KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 19
(Tien Kumalasari)
Bu Carik menerima bungkusan uang itu dengan bingung. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi pak Carik sudah berteriak agar Sutris segera menyusul. Wajah Sutris sudah gelap seperti mendung. Tapi ia tak berani membantah perintah sang ayah yang kalau sudah berteriak maka seluruh rumah akan ikut bergetar.
Bu Carik menatap saputangan berisi uang itu dengan penuh tanda tanya. Tapi permintaan Sutris sudah jelas, agar membawa uang itu kepada pak Truno. Untuk apa ya kira-kira? Apa ada penculik minta tebusan limaratus ribu? Kebangetan kalau begitu, kan sudah tahu kalau Arumi itu bukan anak orang kaya. Jadi dugaannya benar, Arumi diculik? Ia kesal saat Sutris mengatakan dirinya terlalu banyak nonton sinetron ketika menduga Arumi diculik. Tapi benarkah diculik?
Bagaimanapun bu Carik harus segera membawa uang itu ke rumah pak Truno. Sepertinya Sutris berjanji akan memberikannya pagi-pagi.
“Yuniii, ibu pergi dulu sebentar. Tolong bersihkan ruang makan ya,” teriak bu Carik sambil mengambil sandal ke kamar lalu mengambil juga kerudung, kemudian bergegas mengambil sepeda kayuh. Sebenarnya ia lebih suka berjalan kaki, tapi nanti kelamaan. Kebutuhan uang ini sepertinya sangat mendesak, sehingga ia harus segera ke sana. Sepeda kayuh yang jarang dipakai, karena Wahyunipun ke mana-mana lebih suka berjalan kaki.
“Ke mana Bu?” teriak Wahyuni.
Tapi bu Carik sudah mengayuh sepedanya di jalan. Wahyuni mengangkat pundaknya, lalu kembali masuk ke dalam rumah. Ia harus segera membersihkan meja makan, kemudian membuka toko, karena hari sudah cukup siang. Sangat terlambat membuka toko di jam segitu, dan para pegawai pasti sudah pada menunggu.
***
Bu Carik sudah tiba di rumah pak Truno. Dilihatnya pak Truno berdua sedang termenung di balai-balai bambu di depan rumahnya. Wajahnya kusut, dan bu Carik tahu apa yang sedang menimpa kedua orang tua Arumi itu.
Begitu melihat bu Carik datang, pak Truno berdebar. Mengapa bu Carik yang datang? Apa Sutris tidak jadi meminjamkan uang dan bu Carik datang untuk menegurnya?
Mbok Truno berdiri menyambut, wajahnya tetap saja kusut, dan memiliki debar serta perasaan yang sama dengan suaminya.
“Pagi-pagi bu Carik sudah sampai di gubug saya ini ….” tegur mbok Truno pelan, seperti tak bertenaga.
“Iya Yu, ada perlu yang akan aku sampaikan, ini titipan Sutris. Boleh aku masuk ke dalam?”
“Tentu Bu, silakan masuk.”
“Silakan bu Carik,” sambung pak Truno yang kemudian mengikuti mereka masuk ke dalam rumah, dan duduk di kursi kayu yang ada di depan pintu masuk.
“Aku kan sudah tahu, kalau Arumi pergi dari rumah tanpa pesan. Ini uang dari Sutris, dia tadi titip sama aku, disuruh memberikan pada keluarga Truno. Silakan diterima.”
Hati pak Truno dan istrinya merasa adem, seperti diguyur seember air dingin.
“Hitung saja yu, entah berapa, aku tidak menghitungnya.”
“Ini Pak, coba Bapak saja," kata mbok Truno mengangsurkan bungkusaMn sapu tangan itu ke arah suaminya. Pak Truno meraihnya dengan tangan gemetar. Ternyata ada jalan untuk menemukan anaknya.
“Ternyata Arumi diculik?” tanya bu Carik.
“Diculik? Kami tidak tahu, siapa mengatakan begitu Bu?” jawab mbok Truno.
“Lalu uang itu untuk apa? Katanya untuk membuat agar Arumi kembali pulang?”
“Tapi bukan karena diculik Bu.”
Lalu mbok Truno mengatakan apa yang terjadi sehingga ia membutuhkan uang, dan mencari ke mana-mana belum juga dapat, kemudian Sutris datang untuk menolongnya.
“Limaratus ribu, Mbokne. Ini aku kira cukup,” kata pak Truno.
Tapi mendengar cerita mbok Truno, bu Carik sangat terkejut. Serta merta ia meraih kembali uang yang ada di meja, membuat pak Truno dan istrinya terkejut dan juga merasa gusar. Tidak tahu kenapa bu Carik melakukannya.
“Bukannya aku tidak mau menolong ya, tapi aku ingatkan sampeyan berdua. Perbuatan yang sampeyan lakukan itu tidak benar. Itu musrik.”
“Aap … pa?” tiba-tiba pak Truno sadar, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
“Sampeyan itu orang beragama bukan?”
“Iya, tentu saja Bu.”
“Kalau begitu mengapa sampeyan pergi ke dukun dan percaya pada apa yang dikatakannya? Kamu menduakan Gusti Allah, itu dosa besar Kaaaang, Yuuuu, dosa besar, sangat besaaaar.”
Mbok Trunopun kemudian menundukkan wajahnya seperti orang linglung.
“Sampeyan shalat tidak? Punya agama apa? Apa yang sampeyan lakukan itu tidak boleh dilakukan oleh manusia dari agama apapun.”
“Iiy … iya Bu,” gemetar mbok Truno menjawabnya.
“Karena kami sangat kalut dan bingung, Bu. Tidak tahu harus bagaimana? Ini kejadian yang sama sekali tidak pernah kami bayangkan. Kalau sampai Arumi tidak kembali, untuk apa kami hidup? Untuk apa kami bekerja keras kalau tidak untuk Arumi?” tangis pak Truno.
“Sampeyan punya Tuhan tidak?” semakin tinggi nada suara bu Carik.
“Ya punya, kami sembahyang lima waktu.”
“Kalau begitu kenapa kamu tidak minta tolong kepada Allah, sesembahan yang kamu junjung dan yang kamu selalu sujud di hadapanNya? Apa sampeyan tidak malu, kamu bersujud tapi sampeyan menunggu pertolongan dukun dengan pontang panting mencari uang yang akan sampeyan pergunakan untuk memenuhi permintaannya?”
“Saya sudah sesambat di setiap sujud saya,” kata pak Truno berbarengan.
“Tapi sampeyan juga menduakanNya kan? Apa bisa sementara sampeyan menduakan tapi sampeyan juga meminta pertolonganNya? Apa sampeyan yakin dengan persyaratan itu anak sampeyan benar-benar akan kembali? Yakin?”
Pak Truno dan mbok Truno ternyata menggelengkan kepalanya pelan.
“Allah akan murka dengan perbuatan sampeyan itu. Murka dan benar-benar murka."
“Ya Allah, tidak. Ampuni hamba ya Allah,” tangis mbok Truno.
“Ya Allah, ampuuunilah.”
“Uang ini sudah diberikan Sutris untuk sampeyan. Pergunakan saja untuk keperluan mencari Arumi. Misalnya harus mencari ke mana atau ke mana, tapi bukan dibuat untuk menyediakan semua syarat yang diminta dukun itu,” kata bu Carik sambil mengembalikan uangnya ke hadapan pak Truno.
Pak Truno mengusap air matanya, demikian juga mbok Truno, yang kemudian sangat menyesali perbuatannya.
Bu Carik berdiri.
“Saya harus pulang, Wahyuni sedang menunggu. Ingat perkataan saya, dan jangan sekali-sekali percaya kepada hal-hal musrik semacam itu. Memohon ampunlah kepada Allah dan memohonlah pertolonganNya, agar Arumi pulang dengan selamat, tak kurang suatu apa,” pesan bu Carik yang segera keluar dari rumah pak Truno, lalu kembali mengayuh sepedanya menuju pulang.
Pak Truno saling pandang dengan istrinya, kemudian bergegas ke sumur untuk berwudhu, sambil selalu mengucapkan ‘ampun’ yang tak henti-hentinya dan dengan air mata yang terus bercucuran.
Mereka juga bersyukur, ada yang mengingatkan mereka, sehingga membuat mereka kembali menemukan jalan yang lebih benderang.
***
Wahyuni menggerutu ketika ibunya pulang, dirasanya lama sekali, padahal ia sudah diserahi tanggung jawab membuka toko begitu sang ayah baru bangun dari tidur tadi.
“Kamu tidak tahu Yun, hampir saja ada orang-orang tersesat.”
“Tersesat ke mana? Dia mau ke mana? Ibu melihat orang tersesat, lalu ibu tunjukkan jalannya? Sebenarnya dia mau ke mana, tersesat ke mana?” tanya Wahyuni bertanya seperti rentetan mercon yang dinyalakan di hari raya.
“Bertanya itu satu-satu, tidak berderet-deret begitu.”
“Ibu belum cerita yang sebenarnya. Yuni juga tidak tahu, sebenarnya ibu tadi ke mana?”
“Kalau begitu dengarkan dulu.”
Sambil bersiap pergi dengan membawa kunci toko, Wahyuni mendengarkan cerita ibunya dengan seksama. Sama sekali dia tidak mengira kalau ternyata pak Truno dan istrinya tersesat pergi ke dukun.
“Ibu ya jangan marah. Mereka itu orang bingung, susah, kalut, bisa dimengerti kalau kemudian melakukan hal yang aneh-aneh. Kasihan mereka itu.”
Bu Carik tersenyum. Ia sedikit heran Wahyuni bisa mengatakan itu. Melarang ibunya marah, dan merasa kasihan kepada keluarga yang kehilangan. Hal yang tak pernah dilakukan Wahyuni, yang selama ini tak pernah peduli kepada keadaan orang lain.
“Ibu tidak marah. Ibu hanya meminta agar mereka tidak melakukannya lagi.”
“Lalu uang Sutris ibu minta lagi? Kebangetan kalau iya.”
“Ya enggak Yun, ibu tinggalkan saja uang itu, barangkali diperlukan, apalagi yang ada hubungannya dengan pencarian Arumi, asalkan jangan pergi lagi kepada dukun.”
“Syukurlah. Ya sudah Bu, Yuni buka toko dulu, nanti kalau ketahuan bapak tokonya buka siang begini pasti marah.”
“Apa kamu tahu bapakmu pergi ke mana? Tumben tadi memaksa Sutris untuk ikut.”
“Bapak hanya berpesan untuk membuka toko, mungkin pergi sampai sore. Cuma itu, Yuni juga tidak bertanya mau ke mana.”
“Ya sudah. Kelakuan bapakmu sejak kemarin aneh sekali. Kalau ditanya jawabnya seperti orang kesal, begitu.”
“Ibu nggak usah tanya-tanya lagi, kalau begitu.”
“Ya sudah, pergilah. Naik sepeda saja, katanya sudah kesiangan. Tuh masih ada di depan sepedanya.”
Bu Carik menatap anak gadisnya yang kali ini mau pergi dengan mengendarai sepeda. Ia kemudian masuk ke dapur dengan rasa syukur karena bisa mengingatkan pak Truno dan istrinya. Tapi ia juga merasa prihatin atas hilangnya Arumi.
“Semoga Arumi segera bisa ditemukan. Tolonglah mereka, ya Allah,” desisnya pelan.
***
Wahyuni mengayuh sepedanya pelan. Ia tak terlalu sering mengendarai sepeda, jadi tidak berani mengayuhnya cepat. Walau begitu sudah lebih cepat daripada kalau dia berjalan kaki. Ia mau mengendarai sepeda karena sudah terlalu siang buka warungnya.
Tiba-tiba sebuah sepeda motor datang dari belakang, lalu berjalan sejajar dengan sepedanya.
“Tumben naik sepeda, biasanya jalan kaki.”
Wahyuni yang semula tak memperhatikan, lalu menoleh ke arah datangnya suara di sampingnya.
“Mas Yono? Kaget aku.”
“Wong aku jalannya pelan, kok bisa kaget.”
“Lha tiba-tiba ada di sampingku, ya kaget lah aku.”
“Tumben naik sepeda.”
“Soalnya sudah kesiangan, aku yang bawa kunci nih.”
“Anak perawan bangun siang, malas benar.”
“Enak saja, aku tuh selalu bangun pagi, tahu.”
“Kenapa berangkatnya siang?”
“Gara-gara Arumi nih.”
“Kok gara-gara Arumi? Pagi-pagi dia main ke rumahmu, begitu?”
“Ya tidak. Masa pagi-pagi main. Mas Yono belum tahu ya, kalau Arumi hilang?”
“Hilang?” Suyono benar-benar terkejut.
“Belum tahu? Kasihan benar Arumi itu. Entah bagaimana kok bisa hilang.”
“Kemarin pagi, eh … dua hari yang lalu, pak Bachtiar baru mengirimi air untuk Arumi.”
“Nanti mas Yono bilang saja pada pak Bachtiar kalau Arumi hilang. Jangan-jangan malah dibawa pak Bachtiar,” kata Wahyuni.
“Ya nggak mungkin. Pak Bachtiar itu orangnya baik, santun dan hormat kepada semua orang. Masa menculik anak gadis.”
“Nanti mas Yono bilang saja sama dia.”
“Nanti aku nggak ketemu dia. Mungkin untuk semingguan ini. Soalnya pak Bachtiar lagi mengerjakan proyek lain. Aku juga tidak berani menghubungi, karena ketika sedang bekerja, pak Bachtiar tidak mau diganggu.”
“Tapi ini hal penting lho Mas, siapa tahu nanti pak Bachtiar bisa membantu.”
“Nanti sesampai di kantor aku coba menelponnya. Sekarang aku ikut kamu ke warung dulu.”
“Beli rokok lagi?”
“Nggak …”
“Mau beli apa?”
“Korek.”
“Huhh, sama saja, beli korek untuk merokok kan?” kata Wahyuni cemberut.
“Sudah berkurang. Tuh, sudah sampai, ambilkan koreknya dulu buat aku.”
Wahyuni menghentikan sepedanya di depan toko, Suyono menunggu gadis itu mengambilkan korek pesanannya sambil menyiapkan uangnya.
Wahyuni mengulurkan kunci toko kepada pegawainya yang sudah menunggu lama. Ada senyuman tersungging. Entah mengapa pagi ini dia merasa senang sekali. Karena bersepeda bareng Suyono?
***
Ada sebuah rumah kecil yang tidak terlalu buruk. Dipinggiran kota Solo. Rumah itu berjauhan dengan rumah-rumah di sekitarnya. Sebuah mobil berhenti di sana, pengemudinya seorang gadis cantik, yang kemudian masuk ke dalam rumah, dan membuka sebuah kamar yang tadinya terkunci rapat.
Seorang gadis bersandar di tembok dengan wajah pucat. Di dekatnya ada minuman dan makanan yang tidak disentuh.
Ketika pintu itu terbuka, gadis itu melihat ke arah pintu. Matanya menyala marah.
“Ternyata kamu Mbak? Mengapa mbak Luki menyekap aku di sini?” tanyanya tanpa takut. Ia baru tahu ada Luki dibalik semua yang dia alami.
“Hmh, kamu pemberani rupanya ya. Katanya sejak kemarin tak terlihat kamu menangis, walau kamu digelandang dan dipaksa untuk disekap di sini.”
“Untuk apa semua ini?”
“Kamu tidak mau makan makanan yang aku sediakan?”
“Biarkan aku pulang, apa gunanya kamu membawa aku kemari.”
“Bukan aku yang membawa kamu sampai kemari kan?”
“Jelas orang-orangmu, karena sekarang aku melihat kamu di sini. Apa sebenarnya maksudmu?"
“Baiklah, mari kita bicara, sambil minum. Ayuh, minumlah ini dulu, aku juga mau minum, kita bicara sambil minum.”
“Ini minuman apa?”
“Hanya air putih. Minum saja, apa kamu tidak haus?”
“Tapi aku tidak mau bicara sama kamu, biarkan aku pulang.”
“Apa kamu tidak kerasan di sini? Rumah ini bagus, lebih bagus dari rumah kamu yang reyot di desa itu. Ada kasur empuk di situ, kamu sudah mencobanya bukan tidur di situ? Bukankah lebih nyaman dari tempat tidur kamu yang pastinya hanya beralaskan tikar?”
“Aku mau pulang!” Arumi berteriak marah.
“Kamu tidak makan sejak kemarin, tapi masih mampu berteriak sekeras itu? Ahaaa, tapi kamu pasti haus. Minumlah dulu.”
“Tidak mau. Pulangkan aku.”
Tapi tiba-tiba Luki menampar Arumi sehingga Arumi terguling di lantai. Seketika itu Luki menindih tubuh Arumi dan menjejalkan minuman yang sudah disiapkan di dalam botol. Mau tak mau Arumi menelannya sambil meronta-ronta.
Luki melepaskannya setelah minuman itu habis walau sebagian tumpah karena Arumi meronta.
***
Besok lagi ya.
π΄π·πππππ·π΄
ReplyDelete***************************
Alhamdulillah, KaBeTeeS_19 sudah tayang.
Terima kasih
Bu Tien, sehat selalu dan selalu sehat nggihhhh.
Jangan² pak Carik ada kerjasama dengan Luki, sebab sebelum berangkat terdengar obrolannya :" Iya Non, saya tahu, jangan khawatir." ...,
Yuk kita ikuti saja lanjutan ceritanya.
***************************
π΄π·πππππ·π΄
Nuwun mas Kakek
DeleteHore
ReplyDeleteMaaf Yangtie, tak selip maneh ya....
DeleteSuwun mb Tien, sht sll njih
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun Yang tie
Matur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Deleteπ»πΏπ»πΏπ»πΏπ»πΏ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ€©
KaBeTeeS_19 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat & bahagia.
Aamiin.Salam serojaππ¦
π»πΏπ»πΏπ»πΏπ»πΏ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun jeng SARI
Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²πππ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Herry
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Endah
Maturnuwun bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sll sehat. Salam hanfat dab aduhau aduhai bun
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai selalu
Alhamdulillah KBTS tayang gasik.
ReplyDeleteSemoga sehat selalu kagem Bu Tien dan keluarga π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Bam's
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah KBTS 19 sdh tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, mugi Ibu & kelg.tansah pinaringan sehat.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Sis
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteSami2 ibu Anik
DeleteBelum nemu iklan euy...?
ReplyDeleteKemana iklan dicari malah gak muncul
Sabaaar...
DeleteNah, benar kan yang disebut 'non' oleh pak Carik itu Luki, orang dia yang berkepentingan dengan Arumi...wah, itu air apa yang diminumkan ke Arumi ya? Jangan-jangan...serem ah bayanginnya.π°
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.ππ»
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam srhat juga
Bu, maaf...koreksi sedikit. Waktu bu Carik menerima saputangan berisi uang dari Sutris, kan belum tahu jumlahnya, demikian jg waktu diserahkan ke bu Truno utk menghitungnya...tapi kok disebut bahwa bu Carik berpikir bahwa si penculik minta uang tebusan lima ratus ribu? Jadi kurang sinkron ya...mungkin disebut saja "penculiknya minta tebusan uang" tanpa menyebut jumlahnya.
DeleteMks ya bun KBTS 19 nya....selamat mlm smg sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Ternyata Luki jahat. Saya kira dia menyerah dan mau mundur dari mengejar mas Tiar, ternyata malah tega mencelakai Rumi.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latif
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 19* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Matur nuwun jeng Tien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteSalam sehat juga
Selamat yg bedèkannya rada bener.
ReplyDeleteBanyak yg mbedèk yg menculik adalah
Pak Carik dan Luki.
Selamat yg bedèkannya rada bener.
ReplyDeleteBanyak yg mbedèk yg menculik adalah
Pak Carik dan Luki.
Nuwun pak Wid
DeleteTerimakasih bunda Tien semoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Matur nuwun Bu Tien. Selalu sj ada hal-hal yg tdk terduga dlm cerita Ibu. Tetap aehat njih Ibu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Terimakasih Bunda.... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Tutus
Matur nuwun bunda Tien..π
ReplyDeleteSehat selalu kagem junda njih..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Padmasari
Alhamdulillah...bu Carik nasihatnya bagus
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tienπ·π·π·π·π·
Sami2 jeng Susi
DeleteKasihan Arumi. korbannya Luki Krn cintanya ditolak Bachtiar & pak Carik gendeng
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°, mantab & aduhaiii π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Arumi bocah ndeso tapi cerdas...
ReplyDeleteTerima kasih ibu Ratna
DeleteHamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 19 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Benarkan Luki dan pa Carik, bersekongkol menculik Arumi. Arumi di paksa minum air dlm botol, yng sdh di isi obat perangsang. Ini bisa jadi pengalaman pribadi nya Luki, wkt di luar negeri. Jahat s Luki, klu begitu. Semoga Sutris klu nnt datang, jadi tdk tega melihat kahanan nya Arumi.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien..π
ReplyDeleteSalam hangat... semoga sehat selalu nggih Bu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Salam hangat
Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, episode teranyar sampun tayang, maaf ya lama tak muncul hehehe...masih dikebon sore² udh pules habis magriban, salam kangen dan sehat sll inggih dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sis
Kangen juga nih
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien tayangan cerbungnya
Semoga bu tien selalu sehat², lancar urusannya
This comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
Delete