Monday, August 5, 2024

AKU BENCI AYAHKU 22

 AKU BENCI AYAHKU  22

(Tien Kumalasari}

 

Boy lari-lari kecil, mendekati ibunya.

‘Sekarang tidak ada lagi Bu, sudah pergi.”

“Kamu pasti salah.”

“Mana mungkin Boy salah mengenali bapak. Boy sangat benci dan selalu teringat wajahnya.”

“Ya sudah, sudah lewat. Kita tunggu ojol yang kita panggil.”

“Itu dia, sudah datang,” teriak Boy kegirangan.

“Ya, benar, ayo kita pergi. Ibu mengunci pintu dulu,” kata Monik yang kembali ke rumah untuk mengunci pintunya.

Ketika keluar dan mulai membonceng ojol itu, Monik melihat-lihat ke kiri dan kanan. Jangan-jangan memang Tomy yang memata-matainya.

“Tapi untuk apa?” bisiknya pelan.

“Ibu bilang apa?” Boy yang mendengar perkataan ibunya, walaupun lirih, segera menanyakannya.

“Tidak, ibu tidak bilang apa-apa.”

“Kita tetap menemui om Satria bukan?”

“Ya, tentu saja.”

“Tadi ibu bilang ‘untuk apa’.”

“Oh, bukan apa-apa, ibu hanya ingat tadi … ah, sudahlah, diam dan jangan bergerak-gerak, nanti kamu jatuh."

Boy tersenyum senang, ia merangkul pinggang driver ojol, sedangkan Monik masih kepikiran Tomy yang katanya melewati depan rumahnya. Ada harapan bahwa Boy salah lihat, tapi Boy anak pintar dan cerdas, ia tak akan begitu yakin kalau memang hal itu tidak membuatnya yakin.

***

Ojol itu berhenti di depan rumah Satria, dan Boy langsung berlari-lari ke arah rumah. Rumah itu masih tertutup, tampaknya Satria belum pulang dari bekerja. Tak tampak ada mobil di halaman.

Boy mengetuk-ngetuk pintu dengan tangan kecilnya, lalu tak lama kemudian pintu terbuka. Minar muncul dengan senyum lebar, begitu melihat Boy.

“Boy? Ini betul, kamu?”

“Ibu Minar, salaman dulu,” kata Boy yang kemudian mengulurkan tangannya, lalu meraih tangan Minar dan menciumnya.

“Anak baik, anak pintar,” katanya lalu melihat ke arah Monik yang baru muncul setelahnya.

“Monik, ayo kalian masuklah,” katanya ramah.

“Mana om Satria?” mata Boy mencari-cari.

“Om Satria belum pulang, hari ini dia lembur.”

“Boy ngajakin kemari, sudah lama,” kata Monik.

“Benar, lumayan lama. Apa kabar Monik?”

“Kami baik, tapi kamu kelihatan agak pucat, apa kamu sakit?”

“Baru kemarin aku keluar dari rumah sakit.”

“Kamu sakit apa?”

“Hampir saja aku keguguran, tapi untunglah dokter bisa menyelamatkannya.”

“Kamu hamil?”

Monik tertegun. Baru tadi dengan sombongnya, dia mengatakan bahwa dia lebih sempurna dari Minar. Ternyata Minar hamil. Monik tidak tahu bahwa Minar dan Satria menunda kehamilan karena tak ingin kuliah Minar yang hampir selesai menjadi terganggu.

“Atas doamu. Tadinya aku juga tidak merasa hamil.”

“Kamu hampir keguguran, karena kecapekan, barangkali?”

“Tidak, aku terjatuh, tapi tidak apa-apa. Sedikit perdarahan, tapi kemudian bisa teratasi. Tapi aku harus banyak istirahat,” kata Minar yang tidak mau mengatakan penyebab dirinya jatuh.

“Keguguran itu apa?” tanya Boy yang sejak tadi memperhatikan mereka bicara.

“Ibu Minar sedang mengandung. Ada adik bayi di dalam perut. Tapi karena jatuh, adik bayinya hampir keluar. Nah, kalau keluar belum waktunya, itu namanya keguguran,” kata Minar.

“Oh, ada adik bayi di dalam perut ibu Minar?” kata Boy yang kemudian meraba perut Minar.

“Masih kecil, belum kelihatan,” sambung Monik.

“Nanti akan menjadi besar?”

“Iya, nanti akan besar, dan kalau sudah waktunya akan lahir. Nanti Boy akan punya adik. Apa Boy senang?” tanya Minar.

“Senang. Boy senang. Horee…”

Minar mengelus kepala Boy yang terus menerus memegangi perutnya.

“Apa ibuku bisa hamil? Kalau ibu hamil, Boy bisa punya dua adik,” kata Boy polos, membuat Monik dan Minar saling pandang. Bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan Boy.

“Ibu sudah punya kamu, jadi tidak hamil lagi,” jawab Monik sekenanya.

Boy mendekati ibunya dan mengelus perutnya.

“Tidak bisa ya, tak ada adik di dalam sini?”

Monik menggeleng-geleng.

“Ibu Minar harus makan banyak, supaya perutnya bertambah besar, lalu adik cepat keluar,” celoteh Boy sambil kembali mendekati Minar, membuat Minar dan Monik terkekeh geli.

“Aku buatkan minum dulu ya,” kata Minar sambil berdiri.

“Tidak usah, kami mau pamit dulu saja.”

“Lhoh, kenapa pulang Bu, kan om Satria belum datang.”

“Om Satria datangnya malam, ya kan, Minar?”

“Biasanya kalau lembur begini, pulangnya agak malam. Sebenarnya tidak apa-apa kalian menunggu. Nanti pulangnya biar diantar mas Satria.”

“Nggak ah, kami mau belanja dulu. Kalau menunggu, nanti pulangnya terlalu malam. Lain kali saja kami main lagi kemari.”

Karena ibunya memaksa, mau tak mau Boy harus mengikuti kemauannya.

“Bener ya, lain kali kita main kemari lagi,” kata Boy yang kecewa.

“Kalau kemari hari libur, mas Satria pasti ada di rumah. Tapi lebih baik ngabarin dulu.”

Monik mengangguk, lalu meraih ponselnya memanggil ojol.

“Kamu tidak ingin ketemu Tomy?” kata Minar sambil berbisik, ketika Boy agak menjauh.

“Untuk apa? Dia tak pernah menginginkan kami.”

“Tomy sudah bekerja di kantor mas Satria.”

“Apa? Mas Tomy malah bekerja di sini? Bukankah ….”

“Ceritanya agak panjang. Nanti kamu akan mendengar cerita sebenarnya. Tomy bekerja sebagai driver di kantor mas Satria.”

“Driver? Dia ….”

Pembicaraan itu berhenti ketika ojol yang dipanggil sudah datang.

***

Dalam belanja itu, perasaan heran masih menyertai pikiran Monik. Ia sudah tahu kalau suaminya diusir oleh ayahnya gara-gara ketahuan memiliki istri siri bernama Desy, wanita yang juga sudah dikenalnya. Tapi menurut Desy, Tomy sangat malas dan tidak mau berusaha mencari pekerjaan. Sekarang mau menjadi sopir?

“Ibu, apakah nanti kita juga membeli es krim?”

“Kita beli yang kotak besar saja, nanti dibawa pulang. Kalau kamu makan di sini, nanti kita bisa kemalaman.”

“Baiklah, nanti Boy mau yang coklat sama vanila ya Bu.”

“Baik.”

“Besok es krimnya akan Boy bawa ke rumah Mia. Mia juga suka es krim.”

“Baiklah, nanti beli dua kotak.”

“Horeeee…”

“Tapi ibu selesaikan belanjanya dulu.”

“Ibu beli ayam ya?”

“Sudah lama Boy tidak dimasakin ayam sama ibu ya. Baiklah, nanti ibu beli.”

“Di rumah Mia sudah sering makan ayam, tapi beda dengan masakan ibu.”

Monik tertawa. Anak kecil bisa membedakan rasa masakan? Boy hanya berlebihan. Tapi Monik tak ingin mengomentarinya. Ia melanjutkan belanja, lalu membelikan dua kotak es krim, untuk Boy dan untuk Mia.

***

Rohana sedang berdiri termangu di depan rumah pak Ratman. Hari masih sore. Hari-hari terakhir ini Rohana selalu dihantui hutangnya kepada pak Ratman, yang jumlahnya tidak sedikit. Alasan mobil yang dijual dan belum seluruhnya terbayar, hanya alasan saja untuk menghindari pemaksaan orang-orang utusan pak Ratman. Ia sedang kebingungan, karena tak lama lagi dia harus menepati janjinya. Sebulan yang dijanjikannya sudah hampir sampai pada waktunya. Ia teringat celotehan orang-orang pak Ratman ketika berbisik sambil terkekeh ketika mau pulang dari rumahnya. Barangkali kalau dia mau mendekati atau merayu pak Ratman, hutangnya akan bisa diatasi. Mungkin pak Ratman bisa memberi keringanan dengan mencicil sebisanya, atau bahkan menganggapnya lunas, kalau ia mau menukar dengan tubuhnya. Rohana masih cantik menarik, tak terlalu sulit menaklukkan hati seorang Ratman yang walau sudah tua tapi kaya raya. Lagi pula bukan rahasia lagi kalau pak Ratman punya banyak simpanan. Tapi Rohana tidak begitu tertarik. Pak Ratman lebih tua dari bekas suaminya, dan wajahnya hanya pas-pasan. Masih lebih ganteng Murtono yang dianggapnya jelek dan tidak menarik. Tapi ini kan keadaan memaksa. Menyangkut janji yang harus ditepati, dan sangat berat membebaninya.

Uang itu sudah lama dipakainya. Untuk bersenang-senang dan memamerkan kepada teman-temannya bahwa dia masih seorang wanita kaya. Sekarang dia baru tahu, bahwa berhutang sangatlah berat. Pernah terpikir olehnya untuk minta tolong pada Murtono, tapi Rohana merasa malu. Ia tak mau disebut miskin dan punya hutang.

Rohana masih berdiri di luar pagar. Tapi kakinya sudah lelah berdiri. Ia menepis segala keraguan, dan menghempaskan rasa jijik yang sudah terbayang seandainya ia berhasil menaklukkan pak Ratman dengan rayuannya.

Kakinya melangkah perlahan, dan tak lama kemudian sudah sampai di depan rumah. Rumah itu tidak tertutup, sehingga Rohana tak perlu menekan bel tamu dengan tangannya yang sedikit gemetar.

Ia mematung di bawah tangga, sampai kemudian seseorang keluar menemuinya.

“Siapa?” seorang wanita yang tidak bisa dibilang muda, keluar menyambutnya. Ia menatap Rohana dengan pandangan curiga. Dandanannya tidak begitu mewah, justru terkesan sederhana, dengan pakaian yang sederhana pula. Apa dia pembantu pak Ratman?

“Saya, mau ketemu pak Ratman.”

“Oh, suami saya sedang istirahat, ada perlu apa?”

Rohana tertegun. Wanita itu istri pak Ratman? Mengapa dandanannya sesederhana itu? Walau di rumah saja, biasanya istri orang-orang kaya tetap berdandan cantik, atau setidaknya memakai pakaian bagus. Seperti dirinya … misalnya.

“Ada perlu apa?” wanita itu bertanya lagi karena Rohana tampak bengong melompong.

“Ini Bu, saya … ingin bicara tentang … mm.. soal … pinjaman saya,” kata Rohana berterus terang, karena khawatir, kalau belum-belum malah dikira perempuan simpanan pak Ratman.

“Oh, baik. Akan saya sampaikan,” bu Ratman membalikkan tubuhnya tanpa bertanya lebih lanjut. Ia sudah tahu suaminya meminjamkan uang kepada banyak orang.

Rohana masih berdiri, karena bu Ratman tidak mempersilakannya duduk. Mungkin lupa, atau memang tidak ingin.

Ketika seorang laki-laki tua menyembul dari balik pintu, Rohana membungkukkan sedikit badannya.

Laki-laki itu menatap dengan mata sipitnya. Ia membetulkan kaca mata minusnya untuk bisa melihat lebih jelas.

“Saya Rohana pak.”

“O, bu Rohana? Kok berdiri saja di situ. Silakan masuk.”

Barulah Rohana merasa lega, kemudian naik ke tangga teras. Ia menolak ketika pak Ratman mengajaknya masuk ke rumah.

“Di sini saja.”

Ketika mereka duduk berhadapan, Rohana menundukkan wajahnya.

“Ada apa Bu? Menurut surat yang Ibu buat, bulan depan yang Ibu janjikan, kurang beberapa hari lagi.”

“Benar, saya datang kemari karena mobil saya belum lunas terbayar seluruhnya. Jadi, mungkin saya minta mundur beberapa hari lagi.”

“Beberapa hari itu berapa? Saya tak biasa menagih hutang dengan mundur-mundur begini.”

“Soalnya saya sakit, dan belum bisa mendapatkan uang. Sekarang saja sebenarnya saya masih sakit,” kata Rohana sambil memijit kepalanya.

“Coba katakan, beberapa hari itu tanggal berapa? Harus jelas, dan setelah ini saya tidak mau mundur lagi. Ini perlakuan khusus kepada Ibu, berbeda dengan kepada para penghutang lain lhoh. Karena ibu cantik dan sebenarnya memang orang berada.”

“Saya terlibat penipuan yang cukup besar,” kata Rohana yang entah dari mana datangnya, bisa meruntuhkan air mata dan mengatakan dengan suara mengandung isak.

“Kasihan. Suami Ibu, dimana?”

“Saya … janda.”

“O, janda?”

“Saya akan menepati janji saya. Bapak jangan khawatir, saya sekarang permisi dulu, saya merasa sangat pusing, kan saya mengatakan bahwa sebenarnya saya masih sakit.”

“Baiklah, Ibu naik apa?”

“Saya akan memanggil taksi,” katanya sambil berdiri.

Tapi tiba-tiba tubuh Rohana terhuyung, hampir saja roboh ke lantai, kalau pak Ratman tidak menangkapnya dengan sigap.

“Oh, maaf,” Rohana mengeluh.

Mata pak Ratman berkedip-kedip. Aroma parfum Rohana menusuk hidungnya, mengelus jantungnya.

“Baiklah, ibu duduk dulu, saya akan mengambil kunci mobil, ibu akan saya antarkan saja.”

“Saya naik taksi saja.”

“Jangan membantah, tunggu sebentar,” kata pak Ratman yang kemudian masuk ke dalam rumah, mengambil kunci mobil.

Rohana tersenyum culas, tapi ada sedikit rasa bergidik di hatinya.

***

Monik sudah selesai belanja. Ia belanja agak banyak. Barang kebutuhan sehari-hari memang sudah menipis. Karena bawaan yang banyak itulah, kemudian Monik memilih naik taksi saja.

Boy senang, karena tidak harus duduk berdesakan dengan himpitan barang-barang yang dibawa ibunya.

“Lebih enak naik taksi bukan Bu?” katanya dalam perjalanan pulang itu.

“Kalau bawaan ibu sedikit, ya tidak naik taksi.”

“Karena mahal?”

“Ya.”

Driver taksi tersenyum mendengar celoteh Boy yang tak habis-habisnya.

“Kita hampir sampai,” katanya kemudian.

Beberapa puluh meter lagi taksi akan berhenti di depan rumah, ketika tiba-tiba Monik melihat mobil Satria melintas.

Taksi yang ditumpangi Monik dan Boy sudah berhenti. Monik membayar ongkosnya setelah menurunkan barang belanjaannya.

Tapi mata Monik terbelalak, melihat mobil Satria berhenti tak jauh dari rumahnya, hanya sedikit berseberangan. Ia juga sangat terkejut, ketika melihat Tomy turun dari dalam mobil itu.

***

Besok lagi ya

 

 

64 comments:

  1. 🌷☘️🌷☘️🌷☘️🌷☘️
    Alhamdulillah 🙏🦋
    AaBeAy_22 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🤩
    🌷☘️🌷☘️🌷☘️🌷☘️

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 22 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah

    ABeAy episode 22..sudah tayang
    Matur nuwun Mbak Tien
    Salam sehat
    Salam ADUHAI..dari Bandung

    🙏🥰🤗🩷🌹🌸

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah ak be ay 22 sdh tayang , maturnuwun bu Tien semoga ibu Tien sekeluarga selalu sehat dan slm lundungan Allah SWT, salam hangat dan aduhai aduhai bun

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah ABeAy_22 sdh tayang, ada-ada saja Rohana, mau juga merayu pa Ratman ayah Kartika .....
    Tergiurkah pak Ratman?
    Kita tunggu besuk malam ..... Apa jare penulise.

    Salam ADUHAI mbak Tien

    ReplyDelete
  10. Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~22 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien cerbung sdh tayang
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  14. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun ,
    Wadooh Rohana buat jebakan
    Kejebak gak yaaa pak Ratman

    ReplyDelete
  17. Hatur nuhun Aku Benci Ayahku 22 dah hadir tambah penasaran aja.
    Semoga Bu Tien sehat selalu, Amiin 🥰🌹

    ReplyDelete
  18. Rohana mencoba ni.. masih laku gak ya, dipasaran. Jangan jangan sampai dirumah nanti limbung lagi.
    Kalau Tomy didekatkan lagi dengan Monik apa masih bisa ya, mengingat Boy sudah mencap sebagai bapak yang jahat.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -22 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin

    Minar harap hati2, Monik bisa sering ke rumah mu, krn ada udang di balik batu.
    lho 😁

    Rohana datang ke rmh pak Ratman mengeluarkan jurus maut, agar pak Ratman bertekut lutut...berhasilkah ya ?

    ReplyDelete
  20. Apakah niat culas Rohana berhasil? Apakah Monik dan Tomy akan rujuk? Kita tunggu besok kelanjutan kisah nya... Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan semakin aduhai...

    ReplyDelete

  21. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 22* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, salam hangat ... semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga, selalu dalam lindungan Ilahi

    ReplyDelete
  23. Nampaknya cerita ini makin panjang...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah
    Matur nuwun bunda Tien K
    Pinisirin moga Monik msh ada jodoh dg Tomi
    Semoga bunda Tien sehat selalu,bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT
    Aamiin
    Salam Aduhai dari Banjarmasin

    ReplyDelete
  25. Waah...sebenarnya harus 'diluruskan' ibunya ya, kalau si Boy yg msh kecil sering menyatakan 'benci' pada ayahnya, itu akan membangun persepsi buruk di otak mungilnya. Kasihan sekali ke depannya.☹️

    Btw, terima kasih, ibu Tien...Salam sehat selalu.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  27. Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💐

    Monik baru tahu kl Tomy. ngontrak dekat rumah nya. semoga terbuka hatinya , hihi

    Waduh Rohana semakin menggila , semoga pak Ratman TDK kepincut ya 😁

    ReplyDelete
  28. Makasih mba Tien.
    Salam bahagia selalu aduhai

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 11

  MASIH ADAKAH MAKNA  11 (Tien Kumalasari)   Binari tertegun. Di depannya, berdiri sosok wanita tua yang beberapa kali datang ke rumahnya. I...