AKU BENCI AYAHKU 24
(Tien Kumalasari)
Satria ingin berhenti untuk menyapa, tapi diurungkannya, karena tampaknya pak Ratman sudah langsung menyambutnya dengan hangat. Karenanya ia langsung menuju ke ruang kerjanya tanpa menoleh lagi.
Sementara itu pak Ratman yang tampak sudah mengenal baik tamunya, kemudian mempersilakannya duduk di sofa.
“Mas Drajat, sudah bertahun-tahun kita tidak ketemu, senang sekali menerima kehadiran Mas.”
“Usaha kamu semakin maju, Rat?”
“Yah, beginilah, atas doamu Mas. Yang penting kan masih bisa jalan, dan bisa menghidupi banyak orang.”
“Bagus, termasuk perempuan-perempuan simpanan kamu?” ejek ayah Tomy yang dipanggil Drajat oleh pak Ratman.
Pak Ratman tertawa terbahak-bahak.
“Jangan begitu Mas, hanya sekedar mencari hiburan, biar awet muda.”
“O, begitu ya.”
“Apa kabar istri Mas yang baru? Aku juga mendengar waktu Mas menikah lagi.”
“Apa maksudmu? Itu sudah duapuluh lima tahun lalu.”
“Duapuluh lima tahun lalu? Sekarang masih awet?”
“Tidak, yang ada sekarang istri tua. Orang itu semakin tua harusnya semakin sadar diri. Ya kan? Untuk apa banyak perempuan, bukankah itu hanya mengganggu?”
Pak Ratman terkekeh. Menurutnya banyak perempuan tidak terasa mengganggu, justru membuatnya senang. Tapi benarkah? Ia teringat akhir-akhir ini Kartika, anak gadisnya sering mencelanya.
“Saya sudah banyak mengurangi kegemaran itu Mas, anak gadis saya sudah dewasa, sudah hampir selesai kuliahnya.”
“Oh, kamu punya anak gadis?”
“Barangkali Mas punya anak laki-laki yang pastinya tampan seperti ayahnya, boleh kita berbesan,” canda pak Ratman.
Ayah Tomy mengerutkan keningnya.
“Anak-anakku dari istri tua sudah menikah semua dan mereka ada di luar negri. Tapi dari istri muda aku juga punya seorang anak laki-laki.”
“Nah, itu … ayuk kita dekatkan anak-anak kita, siapa tahu berjodoh, Mas.”
“Anakku tidak sepintar anakmu, walaupun seorang gadis, anakmu itu pintar, malah sudah hampir menyelesaikan kuliahnya. Anakku tidak begitu,” kata ayah Tomy dengan wajah murung.
“Tidak begitu itu bagaimana maksudnya Mas?”
“Dia tidak selesai kuliah. Malah dia sudah menikah, punya dua orang anak dari dua istri, yang satu istri siri,” kata ayah Tomy. Wajahnya tetap murung.
“Jadi … dia sudah punya dua anak?”
“Kedua istrinya kabur.”
“Haaaa?”
“Itulah anakku. Sangat mengecewakan perilakunya.”
“Di mana dia sekarang? Masih bersama Mas Drajat?”
“Tidak, dia tidak jauh dari sini.”
“Maksudnya di Jakarta?”
“Ya, dan di perusahaan milik kamu ini.”
“Apa? Mas bercanda?”
“Aku sudah tua Rat, masa bercanda? Anakku ada di salah satu karyawan kamu, aku juga baru tahu.”
“Siapa? Yang mana?”
“Namanya Tomy.”
“Apa? Tomy? Dia itu sopirku,” pak Ratman hampir berteriak karena kaget.
“Ya, itu dia. Sopir kamu.”
“Ya Tuhan. Maaf Mas, sungguh aku minta maaf, aku tidak tahu kalau dia anakmu. Sungguh. Mengapa dia tidak mengatakan apapun? Satria yang merekomendasikan dia untuk menjadi sopirku. Bagaimana dia ini? Maaf Mas, nanti akan aku pikirkan agar dia berada di posisi yang lebih baik, dan_”
“Tidak. Jangan.”
“Mas marah padaku?”
“Bukan marah. Bagaimana kamu ini Rat. Kalau aku marah, sudah aku tonjok kamu dari tadi.”
“Aku akan menempatkannya di posisi yang lebih baik. Tenang saja.”
“Tidak, aku bilang tidak, ya tidak. Jangan merubah apapun. Biarkan dia menjadi sopir kamu.”
“Mengapa Mas begitu? Janganlah karena marah lalu Mas melakukan hal itu. Sungguh aku tidak tahu, nanti akan aku pikirkan. Bodoh anak itu, kenapa tidak mengatakan siapa orang tuanya? Apa Satria juga tidak tahu? Mengapa Satria juga tidak mengatakannya?”
“Satria tidak salah. Dia bilang lowongan yang ada hanya driver, jadi dia menempatkannya sebagai driver. Satria itu juga anak istri mudaku, dari suaminya yang terdahulu, tapi anak itu pintar. Aku suka anak muda seperti Satria.”
Pak Ratman geleng-geleng kepala. Keluarga yang rumit, pikirnya.
“Tapi Mas, sungguh aku menyesal, aku akan menegur Satria juga.”
“Jangan. Satria sudah melakukan hal yang terbaik untuk Tomy, tolong jangan merubahnya. Aku datang kemari hanya ingin membuktikan, benarkah anakku bekerja di sini sebagai sopir. Maksudku … benarkah dia mau bekerja, begitu Rat.”
Pak Ratman bingung dan pusing seribu keliling. Masa dia menempatkan anak sahabat yang dihormatinya di perusahaan miliknya, hanya sebagai sopir?
“Akan aku panggil Satria dan juga Tomy,” kata pak Ratman sambil meraih interkom.
“Tidak usah. Jangan memanggil siapapun dan jangan merubah apapun. Biarlah Tomy menjadi sopir kamu.”
“Mas, aku sungguh minta maaf.”
“Rat, apa kamu tidak kehabisan kata maaf, dari tadi bilang maaf … maaf … terus?”
“Aku merasa bersalah Mas, sungguh, aku akan merubahnya. Besok … maksudku, mulai besok … Tomy sudah tidak akan menjadi sopir lagi. Jadi …”
“Aku sudah mengatakan bahwa kamu tidak usah merubahnya. Jangan merubahnya,” kata ayah Tomy tandas.
“Apa maksudmu Mas, dia anakmu kan?”
“Ya, dia anakku. Aku bersyukur dia mau bekerja, bahkan hanya menjadi sopir, sementara aku … ayahnya … adalah pengusaha besar yang punya cabang sampai keluar Jawa.”
“Aku tidak mengerti,” pak Ratman masih bingung.
“Tadi aku kan sudah mengatakan, bahwa anakku itu tidak sepintar anakmu? Dia … karena dimanja, selalu berbuat seenaknya. Kuliah tidak selesai, malas, tidak bertanggung jawab, selalu berbuat seenaknya, dan yang terakhir, dia tidak mau bekerja. Sekarang ini, entah karena apa, tiba-tiba dia mau bekerja. Memang sih, hanya sebagai sopir, tapi tekatnya itu membuat aku kagum. Aku suka orang yang rajin bekerja, pintar, bertanggung jawab. Dengan ini, Tomy akan belajar bagaimana mencari hidup.”
Pak Ratman mengangguk-angguk, mencoba mencerna apa yang dikatakan ayah Tomy. Banyak yang tidak dimengertinya, bagaimana seorang ayah yang pengusaha terhormat, konglomerat yang tiada bandingnya, membiarkan anaknya menjadi sopir.
“Rat, jangan kamu berpikir bahwa aku orang tua yang tega terhadap anak. Aku sedang melihat, bagaimana anakku yang semula tidak bertanggung jawab itu, kemudian mau menjalani pekerjaan yang lumayan keras, kalau tidak boleh dikatakan rendah. Biarkan saja, ini adalah pembelajaran baginya.”
“Lalu dimanakah istri dan anak-anaknya?”
“Salah satu anaknya ada bersamaku, bersama ibunya yang bekerja di kantorku.”
“Yang satu lagi … aku baru mencarinya.”
“Tidak tahu di mana? Apa Tomy mengetahuinya?”
“Entahlah. Kalaupun ketemu, barangkali dia nggak mau lagi ketemu suaminya. Pokoknya sikap anakku itu sangat keterlaluan. Aku datang kemari untuk menyatakan benar tidaknya dia bekerja di sini, lalu aku titip sama kamu, agar kamu mengajarinya bekerja yang baik, jangan mengecewakan.”
“Mas, kamu tahu nggak, Tomy itu anaknya sangat baik. Dia santun, dia disiplin dan tidak pernah mengeluh. Bagaimana kamu bisa mengatakan bahwa anakmu mengecewakan?”
“Benarkah?”
“Aku tidak mungkin bohong.”
“Bagus kalau begitu. Ya sudah, aku mau pulang, sekali lagi jangan merubah kedudukannya, ajari dia bagaimana hidup yang lebih baik. Bukannya aku tega kepada anak sendiri, aku hanya ingin dia belajar menjadi baik. Sungguh. Perlakukan dia seperti karyawan lain. Jangan diistimewakan karena dia anakku."
“Akan aku jaga anakmu dengan baik. Tapi mengapa harus pulang? Kita baru ketemu, harus kita rayakan pertemuan ini.”
“Lain kali aku akan memenuhi undangan kamu. Aku masih banyak urusan. Sekali lagi aku titip anakku, dan ada satu pesan untuk kamu, hentikan kesukaan kamu bersenang-senang dengan sembarang perempuan. Ingat kamu sudah semakin tua.”
Pak Ratman mengangguk-angguk sambil tersenyum kecut. Diam-diam ia membayangkan, bisakah ia menghilangkan kegemarannya? Sekilas wajah Rohana terbayang. Janda setengah tua yang masih seksi itu memang terasa sangat mengganggu pikirannya. Mana dia tahu bahwa Rohana adalah ibunya Tomy, bekas istri Drajat, sahabatnya yang puluhan tahun tidak bertemu.
***
Sore hari itu pak Ratman pulang ke rumah dengan perasaan penuh tanda tanya. Ketika Tomy mengantarkannya, ia juga tak mengatakan apa-apa tentang ayahnya yang menemuinya siang itu. Untunglah Tomy tak melihatnya, karena ruang sopir ada di samping gedung perkantoran itu.
Satria juga urung menanyakan kepada pak Ratman, tentang siapa sebenarnya ayah Tomy yang tampak akrab dengan atasannya. Dan apa maksudnya datang menemuinya.
Tapi melalui pesan singkat yang dikirimkan pak Ratman, Satria dilarang mengatakan apapun tentang tamunya siang itu, kepada Tomy. Satria menyanggupinya walau dia heran dengan sikap pak Ratman.
Sesampai di rumah, Minar juga heran mendengar Satria mengatakan bahwa ayah Tomy datang menemui pak Ratman.
“Ternyata ayah Tomy mengenal pak Ratman? Mungkinkah dia memarahi pak Ratman karena Tomy menjadi sopir di kantornya?”
“Entahlah, aku juga tidak mengerti. Mungkin juga dia kesal, seperti ibu, karena Tomy hanya dipekerjakan sebagai sopir.”
“Lalu apa yang akan dilakukannya? Meminta pak Ratman agar memecat Tomy?”
”Aku juga tidak tahu. Tapi tadi pak Ratman mengirim pesan singkat, katanya aku tidak boleh mengatakan kepada Tomy tentang kedatangan tamu yang ternyata adalah ayahnya.”
“Ada apa ya? Kasihan Tomy kalau tahu-tahu besok dia dipecat.”
“Benar, anak itu baru menapak ke sebuah jalan yang lebih baik, aku berharap dia benar-benar berubah. Tapi kalau kemudian ayahnya mematahkan jalan yang sedang dilaluinya, sungguh sangat patut disayangkan.”
“Kabari saya besok ya Mas, kalau ada berita tentang Tomy.”
“Ya, akan aku kabari. Semoga saja tidak terjadi hal buruk menimpanya. Kalau sampai itu terjadi, aku harus mencarikan pekerjaan lagi untuk dia. Tapi apa? Yang jelas, ijazahnya hanya ijazah SMA.”
“Semoga saja yang terbaiklah yang terjadi.”
Satria dan Minar yang dua-duanya berhati baik, merasa prihatin atas apa yang akan terjadi pada Tomy pada keesokan harinya.
***
Pak Ratman memasuki rumahnya dengan benak penuh tanda tanya. Ia merasa, pak Drajat tega kepada anak laki-lakinya, karena ia melarang dirinya memberi kedudukan yang lebih baik kepada Tomy.
“Sudah pulang Pak?”
Pak Ratman terkejut, seorang wanita menyambutnya. Suaranya sangat dikenalnya, tapi wajah siapa itu?
“Pak, kok bengong? Bapak sedang melihat apa? Hantu?” Kartika muncul dari ruang belakang.
“Siapa dia?”
Kartika terkekeh geli.
“Bapak gimana sih, sama istri sendiri nggak kenal?”
“Istri?” Pak Ratman mendekat. Ia seperti mengenalnya, tapi ini berbeda. Benarkah ia istrinya? Bu Ratman hanya tersenyum melihat ulah sang suami yang kebingungan.
“Kamu … ?”
“Ayo masuk dan minum teh hangat, sudah siap di ruang tengah, dan ada goreng sukun kesukaan Bapak,” ajak bu Ratman yang sudah berubah penampilan, sambil terus tersenyum. Ia menarik tangan suaminya, yang terus saja menatapnya tak berkedip.
“Kamu … kenapa menjadi seperti ini?”
“Bapak nggak suka, ibuku menjadi cantik? Ya sudah, ayo Bu, ganti dandanan seperti biasa lagi saja, dan bajunya juga diganti saja.”
“Eh, tunggu … tunggu. Kamu memang istriku, Suryani?”
“Bapak gimana sih? Masa sama istri sendiri lupa?”
“Ya ampun, ternyata kamu itu masih seperti dulu kalau berdandan. Benar, aku hampir tidak mengenali kamu.”
“Bilang saja, ibu cantik, begitu lho Pak,” kata Kartika meledek ayahnya yang tampak terkagum-kagum melihat ibunya berubah penampilan.
Memang semua itu akal-akalan Kartika. Ia kesal ayahnya selalu pergi bersenang-senang hampir setiap malam, mengabaikan istrinya yang sederhana dan menerima apa adanya. Lalu Kartika mendandani ibunya, membuang baju lusuhnya dan memaksanya memakai baju yang pantas.
“Ini lho Bu, ibu punya semuanya, mengapa lebih suka baju lusuh dan sudah nggak pantas dipakai,” katanya waktu mendandani ibunya.
“Jangan tebal-tebal bedaknya, nanti ibumu dikira badut,” protes bu Ratman ketika Kartika memoles wajahnya.
“Tidak, ini tipis Bu, nanti ibu lihat di kaca deh. Beneran tipis. Ini alisnya juga tidak menyolok. Kan alis ibu sudah tebal. Lipstiknya juga warna bibir.
"Setiap hari Ibu harus tampil seperti ini, agar bapak tidak lagi mencari kesenangan di luar.”
Ketika selesai dan meminta agar ibunya berkaca, Kartika senang melihat ibunya menatap wajahnya sendiri di cermin, dan tampak berseri-seri.
“Ditanggung Bapak tidak akan mengenali ibu nanti.”
Dan itu benar, sampai beberapa saat lamanya pak Ratman memang agak bingung, seperti melihat orang baru di rumahnya.
“Mulai sekarang, ibuku akan seperti ini. Bapak suka?”
Pak Ratman mengangguk tersipu. Siapa yang tidak suka melihat istrinya tampak rapi dan cantik?
“Istriku memang cantik,” bisiknya pelan, sambil mencomot sepotong sukun goreng yang masih hangat. Istri dan anak gadisnya duduk di kiri dan kanannya, menemani menyantap hidangan yang disajikan.
Tiba-tiba ponsel pak Ratman berdering. Sambil tangan kanannya memegang sepotong sukun yang tinggal separuh, tangan kirinya menarik ponsel dari saku bajunya.
Dari Rohana?
***
Besok lagi ya.
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
AaBeAy_24 sdh hadir.
Manusang nggih, doaku
semoga Bu Tien &
kelg slalu sehat & bahagia
lahir bathin. Aamiin.
Salam seroja...😍🤩
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Terimakasih Bu Tien A B AY 24 telah hadir .moga Bu Tien sehat selalu .Aamiin ,,,
DeleteYes
ReplyDeleteYess jeng Susi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteABeAy episode 24..sudah tayang
Matur nuwun Mbak Tien
Salam sehat
Salam ADUHAI..dari Bandung
🙏🥰🤗🩷🌹🌸
Sami2 jeng Ning
DeleteADUHAI dari Solo
Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Maturnuwun Bu Tien ... Sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteAlhamdulillah..... Sdh tayang tepat waktu. Aku ditinggal.😭😭😭
ReplyDeleteMbulet....
Ternyata dan ternyata...
Jika penasaran baca sendiri dech episode 24 malam ini.
Sungguh menggemaskan.
Iya mas Kakek. Wong koreksinya sudah dibaca
DeleteMatur suwun ibu
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteAlhamdulullah
ReplyDeleteNuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~24 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak djodhi
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulilah ak be ay 24 sdh tayang ... maturnuwun bu Tien , smg ibu Tien sekeluarga sehat dan dalam lindingan Allah SWT aamiin yra .. salam aduhai aduhai bun ❤️❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
alhamdulillah maturnuwun bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 24 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Nah Tomy diajarin bekerja dengan tanggung jawab. Pak Drajat ayah Tomy memang bijaksana.
ReplyDeleteRohana mendapat 'tandingan' rupanya. Gagal deh melunasi hutang dengan mudah dan cepat. Tapi bisa juga pak Ratman membantu dengan cara lain yang lebih baik.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 24* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteterima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih tayangan cerbungnya bu tien
Semoga selalu sehat² n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT ..... Aamiin yra
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Puji Tuhan ABA 24 sudah tayang. Matur nuwun Mbak Tien sayang. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 jeng Ira
DeleteSalam sehat juga
Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik. Tetap sehat njih Ibu....
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteAamiin, matur niwun
Horee...akhirnya terkuak juga nama ayah Tomy, pak Drajat. Jadi ga penasaran lagi deh...😀
ReplyDeleteTerima kasih ibu Tien sudah lanjut berkarya...semoga sehat dan bahagia selalu.🙏🙏🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -24 telah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,
Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin.
Weleh...weleh...pak Ratman di kerjain ma anak nya sendiri, masak sama istri nya sendiri pangling, he..he..
Semoga saja pak Ratman betah di rmh, setelah mengetahui bahwa istri nya memang cantik.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSemoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga, selalu dalam lindungan Ilahi robi
Salam hangat dan aduhai💕🌷
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Rohana akan kecewa karena pak Ratman sudah mulai sadar dan ingat nasehat pak Drajat... benar tidak bunda Tien? Terimakasih sehat selalu dan Aduhaiii
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteADUHAI deh
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💐
ReplyDeleteSedang menikmati kecantikan istrinya kok ada tlp dr Rohana, kira2 diterima atau ditolak ya, buat penasaran 😁🤭
Aduh.. Rohana sudah mati pajak...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Rohana kecewa....
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu aduhai
Memanas
ReplyDelete