KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 53
(Tien Kumalasari)
Arumi mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia melihat dua orang berpakaian polisi berdiri tak jauh dari Luki berada, dan mengikuti ke manapun Luki bergerak. Arumi segera tahu, karena Bachtiar sudah mengatakan bahwa pak Johan meminta ijin bagi Luki agar bisa menghadiri pemakaman ibunya. Ada juga yang berpakaian preman yang selalu mengawasi Luki. Ada rasa kasihan membersit di hati Arumi, tapi semulia apapun hatinya, betapa tak relanya dia melihat sang suami dipeluk erat oleh seorang gadis, yang diketahuinya sangat mencintai sang suami sejak lama. Mereka bukan mahram, sedangkan pelukan itu pastilah mengandung cinta yang sudah lama dipendamnya.
Tapi kekesalan Arumi sedikit terobati, ketika melihat Bachtiar mendorong tubuh Luki pelan.
“Maafkan aku, Tiar,” isaknya.
“Sudah, jangan begini, tak pantas dilihat orang. Aku juga bersama Arumi,” kata Bachtiar yang segera menunjuk ke arah Arumi di sampingnya. Luki melihatnya, dan mendekat ke arah Arumi.
“Perempuan yang beruntung, ternyata kamu ada. Maafkan aku, aku akan menebus semua kesalahanku,” katanya sambil mengulurkan tangan ke arah Arumi. Ia juga mengulaskan senyum, entah senyuman tulus atau tidak, tapi Arumi menerima uluran tangannya dengan senyuman yang setulus-tulusnya. Rasa tulus yang selalu dimilikinya. Tanpa ada dendam, dan kebencian. Barangkali benar, hati Arumi terbuat dari sebongkah mutiara.
“Lupakanlah,” jawabnya sambil menepuk tangan Luki. Tak ada pelukan darinya, seperti ketika Luki melihat Bachtiar. Tidak apa-apa, Arumi justru merasa kasihan.
“Aku sudah kehilangan mamaku,” lalu Luki terisak, dan kembali mendekati Bachtiar,
“Doakan yang terbaik untuk mamamu,” kata Bachtiar singkat.
Ketika itu pak Wirawan dan bu Wirawan sudah selesai menabur bunga, diatas gundukan tanah, di mana jasat bu Nuke terbaring di dalamnya.
“Sudah ketemu pak Johan?” tanya pak Wirawan.
“Sudah,” jawab Bachtiar.
Lalu keduanya menyalami Luki.
“Kami ikut berduka, Luki,” kata pak Wirawan dan bu Wirawan bergantian, sambil menyalami Luki.
Luki hanya mengangguk, dan mengucapkan terima kasih dengan suara pelan. Ia melihat bu Wirawan tak seakrab dulu. Senyumannya sangat tipis, tanpa pelukan, dan tak banyak berkata-kata. Lalu Luki menyadari, bahwa semuanya memang telah berubah. Menyesal? Apakah sesal itu ada gunanya? Hatinya masih terasa sakit. Sakit karena cintanya ditolak, sakit karena usaha menghancurkan orang yang dianggapnya musuh tak berhasil, sakit karena kemudian dia harus berhadapan dengan aparat hukum. Ketika kemudian ia melihat sang ayah yang masih berjongkok di depan makam sang ibu, Luki kemudian meninggalkan semuanya, mendekati sang ayah, yang dengan penuh duka memegangi gundukan tanah di depannya. Isak Luki terdengar menyayat, ketika pak Wirawan mengajak istri dan anak serta menantunya meninggalkan tanah pekuburan itu. Mereka akan kembali siang hari itu juga, karena pak Wirawan dan Bachtiar harus bekerja.
***
Kasihan, tapi juga ada rasa kecewa, kenapa semua itu harus terjadi. Bagaimanapun keluarga Wirawan bukanlah orang jahat. Memaafkan, itu sudah pasti.
Tapi yang paling dikasihani adalah pak Johan. Ia laki-laki baik yang tidak tahu apa-apa. Ia seperti tersungkur ke dalam kubangan yang dalam dan gelap gulita. Tiba-tiba saja cobaan demi cobaan menghantamnya bertubi-tubi, lalu dunianya terasa lengang. Apalagi ketika Luki, anak gadis semata wayangnya sudah dibawa kembali pulang ke tempat tahanan, menunggu pengadilan dan vonis yang akan diterimanya.
Pak Johan bahkan tak peduli ketika terdengar kasak kusuk para pelayat, yang melihat Luki datang dengan dikawal beberapa aparat. Beruntung permintaan agar Luki tidak datang dengan diborgol, diijinkan. Tentu dengan banyak pertimbangan dan alasan.
Sekarang semuanya telah pergi. Para pelayat sudah tak ada lagi, tinggal dia sendiri yang masih bersimpuh diatas tanah basah, dengan wajah yang basah pula. Setegar apapun dan sekuat apapun dia menahan keluarnya air mata, begitu semuanya pergi, tak lagi dia kuasa membendung tangisnya.
“Apa sebenarnya yang kurang dari hidup ini? Mengapa kalian melakukannya?”
Dari siang menjadi sore, lalu alam sudah menjadi temaram. Mendung yang bergayut, beradu dengan hatinya sendiri yang gelap. Lalu hujan yang kemudian turun, bersaing dengan derasnya air mata yang terus mengalir.
Pak Johan tak beranjak, walau bajunya basah kuyup. Lalu ia menggigil kedinginan.
Tiba-tiba hujan seakan berhenti mengguyur tubuhnya. Pak Johan mendongak, melihat sebuah payung lebar menaunginya. Seorang laki-laki berdiri memegangi payung itu. Dia adalah sopirnya, yang dengan setia menungguinya.
“Hari sudah malam. Hujan sangat deras, mari pulang, nanti Bapak sakit.”
Pak Johan berdiri. Sang sopir memapahnya, karena dia berjalan sempoyongan.
***
Pak Truno sedang duduk bersantai di rumahnya di sore hari itu. Mbok Truno menyajikan singkong rebus yang masih hangat.
“Hari ini Arumi dan nak Tiar pergi ke Jakarta,” kata mbok Truno.
“Ada acara apa?”
“Katanya melayat ibunya Luki.”
“Ibunya Luki? Seperti pernah mendengar nama itu.”
“Iya, aku ingat. Luki itu kan gadis yang pernah datang ke rumah kita, lalu mengaku bahwa dia calon istri nak Tiar.”
“O, itu. Lalu ibunya meninggal?”
“Iya.”
Pak Truno dan mbok Truno tidak tahu bahwa yang dimaksud ibunya Luki adalah wanita yang beberapa hari yang lalu membuat geger seisi rumah karena ulahnya, karena memang baik Arumi maupun Bachtiar tidak mengatakan semuanya. Mereka khawatir, kedua orang tua yang sederhana itu menjadi kepikiran tentang kejadian-kejadian yang menimpa Arumi, dan semua buntut dari kejadian itu.
“Rupanya mereka memang punya hubungan baik,” kata pak Truno.
“Rupanya yang namanya Luki itu memang suka sama nak Bachtiar.”
“Kenapa ya, nak Tiar malah memilih Arumi? Gadis desa yang tidak berpendidikan?”
“Namanya juga jodoh. Kalau namanya sudah jodoh, biar jelek, biar miskin, ya tetap saja menjadi jodoh.”
“Dari mana simbok tahu bahwa nak Tiar dan Arumi pergi ke Jakarta?”
“Tadi ketemu Yono. Dia datang ke kebun, ingin membeli sayuran, aku dikasih uang sepuluh ribu demi sayuran itu.”
“Mengapa simbok suruh dia membayar? Bukankah kita punya banyak sayuran di kebun?”
“Aku sudah menolak, dia memaksa. Katanya itu permintaan si jabangbayi.”
“Jabangbayinya siapa?”
“Pakne kok nggak ngerti juga. Ya jabangbayinya Yono. Istrinya ngidam.”
“O, istri Yono, yang anaknya pak Carik itu?”
“Iya, Wahyuni yang ngidam. Dia pengin makan nasi urap, yang sayurannya dibeli dari kebun kita. Nggak mau gratis.”
“Waah, senengnya, sudah hampir punya cucu. Kita masih lama ya?”
“Biar saja, Arumi masih terlalu muda untuk punya anak.”
“Benar. Biar dia sekolah dulu sampai selesai.”
***
Hari itu tiba-tiba Bachtiar kedatangan tamu yang tak terduga, yaitu pak Johan. Ternyata kedatangannya adalah ada hubungannya dengan masa persidangan atas Luki yang akan dilakukan di bulan ini juga. Pak Johan mohon maaf yang benar-benar dia sendiri melakukannya, karena almarhumah sang istri tidak sempat melakukannya karena satu dan lain hal.
Hal itu diharapkan, agar bisa memperingan hukuman Luki nantinya.
Tentu saja Arumi bersedia melakukannya. Bukan hanya untuk Luki, tapi juga untuk pak Carik. Arumi sebenarnya tak menduga bahwa kasus yang ingin dilupakannya itu benar-benar menjadi kasus hukum yang akan membawa dua orang masuk penjara.
Pak Johan sangat terkesan atas tanggapan istri Bachtiar yang sederhana, tapi sangat santun ini. Ia kembali menyesali perbuatan Luki yang tega melakukan penculikan bahkan yang nyaris melukainya.
“Gadis sebaik ini, pantas Bachtiar mencintainya,” kata batin pak Johan.
Luki memang keterlaluan.
***
Hari terus berlalu. Proses hukum sudah berjalan sebagaimana mestinya. Bulan dan tahun silih berganti, dan Arumi sudah berhasil menyelesaikan SMA nya.
Bahagia menyelimuti keluarga Bachtiar, keluarga pak Wirawan dan tentu saja keluarga pak Truno.
Arumi bukan hanya cantik dan berbudi, tapi dia juga cerdas.
***
Pagi hari itu, sehabis berjualan, mbok Truno melihat ke arah toko pak Carik. Pak Carik memang lama tidak kelihatan, tapi Wahyuni selalu ada. Kali itu mbok Truno melihat seorang anak kecil sedang bermain-main di depan toko. Salah seorang pegawai toko menemaninya.
Mbok Truno yang merasa gemas melihat anak kecil itu kemudian berhenti, dan menyapa. Wahyuni yang ada di dalam toko, segera keluar.
“Sudah mau pulang Lik?”
“Iya, ini lhoh, aku kok gemes melihat anak ini. Anakmu kan?”
“Iya Lik, baru dua setengah tahun umurnya.”
“Ganteng sekali, namamu siapa cah bagus?”
“Imbong … “ jawabnya dengan mulut cedalnya.
“Gembong, Mbah. Gitu lhoh.”
“Imbong,” jawabnya lagi, lalu tertawa-tawa sambil lari mengambil mobil-mobilan yang terlempar jauh.
Mbok Truno dan Wahyuni tertawa.
“Arumi belum ada tanda-tanda hamil ya Lik?”
“Mudah-mudahan. Mereka janji, Arumi harus menyelesaikan sekolahnya dulu. Tapi ini dia sudah lulus. Baru orang suruhannya yang mengabari, karena nak Tiar belum sempat mengantarkan kemari.”
“Syukurlah, berarti sebentar lagi bakal punya cucu ya Lik.”
“Mudah-mudahan Yun. Ya sudah, aku mau pulang dulu.”
“Hati-hati, Lik.”
“Gembong, simbah pulang dulu yaa.”
Dan anak kecil itu melambaikan tangannya sambil tertawa-tawa.
***
Ada satu harapan pak Truno dan mbok Truno ketika mendengar berita kelulusan Arumi, yaitu segera menimang cucu. Janji Bachtiar adalah setelah lulus SMA, dan Arumi sudah benar-benar lulus.
“Semoga tidak lama lagi kita bisa segera punya cucu ya Mbokne,” kata pak Truno dengan wajah berseri.
“Arumi baru saja selesai. Semoga paling lama setahun kita sudah punya cucu.”
“Pasti sangat menyenangkan.”
“Tadi aku melihat Wahyuni mengajak anaknya menunggu toko. Anaknya laki-laki dan ganteng. Tapi dia sudah bisa berlarian ke sana kemari. Gemes aku melihatnya.”
“Simbok ketemu dia?”
“Aku kan melewati tokonya, tapi aku tadi menyempatkan mampir dan menyapa si kecil gendut itu. Namanya Gembong.”
“Wah, aku kok juga kepengin melihat.”
“Kalau lagi senggang, Bapak jalan-jalan saja ke sana. Setiap hari Wahyuni mengajaknya ke toko kok.”
“Iya. Maksudnya biar segera ketularan.”
Lalu kedua orang tua sederhana itu tertawa-tawa.
***
Akhir-akhir ini Bachtiar sering pulang agak malam. Ada proyek baru yang sedang dikerjakannya. Dan karena itulah berita kelulusannya hanya ditugaskan kepada salah seorang anak buahnya, untuk memberi tahu keluarga yang di desa. Sudah dua bulan berlalu, sebenarnya Arumi sudah kangen ketemu ayah ibunya.
Arumi dengan sabar menunggu kepulangan suaminya, dan tidak begitu mempersoalkan kepulangannya yang sering terlambat.
Malam hari itu Arumi duduk di tepi kolam kecil di samping rumah, sambil menunggu kepulangan suaminya.
Sepotong bulan tampak memantul dipermukaan kolam. Bulan tak lagi bulat karena sudah lewat tanggal limabelas. Bulan tinggal kelihatan separuh. Bayangan itu bergoyang-goyang, ketika kecipak ikan yang melompat membuat air dalam kolam juga bergerak-gerak.
Ponsel Arumi tiba-tiba berdering. Dari sang suami, yang mengatakan bahwa dia akan pulang lebih terlambat, karena ada klient yang mengajaknya bicara sambil makan malam.
Arumi menatap bayangan bulan separuh itu, dan tiba-tiba dia merasa sedih. Malam itu entah mengapa, ia ingin sekali sang suami ada di sampingnya. Biasanya sang suami juga pulang terlambat, tapi malam ini ia seperti membutuhkan kehadirannya.
Tiba-tiba ia merasa mual, dan ingin muntah. Bayangan bulan separuh yang bergoyang membuat kepalanya tiba-tiba terasa pusing.
Arumi berdiri, dan sebuah suara mengejutkannya.
“Ketika bulan tinggal separuh, tiba-tiba aku sangat merindukan istriku.”
Arumi menoleh, sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang.
“Katanya pulang malam,” kata Arumi lirih, entah mengapa ia merasa sangat lelah.
“Aku hanya menggoda kamu,” jawabnya enteng, sambil mengangkat tubuh sang istri, dibawanya masuk ke dalam rumah.
“Mas, sebentar, aku mau muntah,” pekik Arumi.
“Apa? Kenapa? Ada dokter Adi dan calon istrinya di dalam. Kebetulan kami datang bersamaan. Mereka mau menikah. Kamu tidak mendengar kami datang, tadi?”
“Tidak, adduh, sungguh aku mau muntah dulu…”
“Bachtiar melarikan istrinya ke kamar mandi, membiarkan sang istri muntah-muntah di sana.”
“Adi, tolong periksa istriku. Tampaknya dia masuk angin,” kata Bachtiar dengan wajah khawatir.
Adi yang sedianya akan memberi undangan pernikahan mereka segera diajaknya masuk ke kamar. Arumi sudah terbaring dengan wajah pucat.
Adi memeriksanya, dan tersenyum lucu.
“Besok bawa istrimu ke dokter kandungan. Aku rasa dia hamil.”
“Hamil?”
Dan teriakan Bachtiar adalah gelombang bahagia yang menggetarkan seisi rumah. Arumi tersenyum malu. Pantesan tiba-tiba ia merasa sangat merindukan suaminya.
***
T A M A T
Cerita tentang Arumi masih akan berlanjut. Lain kali yah?
***
Seorang wanita, menunggu kedatangan suaminya yang baru saja masuk ke dalam rumah. Wajahnya kemerahan menahan marah.
“Mas, kamu itu sangat keterlaluan. Kamu dibesarkan oleh keluargaku, berhasil menjadi orang karena keluargaku. Tapi kamu tega berbuat selingkuh dibelakangku. Bermesraan di dalam mobilku! Dasar tidak tahu malu!”
“Bohong! Siapa menyebarkan fitnah seperti itu?” laki-laki itu berteriak.
“Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri.”
Yah, apa lagi tuh?
Ada cerita baru nih, JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU.
Yuk, tungguin.
____________***____________
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah.... KaBeTeeS_Eps 53 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien.....
Semoga sehat selalu. Aamiin.....
Tungguin ya.....
DeleteJANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU
Selamat malam selamat beristirahat.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah matur nuwun bunda Tien, tayangan cerbungnya... sehat2 selalu njih
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Wiwik
Hamdallah
ReplyDeleteNuwun pak Munthoni
DeleteAlhamdulillah KBTS 53 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien🙏
ReplyDeleteSugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat & bahagya 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Alhamdulilah. Maturnuwun bu Tien, arumi tamat sementara nggih bu ? Salam aehat dan aduhai aduhai bun
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSehat dañ aduhai 2x
🍒🍑🍒🍑🍒🍑🍒🍑
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💞
KaBeTeeS_53 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai🦋😍
🍒🍑🍒🍑🍒🍑🍒🍑
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah
ReplyDeleteArumi dah tayang..
Syukron nggih Mbak Tien ..selalu sehat nggih 🌹🌹🌹🌹🌹
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Susi
Selamat Tahun Baru Bunda Tien ..
ReplyDeleteTerima kasih udah tayang ..
Salam sehat dan salam Aduhai
Selamat Tahun Baru juga ibu Sriati
DeleteSalam sehat dan aduhai
Alhamdulillah...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, nama saya dipakai dlm tulisannya, salam sehat & aduhai selalu 🙏🙏🙏
Oh iya pak Gembong.
DeleteNanti pasti akan jadi lakon
Semoga ya. Di lain judul.
Lha itu udah jadi anaknya Yono-Wahyuni 😄
DeleteAlhamdulillah..... terimakasih Bunda, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tutus
Alhamdulillah .... trimakasih Bu Tien semoga bu sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulillah cerbung sdh tamat.
ReplyDeleteSemmoga semua terpuaskan, walaupun banyak usulan yg tak terpenuhi..
Matur nuwun Bu Tien atas cerita Arumi yg luar biasa dan tentu saja akan saya tunggu cerbung berikutnya....JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU. Semoga tensi Ibu sudah normal kembali....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni.
Sudah tidak begitu pusing lagi
Ciyee...Bachtiar gercep dan tokcer ya...janjinya untuk 'menyentuh' Arumi setelah lulus SMA terbukti dan langsung menghasilkan.😁
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...siap menantikan kelanjutannya. Semoga sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Alhamdulillah, pas masuk tahun baru tamat lah episode ketika bulan tinggal separuh. Semoga episode berikutnya lebih menggeregetkan....
ReplyDeleteMatur nuwun Abah
DeleteAlhamdulillaah, KBS telah selesai , dg Kehamilan Arumi buat mereka senang, para pembaca juga senang , 😁
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semakin sehat wal'afiat ya 🤗🥰
Menanti cerbung baru
,🌺Jangan Biarkan Bungaku Layu*🌺
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 53* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Trimakasih ibu Tien untuk kisah Ketika bulan tinggal Separoh sudah berakhir. Saya akan tunggu cerita yg berikutnya.
ReplyDeleteSalam manis selalu dan Selamat Tahun Baru.
Sami2 ibu Rosie
DeleteSalam hangat dan Selamat Tahun Baru juga
Sudah plong sekarang, Arumi sudah ngidam. Biar pak-mbok Truno segera momong cucu.
ReplyDeleteTinggal menunggu JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU, ... dengan sabar.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Selamat Tahun Baru 2025 Tambah sukses Aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Selamat Tahun Baru juga
Matur nuwun Mbak Tien, selalu menghibur kami dengan cerbung yg selalu membuat penasaran. Ditunggu cerbung selanjutnya. Sekali lagi matur nuwun sanget. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 jeng Ira
DeleteSalamsehat juga
Alhamdulillaah "Ketika Bulan Tinggal Separuh-53" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu..
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Ditunģgu cerbung barunya
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 53 telah tayang lan samput tamat.
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin
Wahyuni sdh punya anak, kini giliran Arumi yang sdh halim. dr Adi segera menyusul juga, mau nikah...😁
Walaupun bulan tinggal separuh, tidak ada kata terlambat untuk berbuat yang terbaik buat sesama.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah Ketika Bulan Tinggal Separuh eps. 53 (TAMAT) telah hadir.
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien 🙏
Sami2 pak Djodhi
DeleteTerima kasih Bunda Tien Kumalasari, akhirnya penantian Pak Truno dan Mbok Truno tidak sia², sebentar lagi akan segera menimang cucu
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteAlhamdulillah, KBTS episode 53 (tamat)
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.
Menunggu cerbung berikutnya.
Sehat dan bahagia selalu bersama keluarga ..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteT A M A T
Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya yg lancar sampai selesai di tahun baru
Semoga bu tien selalu sehat² n terus semangat dgn judul² yg baru
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Alhamdullilah sdh tamat..terima ksih bundaqu..slmt mlm dan slmt beristrrht..slm seroja dan aduhai dri sukabumi unk bundaqu🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Farida
DeleteSalam seroja dan aduhai
Alhamdulillah Tamat, terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Alhamdulillah "KBTS" sdh TAMAT
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien, sehat sehat selalu nggih Bu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteTerima kasih bu Tien ... K B T S ke 53 sdh tayang n tamat ... Asiik happy Ending ... Semoga bu Tien & kelrg sehat dan bahagia sll ... Selamat Tahun Baru 2025
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Selamat tahun Baru juga
Oh Yono selingkuh ya?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Bukaaan. Beda cerita
DeleteSami2 MasMERa
Mb Tien ada yg usul KeBeTeEs bs ditawarkan ke PH ... Dijadikan sinetron ... Krn kesengsem dg kecantikan Arumi yg msh muda sdh jd rebutan bbrp pemuda ... 2 diantaranya Bachtiar dan Sutris... Trmksh utk kbts nya ditunggu cerbung berikutnya mb Tien ... Slm seroja selalu
ReplyDeleteMangga .. siapa mau bantu menawarkan.. harus siapa kenal dengan siapa... gitu
Delete