Monday, December 30, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 51

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  51

(Tien Kumalasari)

 

Mendengar jerit Arumi, semua orang berhamburan ke arah kamar, di mana bu Nuke tidur di sana.

“Tolong, mengapa perempuan ini mengancamku? Sudah ditolong malah mau membuat celaka? Aku sudah menduga, perempuan ini jahat," teriak mbok Truno.

“Lepaskan simbokku!!” pekik Arumi sambil mendekat. Tapi langkahnya terhenti ketika mendengar teriakan bu Nuke.

“Selangkah lagi kamu mendekat, perempuan tua ini akan tamat.”

“Nuke!! Apa yang kamu lakukan?”

Yang berteriak adalah pak Johan. Ia sudah datang bersama Bachtiar, karena seperti juga Bachtiar, ia yakin bahwa perempuan yang menginap di rumah pak Truno adalah Nuke.

“Kamu mau apa Pa? Menyerahkan aku pada polisi? Jangan harap. Kamu laki-laki tidak bertanggung jawab Pa, kamu menjerumuskan istri sendiri untuk masuk ke penjara. Suami macam apa kamu hah? Awas, jangan ada yang mendekat, atau perempuan bernama mbok Truno ini akan tamat.”

“Mengapa ini … mengapa aku diancam, ya ampuun, jauhkan gunting itu,” teriak mbok Truno ketakutan.

“Nuke. Kamu jangan menyalahkan aku. Kamu sendiri yang berbuat. Tolong mengertilah. Lebih baik kamu menyerah, kalau kamu terus begini, hukumanmu akan lebih berat.”

“Aku tidak mau dihukum! Menyingkir semuanya, aku mau pergi.”

“Bu Nuke! Simbok tidak bersalah. Bu Nuke membuatnya ketakutan. Lepaskan dia!”

“Menyingkir. Biarkan aku pergi. Awas, siapa menghalangi berarti membuat perempuan ini celaka. Aku tidak main-main.”

“Bu Nunuk, ternyata sampeyan itu orang jahat. Menyesal aku menolongmu,” pak Truno juga berteriak.

“Menyingkir semuanya, aku harus pergi dengan membawa simbok-simbok yang ternyata adalah simboknya Arumi?”

“Nuke, hentikan. Kamu melawan hukum. Kamu tidak akan bisa lari lagi. Tolong menyerahlah. Nuke, menyerahlah.”

“Tidak mau. Biarlah aku mati, aku tidak mau dipenjara. Tapi tidak. Aku tidak mau mati, aku mau pergi saja. Menyingkir semuanya.”

Bu Nuke sudah mendorong mbok Truno maju, menuju pintu. Tapi tak ada yang menyingkir. Arumi masih berdiri di depan pintu, pak Johan dan pak Truno ada dibelakangnya. Mbok Truno sudah ketakutan. Ia gemetar, dan wajahnya pucat pasi.

“Minggir!!”

“Bu Nuke, sadarlah,” teriak Arumi.

“Jangan melakukan hal bodoh, Nuke.”

“Kamu laki-laki jahat! Kamu ingin istrimu masuk penjara?”

“Ini semua karena kelakuanmu sendiri Nuke. Tolong. Menyerah lebih baik.”

“Apa kalau aku menyerah maka aku tidak akan dipenjara?”

“Nanti kita bicara lagi. Jangan keras kepala begini. Kasihan mbok Truno itu. Dia tidak tahu apa-apa.”

“Kamu kasihan pada perempuan yang kamu tidak kenal Pa, kamu tidak kasihan pada istri kamu sendiri. Betapa kejamnya kamu itu Pa. Kalau kamu suami baik, kamu akan menyelamatkan aku.”

“Nuke, kalau kamu mau bicara dengan baik, dan tidak melarikan diri, maka kamu tidak akan ditahan.”

“Tapi aku tetap akan dipenjara bukan? Menyingkir dan biarlah perempuan ini menjadi tameng buat aku.”

“Jangaaaan Bu, toloong …” mbok Truno benar-benar ketakutan.

Tapi tiba-tiba dari arah belakang bu Nuke, terdengar suara keras. Braaaakkk. Bu Nuke terkejut. Jendela kamar dijebol dari luar dan seseorang melompat masuk. Dia adalah Bachtiar. Karena terkejut, bu Nuke melepaskan mbok Truno, dan dengan cekatan Arumi menariknya. Celakanya bu Nuke masih membawa gunting. Ia berdiri merapat ke dinding, dan sekarang gunting itu diarahkan kearah ulu hatinya.

“Nuke! Jangan nekat kamu.” teriak pak Johan.

“Jangan mendekat, kalau ingin aku tetap hidup,” kata bu Nuke terengah-engah. Akal warasnya sudah lenyap entah kemana. Ia seperti orang kehilangan pegangan. Sebenarnya ia tak tahu harus berbuat apa, tapi ia enggan menyerah.

Bachtiar menyesal tidak segera menangkap bu Nuke dari belakang. Sekarang dia berdiri termangu, sementara Arumi sudah membawa ibunya keluar dari kamar, diikuti pak Truno yang merasa lega.

“Tante, tolong sadar,” bujuk Bachtiar.

“Apa kamu? Bukankah kamu senang melihat aku celaka? Kamu akan bertepuk tangan melihat aku tersudut dalam masalah.”

“Bukan begitu Tante, saya justru _”

“Diaaam!” teriak bu Nuke.

“Nuke! Sadarlah. Lepaskan gunting itu, ayo pulang bersamaku,” bujuk pak Johan.

Tapi bu Nuke masih memegang gunting yang diarahkan ke ulu hatinya,

“Pikirkan baik-baik Nuke, apa kamu akan terus begini?”

“Apa pedulimu? Bukankah kamu tidak peduli padaku?

“Lalu kamu mau bagaimana?” kata pak Johan sambil berusaha mendekat.

“Berhenti!!”

Ketika mengucapkan kata berhenti itu, bu Nuke mengacungkan gunting ke arah suaminya, dan saat itulah Bachtiar meraih bantal melemparkannya kepada bu Nuke. Seperti mendapat aba-aba, pak Johan melompat ke arah istrinya dan berhasil merebut gunting yang dipegang sang istri, lalu melemparkannya ke lantai.

“Nuke, ayo pulang,” katanya sambil memeluk sang istri.

Bu Nuke meronta, tapi akhirnya jatuh ke pelukan pak Johan yang merengkuhnya erat.

“Nuke, ayo pulang. Aku akan mendampingi kamu, kamu harus berani menghadapi semuanya.”

Tanpa daya, kemudian bu Nuke menangis terisak-isak.

Semua orang merasa lega ketika pak Johan berhasil menuntun istrinya keluar dari ruangan.

Sebelum keluar, pak Johan menoleh sekilas kepada Arumi.

“Arumi, aku minta maaf atas kesalahan keluargaku,” katanya pilu. Tak bisa disangkal, mengetahui kelakuan anak dan istrinya, pak Johan merasa sangat sedih. Sungguh teramat sedih.

Arumi melihat air mata menggenang dipelupuk mata pak Johan, dan merasa iba. Ia hanya bisa mengangguk dengan tersenyum tipis, karena ia juga sedang menenangkan ibunya yang sempat panik dan ketakutan.

***

Kejadian itu sudah berlalu. Pak Truno dan istrinya sudah merasa tenang kembali walau merasa heran akan semua yang terjadi. Bachtiar maupun Arumi sama sekali tidak menceritakan kejadian demi kejadian yang menimpa Arumi, sejak Arumi di culik dan rentetan kejadian yang lain, karena tak ingin menambah beban pikiran kedua orang tuanya.

Ketika kejadian mbok Truno hampir celaka karena bu Nuke menjadikannya tameng, Arumi bahkan tidak menceritakan secara rinci apa yang sebenarnya terjadi. Karenanya mereka hanya menganggap bahwa terjadi pertengkaran antara bu Nuke dan suaminya, dan sama sekali tidak mengerti apa yang mereka bicarakan ketika mbok Truno diancam dengan gunting di dalam kamar.

“Mengapa bertengkar dengan suami sampai sebegitunya? Apa suaminya punya istri muda?” tanya pak Truno.

Arumi yang masih berada di rumah orang tuanya sampai beberapa hari, tertawa lucu.

“Tidak Pak, entahlah, barangkali hanya pertengkaran biasa.”

“Pertengkaran biasa sampai pergi dari rumah dan membahayakan keselamatan orang lain? Ini bisa menjadi pelajaran untuk kamu, Arumi. Sebesar apapun permasalahannya, tidak boleh seorang istri sampai lari dari rumah, sehingga semua orang mengetahui adanya pertengkaran itu. Semua permasalahan bisa dibicarakan dengan baik, bukan? Kalau itu terjadi, akan sangat memalukan.”

“Baiklah, Pak.”

“Tapi tadi bicara tentang penjara segala macam. Masa bertengkar lalu mau memasukkan istrinya ke penjara? Apa sebegitu kejamnya si suami?”

“Kita tidak usah memikirkan permasalahan itu Mbok, ayo Arumi bantu masak rempeyeknya,” kata Arumi untuk mengalihkan permasalahan itu.

***

Dan hari itu kesibukan seperti biasa sudah dilakukan mbok Truno dengan menjual rempeyek ke pasar, sementara pak Truno sudah kembali bekerja di sawah sejak beberapa hari sebelumnya.

Tapi di hari itu pak Truno mendengar kabar yang mengejutkannya dari teman-temannya petani.

“Apa kamu belum tahu, kalau pak Carik ditangkap polisi?” kata seseorang.

“Ditangkap polisi?” tanya pak Truno.

“Sudah beberapa hari, semingguan lebih.”

“Masa? Masalah apa?”

“Bukan ditangkap, kabarnya malah pak Carik yang menyerahkan diri, katanya mending menyerahkan diri, daripada ditangkap,” kata yang lain.

“Ada apa sebenarnya?” tanya pak Truno lagi.

“Kabarnya sudah terdengar di mana-mana. Kamu itu ketinggalan berita, kang Truno.”

“Aku tidak pernah ke mana-mana, apalagi mendengar berita seperti itu. Ada masalah apa? Dia kan hanya pemilik toko di pasar? Menipu orangkah?”

“Tidak. Itu masalah penculikan.”

“Penculikan?” pak Truno terkejut.

“Penculikan apa? Menculik siapa?”

“Entahlah, beritanya simpang siur. Katanya bekerja sama dengan orang kota.”

“Siapa yang bilang?”

“Anakku punya teman polisi di kota, ketika bertemu mereka cerita begitu.”

Celoteh teman-teman petani itu membuat pak Truno teringat tentang anak gadisnya yang pernah diculik. Apa itu ada hubungannya? Tapi ketika pak Truno  bertanya, tak seorangpun tahu.

“Katanya menculik anak gadis orang.”

“Mau cari istri lagi, apa? O, namanya orang kaya, polahnya pasti macam-macam. Bu Carik kan sudah tua, pantas kalau mau dicarikan madu.”

“Kamu sok tahu.”

“Sudah … sudah, ayo kerja, malah ngobrol yang nggak jelas.”

***

Tapi ketika sampai di rumah, pak Truno  mengatakan tentang celoteh teman-temannya itu, membuat  mbok Truno juga heran.

“Ketika aku ke pasar kok tidak mendengar cerita apa-apa ya? Soalnya kalau aku habis jualan, langsung pulang. Tidak pernah mendengarkan orang ngobrol. Bu Carik juga jarang ke pasar. Wahyuni pastinya di toko. Tapi kalaupun ketemu mereka, masa iya mereka akan menceritakan perihal keluarganya yang ditangkap polisi?” kata mbok Truno.

“Katanya kok pak Carik menculik seorang gadis. Ada yang mengatakan gadis itu mau dijadikan bini muda,” kata pak Truno lagi.

“Ada-ada saja. Sudah tua banyak polahnya,” sambung mbok Truno.

“Soalnya punya uang banyak.”

“Pak, Mbok, nanti barangkali Rumi mau dijemput mas Tiar, soalnya besok harus sekolah,” kata Arumi yang ingin mengalihkan pembicaraan sang ayah.

“Iya. Pergilah, tidak apa-apa. Bapak sama simbokmu sudah mempercayakan kamu kepada nak Tiar, semoga dia bisa menjadi pelindung kamu yang baik,” kata mbok Truno.

“Hati-hati ketika menjalani hidup berumah tangga, jangan sampai bertengkar, yang rukun, saling menjaga dan mengasihi,” kata pak Truno.

“Iya Pak.”

***

Di rumahnya, malam hari itu, bu Wirawan juga bertanya-tanya tentang Arumi yang beberapa hari tidak datang ke rumahnya.

“Arumi kan sudah bilang kalau mau ketemu orang tuanya?”

“Tumben agak lama.”

“Masih kerasan, kan orang tuanya sudah pindah di rumah yang baru di bangun itu.”

“Syukurlah kalau mau. Kata Bachtiar, orang tua Arumi itu tidak suka diberi apapun, takut dikira memanfaatkan kekayaan menantunya.” kata bu Wirawan lagi.

“Benar, itupun kan karena dipaksa dan dibujuk sehingga mau tinggal di sana.”

“Suatu hari nanti aku ingin pergi ke sana. Sejak menjadi besan aku belum pernah ketemu."

“Baguslah kalau ibu mau. Nanti kita ke sana bersama-sama.”

“Bagaimana ya kabarnya jeng Nuke?”

“Ibu kok mikir dia lagi.”

“Kepikiran sih, soalnya kan tadinya dekat sekali sama ibu. Tapi aku kesal ketika dia pakai cara menipu … benar-benar bikin kesal.”

“Ya sudah, kalau begitu tidak usah dipikirkan.”

Tiba-tiba mereka mendengar mobil berhenti di halaman, ternyata Bachtiar dan istrinya.

Bu Wirawan berdiri dan menunggu di halaman. Wajahnya berseri ketika melihat Arumi.

“Baru saja kami membicarakan kamu Rumi, lama tidak datang kemari.”

“Maaf Bu, saya di dusun beberapa hari,” jawabnya setelah dekat dan mencium tangan kedua mertuanya.

“Ibu, ini ada rempeyek teri dan kacang dari simbok,” kata Arumi sambil mengacungkan bungkusan.

“Waduh, aku suka sekali rempeyek teri, langsung bawa ke belakang, berikan pada bibik.”

Arumi mengangguk lalu langsung pergi ke belakang.

“Saya baru saja kembali dari menjemput Arumi,” kata Bachtiar setelah duduk.

“Tumben lama. Bapak ibunya sehat kan?” tanya bu Wirawan.

“Beberapa hari yang lalu ada kejadian agak menggemparkan seisi rumah.”

“Ada apa?” tanya pak Wirawan.

“Tante Nuke tiba-tiba nyasar sampai ke rumah pak Truno, menginap di sana.”

“Lhoh, memangnya mereka kenal?”

“Tidak, dia mengaku sedang dikejar orang jahat, minta agar diijinkan tinggal di sana beberapa hari.”

“Dan diijinkan?”

“Pak Truno itu kan orang sederhana, lugu, dan tidak pernah berpikiran macam-macam. Dia hanya kasihan, seorang perempuan dikejar orang jahat, begitu.”

Lalu Bachtiar menceritakan semuanya, sehingga pak Johan membawanya pulang.

“Ya ampuun, bisa melakukan itu dari mana? Kebanyakan nonton sinetron dia itu,” celetuk bu Wirawan.

“Semoga semuanya baik-baik saja.”

“Kalau rumah sakit ngotot memperkarakan, benar-benar bu Nuke akan mendapat hukuman.”

Tiba-tiba ponsel Bachtiar berdering. Dari pak Johan.

“Bachtiar, tolonglah. Mamanya LukI ada di rumah sakit, dia berusaha bunuh diri.”

“Apa?”

“Dia ingin ketemu ibumu.”

***

Besok lagi ya.

                      

 

62 comments:

  1. Puji Tuhan sudah tayang ..
    Semoga sehat selalu Bunda Tien

    ReplyDelete
  2. 🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴
    Alhamdulillah 🙏💞
    KaBeTeeS_51 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai🦋😍
    🎋🪴🎋🪴🎋🪴🎋🪴

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah sampun tayang... bu Tien semoga cepat sembuh ya... salam sehat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai 2x

      Delete

  4. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 51* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak
    KaBeTeEs._ 51 sudah tayang
    Semangat..sehat..mbak Tien..🤗🥰
    Salam ADUHAI..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Ning
      ADUHAI

      Delete
  6. Mksh bunda Tien
    Moga sehat selalu doaku
    Jd penisirin bingitz nih, tp ttp sabar menanti
    Ttp semangat dan selalu ADUHAI

    ReplyDelete
  7. Sekatang bu Nuke baru merasa ketakutan. Ya minta ampun dari Allah Yang Mahakuasa dan mohon kekuatan untuk menjalani hukuman yg nanti akan di terima.
    Selamat malam dan sejahtera ibu Tien.

    ReplyDelete
  8. Nekad ya Bu Nuke,,,kadung malu 😁🤭

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya, 🤗🥰

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbakku Tienkumalasari sayang, episode terbaru sdh tayang ,padahal jenengan masih sakit smoga cepat sembuh inggih jangan terlalu capek, salam sayang dari Gn3, Tanggamus , Lampung

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah KBTS 51 sdh hadir. Matur nuwun Bu Tien🙏
    Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲

    ReplyDelete
  11. Mks bun KBTS 51 nya sdh tayang....smg cpt sembuh ya bun banyak istirahat, jangan terlalu capai bun.....selamat malam salam sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  12. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih tayangan cerbungnya bu tien
    Semoga bu tien sehat² selalu, dlm lindungan n bimbingan Allah SWT
    SELAMAT MALAM

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  14. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 51 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala. Aamiin

    Waduh...kok cerita nya tante Nuke, tambah makin runyam ya. Melarikan diri, akhir nya gagal. Mau bunuh diri, semoga gagal juga..😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  15. Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhaiii...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Komariyah
      Aduhai deh

      Delete
  16. Ada ada saja bu Nuke...
    Alhamrulillah
    Syukron nggih Mbak Tien... Syafaakillah nggih ,in Sya Alloh semakin Sehat Sehat Sehat ..Bismillah Biidznillah ..Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.Maturnuwun cerbung hebat 🌹 semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  18. Bu Nuke akan bunuh diri? Mau lari dari tanggung jawab. Menempuh jalan pintas yang menyesatkan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Sehat, semangat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah " Ketika Bulan Tinggal Separuh -51 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, sehat dan bahagia selalu Bunda..
    Aaamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  21. Selamat malam Budhe. . .
    Alhamdulillah sdh tayang, doaku semoga Budhe Tien sehat selalu dan tetap semangat membuat pembacanya senang, tapi jangan memaksakan diri, istirahat cukup dan tetap berdoa, semoga semuanya berjalan atas ijin Allah, nak Adi dan rombongan selalu diberikan kesehatan, kemudahan dan lancar ibadahnya.
    Aamiin yaa Robbal'alamiin 🤲🤲

    ReplyDelete
  22. Critané Bu Wirawan lagi kangen, ngangen angen menantu yang baik hati, juga kaya ada keinginan tau gimana kira² kelanjutan artis baru si Nuke soibnya.
    Semoga ingat pesan Tiar, bisa bisa di hubung hubungkan soal idé bikin surat rumah sakit yang dipalsukan, hé.. kan yang bilang maknya Luki sendiri, menggaris bawahi; kalau nunggu detik detik kematian tinggal beberapa bulan lagi.
    Terbiasa ngegosip
    Pakar rekayasa tuh, kreatip, kasihan.
    Si babenya Tiar rupanya sebel juga sama Nuke.
    Nggak ada Baek baeknya.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ketika Bulan Tinggal Separuh yang ke lima puluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun mas crigis
    Nganti dobel2 saking semangate bercrigis ria

    ReplyDelete
  24. Waah...gimana kalau pak bu Truno akhirnya tahu peristiwa yg sebenarnya ya? Hmm...makin seru nih, hampir klimaks. Jangan2 besok tamat?🤭😁

    Terima kasih, ibu Tien...semoga makin sehat dan berlimpah rejekinya.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete
  25. Selamat pagiii bunda..terima ksih cerbung ke 51 nyaslm seroja dan aduhai unk bunda sekeluarga

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 16

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 16 (Tien Kumalasari)   Kinanti sangat geram. Bahkan ketika mereka sudah tidak ada dalam satu sekolah karena ma...