Thursday, September 19, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 07

 MASIH ADAKAH MAKNA  07

(Tien Kumalasari)

 

Rohana longak-longok dengan mata melotot, melihat pak Trimo menghitung uang. Lama sekali Rohana tidak melihat uang banyak kecuali hanya selembar selembar uang kecil, dan gemerincing uang receh yang tak seberapa.

Rasa ayam goreng yang tadi disantapnya bersama sambal dan lalapan, masih terasa di lidah. Ternyata sangat enak dan itu membuatnya ketagihan. Tapi ia harus mengeluarkan uang cukup banyak untuk itu. Tadi ketika makan di warung itu, ia hampir menghabiskan selembar lima puluhan ribu yang didapatnya dari ‘cucu-cucu’ nya. Tinggal selembar lagi, untuk besok masih cukup kalau mau berganti makan ikan sepotong, atau rendang daging di rumah makan Padang. Lalu habis deh. Besok apa lagi? Uang receh lagi? Nasi sebungkus dengan secuil ikan asin? Atau nemuin anak-anak muda tadi supaya diberi uang lagi? Mana mungkin? Mereka hanya menganggapnya peminta-minta yang harus dikasihani. Kalau ketemu lagi, belum tentu ia memberinya lagi sebanyak itu. Memangnya apa, setiap hari memberi uang peminta-minta dengan uang yang kelewat banyak?

Tapi di depan matanya ada uang setumpuk. Tak berkedip dia menatapnya. Lalu dilihatnya anak gadis laki-laki itu keluar sambil membawa segelas kopi. Rohana meneguk air liurnya. Tadi ia hanya minum segelas teh tawar. Kalau sekarang ada kopi … baguslah. Apakah dia harus mengetuk pintu agar dihidangkan juga untuknya segelas kopi? Terbayang wajah Binari yang selalu muram kalau menghadapinya, yang selalu diacuhkannya karena dia sedang butuh makan dan minum di rumah itu. Tapi sekarang ada rasa ingin menahan keinginannya bertamu. Ia lebih tertarik pada uang yang di gelar di meja.

Dilihatnya gadis itu duduk di depan ayahnya.

"Bapak mengumpulkan uang begitu banyak, mengapa tidak disimpan di bank saja? Biar aman."

“Apakah disimpan di rumah tidak aman? Mana ada maling mengincar harta orang yang rumahnya buruk seperti kita. Mereka pasti yakin tak akan mendapatkan apapun dari rumah orang miskin seperti kita.”

“Hanya untuk berjaga-jaga saja kok. Binar kira di bank lebih aman.”

“Nggak usah. Selamanya orang tuamu ini tidak pernah menyimpan uang di bank. Ribet. Ada aturannya, harus ini … harus itu … Biar saja begini, bapak simpan di bawah kolong, aman dah.”

“Bapak bekerja terlalu keras.”

“Demi menginginkan sesuatu, memang harus ada perjuangan. Pagi jualan, lalu siang istirahat sebentar, kerja lagi sampai sore atau malam. Bukan masalah. Bapak masih kuat bekerja. Yang penting kamu bisa melanjutkan sekolah. Kalau bisa jadi dokter,” kata pak Trimo sambil memasukkan lagi uangnya ke dalam kothak.

Binari tersenyum.

“Kok keterusan sih Pak, dari candaan kita kemarin dulu.”

“Keterusan bagaimana?” pak Trimo meneguk kopinya.

“Tadinya kan bicara tentang tulisan bapak yang jelek, lalu Binari mengumpamakan tulisan bapak itu seperti tulisan dokter. Lah kok jadi Bapak pengin Binari jadi dokter,” kata Binari sambil tertawa.

“Lha kamu penginnya jadi apa?”

“Pengin jadi apa ya ….”

“Nggak suka ya jadi dokter? Kamu tahu kan, dokter itu pekerjaan mulia. Mengobati orang sakit, tuh … mulia bukan?”

“Semua pekerjaan itu mulia kan Pak? Yang penting dijalani dengan tulus dan ikhlas. Juga yang sesuai dengan kemampuan kita. Ya kan?”

“Iya juga sih. Orang mengerjakan sesuatu pasti ada nilai positipnya. Kecuali pekerjaan maling.”

“Nah, itu juga pekerjaan. Tapi bukan pekerjaan mulia. Kalau Bapak ini, jelas melakukan pekerjaan mulia. Sangat-sangat mulia. Dibela-belain mengerjakan sesuatu yang tidak lazim demi membuat anaknya menjadi ‘orang’. Bukan main Bapak ini.”

“Hei, mengapa kamu mengatakan yang bapak kerjakan ini tidak lazim?”

“Yang biasanya menjual nasi itu kan perempuan? Ini Bapak yang melakukannya.”

“Omong kosong apa itu. Kalau ada perempuan menjadi sopir angkutan umum, apa kamu juga akan menganggapnya sebagai tidak lazim? Bapak melakukan pekerjaan perempuan, tapi ada perempuan yang melakukan pekerjaan laki-laki. Mau bilang apa lagi kamu?”

Binari terkekeh geli. Memang benar sih apa yang dikatakan ayahnya. Perempuan bisa mengerjakan pekerjaan laki-laki. Mengapa laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan perempuan?

“Bapakku memang luar biasa.”

Pak Trimo hanya tersenyum. Lalu ia berdiri, mengelus kepala anaknya, lalu membawa kotak uangnya masuk ke dalam kamar.

“Tidurlah, sudah malam,” katanya sebelum sampai di pintu kamar.

Binari meraih gelas kopi yang sudah kosong, lalu membawanya ke belakang.

Sementara itu Rohana yang bukan saja mengintip tapi juga menguping pembicaraan ayah dan anak itu, kemudian mengulaskan senyuman licik.

Ia meletakkan bungkusan bajunya di lantai teras, kemudian membaringkan tubuhnya di sana, dan tak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari mulutnya. Tak lama kemudian dia bermimpi mengunyah rendang daging yang empuk di sebuah restoran, sambil berkipas karena kegerahan.

***

Di pagi buta pak Trimo sudah berkutat di dapur. Ia sedang memasukkan dagangannya ke tempatnya sebelum siap membawanya ke pasar. Binari membersihkan dapur, ketika sang ayah pergi mandi.

Ketika itu Rohana sudah tak berada di tempatnya berbaring. Ia pergi entah ke mana, sehingga ketika Binari menyapu rumah sampai ke teras, ia tidak menemukan siapa-siapa. Ia juga tak tahu kalau semalam ada yang tidur di teras.

Pak Trimo sudah meletakkan dagangannya di bocengan yang memang sudah diatur supaya bisa dipakai untuk meletakkan dagangannya.

Pagi masih remang, tapi pak Trimo sudah siap berangkat. Binari mengantarkannya sampai kedepan.

“Hati-hati, Pak.”

Pak Trimo melambaikan tangannya, kemudian menghilang dibalik pagar. Binari masuk ke dalam. Ia sudah mencuci sebagian perangkat kotor, lalu tergesa mandi.

Ia bangun agak kesiangan tadi, karena tidur terlalu malam, gara-gara menemani sang ayah menghitung uangnya. Binari terharu, tabungan sang ayah sudah mencapai sepuluh juta lebih, hampir dua puluhan juta malah. Jerih payah yang diharapkan bisa mewujudkan cita-cita luhur sang ayah, demi menjadikan anak gadisnya menjadi ‘orang’.

Binari tak bisa mencegah sang ayah melakukannya, walau sedih ketika melihat ayahnya kecapekan.

“Semoga aku bisa mewujudkan keinginan Bapak,” gumamnya sambil masuk ke kamar mandi.

“Menjadi dokter?” gumamnya lagi sambil tersenyum.

“Aku harus belajar lebih giat, kalau aku punya nilai bagus, bisa mendapat bea siswa, alangkah senangnya. Bapak tak akan terlalu banyak mengeluarkan uang."

Ketika ia mandi itu, tiba-tiba didengarnya suara aneh, seperti benda jatuh. Binari terkejut. Ia segera menyelesaikan mandinya, berpakaian lalu bergegas keluar.

Tak ada siapa-siapa. Suara apa tadi? Ia melongok ke arah depan. Pintu memang lupa tidak ditutup tadi. Binari keluar, dan tak meliat siapapun.

“Mungkin hanya perasaanku saja,” katanya sambil mengenakan seragam sekolah nya, bersiap untuk berangkat.

***

Ketika menunggu ojol itu, tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti tepat di depannya. Binari terkejut ketika si pengendara membuka helmnya.

Tentu saja dia tidak lupa wajah ganteng itu.

“Mas Tegar?”

“Mau berangkat? Ayuk sekalian.”

“Nggak usah, aku naik ojol saja.”

“Jangan, sekalian aku pergi ke kampus.”

“Bukankah rumah mas Tegar jauh dari sini? Kok pagi-pagi sudah sampai di sini?”

“Kalau mau ke kampus, aku memang lewat sini. Ayo naik,” katanya seperti bertitah.

Dan Binari berdebar tak karuan. Mengapa si ganteng ini begitu ingin memboncengkan dirinya.

“Ayo cepat, nanti terlambat lhoh.”

Binari ‘terpaksa’ menurut, naik ke boncengan sepeda motor Tegar.

“Pegangan,” katanya sebelum menjalankan motornya.

Binari pegangan sadel. Mana mungkin pegangan pada pinggang si ganteng ini. Nanti dikira gadis murahan, bagaimana?

Sepeda motor itu melaju dan tak lama kemudian sudah sampai di depan sekolah Binari.

“Pulang jam berapa?”

“Belum tahu, sering ada tambahan. Terima kasih ya Mas,” kata Binari, kemudian membalikkan tubuhnya masuk ke halaman sekolah. Tegar memandangi ekor kuda yang bergoyang goyang itu lalu tersenyum sambil menjalankan motornya kembali, ketika si ekor kuda sudah berbaur dengan teman-temannya dan tak lagi tampak.

Tegar memacu motornya lagi. Tapi ketika itu tiba-tiba seorang wanita tua melintas. Beruntung Tegar bisa mengeremnya sambil mengomel panjang-pendek.

Tapi ketika memandangi siapa wanita itu, Tegar heran. Mengapa dimana-mana bertemu dia? Wanita itu menatap Tegar sekilas, kemudian berlalu dengan cepat.

Rohana agak berdebar ketika nyaris tertabrak motor, dan itu adalah ‘cucunya’ lagi. Tapi ia bergegas menghindar. Tak jauh dari tempat itu,  ia memasuki sebuah rumah makan padang, dan memesan rendang daging seperti mimpinya semalam. Ia juga memesan kopi manis, dan meminta agar dibungkuskan dua bungkus sekaligus nasi rendang untuk dibawa setelah makan. Wajahnya sumringah. Tadi dia mandi di kamar mandi dekat POM bensin. Tubuhnya terasa segar, lalu rasa lapar menggerayangi perutnya. Di seberang jalan ada warung rumah makan padang, lalu ia bergegas menyeberang. Itu sebabnya tadi dia nyaris tertabrak sepeda motor. Coba sampai tertabrak, pasti ia tak bisa menyantap nasi rendang daging seperti diinginkannya.

Ia mengunyahnya perlahan, sambil sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri, barangkali ada orang yang dikenalnya. Untunglah tidak ada. Rohana melanjutkan makan, dan minta tambah seporsi lagi. Entah apa sebabnya, hari ini Rohana berpesta makan. Hatinya sedang gembira. Ia tak pernah merasa segembira ini.

Dunia sedang memandikannya dengan uang. Tak peduli pada yang didengarnya semalam, bahwa pekerjaan yang tidak mulia adalah mencuri. Huh, peduli apa dengan kata-kata laki-laki itu. Dasar bodoh. Mencari uang sih tidak usah membanting tulang sepertimu. Gumamnya dalam hati, sambil terus mengunyah makanannya.

Keluar dari warung makan itu, Rohana menjinjing bungkusan makanan yang dipesannya. Dia tidak perlu keluar masuk warung untuk makan sehari ini. Tapi karena kekenyangan, rasa kantuk menyerangnya. Ia mencari emperan toko yang masih tutup dan berbaring di sana. Tapi kemudian dia terbangun dengan kaget, karena pesuruh toko yang sudah saatnya buka, segera mengusirnya dengan kasar. Bahkan dia memukul-mukul kakinya dengan sapu.

“Hei, bangun! Ini toko, bukan rumahmu.”

Rohana melangkah pergi sambil mengumpat kesal.

Tapi kemudian dia sadar, bahwa tak bisa berlama-lama berada di kota itu. Ada yang ditakutkannya.

“Aku harus pergi ke kota lain,” katanya kemudian melangkah menjauh dengan cepat.

***

Satria sedang menerima telpon dari Tomy, yang mengatakan bahwa besok liburan, mereka akan berjalan-jalan ke luar kota.  Liburan tinggal tiga hari lagi, ada tanggal merah setelah Minggu, jadi ada liburan tiga hari.

Minar merasa senang.

“Nanti aku akan membuat arem-arem untuk bekal,” katanya.

“Mengapa sudah sore Tegar belum juga pulang?”

“Biasa dia mampir-mampir. Dia itu suka sama seseorang,” kata Minar bersungut-sungut.

“Siapa? Teman kuliah?”

“Bukan, yang menemukan dompetnya itu. Dia seorang gadis, masih SMA, tapi Tegar kelihatannya suka.”

“Ah, masih SMA, masih jauh. Tegar juga masih kuliah. Tapi kalau seumur Tegar itu jatuh cinta, sudah lumrah. Kuliahnya hampir selesai.”

“Tegar itu sama dengan Mas. Gampang sekali jatuh cinta.”

“Eh, kata siapa? Aku jatuh cinta juga setelah hampir selesai kuliah. Sebelum-sebelumnya belum pernah lho. Kamu yang pertama, dan terakhir.”

“Kayak lagu saja,” kata Minar sambil tersenyum, tersipu. Kalau Satria bercerita pada Tegar bahwa kisah cintanya sangat indah, itu benar adanya. Liku-liku cintanya pada Satria sangat unik. Nyaris tidak kesampaian, karena perbedaan status dan kasta.

Tiba-tiba terdengar sepeda motor berhenti.

“Tuh, anaknya datang. Apa Mas mau menegurnya tentang perasaannya pada gadis itu?”

“Tidak, biarkan saja. Cinta itu kan bisa datang kapan saja. Yang penting bisa menjaga agar tidak melewati batas-batas yang ada.”

“Selamat sore, Bapak sudah pulang,” katanya sambil mencium tangan ayah dan ibunya.

“Tegar mendapat kabar baik.”

“Kabar apa?”

“Minggu depan adalah libur tiga hari, om Tomy ngajakin kita jalan-jalan bersama,” katanya riang.

“Kamu sudah tahu rupanya? Om Tomy menelpon kamu?”

“Bukan om Tomy, tapi mas Boy.”

“Ya sudah, mandi sana dulu, nanti kita bicara lagi.”

***

Di hari liburan itu mereka pergi berlibur, dan sudah ada di sebuah hotel, sebelum jalan-jalan.

Ketika itu Boy dan Tegar masih berada diluar untuk memarkirkan mobil, sementara ayah mereka memesan kamar.

Ketika mau mengunci mobil, tiba-tiba Boy melihat sesuatu. Dompet. Boy dan Tegar melihat dompet itu.

“Tunggu dulu, ini dompet Bapak,” kata Boy, sambil mengambil dompet dari tangan Tegar. Tiba-tiba beberapa foto terjatuh. Keduanya sibuk memungut.

“Bapak ini, menyimpan foto-foto lama di dompet,” kata Boy.

Tiba-tiba sebuah foto yang baru saja dipungut, membuat Boy terkejut.

“Ini … ini kan … ini kan … “

“Siapa?”

“Aku ingat dia sekarang,” pekik Boy yang kemudian bergegas masuk ke dalam hotel untuk mencari ayahnya.

***

Besok lagi ya.

 

 

73 comments:

  1. Alhamdulillah
    EmAaMa 07...telah tayang
    Matur sembah nuwun Mbak Tien
    Tetap sehat..Tetap semangaat .💪😍

    Salam ADUHAI..dari Antapani

    🙏😍💐🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Ning
      Salam ADUHAI dari Sollo

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  3. 🍒🫐🍒🫐🍒🫐🍒🫐
    Alhamdulillah 🙏🦋
    eMAaeM_07 sdh tayang.
    Matur nuwun nggih,
    doaku smoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🤩
    🍒🫐🍒🫐🍒🫐🍒🫐

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 07, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam sehat kembali ibu Uchu
      Terima kasih perhatiannya

      Delete
  5. Alhamdulillah .....
    Matur nuwun Bu Tien ...
    Gpp ora malit (pinjem istilah jeng Rose)

    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  6. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  7. Alhamdulillah
    Tayang gasik...
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah cerbung M A M mantul 👍🌷🌹💐
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda tien

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah ... terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah MAM 07 sdh tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🙏🪸🌷🌷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Salam aduhai aaduhai

      Delete
  13. Alhamdulillah... MAM 07 tayang. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu, bahagia dan aduhaiii

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 07* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  15. Mks bun MAM 7 sdh tayang......aduh benarkah rohana jadi mencuri uang nya pak trimo, kasihan pak trimo sama binari kalau bener uang nya dicuri sama rohana
    Tunggu besok saja coba, bener" rohana apa bkn yaaaaa

    ReplyDelete
  16. Waduh, Rohana bikin ulah lagi. Tapi bu Tien pasti akan membuat cerita ini berakhir happy end. Matur nuwun ibu tercinta

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah " Masih Adakah Makna-07 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selslu
    Aamiin

    ReplyDelete
  18. Ternyata Tomy Moniq Minar Satria tidak peka dan cenderung ABAI pada Rohana. Di tahun berapapun setting cerita ini, tak ada gerakan hati utk melacak keberadaan ibu kandung mereka. Dari Boy kecil sampai kuliah selesai sekitar 15 tahun gak ada upaya apa apa. Gak logis...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih perhatiannya.
      Dalam dunia nyata memang nggak.logis. tapi ini cerita. Dan sudah diceritakan bahwa ibunyalah yang menjauh dari anak2nya. Bahkan ketika jatuh miskinpun dia juga bersembunyi.
      Btw ini kritik yang membangun. Banyak cerita nggak logis. Mohon maaf kalau mengecewakan.

      Delete
    2. Berarti Anda nggak memahami bahasa cerita. Baca dong siapa yang nggak peduli pada orang tuanya? Satria, Tomy, Monik, Minar??
      Rohana lah (si antagonis) yang tidak peduli sama anak, menantu bahkan cucu²nya..... Maunya duwit.... duwit dan duwit ...
      Bahkan TEGA MALING tabungan pak Trimo yang dengan tulus ikhlas membantu saat dia kelaparan dan tumpangan tidur di teras, mandi, cuci baju.
      Terima kasih rekan atas kritik Anda.

      Semangat Bu Tien semoga kritik ini tidak melemahkan semangat Bu Tien untuk memberikan hiburan pada para penggemar Cerbung Tien Kumalasari. Maju terus, rawe² rantas, malang² putung 💪💪💪

      Delete
    3. Terima kasih atas semua perhatian. Jari tangan ttua ini sudah berusaha menerangkan, tapi bahasa saya tidak tertangkap oleh pembaca.
      Tidak apa2 kok. Saaya senang sda yang mengkritikk. Saya kananusia biasa. Terkadang ada yang tidak bbisa saya jangkau. Mohon dimaklumi. Salam hangat untuk dagoesta the orgaanizer.

      Delete
  19. Matur nuwun , aku keri wae , nek royokan dhisik dhisikan ora isa

    ReplyDelete
  20. Maturnuwun Bu Tien .... semoga selslu sehat

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah,matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰

    Apakah karakter Rohana tdk bisa diubah ya ,😁🤭 tp itu yg bikin gemes n penasaran ya .
    Boy & Tegar baru tahu kl itu nenek nya ,seru nih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak usah di rubah Mbh put Ika, disetiap cerita bu Tien ada peran antagonisnya..... Ini justru yang menjadi cerbung bu Tien, menjadi lebih hidup/greget dan bikin penasaran para pembacanya...

      Delete

  22. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~07 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga panjenengan sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  23. Rasanya memang benar Rohana yang mengambil uang pak Trimo. Tentu sulit dilacak kalau Rohana langsung pergi ke kota lain.
    Nah..Binar mulai ada bayangan jadi dokter. Akankah kesampaian...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien.
    Salam seroja dan bahagia bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
  25. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. WORO-WORO

      Bagi yang ada rezeki berlebih, dibuka kesempatan untuk bagi yang mau beramal...... Kita tahu (walau ybs belum menyadari) uang tabungan sebesar hampir 20 juta untuk persiapan kuliah putrinya, telah raib.

      Bagi yang berminat bersedekah, bisa menghubungi Kakek Habi.
      🤣😂😀🙏🙏🙏

      Delete
  26. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Salam sehat² selalu n
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  27. Foto Rohana...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  28. Walaah...kok jadi rendah sekali to derajat Rohana...dari orang kaya sampai mencuri, bukan main! Penasaran bertobatnya gimana nanti ya?🤔

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  30. Rohana....Rohana....
    Bnyk lah Istighfar biar sadar

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 08

  MASIH ADAKAH MAKNA  08 (Tien Kumalasari)   Tegar heran melihat Boy mendahului masuk. Setelah mengunci mobil ia bergegas mengikuti. Tomy ya...