Monday, December 23, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 45

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  45

(Tien Kumalasari)

 

Bachtiar terkejut. Ia bergegas mengambil baju ganti. Arumi menatapnya heran.

“Ada apa Mas? Telpon dari ibu?” tanyanya.

“Dari bibik. Katanya ibu pingsan.”

“Apa? Sekarang bagaimana?”

“Sudah dibawa ke rumah sakit. Kamu istirahat saja di kamar, atau tidurlah. Ini sudah malam.”

“Bagaimana mungkin aku istirahat dan tidur sementara ibu mertuaku ada di rumah sakit?” katanya sambil bangkit, lalu menuju ke arah kamarnya.

“Aku ikut," katanya sambil menutup pintu.

Bachtiar tersenyum. Walau disakiti, Arumi masih punya perhatian kepada ibu mertuanya.

Ia duduk menunggu, dan tak lama kemudian Arumi keluar dengan pakaian rapi.

“Ayo, menunggu apa lagi?”

“Baik. Aku keluarkan mobil dulu. Sampai bingung aku,” kata Bachtiar sambil keluar menuju garasi.

Arumi segera ikut keluar dan mengunci rumah.

***

“Apa sebelumnya ibu mengeluh sakit? Bukankah kemarin sepertinya baik-baik saja?” tanya Arumi dalam perjalanan ke rumah sakit.

“Iya, benar. Ibu tak mengeluhkan apa-apa. Hanya kata bibik ibu jadi susah makan. Ketika aku mampir ke sana, aku paksa ibu makan."

“Apa ibu memikirkan sesuatu?”

“Entahlah. Mungkin ibu terpukul mendengar berita tentang Luki dan semua yang dilakukannya.”

“Pasti ibu tak mengira.”

“Benar.”

“Ibu sangat menyukai Luki, bahkan dengan segala cara ingin membuat Luki senang.”

"Keterkejutan itu mempengaruhi kesehatannya. Aku heran, mengapa ibu memikirkan Luki sampai sedemikian besarnya, bahkan membawanya sampai sakit begini.”

“Rasa kecewa yang terus menerus mendera, membuat orang menjadi sakit. Tapi semoga ibu tak apa-apa. Apakah bapak sudah pulang?”

“Sepertinya belum, buktinya bibik yang menelpon aku. Entah bibik sudah mengabari apa belum.”

“Nanti Mas harus menanyakannya. Bapak kan juga harus segera dikabari.”

“Iya. Terima kasih karena kamu perhatian pada ibuku.”

“Mas itu berkata apa. Namanya juga orang tua, mana mungkin seorang anak tidak memperhatikannya.”

“Kamu tidak dendam pada ibu?”

“Kamu masih tidak percaya, seperti apa aku ini.”

“Aku percaya,” kata Bachtiar sambil terus menggenggam tangan Arumi.

***

Ketika sampai di rumah sakit, dilihatnya bibik sedang duduk menunggu di luar ruang UGD. Ia tampak lega ketika melihat Bachtiar datang bersama istrinya.

“Bagaimana keadaannya?”

“Katanya sedang ditangani, tapi nyonya sudah sadar.”

“Bagaimana ibu sampai pingsan?”

“Bibik juga tidak tahu. Bibik sedang bersih-bersih meja makan, karena nyonya hanya makan sedikit, tiba-tiba bibik mendengar nyonya terjatuh. Lalu bibik mengabari sopir, yang kemudian membawanya ke rumah sakit.”

“Bapak sudah dikabari?”

“Itulah Tuan Muda, bibik tidak menemukan nomor kontak tuan besar, jadi mohon maaf, belum sempat mengabari.”

“Ini nomor kontak bapak. Arumi, tolong telpon bapak,” katanya sambil mengulurkan ponselnya kepada Arumi.

“Aku mau menemui dokternya,” lanjutnya.

“Baiklah.”

Arumi segera menelpon ayah mertuanya, dan mengabarkan tentang keadaan ibunya.

“Sekarang masih di rumah sakit? Bagaimana keadaannya?” tanya sang ayah mertua.

“Saya dan mas Tiar baru saja datang, tapi katanya ibu sudah tersadar.”

“Mana Bachtiar?”

“Sedang menemui dokter.”

“Baiklah, aku pulang malam ini juga, langsung ke rumah sakit.”

Ketika Arumi menutup ponselnya, Bachtiar sudah keluar dari ruang UGD.

“Apa kata dokter?”

“Ibu tidak sakit apa-apa, hanya merasa tertekan, sebentar lagi akan dibawa ke ruang inap. Membutuhkan waktu untuk mengadakan pemeriksaan lengkap,” jawab Bachtiar.

“Aku sudah pesan kamar terbaik untuk ibu,” lanjutnya.

“Sudah tiga hari ini nyonya tidak mau makan. Kalau dipaksa, paling hanya sesendok dua sendok. Barangkali nyonya kesepian.”

“Bukankah biasanya juga bersama Bibik?” tanya Arumi.

“Iya Non, tapi sepertinya nyonya sedang  memikirkan sesuatu dan membutuhkan seseorang untuk berbincang. Kalau bibik ya pasti tidak bisa melakukan apa-apa. Kan bibik hanya pembantu."

Arumi mengangguk mengerti.

“Bagaimana Bapak?”

“Bapak segera pulang malam ini juga.”

“Syukurlah. Bibik pulang dulu diantar sopir ya, ambil beberapa baju dan entah apa yang barangkali dibutuhkan,” perintah Bachtiar kepada bibik.

“Baiklah, saya akan pulang dulu.”

Ketika bibik berjalan keluar, seorang perawat mendorong brankar, di mana bu Wirawan terbaring pucat, dan selang infus terhubung di lengannya.

Bachtiar dan Arumi mengikutinya.

Kerika melihat Bachtiar, bu Wirawan melambaikan tangannya, dan Bachtiar menggenggamnya erat. Tapi wajahnya berubah muram begitu melihat Arumi berjalan di sisi yang lain, padahal Arumi menatapnya dengan penuh iba.

***

Seorang wanita cantik dan laki-laki perlente sedang duduk di hadapan Luki di ruang tunggu di mana Luki ditahan.

Luki menangis tersedu membuat sang ibu kebingungan.

“Bagaimana kamu bisa melakukan semua itu? Untuk apa?” tanya sang ayah, tandas.

“Luki benci sekali pada dia. Dia penyebab Luki ditolak Bachtiar.”

“Aku kira kamu sudah pacaran sama Bachtiar dan gadis desa itu merebutnya.”

“Bapak itu tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu? Dari dulu kita sedang bicara pada mbakyu Wirawan untuk menjodohkan Luki, dan Bachtiar menolak karena sudah jatuh cinta pada gadis desa itu.”

“Kalau begitu mengapa kamu melakukan penculikan terhadapnya, dan berusaha menghancurkan masa depan gadis itu?”

“Luki benci sekali. Sangat benci.”

“Ya sudah, sekarang kamu harus menebus kebencian yang membakar hati kamu lalu membuat kamu melakukan perbuatan kriminal,” gerutu sang ayah.

“Bapak bagaimana? Harusnya Bapak membantu Luki agar dia bisa terlepas dari jeratan hukum,” isak bu Nuke.

“Apa yang bisa aku lakukan? Masalah ini sudah ditangani, Luki memang harus bertanggung jawab.”

“Bapak kan punya uang.”

“Maksudnya?”

“Bayar mereka agar bisa melepaskan Luki.”

“Aku tidak mau Bu, nanti aku juga terkena kasus penyuapan. Biarkan saja. Siapa berbuat harus berani bertanggung jawab,” kata sang ayah menahan rasa sedih atas perbuatan anaknya.

Luki menangis sejadi-jadinya.

“Tidak ada gunanya kamu menangis. Akui saja perbuatan kamu. Bapak tidak bisa menolongmu kecuali memberi semangat dan mendoakan agar kamu tidak mendapat hukuman berat.”

“Apa yang harus Luki lakukan sekarang?”

“Terima saja. Dan berusaha meminta maaf kepada dia atas perbuatan kamu. Kalau dia mau memaafkan, barangkali hukuman kamu bisa diperingan.”

“Mengapa Luki harus meminta maaf Pak? Gadis desa itu penyebab kebencian yang timbul dalam hati Luki,” sela sang ibu yang tetap ingin membela anaknya.

“Tapi kebencian itu dilampiaskan dengan cara yang melanggar hukum. Hanya Luki yang benci, gadis itu yang entah namanya siapa, belum tentu benci sama Luki. Dan kalaupun dia marah atau benci sekarang ini, bisa dimaklumi karena Luki jahat kepada dirinya.”

“Jadi bagaimana Pak?” tanya Luki sambil menangis.

“Kamu harus meminta maaf pada gadis itu. Siapa namanya?”

“Arumi.”

“Nah, Arumi. Minta maaflah kepada dia, entah bagaimana caranya. Mungkin kamu bisa menulis surat permintaan maaf pada dia,” kata ayahnya mengakhiri pertemuan itu, karena petugas sudah mengingatkannya.

“Mana bisa gadis itu membaca surat? Barangkali juga dia tidak pernah sekolah,” kata bu Nuke yang masih saja merendahkan Arumi. Gemas rasanya, karena Arumi, Luki harus berurusan dengan yang berwajib.

 

***

Bu Nuke yang kesal karena suaminya tak mau membantu Luki, kemudian pergi ke rumah keluarga Wirawan. Suaminya langsung kembali ke Jakarta.

“Ada kejadian berat seperti ini, ayahnya juga seperti tak mau ikut campur. Padahal dulu mendukung perjodohan Luki dengan Bachtiar,” omel bu Nuke di sepanjang perjalanan. Ia sama sekali tak menyadari, bahwa ketika itu sang suami merasa bahwa pembicaraan perjodohan sudah terjadi, hanya tinggal membujuk Bachtiar. Selebihnya hanya sang istri yang dengan segala cara melakukan hal untuk menaklukkan Bachtiar. Siapa sangka bisa berujung petaka seperti ini. Alangkah sedih hati bu Nuke membayangkan anaknya meringkuk di tahanan, lalu selanjutnya akan mendekam di penjara.

***

Bu Carik sedang duduk melamun di teras. Sudah berhari-hari ia segan melakukan apapun. Bersih-bersih dan memasak, Wahyuni yang melakukannya. Bagaimana tidak? Ia seorang istri, dan suaminya sedang meringkuk di tahanan. Tak lama lagi pasti akan segera dipindahkan ke  penjara. Dan dialah yang memicunya, menyuruh sang suami menyerahkan diri.

Tapi setelah dipikir-pikir, bu Carik merasa benar, karena sebuah perbuatan kriminal, apalagi perbuatan itu telah tercium oleh polisi, mau tak mau sang suami pasti akan ditangkap juga.

“Apalagi waktu itu, bapaknya Yuni mengatakan bahwa telah bertelpon dengan polisi yang ternyata sudah mencium adanya kejahatan itu. Akan lebih memalukan kalau sampai polisi datang kerumah dan menyeretnya pergi,” gumamnya sambil mengusap air matanya.

“Ia harus mengunduh buah dari pohon yang dia tanam. Semoga ini menjadi pelajaran untuk kamu, Pak," gumamnya menahan sedih.

“Bu, ternyata Ibu ada di sini, aku kira di kamar,” tiba-tiba Wahyuni muncul.

“Gerah di kamar, Nduk.”

“Ibu menangis lagi? Katanya ikhlas, membiarkan bapak menebus kesalahannya,” kata Wahyuni sambil duduk di depannya.

“Walaupun ikhlas, tapi dia itu kan suamiku, Yun. Sedih memikirkan dia yang biasanya makan enak, tidur nyenyak, lalu harus makan dan tidur seadanya, yang pasti tidak nyaman dirasakan.”

“Iya Bu, Yuni juga sedih kalau memikirkannya. Tapi mau bagaimana lagi, bapak sudah melakukan kejahatan itu,” kata Wahyuni sambil duduk di depan ibunya.

“Wajahmu kok pucat sekali, kamu pasti kelelahan, bekerja sendirian.”

“Tidak Bu, Yuni sudah biasa membantu Ibu, jadi tidak merasa lelah kok. Kalau pulang dari bekerja, mas Yono juga membantu bersih-bersih rumah.”

“Maafkan ibu ya, rasanya malas melakukan apa-apa.”

“Tidak apa-apa, Ibu istirahat saja dulu sambil menenangkan pikiran.”

“Ibu sebenarnya mau ketemu Arumi untuk meminta maaf, tapi kabarnya Arumi sudah ikut suaminya ke kota. Yang ada hanya pak Truno dan istrinya.”

“Benar, sebaiknya ibu meminta maaf. Tapi rumahnya kan dikota? Ibu tanya saja alamatnya, nanti Yuni antarkan Ibu menemuinya. Kita bisa naik mobil yang biasa untuk belanja barang, kan ada sopir di toko.”

“Iya, itu bagus. Besok ibu mau menanyakan, di mana alamat Arumi.”

“Sekarang Ibu makan dulu, Yuni sudah selesai. Ada sayur bayam dikasih jagung muda, dan rempeyek teri yang dijual lik Truno.”

“Rasanya nggak lapar.”

“Ibu kan dari pagi tidak makan? Harus diisi perutnya, supaya tidak jatuh sakit.”

Bu Carik menurut. Ia bangkit dan mengikuti Wahyuni ke ruang makan.

Tapi rupanya Suyono yang bekas anak buah Bachtiar sudah tahu di mana alamat Bachtiar di kota. Jadi dia memutuskan untuk mengantar ibu mertuanya besok untuk menemui Arumi.

***

Bu Nuke sudah sampai di rumah keluarga Wirawan di sore hari itu, tapi mendapati rumah itu tertutup rapat.

Berkali-kali mengetuk pintu dan memencet bel tamu, tapi tidak ada jawaban.

“Kemana, keluarga ini. Sore-sore rumahnya kosong."

“Apa sebaiknya aku menunggu saja di teras, siapa tahu mereka segera pulang. Tapi tidak, aku menelpon dulu saja, jangan-jangan mereka menginap.”

Bu Nuke menelpon, tapi nomor yang dituju tidak merespon. Tampaknya ponsel dimatikan, atau mati sendiri karena tidak pernah dicas sejak masuk ke rumah sakit.

“Aneh, ponselnya mati. Kalau saja aku tahu nomor kontaknya mas Wirawan. Tapi aku tidak punya. Bagaimana ini, menunggu atau kembali besok pagi saja?”

Karena tidak jelas, bu Nuke memilih kembali ke hotel, karena ia memang menginap di hotel, sejak Luki dipindahkan ke daerah di mana ia melakukan kejahatan.

***

Pagi hari itu, agak siang bu Nuke kembali ke rumah itu, tapi rumahnya masih tetap terkunci. Ia menelpon lagi, dan ponsel itu masih tetap mati. Karena itu ia memaksakan diri untuk pergi ke rumah Bachtiar, Agak segan sebenarnya, karena tadinya dia ingin meminta tolong bu Wirawan untuk menyampaikan kata maaf kepada Arumi.

“Apa boleh buat, aku harus ke sana, Males sih bertemu gadis desa itu, tapi siapa tahu kata bapaknya Luki itu benar, kalau minta maaf pada gadis desa itu, barangkali Luki bisa mendapat keringanan, syukur-syukur dibebaskan."

Karena itulah, dengan mobil yang disewanya sejak kemarin, dia menuju ke rumah Bachtiar. 

"Hari masih pagi, mudah-mudahan Bachtiar tidak pergi ke kantor," gumamnya.

Tapi ketika sampai di sana, ia melihat sebuah mobil pickup butut terparkir di halaman.

Ketika turun dari mobil dan melewatinya, ia mencium bau tak sedap dari mobil itu. Tentu saja, karena mobil itu biasa dipergunakan untuk belanja barang dagangan yang bermacam-macam. Serta merta ia menutup mulut dan hidungnya sambil mendekat ke rumah, dan melihat tiga orang asing berdiri di teras. Rupanya mereka juga belum lama datang.

"Rupanya mereka itu kerabat dari desa. Huuh, mobil butut dan bau," katanya sambil terus menutup mulut dan hidungnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

74 comments:

  1. 💐🦋💐🦋💐🦋💐🦋
    Alhamdulillah 🙏🤩
    KaBeTeeS_45 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍🌹
    💐🦋💐🦋💐🦋💐🦋

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Terima kasih, Bu Tien cantiiik... salam sehat untuk sekeluarga dan tetap semangat, yaa

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, Suwun Bu Tien KBTS 45 nya

    ReplyDelete
  5. Wah jeng Iin ,aku dibalap , tak inceng Wiwit sore loo , nyegat Rumi.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah ..suwun bu Tien KBTS 45 sudah tayang

    ReplyDelete

  7. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 45* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ... trimakasih Bu Tien .... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah, sudah tayang ..maturnuwun bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat dan bahagia aamiin yra.
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Salam hangat aduhai 2x

      Delete
  10. Somse buanget bu Nuke ..awas sj klo ketemu di jalan ...
    Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien .. selalu sehat sehat sehat 8smillah Bidznillah 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.Maturnuwun cerbung hebat 🌹 semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KBTS - 45 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting
      Aduhai juga

      Delete
  13. Bagus juga keluarga yang bersalah ada kemauan untuk minta maaf. Tapi Bu Nuke kalau bersalaman sambil menekan tangan Arumi sekeras kerasnya.
    Tinggal menunggu vonis, mudah mudahan ringan saja.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  14. Terima ksih bunda..slm sht sll dan aduhai unk bunda 🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun mbak Tienkumalasari dear...episode terakhir sudah tayang, salam sehat dan tetep semangat inggih, wassalam..dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  16. Waduh tante Nuke; butut yå, ih nggak update tuh si tante kan lagi trend itu,
    ya memang nggak menyerang hidung seeh, malah anak² jaman now kan pada pakai itu. Itu lho yang dipakai buat nutup kuping kalau sudah; kadang manggut² sendiri, nyengir sendiri, biar kåyå wong gemblung tapi kayanya pada asyik² aja tuh..
    Lho itu 'bluetooth', bukan butut tau, habis tante Nuke bilangnya kaya bergumam sambil jalan cepat gitu.
    Terus menjauh gitu, mau tanya siapa kalau nggak nanya maknya Yuni coba

    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ketika Bulan Tinggal Separuh yang ke empat lima sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Nanang
      Salam crigis

      Delete
  17. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah sdh tayang... terima kasih Mbu Tien... sht sllu bersmaa keluarga trcnta

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien sehat² selalu n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah...
    Matur sembah nuwun Mbak Tien .KaBeTeEs 45 sudah tayang..🙏

    Arumi gadis desa yg cerdas dan santun .pemberani..tegas tetep berhati lembut..semoga berakhir bahagia..🙏💕

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah Ketika Bulan Tinggal Separuh sdh tayang
    Matur nuwun bu Tien
    Bahagia sll bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun bu Tien....
    Sehat terus nggih Budhe, ben tansah saged menghibur dulur²ku para penggemar Cerbung Tien Kumalasari.
    Salam ADUHAI.
    Aku ora kakehan nulis mundak dicap *CRIGIS* menyaingi mas Nanang Setu Kliwon. Hahaha 🤣😂😀

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek
      Crigis ya ra pa pa kok.

      Delete
  23. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 45 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Pakdhe Tom dan Amancu di Sala.

    Tante Nuke msh saja sombong tdh orang desa. Nnt klu bertemu Arumi dengan sikap sombong nya tsb, akankah Arumi mau memberi maaf?

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Penasaran, seperti apa pendapat Arumi ttg Luki ya ,😁😁

    ReplyDelete
  25. Waah...keren nih, ibu2 pada ga selera makan, lalu bersamaan mau ketemu Arumi untuk meminta maaf. Harus bersabar sampai besok untuk tahu apa yang terjadi kemudian.😅

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏🏻😀

    ReplyDelete
  26. Mohon bantuan dishare ulang cerbung Ketika bulan tinggal separuh episode 28, 30, 31 dan 35 nakasih banyak

    ReplyDelete

APAPUN YANG TERJADI

APAPUN YANG TERJADI (Tien Kumalasari) Saat kubuka pintu rumahku ada harum menyentuh relung kalbuku rupanya melati bermekaran ditamanku  memb...