Saturday, April 26, 2025

ADA MAKNA 40

 ADA MAKNA  40

(Tien Kumalasari)

 

“Mengapa tidak diangkat?” tanya Suryawan.

“Hanya pembicaraan tak penting,” jawab Wahyu sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku.

“Baiklah, aku sudah mengerti apa yang kamu inginkan. Masih ada yang ingin kamu katakan?”

“Satu lagi, saya bukan orang kaya. Saya hidup dari penghasilan yang tidak terlalu tinggi, tapi dengan kesederhanaan, saya akan bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga saya nantinya.”

“Kekayaan itu tidak mutlak. Hidup ini bisa dijalani dengan apapun. Dan kebahagiaan akan ada ketika kita bisa menerima apapun dengan ikhlas dan rasa syukur.”

Wahyu mengangguk. Jawaban itu menyiratkan bahwa tak ada penolakan atas permintaan yang diutarakannya. Wahyu tak ingin kelihatan bodoh dengan menginginkan jawaban gamblang yang sebenarnya sudah terucap walau tidak nyata.

Ketika Wahyu berpamit, Suryawan masih menatapnya sampai anak muda itu menghilang di balik pagar.

Ia menggeleng-geleng, tapi senyuman tampak di bibirnya. Perkataan Wahyu mengena di hati Suryawan. Kalau orang tuanya buruk, apakah anaknya tidak pantas untuk melangkah? Suryawan tahu, Wahyu anak baik. Dia sudah mengutarakan ketulusan hatinya untuk menikahi Tia. Apa salahnya kalau dia menyetujuinya?

Ketika lama tak segera masuk ke rumah, Tia yang memang sengaja tak keluar untuk menemui Wahyu, kemudian menghampiri sang ayah.

“Bapak kok tidak segera masuk ke rumah?”

“Udara begini segar. Sayang untuk dilewatkan.”

Tia duduk di depan ayahnya. Sang ayah tahu bahwa Tia sedang menunggu apa yang akan dikatakannya.

“Kamu ingin bertanya sesuatu?”

“Tidak, Tia menunggu apa yang akan dikatakan Bapak,” kata Tia enteng. Ada rasa lega melihat wajah ayahnya yang tenang tapi cerah. Sesuatu yang baik akan segera didengarnya. Suryawan tahu, Tia sudah mengerti apa jawabannya terhadap Wahyu yang baru saja pulang meninggalkan rumahnya.

“Kalau kamu sudah mantap untuk menjalani hidup bersamanya, jalanilah.”

Sebuah kalimat yang tak terlalu panjang itu adalah sebuah jawaban yang melegakan.

“Apa kamu tahu kalau dia bukan laki-laki kaya? Apa kamu menginginkan hidup berkecukupan dan mewah seperti keinginan gadis-gadis pada umumnya?”

“Tia tahu. Dan Tia siap menjalaninya. Dia juga tahu kalau Tia memiliki tanggungan untuk membantu Bapak demi  mengentaskan adik-adik Tia.”

“Kalau begitu jalanilah. Tanyakan padanya kapan akan secara resmi datang kemari lagi.”

“Tia pamit dulu untuk menemuinya ya Pak.”

“Kenapa tidak tadi saja kamu keluar.”

“Sungkan,” kata Tia tersipu.

Suryawan menatap Tia yang mengambil mobilnya, lalu keluar dari halaman 

Ketika ia mau masuk kerumah, Feri berlari-lari dari dalam.

"Mana mbak Tia? Waduh sudah berangkat?"

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Menemui teman. Ya sudah, Feri naik ojol saja."

***

Ketika sedang menunggu taksi, dia melihat lagi ke arah ponselnya. Ia tahu siapa yang menelponnya, tapi ada apa? Ia ingin menelpon balik, tapi sebelum ia melakukannya, ponselnya kembali berdering.

Wahyu mengangkatnya.

“Emma, ada apa?”

“Mas Wahyu ada di mana? Aku ada di depan rumah kost, tapi tak ada siapa-siapa di kamar kost mas Wahyu.”

“Ada Reihan kan?”

“Tidak ada.”

“Ke mana dia? Kamu sudah menelponnya?”

“Tidak diangkat.”

“Waduh, aku tidak tahu dia pergi ke mana.”

“Mas Wahyu masih lama nggak pulangnya? Aku menunggu di teras nih.”

“Waduh, ini aku sedang menunggu taksi.”

“Dari mana? Jauhkah?”

“Lumayan, lebih baik nggak usah menunggu. Kasihan kalau kelamaan menunggu.”

“Kira-kira berapa lama sampai di rumah.”

“Mana aku tahu? Ini liburan, pasti jalanan macet di mana-mana, jadi belum bisa memastikan.”

“Waduh.”

“Ada perlu yang mendesak? Aku akan mencoba menelpon Reihan,” kata Wahyu yang kemudian menghubungi Reihan. Tapi seperti apa yang dikatakan Emma, tak ada yang mengangkat panggilannya.

“Emma, kamu benar. Dia juga tak mengangkat panggilan aku,” kata Wahyu yang kembali menghubungi Emma.

“Ya sudah kalau begitu,” kata Emma yang tampak kesal, dan kemudian menutup ponselnya begitu saja.

Taksi yang dipanggilnya sudah datang, jadi kemudian Wahyu segera naik, dan mengabaikan Emma yang entah apa yang dirasakannya.

***

Tapi alangkah terkejutnya Wahyu, ketika ia sampai di rumah kost, ternyata Emma masih duduk di teras sambil mengutak atik ponselnya.

“Emma, kamu masih di sini?”

“Ternyata tidak terlalu lama, kalau setengah jam lagi Mas tidak datang, aku benar-benar pulang,” katanya riang.

“Dan jalan kaki,” lanjutnya.

“Kamu kan bawa motor? Kok jalan kaki?”

“Bannya kempes, lihat tuh. Tadi aku sudah mau pulang, bagaimana lagi, bannya kempes begitu,” kata Emma enteng.

Wahyu menoleh ke arah motor yang diparkir di halaman, dan memang ia melihat ban motor itu kempes di bagian belakang.

“Ya ampun, Reihan juga belum pulang?”

“Belum tuh.”

“Kamu ada perlu sama Reihan?”

“Hanya ingin ngajakin jalan-jalan saja, tapi dia malah pergi.”

“Ya sudah, biar aku bawa dulu motornya ke bengkel, kamu tunggu di disni ya.”

“Bengkelnya jauh apa dekat?”

“Lumayan. Sebelah perempatan yang di sana itu.”

“Nggak mau, aku ikut saja.”

“Baiklah, terserah kamu saja,” kata Wahyu yang kemudian menuntun sepeda motor Emma, keluar dari halaman. Emma mengikutinya, berjalan di sampingnya.

“Sebenarnya mas Wahyu dari mana?”

“Dari … menemui seseorang …”

“Pacar?”

Wahyu hanya tertawa pelan.

“Pacar ya?”

“Kasih tahu nggak ya?” goda Wahyu.

Emma cemberut.

“Mas Wahyu jahat deh. Ditanya gitu aja nggak mau jawab.”

“Menemui seseorang, bukan pacar,” dan Wahyu tidak berbohong, karena yang ditemuinya adalah Suryawan.

Ketika menyeberang di sebuah perempatan, sebelah tangan Wahyu memegangi stang motor, sebelahnya lagi memegang lengan Emma, karena jalanan memang sedang ramai.

Betapa terkejutnya Wahyu, ketika sampai di tukang tambal ban di sebelah perempatan itu, ia melihat mobil Tia parkir di sana.

Wahyu tidak menuju ke tukang tambal ban itu, tapi langsung mendekati mobil Tia.

“Tia, kok kamu ada di sini?”

Tia membuka jendela mobil.

“Apa aku mengganggu?” tanya Tia.

“Tidak. Aku sedang mengantarkan Emma ke tukang tambal ban. Ban motornya kempes.

“Ya sudah, aku mau langsung pulang saja,” kata Tia.

“Eh, tunggu dulu, aku mau bicara,” kata Wahyu yang melihat wajah muram Tia. Pasti Tia berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya dan Emma.

“Tunggu sebentar, aku bawa motor ini ke bengkel dulu,” katanya langsung membawa motornya ke arah tukang tambal.

Ia mendengar Tia menstarter mobilnya. Dengan cepat ia menyerahkan motor itu ke tukang tambalnya, lalu berlari kembali ke arah mobil Tia.

“Tunggu dulu, Tia. Aku mau bicara. Apa kamu marah?”

“Tidak, aku hanya merasa bahwa kedatanganku telah mengganggu.”

“Mengganggu apanya? Emma sedang ke rumah mencari Reihan, tapi Reihan pergi entah ke mana. Jadi ketika aku datang dan melihat ban motornya kempes, lalu aku bantu dia membawanya ke tukang tambal. Tunggu sebentar, aku bilang dulu pada Emma,” kata Wahyu yang kembali mendekati Emma yang sudah duduk di depan bengkel kecil itu.

“Emma, aku ada perlu nih, tidak apa-apa kalau kamu aku tinggal di sini?”

“Nggak apa-apa, pergi saja,” katanya singkat. Wajah itu sungguh tampak tidak ceria seperti sebelumnya. Wahyu jadi serba salah.

“Biar aku bayar dulu ongkosnya,” kata Wahyu sambil mengambil dompetnya.

“Tidak, jangan. Biar aku saja. Sudah sana, pacar Mas menunggu tuh,” kata Emma dengan wajah cemberut.

“Maaf ya,” kata Wahyu yang kemudian meninggalkan Emma, lalu masuk ke dalam mobil, dimana Tia masih menunggu.

“Gadis itu tampak kecewa,” kata Tia sambil mengemudikan mobilnya.

“Tidak, dia kesal menunggu Reihan tadi. Entah mengapa, ponselnya tidak diangkat setelah ditelpon berkali-kali.”

“Sepertinya dia marah karena kamu tidak menemaninya.”

“Nggak, tadi dia ke rumah mencari Reihan kok. Aku hanya membantu membawa motornya ke bengkel itu.”

“Tampaknya dia juga ada rasa sama kamu.”

“Jangan mengada-ada,” sergah Wahyu.

“Kalau iya, kenapa? Orang suka itu bebas kok.”

“Baiklah, tapi sebaiknya membahas apa yang dikatakan bapak tadi saja. Nggak penting membahas sesuatu yang tak penting,” kata Wahyu sambil tersenyum.

Tak urung Tia agak terhibur mendengar Wahyu yang tampaknya benar-benar tak  ada hubungan apapun dengan Emma, saudara rumitnya.

“Kata bapak, kalau kamu serius, bapak ingin kamu segera mempersiapkan semuanya. Tampaknya bapak sudah sangat kebelet punya menantu,” kata Tia.

“Dan cucu,” sambung Wahyu yang kemudian melirik ke arah Tia, yang membalasnya sambil tersipu.

***

Sepeda motor itu sudah selesai ditambal. Sekali lagi Emma menelpon Reihan, dan lagi-lagi panggilan itu tak diangkat.

“Aneh, lagi sibuk apa sih Reihan, sehingga tak sempat menjawab panggilan aku?” omel Emma sambil naik ke atas sepeda motornya.

Tapi sebelum Emma sempat menstarter motornya, sebuah panggilan mengejutkannya.

“Emma?”

Emma menoleh, lalu wajahnya berseri tiba-tiba.

“Feri?”

Feri melangkah lebih cepat untuk mendekati Emma. Mereka teman sekolah saat SMA, dan sempat sangat dekat. Tapi mereka terpisah karena Feri melanjutkan kuliah di Jogya.

“Kok kamu ada di sini?”

“Baru pulang kemarin, dua harian yang lalu. Apa kabar kamu? Semakin cantik saja,” seru Feri.

“Kamu juga semakin ganteng.”

Keduanya tertawa riang.

“Ayuk omong-omong di warung itu, yuk,” ajak Feri.

“Baiklah, aku sudah terlanjur duduk di sini nih, aku boncengin kamu saja,” kata Emma.

“Nggak mau, masa aku diboncengin perempuan cantik. Ayo mundur, biar aku yang bawa.”

Emma menurut, lalu turun dan duduk di boncengan.

***

“Lama sekali kita nggak ketemu,” kata Feri setelah mereka duduk menghadapi hidangan yang mereka pesan.

“Kamu jarang pulang?”

“Iya, jarang. Aku ingin ketemu kamu, tapi mau menelpon takut mengganggu.”

“Masa cuma menelpon saja bisa mengganggu.”

“Kamu kan calon dokter, pasti hari-harimu penuh dengan kesibukan belajar. Sekolah dokter itu kan susah?”

“Kata siapa? Sama saja tuh, belajar apapun kalau belum bisa ya susah. Kapan kembali ke Jogya?”

“Masih dua atau tiga harian lagi. Kata bapak disuruh menunggu. Baru saja tadi ada yang mau melamar mbak Tia.”

“Oh ya? Tadi aku melihat mbak Tia.”

“Di mana?”

“Di situ, ketemu dengan teman sekantornya,” jawab Emma.

“Katanya dia mau menemui mas Wahyu.”

Emma tersedak tiba-tiba, membuat Feri jadi kebingungan.

“Eh, hati-hati. Kamu minum dengan tergesa-gesa sih,” kata Feri sambil mengulurkan botol air agar diminum Emma.

“Ya ampun, maaf. Aku kurang hati-hati.”

Emma memang terkejut. Feri menyebut mas Wahyu, menyebut lamaran, apa Wahyu memang calon suami Tia? Itu yang membuatnya tersedak karena terkejut.

“Lain kali pelan-pelan kalau minum.”

“Kamu tadi bilang … ada yang melamar mbak Tia?”

“Iya, sebenarnya hubungan mereka cukup lama, tapi entah mengapa, baru berani ketemu bapak hari ini. Mas Wahyu orang yang baik.”

“Owh.” Emma meneguk minuman sebanyak-banyaknya. Ada yang membuatnya terganggu, dan berharap minuman itu bisa menenangkannya.

“Kamu tiba-tiba seperti gelisah begitu.”

“Nggak, aku baik-baik saja.”

“Syukurlah, ayo diminum lagi dan dimakan. Sebenarnya aku tadi tuh pamit sebentar mau menemui teman kuliah aku yang rumahnya di sekitar tempat dimana aku melihat kamu, tapi dia malah pergi ke luar kota. Jadi aku jalan mau cari ojol untuk pulang. Kebetulan ketemu kamu.”

“Nanti aku antar kamu.”

“Benar?”

Emma mengangguk. Lalu mereka berbincang sangat akrab. Maklum, dulu sahabatan dan sangat dekat. Feri tak bisa melupakan ketika dia ulang tahun dan mendapat hadiah sepeda kayuh dari Emma. Apakah kedekatan itu menjadi berubah warna setelah masing-masing dari mereka tumbuh semakin dewasa?

***

Besok lagi ya.

 

 

51 comments:

  1. Alhamdulillah AaeM_40 sudah hadir di blogspot. Terima kasih Bu Tien.

    Wah semakin sibuk ya, dengan kepulangan mas Tom, pasti di rumah banyak tamu, yang ingin menengok kondisi kesehatan mas Tom.

    Tapi ingat lho ya.... Mas Tom perlu istirahat untuk merecovery tubuhnya paska operasi usus ileus.

    Salam SEROJA dan
    Tetap ADUHAI 😊😀

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien..
    Salam ADUHAI
    Sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Ning
      ADUHAI

      Delete
  4. Alhamdulillah...maturnuwun Bunda...semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tutus

      Delete
  5. Alhamdulillah ADA MAKNA~40 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  6. 🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷
    Alhamdulillah 🙏 💞
    Cerbung ADA MAKNA_40
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam seroja🦋🌸
    🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  7. Terima kasih Bunda Tien Kumalasari, di tengah kesibukan Bunda merawat Pak Tom ,masih sempat menghibur kita semua, yetap semangat, semoga Bunda istiqomah dalam kesabaran, Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Mundjiati

      Delete
  8. Matur nuwun Bu Tien.....
    Semoga Bu Tien sekeluarga sehat selalu....

    Aamiin....

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 40 "
    🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin 🤲🤲🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  10. Alhamdulilah AM 40 sampun tayang, maturnuwun bu Tien , semoga bu Tien dan Pak Tom sll sehat dan dlm lindungan Allah SWT aamiin ... salam hangat dan aduhai aduhsi bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete
  11. Terima kasih Bunda, cerbung Ada Makna 40..sampun tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.

    Syafakallah...semoga Allah memberikan kesembuhan kepada Pakdhe Tom Widayat yang sdh kondur ing ndalem dan segera pulih kembali seperti semula. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  12. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  13. Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Matur nuwun bu Tien
    Cerbung *ADA
    MAKNA 40* sdh hadir...
    Semoga sehat dan . bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  15. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, sehat2 selalu Bu

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bunda Tien, barokalloh bunda Tien dan pak Tom. Aduhai aduhai mawarnya cantik Bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  17. Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),40 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhaiii

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun Bu Tien,selamat berakhir pekan dg keluarga tercinta....semoga semuanya sehat wal'afiat

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah terimakasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  21. Ciyee...Tia cemburu dengan Emma...cinta betul tuh...😉
    Btw, akankah Feri jadian dengan Emma?🤔

    Terima kasih, ibu Tien...jaga kesehatan ya...mendampingi pak Tom dalam masa pemulihan.🙏🏻

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  23. Saya mau tanya pada Mbak Tien, boleh ya?
    Apakah cara marah Tia atau Emma ketika Wahyu dekat ke salah satunya, itu pengalaman pribadi? Narasinya pas sekali. Atau hanya semacam pengalaman batin saja seperti Ebiet G. Ade membayangkan Camelia?...🙏
    Maaf ya Mbak Tien...🙏
    Terimakasih Mbak Tien....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Heheee... bisa aja sih.
      Namanya pengarang ya ngarang2 lah. Begitu kira2nya.
      Terima kasih Mas MERa

      Delete
  24. Terima ksih bunda AM 40 nya..slm sht sll unk bunda sekeluarga🙏🥰❤️🌹

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillaah, AM40, Wahyu seperti dr Guntur bnyk yg tertarik. ,😁

    Matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat ya 🤗🥰

    ReplyDelete
  26. Ikut senang
    Di episode ini, tapi penasaran juga Reihan ada apa, nggak tahu tahunya sejenak menghilang.
    Apa bertemu Wanda ya.. yang biasanya; hp Reihan di sandera buat usaha menghubungi Guntur.
    Siapa tahu Reihan ikutan mencari keluarganya om Zaki.
    Kan Wahyu segera mempersiapkan resmi melamar Tia, paling nggak jadi saksi.
    Aku nggak tahu, besok Senen saja, iya ya dipasar Senen ada juga yang nunggu.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada Makna yang ke empat puluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete

ADA MAKNA 42

  ADA MAKNA  42 (Tien Kumalasari)   Wahyu saling pandang dengan sang istri. Tia mengambil seikat mawar itu lalu membawanya ke kamar penganti...