersenyum.
“Pak Satria, pak Andra meminta agar saya menemani Bapak makan di kantin.”
Satria melirik sekilas kepada Sinah, lalu mengangguk sambil tersenyum ke arah Tatik.
“Baiklah, mari mbak Tatik menemani saya,” katanya sambil berjalan di samping Tatik, sikapnya sangat manis, dan tidak mempedulikan Sinah yang tetap mengikutinya, dengan darah yang nyaris mendidih.
***
Besok lagi ya.
π»ππ»π π»ππ»π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_26
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€². Salam serojaπ
π»ππ»ππ»ππ»π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 26" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Matur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteeMHa_26 sdh hadir....
Yuk kita baca bersama .....
Terimakasih Bu Tien, salam SEROJA ππ
Sami2 mas Kakek
DeleteSalam seroja juga
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah MAWAR HITAM~26 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia serta selalu dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *MAWAR HITAM 26* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Hamdallah...sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Matur Nuwun Mawar Hitamnya sdh dihadirkan....
ReplyDeleteSemoga mbak Tien senantiasa Sehat Bugar Bahagia....ππ♥️
Salam aduhai dari Surabaya ♥️♥️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Dewi
Aduhai
Terima kasih Mbu Tien...
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia aduhai dr Yk....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 26 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Jiaannn... Sinah benar benar kampungan. Jabatannya dari pembantu, jadi boss, jadi pembantu lagi. Jangan jangan nanti jadi penghuni hotel prodeo.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Maturnuwun Bu Tien MH tayang dngn bagus, sikap Satria dan Andra thdap Sinah oke sekali, untuk selanjutnya lebih menarik pembaca setia..
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu Buππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 26...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Sinah di anggap orang asing di perusahaannya Andra, krn keahlian dan tata krama tdk punya. Sampai kapan Sinah dapat bertahan kerja di tempat tsb.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Terimakasih bunda Tien, sehat selalu bunda Tien sekeluarga.... Aamiin YRA π€²π€²π€²
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Kalau difilmkan yang episode ini, bagus sekali...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Ayo dong.. bantuin cari produsen film.
DeleteTerima kasih MasMERa
Selamat pagiii bundaqu .terima kasih MH nya..salam sehat sll unk bunda bersm bpk Tomππ₯°❤️πΉ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Farida
Matur nwn bu Tien π
ReplyDelete