AKU BENCI AYAHKU 26
(Tien Kumalasari)
Satria turun dari mobil. Tomy ingin mencegahnya, tapi terlambat. Satria melihat ojol itu berhenti di depan rumah Monik. Ia menunggu sang ojol pergi kemudian berteriak lagi.
“Monik!”
Mau tak mau Monik berhenti. Sesuatu yang ingin dihindarinya, ternyata tak bisa lagi, karena Satria keburu melihat lalu menyapanya. Tomy berhenti melangkah masuk ke halaman, tapi hanya menatap Satria yang melangkah mendekati Monik.
“Monik, ternyata kamu tinggal di sini?”
“Om Satriaaaaa!” Boy berteriak kemudian menghambur ke arah Satria, memeluknya erat sekali. Satria mengelus kepalanya lembut.
"Tidak menyangka bertemu kamu di sini. Rumahmu di sini?”
“Iya, ayo ke rumah, ibu beli gorengan di jalan. Ya Bu?” katanya kemudian kepada ibunya.
“Tomy!! Sini!” tiba-tiba Satria berteriak memanggil Tomy, yang berdiri mematung di sana.
“Jangan om. Boy tidak suka ada bapak,” tiba-tiba Boy mencengkeram celana Satria, seakan takut melihat sesuatu.
“Boy tidak boleh begitu. Dia ayah kamu kan?”
“Aku mau ayah om Satriaaa!” Boy berteriak.
Satria melambaikan tangannya ke arah Tomy, membuat mau tak mau Tomy melangkah pelan mendekat.
“Mas Satria, mengapa Mas panggil dia?” wajah Monik menjadi gelap, segelap udara di sekitar karena senja akan segera tiba.
“Tomy sudah berubah, jangan terus-terusan membenci dia,” Satria berkata sangat pelan, hampir berbisik, sehingga Tomy tak bisa mendengarnya.
Monik tak sedikitpun melirik ke arahnya.
“Kamu tidak mempersilakan tamu-tamu ganteng ini masuk?” canda Satria, hanya sekedar mencairkan suasana.
Tanpa diminta, Satria langsung memasuki halaman sambil menggandeng Boy.
“Om, Boy nggak suka dia,” teriak Boy, membuat hati Tomy sedikit teriris.
“Tomy, ayolah.”
Satria tak peduli teriakan Boy. Ia terus menarik Boy mendekati rumah, dan Monik tentu saja mau tak mau mendahului masuk dan membuka pintunya.
“Silakan duduk, bu Monik,” canda Satria lagi, membuat Monik yang mendengarnya menjadi gemas. Alangkah menyenangkan laki-laki ini, jauh bedanya dengan yang ada di belakangnya, kaku dan dingin seperti gunung es.
Boy tetap menempel di tubuh Satria.
“Ayo masuk ke rumah, biarkan dia diluar,” kata Boy.
Satria mengacak rambut Boy pelan.
“Anak baik tidak boleh membenci orang lain. Kita harus saling menyayangi, begitu.”
“Mengapa Mas datang kemari dan mengajak dia?” protes Monik.
“Apa aku juga harus mengajari kamu seperti aku mengajari Boy? Bukankah kita selalu diajarkan untuk saling mengasihi dengan sesama?”
“Tapi dia bukan sesama,” katanya dengan mulut cemberut.
Satria tertawa.
“Jadi Tomy ini bangsa lain? Bukan bangsa manusia? Iya Tom?” tanyanya sambil menatap ke arah Tomy. Dan tanpa diduga, Tomy mengucapkan sebuah kata yang selama hidupnya tak pernah meluncur dari mulutnya.
“Aku minta maaf.”
Monik mengangkat wajahnya, apa benar permintaan maaf itu keluar dari mulut suaminya?
“Bukan main, Monik. Katakan bahwa kamu memaafkannya.”
“Apa? Dia menyakiti aku selama bertahun-tahun. Menganggap aku bukan manusia yang juga punya perasaan, lalu dengan sebuah kata maaf aku harus melupakannya?”
“Kalau Allah bersedia mengampuni umatnya yang bertobat, mengapa kamu tidak? Apa kamu merasa lebih tinggi dari Allah junjungan segala umat?”
“Apa maksudmu? Apakah sebuah kata itu menandakan bahwa dia sudah bertobat?”
“Sejuta tobat, Monik. Bukankah begitu, Tomy?
“Apa? Aku tidak tahu maksudmu,” wajah Tomy pun tampak kesal. Ia menganggap Satria sedang mengganggunya.
“Monik, seorang laki-laki itu punya sifat yang mungkin hampir semua lelaki memilikinya, yaitu malu mengakui kekalahannya.”
Boy masih terus bergelayut di pangkuan Satria, menatap ayahnya dengan mata beningnya. Belum ada rasa “tak ada kebencian” tersirat di sana.
“Baiklah, ini adalah awal yang mengejutkan, tapi juga sangat menyenangkan bagiku sendiri. Bukankah menyatukan dua hati yang sedang terluka itu mendapatkan pahala? Aku hampir berhasil, karena kalian, Monik dan Tomy, tidak lagi tampak garang dan kesal. Mungkin ada, sedikit tersisa, tapi hanya sedikit. Tak apa, mana mungkin menyembuhkan luka bisa berhasil hanya sekejap mata. Tapi kalau kita rajin mengobati, maka luka itu perlahan akan sirna,” kata Satria sambil berdiri.
“Tomy, ayo kita pulang. Dan kamu Boy, beri salam kepada bapakmu,” kata Satria sambil mendorong Boy ke dekat ayahnya.
Boy terdiam dan tampak membelot, tapi Satria terus mendorongnya.
“Anak baik akan selalu melakukan hal-hal yang baik. Apa Boy bukan anak baik?”
Boy mengulurkan tangannya, lalu Tomy meraih tubuhnya dan mendekapnya. Satria menatapnya haru. Hampir menitik air matanya melihat ayah dan anak berpelukan, meskipun tampak masih ada penolakan di mata Boy. Ia hanya diam kaku, tapi tidak menolak ketika sang ayah menciumnya.
Satria merogoh kantong celananya, barangkali bisa menemukan saputangan penghapus air matanya yang menitik. Tapi tak ditemukannya. Ia kemudian mempergunakan lengan bajunya untuk menghapus air mata yang hanya setitik itu. Satria yang lembut hati benar-benar terharu. Harapan untuk mempersatukan sebuah keluarga itu hampir menjadi nyata. Alangkah bahagianya kalau hal itu benar-benar terjadi.
Mereka meninggalkan rumah Monik, dengan masing-masing perasaan yang entah sama ataukah tidak. Tapi Satria merasa senang, Tomy yang kaku, yang keras kepala, yang barangkali tak punya cinta, mau merangkul anaknya dengan tatapan mata sendu. Merangkulnya erat seakan tak ingin melepaskannya.
Tomy hanya diam sampai ketika sudah berada di depan rumah kostnya.
Satria menepuk bahunya pelan.
“Semoga ini adalah awal yang baik, Tomy. Tatalah hidupmu,” kata Satria sambil meninggalkannya, masuk ke dalam mobilnya dan berlalu.
Tomy menatapnya sambil terpaku di pagar halaman rumah. Pikiran aneh berkecamuk dalam hatinya. Ia memeluk Boy, dan itu adalah darah dagingnya. Begitu hangat, ketika darah-darah mereka saling menyentuh. Lalu Tomy baru sadar, bahwa darah daging itu adalah sesuatu.
***
Boy menatap ibunya yang termangu di kursi ruang tengah mereka. Anak cerdas itu sedang menduga, bahwa ibunya pasti sedang bersedih. Karena ayahnya? Tapi bukankah sang ayah yang dibencinya itu tidak membentaknya? Tidak berkata keras dan memarahinya?
“Ibu, apakah Ibu bersedih?”
Monik meraih tubuh Boy dan memeluknya.
“Tidak, ibu tidak bersedih. Kamu mau makan?”
“Kan tadi sudah makan?”
“Oh iya, ibu lupa.”
“Kenapa Ibu lupa?”
“Ibu sudah tua, jadi sering lupa.”
“Ibu bukan tua. Kalau neneknya Mia, itu sudah tua, rambutnya sudah putih semua. Kata tante Lany, nenek Mia sudah tua.”
“Tapi ibu juga sudah tua.”
“Bukan, Ibu masih cantik. Jadi jangan lupa lagi ya.”
Monik mengangguk. Tak mudah memberi alasan atas pertanyaan Boy. Dia selalu bisa menyanggahnya kalau alasan itu tidak tepat menurutnya.
“Apa Ibu sedih karena ketemu bapak?”
“Tidak. Ibu tidak apa-apa.”
“Apa bapak ingin mengajak kita pulang?”
Monik menggeleng sambil tersenyum. Ia teringat ketika Tomy mengucapkan kata maaf. Sungguh aneh mendengarnya. Ia tak pernah menerima permintaan maaf dari suaminya, walau dia salah sekalipun.
Ia juga teringat, Satria mengatakan bahwa Tomy sudah berubah. Tapi ia masih merasa ngeri kalau teringat saat-saat ketika mereka masih bersama. Tak ada ungkapan manis, apalagi belaian sayang. Sebagai istri yang menikah terpaksa, dia sudah berusaha untuk mencintainya, tapi Tomy selalu menindasnya. Tak ada yang benar apapun yang dilakukannya. Dan bukan hanya dengan kata-kata dia menyalahkannya, tapi ia juga membentak-bentaknya. Tomy tak pernah bersikap manis, kecuali ketika ada ayahnya. Itu sebabnya sang ayah tidak pernah mau menerima apapun yang diadukannya tentang Tomy.
Sekarang dia sudah jauh dari Tomy dan keluarganya, dan hidup tenang bersama anaknya, tapi kenapa kemudian dia bertemu lagi? Bahkan tinggal di rumah yang berdekatan.
Ada lagi perkataan Satria yang terus diingatnya, yaitu bahwa dia senang bisa menyatukan dua hati yang terluka. Apa maksudnya menyatukan? Tidak. Monik lalu berusaha mengibaskan bayangan untuk hidup bersama Tomy lagi.
***
Tomy tak bisa tidur nyenyak. Pertemuannya dengan Monik dan Boy secara langsung, tanpa ada yang lari menghindar seperti sebelumnya, sungguh membuatnya gelisah. Mengapa ketika memeluk Boy hatinya tiba-tiba terasa hangat? Tomy tidak pernah memeluk Boy. Bahkan ketika Boy masih berujud bayi mungil lucu dan menggemaskan. Tapi tadi ada perasaan aneh yang dirasakannya. Satu darah yang bersentuhan, menimbulkah kehangatan yang sangat menyentuh. Ini tak pernah dirasakannya. Ternyata memeluk anak itu nyaman terasa di hati?
Tomy merasa baru menemukan kehidupan yang berbeda. Ia merasa terlahir kembali sebagai Tomy yang lain. Bukan Tomy yang arogan, yang mau enaknya sendiri, yang tak peduli kepada perasaan orang lain. Yang tak punya rasa cinta.
“Boy … jangan membenciku,” bisiknya perih.
Ia merasa bahwa Boy belum sepenuhnya bisa menerimanya. Tak ada reaksi ketika dia memeluknya. Tapi Tomy bisa memakluminya. Barangkali Boy sudah terluka selama bertahun-tahun. Sakit melihat ibunya menderita.
“Ya Tuhan ….”
Tomy mengusap wajahnya kasar. Yang telah lewat kembali terbayang, alangkah buruk kelakuannya. Tomy berusaha menghilangkan bayangan-bayangan buruk yang membuatnya merasa berdosa. Dipejamkan matanya rapat-rapat, ditutupinya dengan bantal, tapi bayangan itu tak hendak enyah dari angan-angannya.
***
Ketika makan pagi di rumah pak Ratman, pak Ratman membicarakan tentang rumah yang ditawarkannya, karena beberapa hari berlalu, belum ada tanda-tanda bahwa Tomy sudah siap untuk berpindah.
“Apa kamu ingin menghabiskan kontrak kamarmu itu sebelum mau menempati rumah yang aku tawarkan?” tanya pak Ratman.
“Bukan … mm … “
“Segera tempati. Kemarin aku sudah menyuruh orang membersihkannya. Semuanya sudah rapi dan bersih. Tapi kalau kamu ingin merubah tata letak ruangnya, ya terserah saja. Yang jelas semuanya sudah bersih. Nanti kita akan melihatnya sambil berangkat ke kantor.”
Tak ada yang bisa Tomy lakukan kecuali mengangguk. Barangkali memang lebih baik dia menjauh dari Monik dan Boy.
Tapi benarkah dia ingin menjauhinya? Perasaan hangat ketika memeluk Boy, kembali merayapi hatinya. Tubuhnya mungil dan lembut. Wangi anak kecil menusuk hidungnya. Dan dia ingin menjauhinya? Tapi Tomy merasa sedang menyeberangi sungai, dan dia sudah sampai di tengah-tengah. Kembali atau terus, tubuhnya sudah kuyup.
“Kok ngelamun. Kamu keberatan?”
“Oh, tidak Pak, bukan keberatan. Baiklah. Nanti saya akan melihatnya.”
“Bu, ambilkan kunci rumah itu di kamar,” perintahnya kepada sang istri, ketika dilihatnya dia sudah selesai sarapan.
Bu Ratman mengangguk, kemudian berdiri. Ketika keluar, dia sudah membawa sebuah kunci yang diserahkan kepada suaminya.
“Tomy, ini kunci rumahnya,” sekarang kamu yang harus membawanya, sehingga sewaktu-waktu kamu bisa menengoknya, lalu menempatinya.
“Baiklah.”
"Bapak, nanti Kartika ikut ya?”
“Ikut ke mana? Bapak mau ke kantor.”
“Kan Bapak mau mengajak mas Tomy untuk melihat rumahnya? Kartika ingin melihatnya juga, siapa tahu Kartika bisa membantu mengatur tata letak ruang, disesuaikan dengan perabotnya?”
“Apa kamu tidak ke kampus?”
“Tidak, Kartika akan mengerjakannya di rumah. Kalau ada yang kurang saja, Kartika baru ke kampus.”
“Nanti kamu pulang sama siapa? Apa kamu mau membawa mobil sendiri?”
“Ya enggak Pak, masa hanya melihat rumah saja pakai dua mobil.”
“Lalu, kamu pulang naik taksi?”
“Mas Tomy pasti bisa mengantarkan Kartika pulang, setelah mengantarkan Bapak ke kantor. Ya kan Mas?” katanya sambil menatap ke arah Tomy.
“Terserah pak Ratman saja. Kalau disuruh, aku berangkat, kalau dilarang, aku tidak berani berangkat.”
“Paaak,” kemudian Kartika merengek kepada ayahnya. Sang ibu hanya tersenyum, sambil menumpuk piring kotor, sebelum pembantu mereka membawanya ke belakang.”
“Ya sudah, ikut saja,” kata pak Ratman yang membuat Kartika kemudian tersenyum cerah.
“Antar aku ke kantor dulu saja Tom, setelah itu kamu boleh melihat rumahnya lalu mengantarkan Kartika. Tapi ingat, tidak boleh terlalu lama. Tomy kan pegawai kantor, bukan pegawai kamu, Tika.”
“Baiklah.”
***
Tapi ketika baru melangkah masuk ke ruangannya, ponselnya berdering. Rohana lagi? Pak Ratman terpaksa mengangkatnya.
“Ya bu Rohana.”
“Bapak bagaimana sih, katanya mau ke rumah, tapi sudah berhari-hari saya tunggu, Bapak tidak datang juga.
“Oh iya, maaf Bu, soalnya saya lagi sibuk bekerja. Banyak yang tidak bisa saya tinggalkan.”
“Bagaimana kalau sore nanti langsung ke rumah saya? Saya akan masak enak untuk kita berdua.”
Pak Ratman berdebar. Sungguh sulit meninggalkan kegemaran berkencan dengan perempuan.
“Bagaimana Pak?”
“Baiklah, sepulang kantor saya akan menyuruh sopir saya mengantarkan ke rumah bu Rohana.”
***
Besok lagi ya.
Boy
ReplyDeleteNuwùn ibu Susi
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteWa syukurillah...
ABeAy_26 sdh tayang ..
Suwun bu Tien, tetap ADUHAI 🌹🌻
Sami2 mas Kakek
DeleteADUHAI dari Solo
🎋🌿🎋🌿🎋🌿🎋🌿
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
AaBeAy_26 sdh hadir.
Manusang nggih, doaku
semoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia
lahir bathin. Aamiin.
Salam seroja...😍🤩
🎋🌿🎋🌿🎋🌿🎋🌿
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Alhamdulillah
ReplyDeleteABeAy episode 26..sudah tayang
Matur nuwun Mbak Tien
Salam sehat
Salam ADUHAI..dari Bandung
🙏🥰🤗🩷🌹🌸
Sami2 jeng Ning
DeleteADUHAI dari SOLO
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Wiwik
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillahmbak kartika sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun pak Apip
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteZammi2 pak Latief
DeleteTerimakasih bunda tien
ReplyDeleteSami2 ibu Salamah
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 26* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeyec
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron ngtih Mbak Tien...
Semoga kita semua sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sussi
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah tayang makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
AAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pakk Herry
Horeeeeeee, jeng Susi mblayune buanter...., aku trima kalah.
ReplyDeleteSalam SEROJA
Heheee..
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Matur nuwun salam sehat selalu semangat nggih jeng Tien
ReplyDeleteNggih mbak Yaniiik
DeleteWhadhuh....Tomy bakalan tiga isterinya..
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien, semoga sehat selalu 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Bam's
Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~26 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Ladalah... Tomy nanti ketemu Rohana. Bagaimana ya reaksi Rohana... Tapi jangan jangan Tomy tidak turun dari mobil.
ReplyDeletePerlahan Satria melangkah dan tampaknya akan berhasil menyatukan kembali Tomy dengan Monik.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah " Aky Benci Ayahku-26" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin Allahumma Aamiin
Salam Aduhai🙏
This comment has been removed by the author.
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Waduh gawat pak Ratman akan datang kerumah Rohana bersama Tomy 😀😀😀😀
ReplyDeleteHeheee
DeleteAlhamdulilah ak be ay 26 sdh tayang ...terima kasih bu Tien , salam sehat dan aduhai aduhai bun 💙💙
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSallam sehat juga
Alhamdulillah
ReplyDeleteNiwun jeng In
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia selalu...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat jugs
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga dalam ridho dan berkah Illahi robbi
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Akhirnya pak Ratman akan tahu bahwa Rohana ibunya Tomi...Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu, bahagia dan aduhaiii
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteSalam sehat juga
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Boy...Boy...kalau papamu sudah bertobat, kamu pasti gak benci lagi...jadi...judul cerbungnya diganti deh...😀😀😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam sehat.🙏
Masa sih?
DeleteSami2 ibuNana
Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -26 telah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,
Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin.
Mantab...Perkataan Satria seperti Prabu Kresna...bijaksana dan berwibawa, semoga bisa mendamaikan Tomy dengan Monik.
Pak Ratman di antar Tomy, mau kerumah Rohana...waduh..ambyar..ambyar...😁😁
Alhamdulillah ..AaBay..,26 dah hadir.
ReplyDeleteHatur nuhun .Bu Tien.
Salam sehat selalu.🌹🌹🌹
Aduh..
ReplyDeleteKetahuan kelakuan Rohana oleh Tommy...
Terimakasih Mbak Tien...