Saturday, November 23, 2024

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 20

 KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  20

(Tien Kumalasari)

 

Arumi terbatuk dan terengah-engah. Ia melihat Luki tersenyum sinis. Ia menatap Arumi dengan perasaan puas.

“Mengapa kamu melakukannya? Untuk apa semua ini? Apa salahku? Biarkan aku pulang. Untuk apa ini? Mengapaaa?” Arumi berteriak-teriak histeris.

“Aku hanya ingin agar kamu bisa bersenang-senang. Ada kamar mandi di situ, bersihkan badanmu agar pasanganmu senang,” katanya sambil keluar ruangan dan Arumi mendengar pintu dikunci dari luar.

Arumi memang hanya anak desa yang tidak berpendidikan tinggi. Tapi dia tahu bahwa yang diminumkan ke mulutnya bukan air biasa. Ada rasa aneh terasa. Pasti ada sesuatu dimasukkan ke dalamnya, kalau tidak mengapa Luki harus memaksa agar dia meminumnya. Arumi menoleh ke arah pintu kamar mandi yang ditunjuk Luki. Ia berdiri, masuk ke kamar mandi dan memasukkan jari ke dalam mulutnya. Menekan sampai ke tenggorokan sehingga isi yang ada di dalam perutnya keluar. Ia terus melakukannya sampai terengah-engah.

Ketika ia keluar, ia meminum air yang ada dalam kemasan dan masih utuh. Air itu disediakannya sejak kemarin. Ia enggan meminumnya. Juga makanan yang disediakan. Tapi ia butuh air itu untuk mencuci perutnya.

Ia membukanya dan menenggaknya habis. Lalu kembali lari ke kamar mandi dan memuntahkannya seperti tadi.

Ketika keluar, Arumi merasa lega. Ia berharap, tak ada pengaruh dari minuman itu yang akan membuatnya mati, atau pingsan, atau entah apa. Tadi ia mendengar Luki berkata tentang bersenang-senang. Arumi masih perawan kencur yang benar-benar masih hijau. Ia tidak mengerti apa maksudnya. Ketika ia memuntahkan semua cairan yang diminumnya, ia hanya berharap mengeluarkan racun atau apapun yang dicekokkan ke dalam mulutnya.

Tapi sekarang Arumi merasa lemas. Ia ngelesot di lantai, dan bersandar ke dinding. Kepalanya juga terasa sangat pusing.

Arumi memejamkan matanya. Membayangkan apa yang terjadi pada dirinya sejak kemarin malam.

Ia sudah terlelap ketika mendengar suara dari balik kamarnya. Seperti suara meminta tolong, pelan tapi terdengar jelas. Hati Arumi terusik. Seperti suara perempuan. Arumi tak sampai hati mendengar orang meminta tolong. Antara sadar atau menganggapnya seperti mimpi, ia keluar dari pintu belakang, karena suara itu terdengar dari sana.

Ia menoleh ke sana kemari. Gelap sekali. Tapi Arumi gadis pemberani. Itu adalah rumahnya, mengapa harus takut? Tapi Arumi terkejut ketika tiba-tiba mulutnya dibekap seseorang. Ia tak mampu berteriak, lalu mencium sesuatu yang aneh. Dan ia tak sadarkan diri seketika. Ketika dia sadar, ia sudah berada di sebuah kamar yang cukup bersih dan bagus, terbaring lemas.

Arumi segera sadar bahwa ada orang jahat membawanya ke tempat itu.

“Siapa mereka? Dan Mengapa? Apa salahku?”

Pertanyaan itu memenuhi benaknya selama berjam-jam sejak dia sadar dari pingsannya. Arumi bangkit. Ia harus pergi dari tempat itu. Tapi ia butuh ke kamar mandi. Ada sebuah pintu, yang ketika ia mencoba membukanya, ternyata terkunci. Arumi mendapatkan lagi pintu yang lebih kecil, yang setelah dibuka adalah kamar mandi. Arumi membasuh wajahnya. Beberapa saat kemudian dia keluar, dan mencari celah, bagaimana cara ia melarikan diri. Tapi tak ada peluang untuk itu. Kamar itu tak berjendela, hanya ada satu pintu, yang terkunci. Tadi di kamar mandi ia juga melihat-lihat, tak ada lobang di tempat itu.

Arumi menuju ke pintu, menggoyang-goyangkan pegangan pintu dengan keras, sambil berteriak.

Tak lama kemudian pintu itu terbuka. Arumi menghambur keluar, tapi seorang laki-laki tinggi besar mendorongnya masuk kembali.

“Biarkan aku pergi.”

“Tenang, belum saatnya kamu pergi. Ini, ada makanan untuk kamu, juga minuman,” katanya sambil tangannya melambai, lalu seseorang datang membawa baki berisi makanan dan dua botol minuman.

“Makan dan minum dulu, agar kamu kuwat, juga mandilah. Baju ganti sudah disiapkan untuk kamu,” katanya sambil meletakkan baki itu di atas meja, kemudian keduanya beranjak pergi.

“Heiii, aku tidak mau makan dan minum. Aku mau pulang!” teriak Arumi.

Tapi kedua orang yang rupanya memang penjaga yang harus menjaganya, langsung keluar dan kembali menutupkan pintunya.

Arumi ambruk kembali ke tempat tidur. Ada baju ganti dilipat dan diletakkan di atas meja, tapi Arumi tidak sudi menyentuhnya.

“Aku mau pulaaaaaang,” teriaknya sekeras-kerasnya.

Tapi tak ada jawaban. Arumi sedih sekali, ia teringat bapak dan simboknya. Pasti mereka bingung dan sedih karena dirinya menghilang dan entah berada di mana sekarang ini.

Hari sudah berganti malam lagi, lalu menjadi pagi, ketika kemudian ia melihat Luki. Arumi baru sadar bahwa Luki berperan pada penculikan ini.

Luki yang kemudian mencekokkan minuman yang entah isinya apa, tapi berhasil dimuntahkan oleh Arumi.

Sekarang Arumi merasa lemas, dan sangat pusing. Barangkali ada sedikit pengaruh dari minuman itu, entahlah. Hanya pusing. Kemudian Arumi memilih merebahkan tubuhnya lagi di tempat tidur. Dalam keadaan tak berdaya, ia tak tahu harus berbuat apa. Ia juga tak tahu mengapa dia diculik dan disembunyikan di tempat asing yang entah adanya di mana. Apalagi melihat Luki, yang tampaknya berperan dalam penculikan ini. Mengapa Luki? Mengapa Luki? Luki yang dikenalnya secara kebetulan ketika Luki sedang mencari Bachtiar. Ia bersikap baik, mengapa Luki jahat padanya?

***

Wahyuni sedang melayani seseorang yang menawarkan dagangan, tapi kemudian ditolak oleh Wahyuni, karena bapaknya sedang tidak ada.

“Memangnya pak Carik pergi ke mana?”

“Aku tidak tahu, pagi-pagi dia perginya,” jawab Wahyuni.

“Tuh sepeda motornya ada.”

“Tadi ke sini naik sepeda motor, tapi bapak dijemput mobil, sepeda motornya ditinggalkan di toko. Jadi kalau bapak ingin bertemu pak Carik, lebih baik besok saja.”

Orang itu baru saja pergi ketika terdengar suara orang lain.

“Rokok.”

“Lho, kan tadi pagi sudah?”

“Tadi kan aku hanya beli korek? Tadinya masih punya rokok, tapi diambil tukang-tukang itu.”

“Mbok ya sudah, tidak usah beli lagi. Oh ya, sudah ketemu pak Bachtiar dan mengatakan tentang hilangnya Arumi?”

“Itulah, susah sekali dihubungi. Pak Bachtiar memang begitu, kalau sedang bekerja tidak pernah mau diganggu. Padahal seluruh desa sudah mendengar berita itu.”

“Kasihan Arumi, siapa tahu pak Bachtiar bisa membantu.”

“Iya juga sih, tapi nanti aku kirim pesan saja, barangkali suatu saat akan dibuka dan dibaca.”

“Sebaiknya begitu. Ini rokoknya jadi?”

“Kamu itu aneh, ada orang beli kok ditolak-tolak, bukannya malah menyuruh beli yang banyak, supaya untungnya juga banyak.”

“Ini masalah rokok. Ada hubungannya dengan kesehatan. Sebenarnya aku tidak suka jual rokok, karena aku tidak suka kalau ada orang merokok,” kata Wahyuni bijak. Entah dari mana ia bisa bicara seperti itu. Apa karena berusaha menjadi baik maka ungkapan dan kata-kata baik sudah mengantri di mulutnya?

“Astaga naga, ternyata kamu tidak suka orang merokok? Berarti aku tidak akan kamu terima seandainya aku melamar kamu,” canda Suyono.

Tapi ucapan itu membuat Wahyuni terkejut. Ia membelalakkan matanya.

“Apa?”

Tapi Suyono kemudian merasa telah lancang, sehingga kemudian meralatnya.

“Maaf, maaf, aku hanya bercanda.”

“Ini mas, rokoknya,” kata petugas toko sambil mengulurkan rokok pesanan Suyono.

“Terima masih Mas, ini duitnya,” katanya kemudian kepada Wahyuni.

“Aku berjanji, akan mengurangi dari sedikit,” katanya sambil berlalu.

Tapi entah mengapa Wahyuni kecewa mendengar ucapan Suyono yang mengatakan bahwa dia bercanda.

Hei, mengapa hatiku ini? Kata batin Wahyuni, kemudian dia mengemplang pipinya sendiri, lalu kemudian juga mengaduh sendiri. Kelakuan itu membuat salah seorang pembantunya tertawa geli.

“Kenapa Mbak? Pipi dipukul sendiri, lalu mengaduh sendiri pula?” tanyanya sambil tertawa.

“Oh, ini, ada nyamuk, aku terlalu keras memukulnya,” kata Wahyuni sekenanya, lalu ia menyibukkan dirinya dengan menghitung uang.

***

Pak Truno tidak pergi ke sawah setelah kejadian anaknya hilang. Ia pergi bersama sang istri tanpa tahu arah yang dituju. Ia bertanya kepada setiap orang, bahkan sudah sampai ke desa lain.

Berita hilangnya Arumi telah menyebar ke seluruh desa dalam sehari itu.

Suyono sedang menulis pesan singkat ketika Bachtiar menelponnya.

“Ya Pak?”

“Yono, kamu mendengar berita apa? Benarkah Arumi hilang?”

“Saya menelpon Bapak berkali-kali tapi Bapak tidak mengangkatnya. Dari pagi tadi saya sudah mau memberi tahu Bapak. Ini tadi saya baru menulis pesan tentang Arumi, karena Bapak tidak menerima telpon saya.”

“Jadi benar, Arumi hilang?”

“Benar Pak, sejak kemarin malam. Seluruh desa sudah tahu tentang kejadian itu.”

“Hilangnya bagaimana? Apa dia pergi tanpa pamit?”

“Katanya pagi bangun tidur Arumi sudah tidak ada. Tampaknya dia pergi dengan tergesa-gesa. Begitu kabar yang saya dengar.”

“Aneh, mengapa dia pergi?”

“Tidak ada yang tahu Pak, orang tuanya juga bingung.”

“Aku baru bisa ke rumahnya nanti sore. Kalau sudah sehari tidak diketemukan, lapor polisi saja.”

“Sebaiknya begitu Pak.”

“Ya sudah, aku sedang memeriksa mesin yang baru saja datang agar proyek bisa segera dikerjakan. Secepatnya aku akan ke sana.”

Suyono tahu, Bachtiar pasti sangat gelisah mendengar kabar itu. Ia juga tahu, pimpinannya punya perhatian khusus pada Arumi.

***

Siang itu Sutris dan pak Carik sedang dalam perjalanan yang lumayan jauh. Sebuah mobil telah menunggunya ketika mereka sampai di toko, dan pak Carik meninggalkan motornya di sana, lalu pergi bersama mobil itu. Sutris merasa kesal karena sang ayah tidak segera memberi tahu tentang kepergian mereka. Kalau tentang pekerjaan, mengapa ia tidak segera diberi tahu?

“Sebenarnya kita mau pergi ke mana sih Pak?” akhirnya Sutris mendesaknya.

“Akhirnya nanti kamu pasti akan tahu. Ini akan membuat kamu senang.”

“Membuat aku senang? Sebenarnya apa? Jangan bilang kita akan menemui anak pak lurah yang ada di kota, aku tidak mau dia,” kesalnya.

“Tidak, lebih dari itu. Kamu pasti senang.”

“Ngomong saja yang jelas kenapa sih Pak, pakai berteka-teki segala.”

Sebelum pak Carik mengatakan apapun, ponselnya berdering.

“Ya, hallo.. ini dalam perjalanan, tidak, sudah dekat. Oh, baguslah kalau sudah siap. Benar , jangan khawatir. Baik.”

Pak Carik menutup pembicaraan itu, dan ketika Sutris hendak bertanya, pak Carik menyandarkan kepalanya di jok mobil, lalu memejamkan matanya.

Sutris gelisah, sejak tadi memikirkan pak Truno dan istrinya. Apakah ia sudah mempergunakan uangnya untuk memenuhi persyaratan yang diminta pak dukun? Atau barangkali Arumi sudah ketemu setelah persyaratan itu sudah disiapkannya?

Lamunan tentang Arumi terhenti ketika mobil itu berhenti di sebuah rumah kecil yang terpisah dari rumah lainnya.

“Pak, bangun. Ini rumah siapa? Ini rumah siapa Pak?” tanya Sutris kemudian kepada pengemudi mobil yang sejak tadi diam saja.

“Entahlah, saya hanya dicarter dan disuruh membawa bapak ke tempat ini,” jawabnya.

Pak Carik mengucek matanya. Ia memang tertidur sebentar. Lalu ia memberi isyarat kepada Sutris agar turun bersamanya.

“Ini rumah siapa?”

“Rumah teman bapak, ayo masuk.”

Sutris mengikutinya dengan bingung. Ia melihat dua orang laki-laki duduk di teras, menunggu.

“Mana non Luki?” tanya pak Carik.

“Sudah pergi, saya disuruh menunggu di sini. Ini kunci kamarnya,” kata salah seorang dari mereka sambil mengulurkan kunci.

“Terima kasih.”

“Ada apa di tempat ini?” tanya Sutris.

“Sutris, kamu suka Arumi bukan?”

“Apa?” Sutris kebingungan karena tiba-tiba sang ayah bicara tentang Arumi di rumah terasing itu.

“Memangnya ada apa dengan Arumi?”

“Bapak mau pergi dulu, kamu tunggu di sini. Kalau kamu mau istirahat, itu kamarnya, ini kunci, bukalah.”

Sutris menerima kunci dengan bingung.

“Bapak mau pergi ke mana?”

“Bapak masih ada perlu, kamu di sini dulu, lakukan apa yang kamu suka,” kata pak Carik yang kemudian membalikkan tubuhnya dan berlalu.

Sutris benar-benar bingung. Ia kemudian menuju ke arah kamar yang ditunjuk ayahnya. Ia membukanya dengan kunci yang dipegangnya, lalu terkejut ketika sampai di dalam kamar.

Arumi sedang tergolek di atas ranjang.

Sutris mendekat dengan perasaan cemas.

“Ternyata kamu ada di sini?”

Perasaan Sutris jadi tidak karuan melihat Arumi diam tak bergerak. Karena bingung, dia bahkan tidak mendengar ketika pintu dikunci dari luar.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

58 comments:

  1. Replies
    1. Sami2
      Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun Yangtie

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Salam sehat penuh berkat tetap semangat

    ReplyDelete
  4. Maturnuwun bu Tien, salam aehat dan aduhai...aduhai bun

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  6. 🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃
    Alhamdulillah 🙏🤩
    KaBeTeeS_20 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍🦋
    🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Aduhai deh

      Delete

  7. Alhamdullilah
    Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 20* sdh hadir...
    Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  9. 🌻🍀🌻🍀🌻🍀🌻🍀🌻🍀🌻🍀

    Alhamdulillah, KaBeTeeS_20 sdh tayang.
    Terima kasih Bu Tien, dalam kesibukkannya masih sempat menulis untuk kita².

    Kasihan Arumi dicecoki apa itu sama Luki??? Walau sdh berhasil dimuntahkan tetep saja kepalanya
    pusing.....

    Yuk kita baca bareng²

    🌻🍀🌻🍀🌻🍀🌻🍀🌻🍀🌻🍀

    ReplyDelete
  10. Ooh...berarti Arumi diberi Luki minuman yang dicampur obat tidur ya? Lalu pak Carik sekongkol mau menjebak Sutris dengan Arumi? Mana mau Sutris mengerjai Arumi, kecuali dia diberi obat perangsang mungkin bisa terjadi. Kan dia justru mengkhawatirkan hilangnya Arumi? Baguslah kalau begitu, Sutris sudah ketemu Arumi dan bisa menolong membawanya pulang. Kan nanti dia juga mendapat 'nilai' baik oleh bapak dan simboknya?😁

    Terima kasih, ibu Tien...semoga sehat selalu.🙏🏻

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  12. Apakah Sutrisno mau menolong atau sebaliknya, penasaran aduhaiii 😁

    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    ReplyDelete
  13. Terimakasih Bunda.... semoga sehat selalu....Aamiin

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, matur nuwun Bu Tien,
    Salam sehat wal'afiat selalu

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...

    ReplyDelete
  16. Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 20 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Selamat berakhir pekan Bunda.

    Walaupun Arumi gadis desa, tapi cerdas lan trengginas, dengan bantuan Sutris, semoga bisa kabur dari tempat penyekapan ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  17. Semoga Sutris berpikir jernih, mau menolong Rumi. Kan tidak ada komunikasi antara Sutris dengan Luki maupun bapaknya.
    Tapi penjaganya sudah tahu apa belum ya, tugas yang diberikan kepada mereka.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Mungkin klu bisa pergi bersama Sutris, aman Pakdhe.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah "Ketika Bulan Tinggsl Separuh - 20" sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.
    Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah KBTS 20 sdh tayang.
    Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, mugi jenengan & kelg tansah pinaringan sehat & semangat inggih, wassalam dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bunda Tien, selamat berlibur dan berkumpul bersama keluarga tercinta...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien tayangan cerbungnya
    Semoga bu tien selalu sehat² n dimudahkan dlm segala urusan

    ReplyDelete
  23. Sutris bisa jadi tertuduh?...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete

LAMBAI TANGANMU

LAMBAI TANGANMU (Tien Kumalasari) Kembali terbayang Senyum yang masih mekar Bagai matahari pagi cerah bersinar Semangat yang selalu menyala ...