Saturday, May 31, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 25

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  25

(Tien Kumalasari)

 

Saraswati menatap abdi setianya dengan pandangan aneh. Tangannya yang masih memegang pintu almari dilepaskannya.

“Apa yang kamu bicarakan, Mbok?”

“Sesungguhnya, den mas memang memiliki selir.”

Tak urung mbok Manis harus berterus terang. Semuanya sudah terbuka, walau belum lebar benar. Sekarang mbok Manis ingin membuka semuanya, agar Saraswati mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Apa kamu tadi menyebut nama seorang perempuan?”

“Perempuan itu adalah Arum.”

Gemetar Saraswati ketika mendengarnya. Ia terduduk di kursi, tak percaya apa yang didengarnya.

“Jadi sebenarnya perempuan itu memang bermaksud menyakiti aku? Sementara anaknya seharusnya hidup mulia di sini, aku sayangi bagai anak sendiri, ternyata dia membawanya kabur karena mengadakan hubungan dengan suamiku?” kata Saraswati dengan nada marah.

“Den Ayu, banyak hal yang Den Ayu tidak mengetahui. Sebenarnya Arum tidak bermaksud mengkhianati Den Ayu. Dia melarikan diri karena menghindari gangguan Den Mas yang memaksanya selama dua bulan sampai dia melarikan diri.”

“Omong kosong apa kamu Mbok? Melarikan diri menghindari den mas? Lalu kemudian sudah menjadi selirnya?” geram Saraswati.

“Dua hari dalam pelariannya, den mas menemukannya di jalan, lalu dipaksanya untuk mengikuti.”

“Dan dia mau kan? Senang kan?”

“Tidak sepenuhnya benar. Pada suatu hari den mas Aryo sakit. Karena Arum juga merasa tidak enak badan, lalu diperiksa juga, dan ketahuan bahwa dia hamil.”

“Barangkali memang sudah jodohnya,” sengit ucapan itu terdengarnya.

“Arum terpaksa melakukannya demi bayi yang dikandungnya. Tapi dia mengatakan setelah bayinya lahir, dia akan minta cerai.”

“Itu yang dikatakannya? Aku harus percaya? Atau karena merasa bahwa keinginan bercerai itu lalu bisa membuat kemarahanku reda? Aku benci dan marah bukan karena ada perempuan yang harus menjadi maduku, tapi aku benci karena dikhianati, dan dibohongi.”

“Den Ayu, Tangkil juga tahu kalau sebenarnya Arum membenci den mas Adisoma.

“Oh ya, jadi sebenarnya kalian sudah tahu semuanya, dan sama sekali tidak mau mengatakannya padaku? Ya Tuhan, kalau saja aku tidak ketemu Sinuhun, pasti kebohongan itu akan berlanjut sampai Arum punya anak banyak dan menjadi pewaris keluarga Adisoma.”

“Apa Den Ayu tahu, den mas Aryo sesungguhnya memang putra den mas Adisoma.”

Saraswati membelalakkan matanya. Ada lagi sebuah rahasia yang baru saja dia mendengarnya.

Lalu mbok Manis menceritakan tentang hubungan Arum dan Adisoma ketika sedang berada di kampungnya, lalu mengenal dan menjadi dekat. Saat itu Arum benar-banar jatuh cinta pada Adisoma karena dimanjakannya. Tapi ketika Arum hamil, Adisoma meninggalkannya.

“Lalu Arum datang kemari, ingin mengabdi, tapi sebenarnya dia sedang mendekati suamiku kan?”

“Baik Arum maupun den mas sama-sama terkejut ketika ketemu di sini.”

“Benarkah?”

“Pada suatu malam den mas memasuki kamar Arum dan memperkosa dia.”

“Memperkosa itu bukankah melakukannya dengan memaksa?”

“Benar Den Ayu. Arum menolaknya. Sejak malam itu Arum membenci den mas karena dianggap laki-laki yang tidak bertanggung jawab, dan kemudian malah memperkosanya. Jadi Arum kemudian memutuskan untuk melarikan diri karena merasa tersiksa, dan tidak tega mengkhianati Den Ayu. Apa daya, dalam pelarian itu den mas menemukannya, lalu dicarikannya rumah untuk tempat tinggal. Arum tak berdaya karena dia ternyata hamil. Tapi dia sudah mengatakan bahwa akan meminta cerai begitu dia melahirkan."

“Mbok, kamu begitu mengetahui secara sangat jelas, dari mana semua itu? Dan ternyata kamu tega merahasiakan semuanya terhadapku? Kamu, bahkan Tangkil juga?” tanya Saraswati kesal.

“Sebenarnya semua adalah kebetulan. Dan saya tidak mengatakan kepada Den Ayu karena saya takut Den Ayu akan terluka.”

“Pendapat yang sangat aneh. Lalu aku menjadi kelihatan seperti wanita bodoh, yang mengasihi dan mencintai seorang pengkhianat, bukankah kamu dan Tangkil kemudian mentertawaiku?” Saraswati mengusap air matanya.

“Maaf Den Ayu, sesungguhnya setiap saat saya menangisi Den Ayu, tapi tidak berani berbuat apa-apa. Tangkil diam karena diancam oleh den mas Adisoma.”

“Jadi kalau aku melihat kamu berlinang air mata sambil menatapku, adalah karena kasihan kepadaku?”

“Kasihan tapi tidak berani berbuat apa-apa.”

“Bagaimana kamu bisa mengetahui semuanya dengan jelas?"

“Sinah yang memberi tahu saya, ketika dia sedang di pasar dan melihat den mas sedang mengantarkan Arum ke sebuah toko roti.”

Lalu mBok Manis menceritakan semuanya, sehingga dia menemukan alamat Arum, lalu bertemu dia di rumahnya.

“Haruskah aku mempercayai cerita itu?”

“Saya hanya menceritakan atas apa yang saya dengar dan saya lihat.”

“Kalau begitu antarkan aku ke rumahnya.”

“Sekarang, Den Ayu.”

“Kita selesaikan dulu bebenah barang-barang ini, baru berangkat ke sana.”

“Den Ayu benar-benar akan pergi?”

“Tempat ini sekarang terasa gerah untuk aku, jadi lebih baik aku pulang saja ke rumah orang tuaku.”

Mbok Manis menunduk lesu. Sesungguhnya ia ingin bendoronya berbaikan lagi.

“Kalau kamu mau, tetaplah ikut bersama aku, tapi kalau kamu lebih suka tinggal di sini, aku tidak akan memaksa.”

“Tidak Den Ayu, kemanapun Den Ayu pergi, saya akan tetap mengikuti.”

“Kalau begitu aku harus berterima kasih atas kesetiaanmu.”

“Sudah berpuluh tahun saya mengabdi, sungguh berat kalau tiba-tiba harus berpisah, Den Ayu.”

“Cepat bantu aku memasukkan semua ini Mbok, lalu kita pergi menemui Arum.”

***

 Arum sedang termenung di kamarnya, setelah menidurkan Aryo. Beberapa hari ini Arum merasa tak enak badan. Perutnya yang membuncit sudah sering terasa kenceng-kenceng. Arum sudah pernah melahirkan, jadi dia tahu bahwa sudah saatnya akan melahirkan. Ia sudah menata barang-barang yang akan dibawa ke rumah sakit saat melahirkan nanti.

Tapi pembantunya heran ketika melihat Arum menata semua bajunya juga.

“Bu, apakah Ibu akan membawa semuanya ini ke rumah sakit?”

“Setelah aku melahirkan aku langsung akan pergi.”

“Pergi? Maksudnya pegi dari rumah ini?”

“Hanya bersiap-siap. Aku akan bercerai setelah melahirkan.”

“Lalu bagaimana dengan mas Aryo dan bayi Ibu nanti.”

“Aku akan membawanya. Tapi kamu jangan mengatakan apa-apa dulu, apalagi kepada suami aku.”

“Ibu akan pergi dengan diam-diam?”

"Tidak diam-diam juga, aku sudah bilang pada suami aku tentang keinginanku bercerai."

“Ya ampun Bu, mengapa Ibu mau pergi, sementara bapak begitu perhatian pada Ibu.”

Di rumah itu, Adisoma tidak dianggap sebagai seorang ningrat. Karena si pembantu diminta memanggilnya ibu, maka ia juga menyebut bapak kepada Adisoma yang dianggapnya sebagai orang biasa. Adisoma tidak keberatan dipanggil bapak, toh Arum juga menganggapnya sebagai mas Adi dan bukan den mas Adisoma.

“Mengapa ibu memilih berpisah dengan suami?”

“Aku tidak menyukai suamiku, jangan bertanya alasannya. Dan karena rasa tidak suka itu maka aku memilih untuk bercerai.”

“Lalu ibu mau ke mana?”

“Entahlah, mungkin pergi ke kota lain, agar tidak bertemu suamiku lagi.”

Tapi sementara itu Arum merasa perutnya terasa semakin sakit.

“Aku akan berangkat ke klinik sekarang. Memang hari ini saatnya aku harus kontrol. Apa ini tanda bahwa aku akan melahirkan ya? Dulu pernah merasakannya, tapi apakah sama gejalanya saat melahirkan yang pertama dan kedua?" gumamnya.

Sang pembantu tak menjawab. Dia bahkan belum pernah menikah.

***

Hari itu Adisoma tidak pulang ke rumah Arum. Ia sedang berusaha membujuk sang istri, agar tidak memarahinya lagi.

Saraswati menolak perhiasan, Adisoma akan membujuknya dengan kata-kata yang manis.

Siang hari ketika sampai di rumah, ia melihat sang istri sedang duduk di kamar, terlihat seperti akan bepergian.

“Diajeng mau ke mana?” tanyanya sambil duduk di sampingnya, dan bersikap sangat manis.

“Jalan-jalan.”

“Bagus sekali. Mau jalan-jalan ke mana? Biar kangmas antarkan ya?”

“Tidak usah, aku sama mbok Manis saja. Pengin naik becak.”

“Naik mobil kan lebih enak, nanti kita akan mampir makan di restoran selat yang ada di Singosaren.”

“Aku hanya akan pergi sama mbok Manis.”

“Kalau mau mengajak mbok Manis juga tidak apa-apa kok, biar Tangkil yang setir mobilnya, jadi nanti ketika makan, mbok Manis bisa menemani Tangkil.”

“Tidak, aku tidak mau dengan siapa-siapa, aku hanya mau sama mbok Manis. Lama sekali tidak naik becak, aku ingin naik becak saja.”

“Diajeng, tapi aku ingin mengajak Diajeng jalan-jalan. Lama kita tidak jalan-jalan bersama. Melihat gajah di Kebon Raja?”

“Tidak, waktu kecil sudah sering melihat gajah di Kebon Raja.”

Adisoma lelah membujuk, nyatanya Saraswati tak mau diantarkannya. Karenanya Adisoma membiarkannya ketika kemudian Saraswati sudah menemukan becak lalu berangkat bersama mbok Manis.

“Den Ayu, kita muter-muter dulu, tidak langsung menemui Arum, soalnya nanti kalau den mas mengikuti bagaimana?”

“Iya, aku juga berpikir begitu.”

“Nanti saya suruh tukang becaknya untuk putar-putar dulu saja.”

Dan memang Adisoma mengikuti kemana perginya becak yang ditumpangi istrinya.

“Ternyata memang hanya ingin muter-muter saja,” gumam Adisoma yang kemudian menghentikan kegiatannya mengikuti.

“Dasar perempuan keras kepala. Dibujuk apapun kok tidak mempan,” omelnya.

***

Adisoma menuju pulang dengan hati gundah. Sangat susah menaklukkan hati wanita. Dulu ia sangat bahagia bisa memiliki Saraswati, putri seorang petinggi istana dari Jogya. Ia gadis yang bukan saja cantik, tapi juga baik. Perkataannya lembut, penuh kasih sayang, dan bisa meladeninya dengan sangat memuaskan. 

Tapi ketika tertimpa masalah, Adisoma merasa sangat kewalahan membujuknya. Ternyata dibalik hatinya yang lembut, Saraswati memiliki pribadi yang kuat, sulit ditaklukkan. Iming-iming berlian dan mutiara yang gemerlap tak mampu membuatnya tergiur. Rayuan, dianggapnya angin lalu.

Turun dari mobilnya, Tangkil yang wajahnya masih sedikit sembab mendekatinya. Biasanya Adisoma menyerahkan kunci mobil, lalu Tangkil akan memasukkannya ke garasi. Tapi tidak di siang hari itu.

"Tidak usah, aku masih akan memakainya."

"Oh, baiklah Den Mas."

"Wajahmu itu masih sakit?"

"Sudah banyak berkurang setelah selama beberapa hari mbok Manis mengobatinya."

"Kamu sudah tidak seperti Bagong. Aku minta maaf. Ternyata kamu tidak berkhianat."

"Tidak apa-apa Den Mas, saya bisa mengerti kalau Den Mas merasa panik ketika den ayu mengetahui semuanya."

"Sebenarnya tidak merasa panik juga, aku hanya terkejut."

Tangkil diam dan menundukkan wajahnya.

"Bukankah tidak salah kalau laki-laki punya istri lebih dari dua? Lagipula Arum bukan benar-benar istri. Hanya selir. Tapi Saraswati marahnya sudah melewati batas, menurut aku."

"Mohon ampun Den Mas, barangkali kesalahan Den Mas adalah bahwa Den Mas telah berbohong. Itu yang membuat den ayu marah dan sakit hati."

"Aku sebenarnya juga bermaksud untuk berterus terang, tapi belum kesampaian sudah keduluan dia marah."

"Den Mas kelamaan menunda waktunya."

"Maksudku setelah Arum melahirkan. Aku juga agak pusing memikirkan Arum. Dia bilang setelah melahirkan akan minta cerai. Padahal aku justru akan memboyongnya ke rumah, setelah Saraswati aku beri tahu. Tapi ya sudahlah, nanti akan aku pikirkan lagi. Aku mau pergi dulu, nanti sore saatnya Arum periksa ke dokter kandungan. Sepertinya tidak lama lagi dia akan melahirkan."

Adisoma kembali masuk ke dalam mobil. 

"Entahlah, aku hanya abdi, bisa apa?" gumam Tangkil.

***

Arum sudah sampai di klinik untuk kontrol kehamilannya yang semakin tua. 

Tapi setelah diperiksa, ternyata kandungan Arum hanya kenceng-kenceng biasa. Kata dokter, masih ada waktu beberapa hari bayi itu akan lahir.

Arum hanya diberi obat, lalu dimintanya untuk kembali ketika benar-benar sudah merasa akan melahirkan.

Setelah mengambil obat, dia merasa rasa sakit dan kenceng-kenceng sudah berkurang. Untunglah tidak hujan di siang menjelang sore itu.

Arum segera mencari becak. Biasanya Adisoma ingat kapan dia harus memeriksakan kandungannya, tapi Arum tidak peduli. Ia semakin ingin jauh dari Adisoma, sehingga tak harus bergantung kepada suaminya, walaupun nanti pada suatu hari dia benar-benar sudah saatnya melahirkan.

***

Setelah merasa aman, Saraswati menyuruh becaknya untuk menuju ke tempat dimana Arum tinggal.

Agak jauh, tapi Saraswati senang karena sang suami tidak lagi mengikuti.

“Masih jauhkah Mbok?”

“Memang agak dipinggiran kota Den Ayu, hampir memasuki desa Bacem.”

“Lumayan.”

“Tapi sudah kelihatan, di dekat saung di depan itu rumahnya. Nah yang ada mobilnya itu. Kita sudah hampir sampai.”

Tapi Saraswati mengenali mobil itu. Bukankah itu mobil suaminya?

***

Besok lagi ya.

47 comments:

  1. Matur Nuwun mbak Tien
    Semoga sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Kharisma

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku Jauh Di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun bu Tien
    Semoga sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  4. Terima kasih bunda
    Semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai..

      Delete
  5. Alhamdulillah CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG~25 sudah hadir, maturnuwun Bu Tien.. semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat dan bahagia senantiasa..
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  6. Alhamdulillah .. yang ditunggu sudah tayang, nampaknya semakin gerah suasana kraton. Matur nuwun Bunda Tien, barokalloh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  7. 🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻
    Alhamdulillah 🙏🧡
    Cerbung CJDPS_25
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🤲. Salam seroja😍
    🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  8. Alhamdulillah... sudah tayang CJDPS ~25, terimakasih bunda Tien, salam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercinta... aduhaii

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillaah..CJDPS-25 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiin


    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  10. Wahh... makin menegangkan... terima kasih Mbu Tien....

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 25 " sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  12. Terima ksih bunda cerbungnya sdh hadir..slmt mlm slm istrhat dan salam sehat sll ..aduhaaai sepanjang masa unk bunda bersama keluarga🙏🥰💞🌹

    ReplyDelete
  13. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 25...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Nah ini dia, sang Sutradara akan mempertemukan mereka bertiga ( Arum, Adisoma dan Saraswati ) di rumah Arum. Tambah seru dan penasaran nih...apa kata mereka nanti..😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  14. Alhamdulillah, sehat selalu. Mbakyu😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Kun

      Delete
  15. Waduh
    Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 25 " Sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Bu Tie, selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....

    ReplyDelete
  18. Sami2 ibu Komariyah
    Salam aduhaii

    ReplyDelete
  19. Aduh...
    Cemmana pulak ini?
    Terimakasih Mbak Tien..

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 41

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  41 (Tien Kumalasari)   Adisoma menerima amplop itu dengan heran. Ada urusan apa ini? Pikirnya dengan hati ...