MAWAR HITAM 19
(Tien Kumalasari)
Sejenak tak ada suara jawaban dari Bagus. Pasti dia bertanya-tanya, apa yang harus dilakukannya.
“Kamu mendengar apa yang aku katakan?” kata Sinah, lebih keras.
“Yaa, tentu saja aku mendengarnya.”
“Mengapa kamu diam? Kamu tidak mau? Kalau begitu aku cari orang lain saja, tapi jangan pernah lagi mengharapkan uang dari aku,” tandas suara Sinah, membuat Bagus gelagapan.
“Tunggu, kamu ngomong tanpa membuat aku mengerti?”
“Tidak mengerti? Aku hanya ingin kamu melakukan sesuatu, kalau kamu berhasil, uang yang kamu minta akan aku berikan. Tapi lakukan dulu sesuatu, seperti perintah aku. Yang kamu tidak mengerti apanya?”
“Ya itu, yang harus aku lakukan itu apa? Itu yang aku tidak mengerti.”
“Tidak enak omong di telpon, ketemuan saja di tempat biasa, nanti aku akan mengatakannya dengan jelas.”
“Kapan?”
“Kapan? Bulan depan !!”
“Ya ampun, gampang marah sekali sih kamu kali ini?”
“Aku memang sedang pengin marah nih, terutama sama kamu.”
“Mawar, kamu selalu bilang kalau kamu sayang sama aku kan? Kenapa sekarang kamu tega marah sama aku?”
“Siapa bilang aku sayang sama kamu? Kamu mengigau barangkali.”
“Yang lebih mungkin adalah waktu kamu mengatakan sayang itu, ketika kamu sedang mengigau.”
“Begitu ya? Kalau itu barangkali dugaanmu benar.”
“Baiklah, kapan kita ketemuan, serius nih, kalau sekarang, aku siap berangkat. Penasaran aku, pekerjaan apa yang akan kamu berikan untuk aku.”
“Tentu saja sekarang. Cepat, jangan sampai aku datang lebih dulu.”
***
Andra sudah ada di kantor pagi tadi, Satria sudah benar-benar mulai bertugas. Andra memperkenalkan Andra pada seluruh karyawan perusahaannya pada rapat yang diadakan pagi itu. Ada perasaan lega ketika mendapat laporan dari pak Asmat bahwa Satria cepat tanggap pada apapun yang dikatakannya. Ia yakin bahwa Satria akan menjadi anak buah Andra yang tidak mengecewakan, demikian kata pak Asmat.
Namun sebenarnya hati Andra sedang tidak baik-baik saja. Ada ancaman tersembunyi yang membuat ia harus menuruti apa yang diminta oleh si pengancam. Siapa lagi kalau bukan Sinah yang hanya seorang pembantu lalu menjadi nyonya pengusaha, tapi yang entah mengapa sekarang ingin jadi karyawan biasa.
Andra memijit keningnya pelan, sambil kedua sikunya bertumpu pada meja kerjanya. Apa yang harus dilakukannya?
Tapi sebenarnya ia tak semestiya bertanya apa yang harus dilakukannya. Bukankah memenuhi permintaan Sinah adalah suatu keharusan, atau semuanya akan berantakan?
“Lalu sampai kapan aku harus menuruti semua kemauannya? Bukankah dia sudah merenggut sebagian dari hidupku, hanya gara-gara malam kelam itu? Setelah ini apa lagi yang akan dimintanya? Lalu apakah aku harus diam saja? Kalau tidak, apa yang harus aku lakukan? Tak mungkin selamanya aku begini. Ia sudah menginjak injak kepalaku.”
Lalu Andra merasa, bahwa kelemahannya adalah karena ia takut kehilangan perusahaannya. Kalau Sinah tak dituruti, maka malam kelam itu akan dibeberkan oleh Sinah kepada mertuanya, berikut apa yang telah dilakukannya. Menikahi Sinah, memberi modal untuk membuka rumah makan, lalu sekarang ingin menjadi karyawan diperusahannya. Dan sang mertua akan murka, ia ditendang ke jalanan, dan Andira akan pergi meninggalkannya. Alangkah sedih kehilangan itu semua. Lalu apa yang harus dilakukannya? Ia ingat ketika melihat sebuah film, dimana untuk menghilangkan jejak maka seseorang rela melakukan pembunuhan. Dia akan melakukannya? Tidak. Andra masih cukup waras untuk melakukan perbuatan krimimal. Harus ada jalan. Tapi apa? Akankah dia akan begitu saja rela kehilangan sesuatu yang menurutnya sangat berharga? Atau demi harta dan kekuasaan serta demi istri tercinta maka ia harus menuruti semua kemauan Sinah?
“Bagaimana seorang pimpinan pagi-pagi sudah menyangga kepala dan memijit-mijit keningnya?” tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya.
Andra benar-benar terkejut. Ayah mertuanya datang tiba-tiba.
“Bapak,” Andra tergopoh bangkit dari duduknya, lalu mempersilakan sang ayah mertua untuk duduk di sofa.
“Kan kemarin aku sudah bilang. Rupanya memang benar, kamu sedang banyak pikiran. Tentu bukan karena istrimu yang sekarang masih dirawat. Ya kan?”
“Tidak Pak, tidak apa-apa. Saya hanya merasa sangat lelah.”
“Kamu kurang tidur karena selama berhari hari selalu menunggui istri kamu.”
“Mungkin iya. Tapi itu bukan masalah. Sudah menjadi kewajiban saya untuk membantu merawat Andira.”
“Jadi ada masalah apa? Perusahaan baik-baik saja kan?”
“Sangat baik. Kami baru saja selesai rapat, sambil memperkenalkan seorang karyawan baru.”
“Ada karyawan baru di sini?”
“Iya Pak, manager di bagian keuangan, setelah beberapa lamanya kosong.”
“Hati-hati memilih karyawan, jangan asal dia berpendidikan, perilaku juga harus dipertimbangkan,” kata pak Sunu.
“Iya, pak. Kan masih ada waktu untuk mempertimbangkan, bagaimana nantinya, apakah bisa lanjut menjadi karyawan tetap atau tidak. Selama tiga bulan dia masih dalam masa percobaan. Bisa kita yang nggak cocok, atau dia yang nggak mau lanjut.”
“Iya, benar. Bagian personalia terkadang juga kurang bisa mengawasi siapa yang melamar.”
“Yang ini saya sendiri yang menerima langsung. Saya kira dia baik. Saya sudah mengenal lama.”
“Benarkah?”
“Semoga saya benar. Bapak ingin melihat dia dan mengenalnya?”
“Aku ingin jalan-jalan saja untuk melihat-lihat.”
“Baiklah, mari saya antarkan.”
Ada rasa bersyukur di hati Andra, karena sang ayah mertua datang mendadak untuk melihat perusahaannya, sebelum ada Sinah di perusahaan ini. Entah apa yang terjadi kalau sampai pak Sunu melihat Sinah. Apa yang baik dari wanita itu? Ia tahu Sinah tak memiliki personal untuk bisa dinilai bagus. Ia sedang berpikir tentang bagaimana caranya menyingkirkan Sinah, ketika sudah sampai di bagian keuangan lalu sang ayah mertua masuk ke dalamnya.
Begitu melihat pak Sunu, seluruh staf yang ada di situ segera berdiri memberi hormat, dipimpin oleh pak Asmat yang menjadi karyawan senior dan tentu saja menganal pak Sunu.
“Selamat siang, pak Sunu,” katanya hormat.
“Siang juga. Pak Asmat sehat-sehat?”
“Alhamdulillah atas doa Bapak.”
“Bagaimana perusahaan ini, aku lihat banyak kemajuan?”
“Dipimpin pak Andra, semuanya menjadi lebih baik.”
“Syukurlah. Mana manager baru yang hari ini mulai tugas?”
Satria segera menganggukkan kepalanya dengan hormat, ketika pak Asmat menunjuk ke arahnya.
“Masih sangat muda. Dan sangat tampan,” puji pak Sunu.
“Terima kasih, Bapak.”
Lalu mereka berbincang sebentar. Ketika Satria mengatakan di universitas mana dia kuliah, pak Sunu menyebut nama Listyo, membuat Satria terkejut karena pak Sunu mengenalnya.
“Bapak mengenalnya?”
“Saya pernah menjadi dosennya. Dia anak pintar, selesai kuliah di sini, dia lanjut ke luar negri untuk mengambil doktornya. Jadi Anda mahasiswanya?”
“Benar.”
“Saya akan mengontak dia selepas ini, lama sekali tidak bertemu, padahal dulu dia menjadi mahasiswa yang dekat dengan para dosen.”
“Silakan Pak. Dia juga dosen terbaik bagi saya, dan pembimbing yang sangat membantu saya dalam menyelesaikan kuliah saya.”
“Bagus sekali. Pasti Anda juga mahasiswa yang pintar, karena bisa dekat dengan dosen Anda.”
“Tidak begitu juga Pak, saya sama dengan mahasiswa lainnya. Pak Listyo memang selalu dekat dengan para mahasiswanya.”
Pak Sunu keluar dari ruangan keuangan setelah berbincang tentang keuangan perusahaan. Ia juga punya penilaian baik atas Satria yang santun dan suka merendahkan diri. Pak Sunu berharap Andra tidak salah pilih.
“Bagaimana kalau Andira kamu ajak kerja di kantor kamu?” tiba-tiba pak Sunu membuatnya terkejut lagi. Yang kemarin pernah dikatakan, Andra mengira hanya asal bicara, ternyata masih dilanjutkan lagi.
“Ya Pak?”
“Aku bicara tentang Andira. Tampaknya kamu tidak suka?”
“Bukan, bukan tidak suka. Saya hanya khawatir Andira tidak suka.”
“Coba saja kamu bicarakan, barangkali dia mau. Mungkin bisa membantu sekretaris kamu itu. Siapa tahu kalau dia bekerja, lalu bisa mengurangi berat badannya,” kata pak Sunu yang kali ini sambil tertawa.
“Nanti saya akan bicara Pak, toh sekarang dia masih di rumah sakit.”
“Dokter tadi bilang ketika aku mau berangkat kemari, katanya besok Andira bisa pulang. Cuma masih harus berhati-hati. Tidak boleh kemana-mana dulu. Nanti aku akan beli walker, barangkali dia membutuhkannya.”
”Ya Pak, terima kasih.”
“Tapi aku harus pamit dulu, tadi Andira nitip cemilan, aduh … mana tadi catatannya ya, kok hilang, aku telpon lagi saja dia, sambil jalan.”
Andra tersenyum. Katanya mau diet ketat, sedang di rumah sakitpun dia ingat makan cemilan?
***
Andira sedang ditemani Simbok. Bu Sunu pamit pulang sebentar, akan tidur di rumah saja, karena di rumah sakit dia tidak bisa tidur, sedangkan pak Sunu mau jalan-jalan melihat kantor menantunya.
“Bapak gimana sih, tadi aku sudah memberinya catatan untuk membelikan cemilan, ini malah tanya lagi,” kata Andira sambil menuliskan pesanannya melalui ponsel yang dipegangnya.
“Nyonya pesannya hanya ditulis di kertas oleh tuan besar, jadi ya mungkin terjatuh di mana, gitu,” kata simbok.
”Pengin emping juga,” katanya sambil menutup ponselnya.
“Nyonya jangan kebanyakan makan emping, nanti asam uratnya kambuh lagi.”
“Nggak Mbok, hanya sedikit nanti aku makannya.”
“Nyonya bilang mau diet, tapi masih ngemil,” kata simbok sambil tertawa.
“Sudah aku kurangi lho Mbok, makan cemilannya sedikit-sedikit kok.”
“Kata orang, sedikit-sedikit itu lama-lama menjadi bukit.”
“Simbok … aku kan juga sedang berlatih mengurangi makan.”
“Iya Nyonya, memang benar, harus berlatih. Tapi biar bagaimanapun, Nyonya kan tetap cantik.”
“Tapi kalau aku langsing, barangkali mas Andra akan lebih betah di rumah. Selama ini sering tidur di rumah yang dekat kantor itu.”
“Mungkin tuan sangat capek, sehingga merasa kejauhan kalau pulang ke rumah Nyonya.”
“Kemarin dia janji akan selalu pulang ke rumah. Semoga saja benar. Oh iya Mbok, kata Sinah, kemarin bisa mengerti kalau aku sakit tuh karena dia mampir ke rumah. Ketemu siapa dia? Apa nggak ada yang cerita sama simbok?”
“Ketika pulang itu saya sudah bertanya sama pembantu di rumah, apa ketemu Sinah. Katanya Sinah nggak mampir ke rumah tuh. Nyonya.”
“Kok katanya dikasih tahu orang rumah.”
“Nggak tahu juga Nyonya, rumah mana ya, kalau pembantu di rumah tidak ada yang tahu. Katanya Sinah tidak datang ke sana.”
“Kok dia bohong ya?”
“Sinah itu kan suka bicara seenaknya, mungkin dia ketemu orang, entah siapa, gitu.”
“Ya sudah, biarkan saja, mungkin dia juga asal bicara.”
Ketika mereka sedang berbincang, pak Sunu muncul dan menyerahkan semua pesanan Andira kepada simbok.
“Waduh, banyak sekali Tuan, katanya besok pagi nyonya Andra sudah boleh pulang?”
“Ya nggak apa apa Mbok, bawa pulang juga tidak apa-apa, nanti disimpan di rumah biar tidak usah beli-beli lagi.”
“Bapak sudah ketemu mas Andra?”
“Ketemu, juga ketemu manager keuangan yang baru itu. Dia baik, kelihatannya. Semoga begitu.”
“Iya, mas Andra juga sudah cerita.”
“Oh ya, aku tadi lewat di sebuah rumah makan, tapi nggak mampir, nanti ditunggu ibumu yang ingin makan di luar. Yang ingin aku katakan, ada rumah makan yang lumayan menarik, namanya Mawar Hitam. Rumah makan itu mau dijual. Kamu tertarik, mengelola sebuah rumah makan, Andira?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah *eMHa_19* sdh tayang ...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien....
Sami2 mas Kakek
Delete🌻💛🌻💛🌻💛🌻💛
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
Cerbung eMHa_19
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien selalu
sehat, tetap smangats
berkarya & dlm lindungan
Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam aduhai 💐🦋
🌻💛🌻💛🌻💛🌻💛
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Aduhai
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 19" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai..
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Matur nuwun bu
ReplyDeleteSami2 pak
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteAlhamdulillah MAWAR HITAM~19 telah hadir.. maturnuwun Bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah Mawar Hitam 19 sudah
ReplyDeleteTayang
Terima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai haii
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 19 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Hrrry
Alhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 19 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung * MAWAR HITAM 19
* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Rumah makan Mawar kalau jadi dibeli pak Sunu, bisa ganti nama RM Andira.. Tapi bisa juga ganti usaha, kan di dekatnya ada Rumah makan baru.
ReplyDeletePolitik yang kotor.. Sinah memang cari musuh, mau menang sendiri
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 19...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Andra mikir nya yang enggak enggak, akhirnya jadi sutris sendiri 😁
Carilah teman curhat yang bisa memberi solusi, ajaklah Satria berbicara.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSinah itu pengagum lurah saya, berbohong itu sudah jadi makanan sehari-harinya..
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Ahaa.. terkesan kelakuan pak lurah terus sih
DeleteSami2 MasMERa
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeletePenyesalan memang selalu datang kemudian...coba kalau Andra tidak keder digertak Sinah dari awal, betapa mudahnya dia menindas Sinah tentang kejadian di malam kelam itu, toh dia tidak dalam keadaan tidak sadar...walaupun ada korbannya, mungkin bisa diberi kompensasi sekali saja. Tapi kalau begitu, ya pendek kisah si Sinah ya...😁
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sudah terus berkarya. Semoga ibu dan pak Tom sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Alhamdulillah dah hadir Sinah yg licik, pinternya Bu Tien membuat cerita yg menarik untuk hiburan para pembaca yg setia... Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan sehat dan bahagia bersama Kel tercinta.
ReplyDelete