Wednesday, February 19, 2025

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 41

 JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  41

(Tien Kumalasari)

 

Guntur yang merasa tersinggung menjadi gelap mata. Kata cerai yang terlontar seperti sebuah palu godam yang dipukulkannya di dada Kinanti. Memang benar, Kinanti sudah membayangkan bahwa hal itu akan terjadi, tapi Kinanti tidak mengira bahwa Guntur yang mengatakannya terlebih dulu, bukan dirinya yang akan menggugat cerai. Tapi tidak masalah bagi Kinanti. Barangkali tadi dia telah menyinggung perasaannya. Tapi mengapa juga kalau tersinggung? Guntur bukan hanya membuatnya tersinggung, tapi juga membuatnya sakit. Cinta yang dibangun sudah terburai menjadi debu. Tak ada yang harus ditangisi.

Mungkin juga Guntur memang sudah mempersiapkan kata ‘cerai’ itu sejak ia menemukan Wanda yang lebih pintar merayu dan nyatanya berhasil menjatuhkannya. Kinanti masih terpaku di tempat duduknya, ketika Guntur berdiri, lalu beranjak keluar, sebelum meletakkan kunci mobil di atas meja.

“Katakan berapa banyak aku harus mengembalikan uang yang sudah dikeluarkan keluarga ini,” kata Guntur sambil menoleh ketika berada di depan teras.

“Sebuah kebaikan adalah sesuatu yang tak ternilai,” jawab Kinanti sambil menahan gemuruh di dadanya.

Guntur terus melangkah, lalu lenyap di balik pagar.

Kinanti masih terduduk, lalu membiarkan tangisnya terurai. Salahkah dia sehingga begitu tandas Guntur mengatakan ucapan ‘cerai’? Sesungguhnya dia menyesal telah mengungkap kebaikan keluarganya untuk Guntur. Barangkali dia terlalu lama memendam sakit hati ketika merasa Guntur membohongi. Barangkali terlalu pedih memendam rasa kecewa, sehingga seperti menuntut tentang kebaikan keluarganya yang dibalas dengan pengkhianatan. Kinanti sangat menyesalinya. Bukan menyesali kata cerai yang diucapkan suaminya, tapi ucapan semacam tuntutan atas kebaikan yang telah diberikan keluarganya kepada Guntur. Salahkah dia?

“Kinanti,” kata sang ibu yang tiba-tiba duduk di sampingnya.

Kinanti menghambur ke pelukan ibunya, menangis sepuasnya di sana. Bukan menangisi perginya Guntur, tapi menangisi kegagalan rumah tangganya. Menangisi runtuhnya sebuah mimpi tentang mahligai bahagia yang ingin direguknya bersama anak-anak dan suaminya.

“Kami sudah bercerai. Talak sudah dijatuhkan,” isak Kinanti.

“Apa yang kamu sesali? Sebuah kegagalan memang menyakitkan, tapi tidak perlu ditangisi terlalu dalam. Kehilangan benda berharga berbeda dengan kehilangan benda tak bernilai.”

Kinanti masih terisak.

“Ada anak-anak kamu yang membutuhkan kamu. Mereka tak ingin ibunya jatuh. Mereka mau seorang ibu yang tegar dan bisa membesarkan mereka dan menjadikan mereka orang yang berguna. Bangkit, hadapilah dunia dengan gempita semangat seorang ibu.”

Kinanti mengangkat wajahnya. Kata-kata ibunya memang berhasil menggugah semangatnya. Tak perlu ada tangis lagi. Dia harus memiliki gempita semangat seorang ibu.

Walau begitu, hati bu Bono juga merasa tersakiti. Seorang anak yang bertahun-tahun lalu direngkuhnya bagai anak yang dilahirkannya, disayang dan dipenuhi semua kebutuhannya oleh almarhum suaminya, begitu tega menyakiti keluarganya. Menyakiti anak semata wayang yang sangat mencintainya. Tapi bu Bono berusaha menyembunyikan rasa sakit itu, hanya karena ingin menumbuhkan semangat di hati Kinanti. Jangan sampai sang anak ikut-ikutan runtuh seperti mahligai rumah tangga yang gagal dijaganya.

***

Wanda berkali-kali menelpon Guntur, tapi tak diangkatnya. Guntur naik kendaraan umum karena tersulut emosi sehingga mobil ditinggalkannya di rumah Kinanti. Banyak yang harus dibayarnya, tapi kata Kinanti, kebaikan adalah sesuatu yang tak ternilai. Guntur memahaminya. Kalaupun dia sesumbar akan mengembalikan semua harta yang diberikan keluarga Subono kepadanya, mana mungkin dia mampu membayarnya?

Bukan main. Seperti mimpi ketika Guntur menyadari bahwa dia sudah menjatuhkan talak kepada istrinya. Sebenarnya bukan kegembiraan yang dirasakannya ketika ia berhasil melepaskan Kinanti dari ikatan cintanya. Ia juga merasa sakit. Bukan dirinya yang dulu meminta agar diberinya pendidikan tinggi dan kehidupan yang layak. Ia berusaha menolak tapi mereka memaksanya. Guntur merasa kacau. Semuanya sudah terjadi.

Seperti orang linglung  ketika dia memasuki rumah kontrakannya. Dan kemudian dia ingat bahwa kontrakan itu juga Kinanti yang membayarnya.

Serba salah. Tapi mau tak mau dia harus mencari rumah kontrakan yang lain. Dia harus bebenah. Tak apa sehari dua hari masih tinggal di sana. Besok ia akan mencari kontrakan yang lain. Tidak usah di jalan besar seperti yang sekarang ditempatinya. Yang penting mudah dijangkau untuk kepentingan prakteknya.

Tanpa berganti pakaian, ia menghempaskan tubuhnya di sofa. Dilepaskannya sepatunya kemudian membaringkan tubuhnya di sana. Ada sesal, tapi lebih banyak dia merasa kesal.

Dering ponsel sejak ia masih diperjalanan tak dihiraukannya. Ia tak ingin bicara apapun. Ketika kali itu ponselnya berdering, ia mengangkatnya.

“Guntur? Kamu masih di rumah istri kamu? Apa dia tahu kalau aku menelpon kamu? Apakah dia ada di dekatmu?” pertanyaannya meluncur seperti letupan kembang api yang beruntun, tapi tidak terasa indah.

Guntur mematikannya begitu saja. Ia sedang enggan bicara.

***

Wanda mengomel panjang pendek ketika panggilannya diacuhkan. Wajahnya keruh ketika sang ibu mendekatinya.

“Kamu marah pada siapa?”

“Guntur,” jawabnya meluncur begitu saja.

“Kamu benar-benar serius berhubungan dengan dia?”

“Mengapa tidak Bu, kami saling mencintai.”

“Dia punya keluarga bukan?”

“Benar, tapi bukan Wanda yang berusaha merusak rumah tangganya. Mereka memang sudah hampir bercerai,” jawab Wanda lancang. Ia yakin Guntur akan menikahinya.

“Kalau sekarang kamu masih berhubungan dengan dia, sementara mereka masih terikat pernikahan, kamu tetap saja bersalah.”

“Bu, Wanda ingin hidup bahagia.”

“Temukan kebahagiaan itu dengan jalan yang benar.”

Wanda tak menjawab. Sifat suka membangkang sejak masih kanak-kanak masih saja melekat di dalam jiwanya. Ia mau, dan ia harus mendapatkannya. Sekarang apa yang pernah diimpikannya sudah berada di dalam genggamannya, mana mungkin dia mau melepaskannya?

“Jangan diam saja kalau ibu bicara, renungkan dan dalami, apa itu benar ataukah salah. Apalagi kamu seorang guru. Bukankah guru adalah teladan bagi murid-muridnya? Kalau sampai kamu melakukan hal buruk, maka kamu akan tampak hina  dimata murid-murid kamu. Kamu tidak akan dihargai, kamu adalah guru yang tidak pantas menjadi teladan.”

“Iya Bu, aku tahu.”

“Hanya tahu.”

“Akan Wanda pikirkan,” jawab Wanda sedikit kesal. Mengapa sih petuah orang tua selalu mengesalkan?

Wanda memasuki kamarnya, dan berusaha menelpon berkali-kali.

“Tidak dijawab juga? Apakah dia sedang bermesraan dengan istrinya? Huhh, sebel banget membayangkannya. Apakah Kinanti bisa bersikap lebih manis dalam melayaninya? Guntur pernah memujiku, dan Guntur tak akan pernah melupakan aku,” gumamnya sambil berharap malam segera berganti pagi, dan hari Minggu akan segera berakhir, sehingga dia bisa segera bertemu kembali dengan kekasih hatinya. Mana tahu Wanda bahwa Guntur hanya sebentar bersama istrinya, dengan pembicaraan singkat yang berakhir jatuhnya talak saat itu juga.

***

Hari itu Guntur sibuk mencari rumah kontrakan. Beberapa yang ditawarkan tidak ada yang sesuai dengan keinginannya. Ada yang terlalu kecil, terlalu masuk gang, dan ada yang terlalu bagus dan tidak terjangkau oleh isi dompetnya. Uang, barangkali ada, tapi dia harus berhemat. Banyak yang harus dipikirkannya. Menukar uang dari keluarga Bono yang dipergunakan untuk membiayainya? Sangat rumit. Mana mungkin ia bisa memenuhinya? Tapi dia sudah berjanji.

Ia kembali membuka-buka ruang iklan, menghubungi para makelar rumah. Dari pagi dan sore hari baru didapatkannya. Saat itu juga ia melihat rumahnya dan tempatnya.

“Sepertinya ini cocok. Tidak terlalu besar, bahkan terhitung kecil, tapi bukankah aku hanya sendiri?” gumamnya.

Hari itu juga transaksi kontrak rumah baru sudah selesai. Besok sepulang kantor dia bisa mengusung barang-barang yang sudah dipersiapkannya tak lama setelah kepulangannya.

Di sepanjang kesibukannya itu, tak henti-hentinya Wanda menelpon, dan tak satupun yang dijawab olehnya.

Dan siang hari itu sepulang dari mengajar, Wanda sudah menunggu di rumah sakit, dimana dia bertugas. Guntur langsung mengajaknya pulang ke rumah kontrakannya.

“Guntur, aku sangat merindukan kamu,” katanya manja. Tak ingin ia kelihatan marah di depan Guntur, walau kesal membayangkan Guntur sedang bermesraan dengan istrinya. Selama belum berhasil mendapatkan Guntur yang sebenar-benarnya, ia tak ingin kelihatan buruk di mata laki-laki yang dicintainya itu. Agar Guntur mengerti bahwa dia wanita yang baik dan pantas dicintainya.

Guntur hanya membalas sapaan itu dengan senyuman sekilas. Dia langsung membenahi barang-barangnya.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu mau pergi ke mana?”

“Aku mau pindah rumah,” jawabnya tanpa menghentikan kegiatannya.

“Pindah?” Wanda membelalakkan matanya.

Guntur tak menjawab. Ia sedang menumpuk buku-buku ke dalam sebuah kardus. Ada buku bacaan dan buku-buku yang masih digunakan untuk menambah ilmu.

“Kontrakannya habis? Pindah ke rumahku saja. Masih ada kamar kosong, ada tempat bagus untuk membuka praktek di depan rumah.”

“Aku sudah mendapatkannya.”

“Ya ampun, kamu tidak mengatakan apa-apa padaku tentang rumah. Aku kan bisa menolongmu. Ke rumahku, gratis. Kalau kontrak bisa puluhan juta kan?”

“Biar saja, masa aku harus menyusahkan kamu?”

“Mengapa kamu berpikir demikian? Aku sangat menyayangi kamu. Akan aku lakukan apa saja untuk kamu.”

“Terima kasih, tapi tidak usah.”

“Kapan mulai pindah? Kinanti tahu? Atau dia yang minta? Bukankah rumah ini bagus dan bisa diperpanjang lagi kontraknya? Kinanti keberatan membayar mahal rumah ini?"

“Kami sudah bercerai.”

“Apa?” Wanda berjingkrak dan memeluk Guntur yang sedang berjongkok membenahi kardus-kardus yang berjajar, membuat mereka hampir terjengkang berbarengan.

“Wanda jangan dulu menggangguku,” tegur Guntur tak senang.

“Guntur, mengapa kamu tampak sedih? Bukankah dengan bercerai tak akan ada halangan lagi untuk kita menikah? Kamu menyesal? Bagaimana bisa tiba-tiba bercerai?”

“Biarkan aku selesaikan ini, jangan banyak bertanya.”

“Baiklah, mari aku bantu, kapan kamu pindah? Di mana tempatnya?”

“Besok kamu akan tahu.”

Wanda bernyanyi dalam hati. Kalau pantas dia ingin menari-nari. Tapi ia menyembunyikan kegembiraan itu, dan sibuk membantu kegiatan Guntur.

***

Kinanti tak ingin tenggelam dalam rasa sedih dan kecewanya. Ardi yang dalam saat senggang selalu bertandang, sedikit mengurangi beban derita yang menderanya.

“Tidak usah kamu sesali keputusan itu. Tapi kalau kamu tidak ingin dicerai, kamu bisa menolaknya kan?”

“Surat cerai sedang diproses, dia sudah mengatakannya.”

“Kamu bisa menolaknya. Kinan, sesungguhnya aku ingin kamu hidup berbahagia dan abadi bersama Guntur.”

“Kebahagiaan tidak bisa digenggam oleh orang sepihak. Dalam rumah tangga harus ada dua hati yang seiring sejalan, bukan? Kalau aku berjalan sendiri, maka perjalanan itu akan pincang. Kamu bukan melihatku bahagia, tapi menderita. Memang, barangkali aku ikut berperan dalam kekacauan ini, tapi aku hanya manusia biasa. Aku tidak terlalu santun dalam menjaga sikap. Aku sering terbawa emosi, yang sesungguhnya membuat aku sakit. Kamu tahu Ardi, aku ini sangat ringkih. Ringkih hati dan jiwaku,” kata Kinanti sambil berlinang air mata.

Tersayat hati Ardi melihat duka di mata sahabatnya. Ingin sekali ia merengkuhnya dalam dekapan yang hangat.

“Kamu wanita yang kuat. Kamu pasti bisa melewatinya.”

“Terima kasih, Ardi,” Kinanti mengusap air matanya.

“Kamu sudah mulai berdinas?” tanya Ardi untuk mengalihkan pembicaraan.

“Sudah. Di sana aku merasa sedikit terhibur.”

“Mobil kamu sudah kembali. Kamu bisa mengendarai mobil itu setiap berangkat dan pulang kerja kan?”

“Tidak, aku tidak ingin menaiki mobil itu. Mobil yang berperan mengusung pengkhianatan dalam kehidupanku.”

“Aku mengerti. Kalau begitu aku akan menjemputmu setiap pagi.”

“Jangan Ardi, tidak pantas kamu melakukannya, aku seorang janda sekarang.”

Ardi tertawa.

“Kita sudah sahabatan sejak lama, mengapa hal itu menjadi hambatan?”

“Pokoknya jangan. Kalau kita sering bersama, maka bisa menimbulkan syak wasangka yang bukan-bukan. Jadikan hidup kita bersih dari noda apapun yang merusak nama baik kita.”

***

Kinanti sudah mulai bertugas. Ia tampak lebih tegar dan bersemangat. Satu-satunya teman dokter yang memperhatikannya adalah dokter Rifai.

“Kinanti, aku bersyukur kamu sudah bisa bertugas kembali,” kata dokter Rifai sambil duduk di ruang praktek Kinanti sehabis bertugas.

“Terima kasih, dokter.”

“Kamu masih suka memanggilku dokter, panggil namaku, atau mas Rifai.”

Kinanti tersenyum.

“Ini kan di tempat kerja, mana pantas?”

“Aku yang minta. Tapi baiklah, terserah kamu saja. Tapi aku senang melihat kamu bertugas dengan wajah yang lebih cerah. Kamu wanita kuat, aku yakin perselingkuhan tidak harus melukai terlalu lama. Bukankah dunia begitu luas?”

Kinanti terkejut.

“App… apa?”

“Kamu jangan heran. Kelakuan suami kamu sudah tersebar di antara dokter-dokter. Barangkali jauh sebelum kamu menyadarinya."

Wajah Kinanti menjadi muram.

“Sebuah berita tidak akan berhenti di satu mulut. Tapi apakah itu masalah? Kamu wanita cantik dan baik. Banyak yang bersedia menjadi pendamping kamu kok. Aku, misalnya."

Kinanti lebih terkejut lagi mendengar perkataan sang dokter bedah. Barangkali dokter Rifai hanya  bercanda. Kinanti menatapnya lekat. Dokter yang gagah dan tampan. Apakah itu membuat hatinya tergetar? Terlalu cepat untuk menyukai orang lain. Luka itu masih ada.

Tiba-tiba seorang perawat mendekati mereka.

"Maaf dokter Rifai, Ibu Rifai menunggu Anda di ruang tamu."

***

Besok lagi ya.

 

 

61 comments:

  1. πŸƒπŸŒΉπŸŒ»πŸ’”πŸ’”πŸŒ»πŸŒΉπŸƒ

    Alhamdulillah...

    JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 41, sudah tayang. Terima kasih Bu Tien, semoga panjenengan sehat selalu dan selalu sehat. Aamiin yaa Robbal'alamiin 🀲 🀲 🀲


    πŸƒπŸŒΉπŸŒ»πŸ’”πŸ’”πŸŒ»πŸŒΉπŸƒ

    ReplyDelete
  2. πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»
    Alhamdulillah πŸ™πŸ€©
    JeBeBeeL_41 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat & bahagia.
    Aamiin.Salam serojaπŸ˜πŸ¦‹
    πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»πŸ’œπŸͺ»

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah..mksh bun sdh tayang tepat wkt jbblnya....

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Biarkan Bungaku Layu telah tayang

    ReplyDelete
  5. Yes....

    Matur nuwun mbak Tien
    Salam sehat dari Purwodadi Grobogan.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah gasik... matur nuwun bunda Tien kesayangan kita semua, sehat2 selalu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah JBBL~41 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien πŸ™
    Semoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    Aamiin YRA 🀲

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien JBBL 41 sampun tayang, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, sll bahagia dan diberikan rizki yang melimpah aamiin yra 🀲🀲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    Waduuuuuh semoga guntur segera sadar ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x selalu

      Delete
  9. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbungnipun 🌷🌹 πŸ™πŸ™πŸ™Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🀲

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah..
    Terimakasih bunda Tien..

    ReplyDelete
  13. Jangan mau sama dokter Rifai punya istri nanti di sebut pelakor mending sama ardi yg setia ... Makasih bunda

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™
    Sehat selalu kagem Bunda..🀲

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah. Matusnuwun Cerbungnipun Bu Tien 🌷🌹 πŸ™πŸ™πŸ™ mugi Bunda tansah pinaringan sehat wal afiat. Aamiin πŸ™

    ReplyDelete
  16. Itu dokter bedah mau ikutan bedah rumah
    Hi hi
    Ternyata tidak semudah yang dibayangkan.
    Teman sekolahnya saja yang jomblo ikut merasa kecewa mau mendaftar supir saja di tolak lembut.
    Iyalah, apalagi nanti masih memikirkan gimana anak-anak nya, yang minta penjelasan tentang ayahnya yang mau jadi bang Toyib, siapa itu? Itulah yang beberapa lebaran nggak pulang-pulang.
    Kan maunya sendiri, ya udah biarkan sibuk dengan keputusan sendiri toh dia sekarang sudah berpunya, beruang maksudmu.
    Iya, tidak sedikit yang ambil jalan pintas, anggap gampang nanti penyelesaiannya.
    Yang penting punya status, kalau nyethatus kecepetan ya kaya dokter bedah mau ikutan bedah rumah, mirip Wanda dong.
    Terlalu tergesa-gesa, sudah bosen ya.
    Usaha kan boleh, tapi kan Wanda sudah sukses jadi artis; kalau sendiri kan mudah, sedikit dongΓ¨ng, kasih irama mΓͺmΓͺlas sudah masuk hipnotislah, dapat kasihan yang berbunga-bunga, sampai nggak sadar dimodalin mantan mertua.
    Yang di keseharian konsentrasi di pekerjaan, sepi rasa sayang, sangat mudah didapat.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan Biarkan Bungaku Layu yang ke empat puluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Nanang yang crigis

      Delete
  17. He he he...ingin tahu, bagaimana cara Guntur mengembalikan kebaikan keluarga Subono.
    Apa dokter Rifai sudah berkeluarga? Atau mungkin juga ada wanita yang 'mengaku' sebagai istri dokter Rifai.
    Hanya satu pedoman: sing salah bakal seleh.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bunda Tien... cerbung Jangan Biarkan Bungaku 41 Layu...sampun tayang.
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin

    Nah lo..dr Rifai sdh punya isteri, mau mendua ya. 😁

    Tegar ya Kinanti, terimalah kenyataan yang ada, dengan lapang di dada. Ketahuilah... Guntur akan menyesal nanti.

    Sekarang vokus membasarkan 2 putri mu...aja ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  19. Duh Kinan....jangan lepas dari mulut buaya masuk kemulut singa yo nduk..
    Kamu kuat, tetaplah jaga marwahmu.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU (JBBL),41 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°

    Sedih ya , mereka berpisah Krn melupakan sesuatu yang sangat bernilai. Takdir yang harus dijalan & jodoh nya hanya sampai disitu. Tidak ada yang tahu

    ReplyDelete
  23. Waduh, beneran ya jodohnya Kinanti-Guntur memang pendek? Sok kaya sih Guntur, mentang2 sudah sukses, lupa dari mana dia berasal.
    Lha itu si dokter bedah kok disusul istrinya? Ternyata oh...ternyata...apakah jodoh panjang Kinanti si Ardi ya?πŸ€”

    Terima kasih, ibu Tien...salam sayang.πŸ™πŸ»πŸ˜˜πŸ˜˜πŸŒ·

    ReplyDelete
  24. Ibu Rifa'i itu siapa? Istrinya atau ibunya?
    Kinanti harus menyadari bahwa cinta yang susah payah dibangun, harus dipertahankan. Membangun cinta dengan Rifa'i perlu 'penyamaan suara dulu kata dirijen cinta'. Itu tak mudah. Kinanti kan sudah tahu seperti apa Guntur itu. Tak mungkinlah Guntur itu berubah karena perubahan dari Guntur saja. Kinanti punya andil di sini. Tak mungkin juga Wanda dengan gampang menaklukkan hati Guntur. Ada faktor lain di situ, yaitu sikap Kinanti yang kurang terhadap Guntur. Tak baik juga hal itu karena harus berbagi dengan kehadiran dua bayi cantik itu. itu seharusnya malah menambah kehangatan berkeluarga. Entahlah, malaikat mautnya kan Mbak Tien...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hadeeww.. kacau juga ya jadi malaikat maut cerbung.
      Lha mau bagaimana lagi wong kisahnya memang begitu.
      Btw selalulah saya harus berterima kasih. Tidak disangka MasMERa bisa membuat jari tangan saya punya arti.
      Salam hangat dan teruslah membaca.

      Delete
    2. Mbak Tien itu memang beda. Saya sudah baca beberapa cerbung di KBM, tapi pada umumnya 'parno'. Dalam cerbung Kejora Pagi segala sesuatu yang berbau dewasa dibungkus dengan rancak tanpa ada bau sedikitpun. Mbak Tien memang cap ampu bageleang...
      Terimakasih...

      Delete
  25. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  26. Terima ksih bundaku jbbl 41 nya..slmt pagii slnt berkarya dan slm sht sll unk bundaqu πŸ™πŸ₯°πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  27. Terima kasih ibu. Makin seru ceritanya.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 43

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  43 (Tien Kumalasari)   Arum terdiam. Ia tidak lupa pada waktu yang dijanjikan Listyo, tapi sungguh dia bel...