MAWAR HITAM 23
(Tien Kumalasari)
Dewi berharap segera bisa sampai di rumah. Entah mengapa perutnya terasa sangat lapar. Oh iya, tadi pagi karena terburu-buru, dia tidak sempat sarapan. Teriakan mbok Randu yang mengingatkan, diabaikannya begitu saja.
“Keburu telat Mbok," teriaknya pagi tadi, karena sebuah becak yang dipesannya sejak kepulangannya kemarin, sudah menunggu di depan pagar rumahnya.
Karena itulah dia merasa sangat lapar siang hari itu. Ia juga setengah mengantuk, oleh rasa lapar itu. Tapi tiba-tiba dia tersadar, becak yang ditumpanginya tidak melewati jalan yang biasa dilalui. Ini menyimpang jauh.
“Lho, Pak, kok lewat sini? Bapak tahu jalan tidak sih?”
“Lha tadi Aden bilang mau ke mana?”
“Gading Pak, sanaa … dekat alun-alun.”
“Ooh, maaf … maaf … baiklah, saya putar dulu, saya salah dengar … kirain ke terminal.”
“Aneh Bapak ini, Gading sama terminal … beda jauh tuh.”
“Maaf, Den. Maklum, telinga orang tua.”
“Kayaknya Bapak belum tua benar deh.”
“Maaf Den, maaf sekali. Saya salah. Karena penyakit waktu kecil, telinga saya bermasalah,” katanya sambil terus mengayuh becaknya setelah memutar balik.
Tapi baru beberapa puluh meter becak itu berjalan, tiba-tiba si tukang becak menghentikan becaknya.
“Ada apa lagi, Pak?”
Tukang becak itu turun, lalu terlihat memegangi ban becaknya.
“Waduh Den, maaf lagi, becak saya gembos.”
Dewi menghela napas kesal. Ia menoleh kesekeliling tempat itu, dan tampaknya tak ada kendaraan lain yang lewat. Becak lain juga tak terlihat.
“Bagaimana ini Pak?” kesal Dewi.
“Maaf Den, ini bukan kesalahan saya. Barangkali terkena paku tadi.”
“Lalu bagaimana ini? Tidak ada becak lain juga.”
“Saya cari tukang tambal ban dulu ya Den.”
“Ke mana carinya? Sepertinya di daerah sini tidak ada tukang tambal ban.”
“Den tunggu di sini dulu saja. Itu, di bawah pohon itu kan rindang. Saya ke sana untuk mencari tukang tambal ban ya Den, habis mau bagaimana lagi? Ban gembos kan tidak bisa dibuat jalan.”
Dewi tak menjawab. Ia benar-benar merasa sial. Sudah jalannya salah, sekarang ban becaknya gembos. Ia menyesal agak mengantuk tadi, sehingga tidak memperhatikan jalan yang dilalui si becak.
Ia bahkan melupakan rasa laparnya gara-gara kebingungan mau pulang dengan apa.
Tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti di dekat dia berdiri. Si tukang becak yang masih berada ditempat itu menyapanya.
“Mas, bisakah menolong si den itu, kasihan, becak saya gembos, nggak bisa jalan, saya lihat di dekat-dekat sini tidak ada tukang tambal ban.”
“Oh, boleh. Mau ke mana, Mbak?” tanya si pengendara sepeda motor.
“Gading, tapi saya menelpon teman saya saja,” katanya sambil memutar nomor Listyo.
“Biar Mbak saya antarkan saja. Kasihan.”
“Apa tidak merepotkan?”
“Tidak, hanya mengendarai sepeda motor, tidak akan merasa capek, masa merepotkan? Ayolah.”
“Iya Mas, becaknya nyasar jauh, aku lagi ngantuk. Iya, ya sudah nggak jadi. Sudah ada yang mau mengantar. Ini di daerah Lempuyangan. Sudah kok Mas, nggak usah," kata Dewi yang berbicara di telpon dengan Listyo.
Dewi segera menutup ponselnya.
“Ayo Mbak, nanti pasti saya antarkan sampai ke rumah.”
“Terima kasih banyak Mas,” katanya sambil memberikan sejumlah uang kepada si tukang becak.
“Nggak usah Den, kan Aden malah gagal saya antarkan pulang, saya harus minta maaf.”
“Nggak apa-apa Pak, kan Bapak nggak sengaja. Biar, terima saja ini, sama untuk ongkos tambal ban,” kata Dewi memaksa, dan akhirnya uangnya memang diterima.
“Sudah Mbak, ayo naiklah Mbak.”
Dewi segera naik ke boncengan orang itu, dan berterima kasih karena mau menolongnya.
Tapi ketika harusnya belok ke kiri, sepeda motor itu justru belok ke kanan. Tentu saja Dewi terkejut.
“Lho … mas, kok belok ke sini?”
“Nggak apa-apa Mbak, ini cari jalan pintas.”
“Jalan pintas bagaimana? Ini semakin jauh, saya turun saja di sini,” kata Dewi.
“Mbak, di sebelah sana ada pawai panjang sekali. Kalau kita lewat sana, bisa terhenti selama berjam-jam karena jalan ditutup,” jawabnya sambil jalan.
“Biar saja ada pawai, saya mau kembali saja, mengapa Mas malah memacu sepeda motornya semakin kencang?”
Dewi mulai curiga. Laki-laki pembawa sepeda motor ini sepertinya punya niat buruk. Mungkin mau merampok. Tapi dia kan tidak membawa apa-apa? Hanya uang yang tidak seberapa. Perhiasan? Dewi tidak pernah memakai perhiasan walaupun sang ibu telah memberinya lagi ketika dia pulang dari luar jawa dan tidak memiliki apapun karena habis dijual demi mendirikan sekolah di desa terpencil.
“Mas, berhenti!” Dewi berteriak.
Hanya ada beberapa orang lewat di jalan itu, tapi mereka mengira ada sepasang suami istri sedang bertengkar, jadi hanya menoleh sekilas kemudian berlalu. Bahkan ketika Dewi berteriak minta tolongpun, mereka tetap mengira bahwa keduanya adalah suami istri yang sedang bertengkar.
Dewi semakin marah, dengan keberanian yang dikumpulkannya, kemudian dia melompat dari sepeda motor, lalu jatuh berguling-guling di tanah yang berbatu.
Sepeda motor itu berhenti, dan Dewi berlari secepatnya sambil menahan sakit. Ia kembali ke jalan besar sebelum sepeda motor itu membawanya berbelok ka arah kanan.
Tapi laki-laki itu kan membawa sepeda motor, begitu ia memutar balik lalu mengejarnya, dalam beberapa detik ia sudah berada di belakang Dewi.
“Tolooong, toloong,” Dewi berteriak.
Tapi laki-laki itu berteriak pula tak kalah keras.
“Istri saya sedang marah, jangan hiraukan,” teriaknya sambil mengejar.
Dewi pucat pasi ketika si pengejar tiba-tiba sudah ada di depannya.
“Sebenarnya apa maksudmu? Merampok? Aku tidak punya apa-apa yang berharga. Aku hanya seorang mahasiswi. Lihat, aku punya apa? Apa yang kamu inginkan?”
“Aku tidak menginginkan hartamu, aku ingin kamu?”
“Apa maksudmu?” teriak Dewi.
Ketika sebuah kendaraan melintas dan memperhatikan mereka, laki-laki itu berteriak keras.
“Ayo pulang, kamu mau ke mana? Ayo pulang.”
Dan lagi-lagi orang mengira mereka sepasang suami istri yang sedang bertengkar.
“Aku bukan siapa-siapanya! Tolong aku!”
Laki-laki itu sudah menarik tangan Dewi.
Dewi berteriak kesakitan karena tangannya terluka ketika dia melompat dari sepeda motor, dan laki-laki itu mencengkeramnya sangat keras.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti. Pengendaranya turun, dan laki-laki bersepeda motor itu masih saja berteriak.
“Istri saya sedang ngambeg, saya sedang membujuknya untuk pulang.”
“Mas Listyo?” pekik Dewi senang.
Pengendara mobil itu memang Listyo.
“Maaf Mas, jangan ikut campur, dia istri saya yang_”
Tapi Listyo segera mengayunkan tangannya ke arah kepala si pembohong itu, membuatnya terbanting.
“Mas Listyo.”
Listyo ingin kembali menghajarnya, tapi ia melihat tangan Dewi berdarah-darah. Ketika ia mendekati Dewi dan merengkuhnya, pengendara sepeda motor itu segera menghampiri motornya dan kabur seperti sedang dikejar setan.
***
Listyo membawa Dewi ke rumah sakit. Ia bukan hanya terluka tangannya, tapi lengan kirinya retak. Dokter segera membebatnya dan melarangnya untuk tidak banyak bergerak.
“Bagaimana kamu bisa bersama laki-laki jahat itu?” tanya Listyo ketika sedang menunggu obat di rumah sakit.
“Aku tuh tadinya naik becak, tapi entah bagaimana, mungkin aku ngantuk, tidak sadar bahwa si tukang becak itu nyasar kemana-mana. Setelah aku suruh balik, tiba-tiba bannya bocor, aku kebingungan lalu menelpon Mas, tapi seseorang bersedia mengantar aku. Karena tidak ada pilihan, aku mau saja diantar oleh orang itu. Aku sudah menyiapkan uang sebagai penukar dia beli bensin karena mau bersusah payah mengantarkan aku pulang. Tapi ternyata dia membawaku ke jalan yang tidak semestinya. Sepertinya dia memang ingin menculik aku. Karena curiga, aku melompat dari bocengan sehingga terluka seperti ini. Beruntung sekali kemudian Mas lewat. Sehingga aku selamat dari penculikan.”
“Aku tidak mengerti, apa maunya penculik itu?”
“Aku juga tidak mengerti, padahal aku tidak membawa uang banyak ataupun barang berharga.”
“Tampaknya tukang becak itu bekerja sama dengan laki-laki bersepada motor itu.”
“Mungkin ya Mas, tiba-tiba nyasar, masa orang sini tidak tahu jalan. Tiba-tiba ban becaknya gembos, lalu muncullah orang bersepeda motor itu.”
“Kalau aku tidak mengkhawatirkan lukamu, sudah pasti aku bisa menangkap dia.”
“Harusnya Mas tidak usah pedulikan aku, bukankah lebih baik menangkap penjahatnya dulu?”
“Mana mungkin aku tidak mempedulikan kamu? Melihat darah dari lenganmu saja aku sudah khawatir sekali. Tapi sekarang aku menyesal, aku biarkan penjahat itu terlepas begitu saja.”
“Lama sekali obatnya, biar aku tanyakan dulu ke instalasi farmasi,” kata Listyo lagi sambil berdiri menuju apotek.
***
Mbok Randu sangat cemas melihat keadaan Dewi yang ketika pulang lengannya dibebat dan harus digendong.
“Bagaimana ceritanya ini Den Ajeng, simbok sangat khawatir karena Den Ajeng terlambat pulang,” katanya sambil melayani Dewi makan. Untunglah yang cedera adalah lengan kiri, kalau kanan, ia membutuhkan orang lain untuk memasukkan makanan ke mulutnya.
“Namanya juga halangan Mbok, kita tak bisa menghindarinya. Tapi simbok tak usah khawatir, Allah melindungi aku melalui mas Listyo. Buktinya mas Listyo tiba-tiba muncul sehingga aku selamat.”
“Iya Den Ajeng, simbok percaya, Den Ajeng adalah orang baik, sehingga Allah selalu melindungi.”
“Padahal aku sudah lapar sekali.”
“Makan yang banyak Den Ajeng. Salah sendiri, tadi pagi simbok minta agar sarapan dulu, tapi Den Ajeng menolaknya.”
“Aku kesiangan Mbok. Dosen pagi itu galak banget, kalau aku terlambat aku bisa dihabisi oleh dia.”
“Lain kali Den Ajeng harus menyempatkan sarapan, jangan sampai kelaparan.”
“Iya, lain kali Simbok harus membangunkan aku kalau sampai subuh aku belum bangun juga.”
”Terkadang tidak tega melihat Den Ajeng sangat lelah.”
Sebuah ketukan pintu terdengar, mbok Randu bergegas menghampiri. Ternyata yang datang adalah Satria.
Ketika mbok Randu mengatakannya pada Dewi, Dewi langsung memintanya agar Satria diajaknya masuk.
“Silakan masuk Den, Den Ajeng sedang makan.” kata mbok Randu yang melihat Satria sudah sering datang ke rumah itu.
“Apa yang terjadi?” kata Satria yang tiba-tiba muncul.
“Kok kamu tahu?”
“Pak Listyo menelpon aku, aku langsung bergegas pulang.”
“Iya nih, aku tidak tahu, mengapa ada orang yang ingin mencelakai aku, padahal aku merasa tidak punya musuh.”
“Mungkin ingin merampok?”
“Merampok apa? Aku tidak membawa apa-apa. Lagi pula penampilanku kan selalu sederhana, tidak ada tanda-tanda bahwa aku orang yang pantas dirampok.”
“Berarti ada orang yang diam-diam membenci kamu.”
“Mungkin juga ya, tapi siapa? Aku tidak merasa pernah punya musuh.”
Tiba-tiba Satria teringat akan Sinah. Dia bukan laki-laki bodoh yang tak sadar bahwa Sinah menyukainya. Apakah Sinah yang melakukan itu, walau tidak secara langsung? Sinah punya uang, ia bisa melakukan apa saja.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah eMHa_23 sdh hadir....
ReplyDeleteSyukur Dewi ketemu Listyo..... sehingga terhindar dari upaya penculikan....
Terimakasih bu Tien, semoga panjenengan sehat terus dan terus sehat.
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI π€π€π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih mas Kakek
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSepertinya Bagus disuruh Sinah untuk melukai Dewi. Krn Bagus butuh uang dan Sinah menjanjikan dikasih uangnya tapi Bagus harus melakukan sesuatu.
DeleteSami2 pak Zimi
DeleteMatur nuwun
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 23" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Sri
π©΅π«π©΅π«π©΅π«π©΅π«
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_23
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai ππ¦
π©΅π«π©΅π«π©΅π«π©΅π«
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih jeng Sari
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 23 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Herry
Alhamdulillah MAWAR HITAM~23 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat wal'afiat.
ReplyDeleteAamiin YRA π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Djodhi
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteEpisode 23 sudah tayang.
Matur nuwun mbak Tien.
Sami2 jeng Ning
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang... syukurlah dewi selamat... terima kasih Mbu tien... semoga sehat sllu bersama keluarga trcnta
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Zimi
Alhamdulillah, Dewi orang baik pasti menemukan kebaikan,masih gregeten sama Sinah yg sll berusaha mncelakai orang,.......kalau sudah waktunya Sinah pasti terbongkar semuanya...... Maturnuwun Bu Tien,πsehat dan bahagia selalu...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Tatik
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Salamah
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan pak Tom Widayat sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Endah
Aduhai hai hai
Terima kasih, ibu. Saya tadi deg-degan pas mendengarkan. Tak kira ada tragedi yang mengerikan. Alhamdulillah, Dewi selamat.
ReplyDeleteSami2 ibu Linatun
DeleteMatur nuwun Bu Tien, ceritanya tambah seru dan aduhai. Tetap sehat njih Ibu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Reni
Hamdallah
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *MAWAR HITAM 23* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Wedey
Alhamdulillaah,matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteSeru nih , Dewi jd korban nya Sinah Krn ingin Satria
Ternyata Satria mulai paham ttg bahaya' yg mengancam Dewi ,. Keren & aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Ika
Bacanya degdegan takut Dewi kena culik untung ada Listyo, bener juga kata satria sinahlah pelakunya. Makasih bunda sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih ibu Engkas
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 23...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Hamdallah...Dewi ..selamat dari aksi percobaan penculikan.
Diam2 Satria curiga thd Sinah yang nyamar dodolan buah dan roti, mendatangi rmh nya Dewi dan kost2an dia wkt itu.
Otak Satria yang cerdas mencerna. Otak Sinah yang licik bekerja.
Seru dan menegangkan..π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteTerima kasih pak Munthoni
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSinah tak jera-jeranya bikin recok. Lelaki bermotor itu kan Bagus, selingkuhannya..
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteHatur nuhun bunda..slm sht sll unk bunda semeluarga
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam sehat juga
Nah, mulai terkuak nih...Sinah yang jahat menyuruh Bagus untuk mencelakai Dewi, demi bisa merebut Satria yg digandrunginya sejak dulu. Ga sabar menanti waktu kejatuhan Sinah, wkwk...π€π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...ide ceritanya bagus sekali.. Salam sayang penuh hormat...ππ»
Sami2 ibu Nana.
DeleteSalam sayang juga