AKU BENCI AYAHKU 20
(Tien Kumalasari)
Tomy menatapnya terus, melihat laki-laki itu memencet bel tamu, agak lama, tak ada tanda-tanda pintu dibuka, kemudian mengetuk pintu berkali-kali, semakin keras, tetap tak ada jawaban.
Mereka tampak berbicara, yang entah apa yang dibicarakan, Tomy tentu saja tak bisa mendengarnya. Tapi kemudian dia melihat kedua laki-laki itu pergi.
“Rupanya ibu sedang pergi.”
Lalu Tomy melihat keduanya kembali ke arah mobilnya sambil mengomel.
“Besok kita datang pagi-pagi sekali.”
“Harus besok pagi Pak, sebelum dia pergi lagi. Soalnya sudah berkali-kali saya datang kemari dan tidak pernah ketemu.”
“Jangan-jangan dia kabur,” kata salah satunya sambil masuk ke mobil, lalu mengemudikannya mundur, sampai keluar dari halaman.
Tomy merasa bahwa kedua laki-laki itu bukan orang baik-baik. Ketika kembali ke arah mobil, kelihatan sekali mereka mengomel seperti sedang kesal. Urusan apa yang membuat kedua laki-laki itu mencari ibunya? Benarkah ibunya pergi, dan mengapa pintu pagar tidak ditutup?
Tomy ingin masuk, tapi diurungkannya. Ibunya sering bepergian malam hari, ketemuan dengan teman-temannya. Barangkali juga ibunya memang pergi dan perginya juga ketika sudah malam, karena lampu teras tampak menyala.
Tomy melangkah pergi, dan tak tahu harus ke mana. Padahal besok pagi harus ke kantor. Ia menghentikan langkahnya, dan kembali ke arah rumah. Ia memasuki halaman, tapi melihat rumahnya memang dikunci. Tomy menuju samping rumah, dan melihat jendela kamarnya terbuka.
Rupanya sang ibu lupa, atau tidak sempat melihat kamarnya sebelum pergi. Tomy terpaksa memanjat ke arah jendela, dengan menarik kursi taman yang ada di samping rumah. Kamarnya gelap, karena sebelum ke kantor dia pasti selalu mematikan lampunya, dan ibunya mana sempat menengok ke arah kamarnya. Suasananya sangat sepi, jadi Tomy yakin kalau ibunya memang pergi.
Dengan sedikit mengeluarkan tenaga, Tomy bisa memasuki kamarnya melalui jendela. Ia masuk dan meraih tombol pintu. Pintu kamarnya dikunci dari luar. Ia membawa kuncinya, tapi tak ada keinginan untuk masuk ke rumah. Ia membuka almari, mengambil beberapa baju ganti dan seragam kerjanya, dimasukkan ke dalam tas keresek yang kebetulan ada di sana. Lalu ia keluar lagi melalui jendela seperti ketika ia memasukinya.
Tomy pergi sambil menjinjing tas berisi pakaian, lalu melangkah entah ke mana.
Mana Tomy tahu bahwa sebenarnya Rohana ada di dalam kamarnya, sedang terisak menangisi nasibnya.
***
Minar sangat prihatin mendengar cerita Satria tentang apa yang terjadi di rumah Rohana. Ia memikirkan Tomy yang menolak ketika diajak Satria pulang ke rumah.
“Lalu dia pergi ke mana?”
“Entahlah, tadi aku juga sudah berpesan, kalau membutuhkan sesuatu aku suruh dia datang ke rumah,” kata Satria.
“Mengapa ibu tega menyuruh Tomy pergi dari rumah, hanya gara-gara dia tidak mau berhenti bekerja?”
“Ibu selalu begitu. Tapi aku juga tidak mengira kalau ibu tega, karena selama ini ibu selalu memanjakan Tomy.”
“Mungkin karena ayah Tomy tidak mau memikirkan Tomy lagi.”
“Benar, lalu ibu tak mau terbebani dengan adanya Tomy.”
“Mas harus menghubungi dia lagi, bukankah besok dia juga harus bekerja?”
“Benar. Tapi dari tadi ponselnya tidak aktif. Nanti aku akan mencobanya lagi.”
“Sekarang Mas harus pulang, karena besok Mas juga harus bekerja.”
“Bagaimana aku bisa meninggalkan kamu sendiri?”
“Aku sendirian tidak apa-apa, bukankah banyak perawat yang akan menjagaku?”
“Tidak apa-apa, besok pagi setelah subuh saja aku pulang ke rumah, dan berangkat ke kantor dari rumah.”
“Nggak enak tidur di sini.”
“Aku lebih merasa tenang kalau berada di sini. Lagi pula kamu harus segera tidur, jangan banyak pikiran. Ingat, kamu harus benar-benar menjaga anak kita. Masalah Tomy biar aku yang memikirkannya.”
Minar tersenyum, lalu mengangguk. Sebenarnya ia memang sudah mengantuk. Mungkin karena efek obat yang diberikan dokter, atau memang dia sudah lelah.
Satria keluar dari kamar, setelah melihat sang istri tertidur. Ia akan mencoba menghubungi Tomy, tapi tidak di kamar rawat Minar, agar suaranya tidak mengganggu. Satria mencoba menelponnya sambil melangkah ke arah depan, tapi tetap saja Tomy tidak bisa dihubungi.
Tapi ketika sampai di lobi, Satria melihat Tomy sedang duduk sambil merangkul sebuah tas keresek. Kepalanya bersandar pada sandaran bangku. Bergegas Satria mendekat.
“Tomy.”
Tomy yang semula menutup matanya, mendengar suara orang memanggil, lalu membuka matanya.
“Satria?”
“Mengapa kamu ada di sini, dan tidak menemui aku?”
“Aku hanya sebentar, besok pagi sepulang kantor aku akan mencari tempat.”
"Maksudmu kamu mau menyewa tempat tinggal?”
“Iya, sebuah kamar kost, nggak apa-apa.”
“Mengapa tidak ke rumahku saja? Masih ada kamar kosong di sana. Daripada membuang uang untuk bayar kamar kost."
“Nggak apa-apa, Sat. Aku tidak mau merepotkan kamu.”
“Siapa yang repot? Justru kalau kamu tinggal di rumah kost, aku repot memikirkan kamu.”
“Tidak, jangan memaksaku. Aku sedang belajar untuk hidup. Dari satu pengalaman ke pengalaman yang lain, membuat aku kemudian ingin belajar dari hidup ini.”
Satria menepuk bahu adiknya dengan hangat.
“Aku berharap kamu segera menemukan kehidupan yang lebih baik. Memperbaiki rumah tanggamu, dan hidup berkeluarga dengan tenang. Ingat. Diam-diam kamu sudah punya dua orang anak, yang entah di mana kamu tidak tahu tempatnya bukan?”
“Tadi aku ketemu Monik, dan Boy,” katanya datar.
“Bagus. Kalau begitu kamu bisa tinggal bersamanya.”
“Tidak. Dia lari begitu melihat aku. Boy meneriakkan kata-kata yang membuatku sakit. Dia bilang, benci sama aku.”
Satria menghela napas panjang.
“Monik dan Boy pernah datang ke rumahku.”
“Apa? Yah, aku tahu. Monik memang mencintai kamu kan?”
“Bukan masalah cinta. Boy rewel ingin ketemu aku, setelah pernah bertemu di sebuah supermarket.”
“Oh ya?”
“Entah mengapa, dia suka banget sama aku. Katanya, dia ingin menjadi anakku.””
Tomy tersenyum tipis. Rasa teriris ketika mendengar kata-kata Boy kembali terasakan di hatinya.
“Semua salahku.”
“Kamu bisa menebusnya. Tapi sayangnya aku tak tahu di mana Monik tinggal.”
“Tidak tahu?”
“Monik merahasiakan alamat di mana dia tinggal.”
“Yah, sudahlah, aku tak ingin memikirkannya lagi.”
“Ayo masuk. Kamu bisa tidur di kamar inap itu. Aku di tempat tidur penunggu, kamu di sofa, atau sebaliknya aku yang disofa dan_”
“Tidak, aku di sini saja. Besok pagi mandi di sini, dan berangkat ke kantor dari sini.”
“Mengapa kamu bandel? Tidurlah malam ini di sini, besok selepas subuh pulang bareng aku. Ketika kita berangkat ke kantor besok, juga bisa bersama-sama.”
Karena Satria menarik lengannya keras, Tomy terpaksa menurut. Tapi dia tetap ingin mencari kamar kost besok paginya, agar merasa lebih tenang. Satria tak bisa memaksanya.
***
Minar terkejut ketika melihat Tomy ada di kamarnya, dan bersiap pergi bersama suaminya.
“Tomy ada di sini?”
“Bagaimana keadaanmu?” ini pertama kalinya Tomy perhatian pada keadaan orang lain.
“Baik, tapi masih harus istirahat di sini. Doakan agar keponakanmu sehat ya?” kata Minar sambil tersenyum.
“Akan aku doakan.”
“Minar, aku mau pulang dulu sama Tomy, nanti kami ke kantor bersama-sama.”
“Lebih baik tinggal bersama kami, jangan sungkan,” Minar juga menawarkan juga tempat tinggalnya.
Tomy tersenyum sambil meraih tas pakaiannya.
“Nanti aku pikirkan lagi.”
“Dia akan mencari kamar kost,” kata Satria sambil meraih tangan istrinya dan menciumnya lembut.
“Mengapa? Di rumah masih ada kamar kosong kan Mas?”
“Aku sudah memintanya, tapi kamu harus tahu, dia ini bandel,” katanya sambil meraih lengan Tomy.
“Aku pergi dulu, nanti siang saat istirahat aku kemari lagi. Kamu ingin apa?”
“Tidak, aku hanya ingin sehat.”
Kedua laki-laki tampan itu melambaikan tangannya sambil tersenyum, Minar membalasnya.
“Jangan lupa beli sarapan,” katanya sebelum keduanya membuka pintu.
“Iya, aku tahu.”
Minar menghela napas panjang. Ia merasa sangat prihatin akan nasib Tomy dan anak istrinya yang bercerai berai.
***
Pagi itu Rohana terbangun oleh pintu yang digedor dari luar. Gedoran keras seperti semalam, yang waktu itu dia tak menggubrisnya.
Kali ini Rohana bangkit, dan melangkah ke depan setelah berteriak dan mengatakan bahwa dia sudah mendengarnya, agar gedoran itu tak berlanjut.
Rohana sudah tahu siapa yang datang, dan tahu pula untuk apa orang itu mendatanginya.
Perlahan ia membuka pintu, dengan rambut yang masih awut-awutan.
“Haa, baru bangun ya Bu?”
“Aku agak sakit, jawabnya singkat.
Dua laki-laki semalam, menatapnya, dan percaya apa yang dikatakannya, bahwa Rohana sakit. Wajahnya pucat dan matanya sembab.
“Tapi lepas dari keadaan Ibu, kami tetap akan minta pertanggung jawaban ibu, atas janji untuk mengembalikan uang majikan saya, yang sebenarnya sudah sejak bulan lalu Ibu berjanji untuk mengembalikannya,” kata salah seorang diantaranya, tandas.
“Iya, saya tahu Pak, tapi saya mohon maaf. Keadaan saya sedang sangat kacau. Penjualan mobil saya juga belum dibayar seluruhnya. Barangkali nanti, bulan depan, saya baru bisa mengembalikan.”
“Bulan depan lagi? Padahal Ibu janjinya bulan kemarin.”
“Tolong mengerti Pak, tunggu bulan depan, saya pasti bisa mengembalikannya.”
“Ibu ini rumah mentereng, penampilan glamour, tapi mengembalikan uang seratus juta saja muter-muter terus,” omel yang satunya lagi.
“Sungguh saya minta maaf. Kalau uang penjualan mobil saya sudah beres, saya pasti akan mengembalikannya.”
“Baiklah, karena saya hanya pesuruh, maka saya minta ibu menulis perjanjian lagi, nanti akan saya sampaikan kepada tuan Ratman, majikan saya. Siapa tahu, mengingat hubungan baik diantara ibu dan majikan saya tersebut, ia masih bisa menerimanya. Tapi kalau nanti tuan Ratman menolak, saya terpaksa kembali lagi kemari dan memaksa Ibu untuk membayarnya.”
“Baik, akan saya buat perjanjiannya. Tunggu sebentar.”
Rohana masuk ke dalam rumah, mencari kertas dan menulis apa yang dijanjikannya, kemudian diserahkannya kepada kedua orang suruhan itu.
Rohana kembali masuk ke rumah dengan perasaan lega, tapi keningnya berkerut mendengar gerutu kedua orang suruhan itu sambil menuju ke arah mobilnya yang diparkir di halaman.
“Orangnya kan cantik, kalau saja dia mau sedikit merayu tuan Ratman, pasti hutang itu lunas.”
“Iya, aku tadi tidak sampai hati berbuat kasar. Kalau dia laki-laki, sudah pasti aku sudah menghajarnya habis-habisan."
Lalu keduanya terkekeh sambil masuk ke dalam mobilnya, dan berlalu.
Rohana menutup kembali pintunya, dan melihat barang-barangnya berserakan di ruang tamu itu. Ia mengeluh karena hanya ada dia sendiri di rumah itu, jadi ia harus membersihkannya sendiri.
“Gila benar, mengapa aku tidak berpikir panjang. Guci mahal itu pecah berantakan, kalau saja aku sadar, barang itu kan bisa dijual ke tukang pengumpul barang antik, bisa puluhan juta,” keluhnya.
Badannya lesu, memikirkan hidupnya yang tidak karuan. Pagi-pagi belum bangun saja sudah ditagih hutang.
Rohana mengambil sapu, perlahan membersihan barang-barang yang tinggal puing. Sebenarnya dia bisa minta tolong ke pembantu tetangga, tapi kecuali sayang duitnya, ia juga malu. Jadi hari itu sepenuhnya dia bekerja membersihkan rumah dari barang-barang yang berantakan, gara-gara ulahnya sendiri.
Menjelang sore ia baru bisa menyelesaikannya. Badannya terasa sakit dan ngilu. Perutnya juga sakit, karena lapar. Seharian dia bahkan lupa minum, apalagi makan.
Ia berdiri sambil memegangi pinggangnya, lalu ia teringat pada Tomy yang sudah diusirnya.
“Yah, pergilah, kenapa tidak? Kamu hanya membebani ibumu ini, dan kecuali itu juga membuat malu,” kesalnya sambil duduk bersandar di sofa. Karung bekas beras teronggok di depan pintu, berisi kepingan-kepingan pecah belah yang sudah tak berbentuk. Esok hari dia akan meminta tolong tukang sampah untuk membuangnya.
***
Sore hari itu, Tomy yang bersikeras ingin menyewa kamar untuk tinggal, akhirnya bisa mendapat kamar kost seperti yang diinginkannya. Memang hanya satu kamar, tapi rumah itu bersih dan rapi. Ada satu tempat tidur dan dapur kecil bersebelahan dengan kamar mandi, lalu teras sempit barangkali untuk menerima tamu.
Tomy langsung membenahi kamarnya, dan menata mana yang patut bagi pandangan matanya.
“Tak apa, yang penting bersih.”
Tomy keluar ke jalanan, untuk membeli minuman botol dan makanan untuk persediaan. Tapi ketika selesai berbelanja, selangkah lagi dia memasuki halaman tempat kostnya, tiba-tiba ia melihat Monik. Ia ingin berteriak memanggil, tapi diurungkannya. Monik sedang memasuki sebuah halaman kecil, dengan rumah kecil pula, Boy digandengnya erat. Kalau dia berteriak memanggil, Boy pasti menghardiknya dengan kata-kata ‘benci’ itu. Tapi ada perasaan tak enak, karena rumah kostnya dekat dengan rumah di mana Monik tinggal.
***
Besok lagi ya.
Trmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Delete☘️π π»π¦π¦π¦π»π ☘️
ReplyDeleteAlhamdulillah....
Matur nuwun Budhe, ABeAy_20 malam ini sampun tayang.
Salam sehat, tetap ADUHAI ... Seduluran sak lawase π€π€π
☘️π π»π¦π¦π¦π»π ☘️
Sami2 mas Kakek
DeleteSalam sehat juga tetap ADUHAI
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 20 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Ning
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien...sehat selalu ya...π
ReplyDeleteSami2 ibu Nana
DeleteSehat selalu juga
Maturnuwun
ReplyDeleteSami2 ibu Endang
DeleteAlhamdulillah, matursuwun mbk Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Kirana
DeleteAlhamdulillah..... matur suwun bunda sehat2 sllu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~20 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulilah "aku benci ayahku " 20 sdh tayang , alhamdulilah tomy sdh mulai berubah menjadi baik dan rohana tetap seperti orang gak waras ...
ReplyDeleteTerima kasih bun ... semoga bu Tien sekeluarga sll sehat dan bahagia... salam sehat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai deh
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien tayangan cerbungnya
Semoga bu tien selalu sehat² n semangat terus
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Terima kasih bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 20* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Modiar...si Tomy ketemu Boy.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sul
Tomi sudah mulai sadar dan ternyata kos berdekatan dengan Monik dan Boy anaknya... penasaran kelanjutannya... Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhaiiii
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Alhamdulillah " Aku Benci Ayahku -20" sdh hadir
ReplyDeleteRerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Rohana mendengar kalau menggoda si kaya bisa lunas utangnya. Apa akan mencoba ya...
ReplyDeleteTomy kost dekat rumah Monik, akan makin dekatkah...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Malam yang dingin
ReplyDeleteDisini sumuk pak Joyo
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tetap sehat bahagia selalu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -20 telah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin
Mantab...Tomy sedang belajar untuk hidup guna menemukan kehidupan nya kembali yang lebih baik, yang selama ini bercerai berai dengan kedua istri dan kedua anak nya. Tapi entah secara kebetulan atau tdk, dia melihat Monik dan anak nya s Boy, tdk jauh dari tempat dia kost. Ini berarti pertanda baik, bisa nyambung lagi dengan Monik sih...ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun.
ReplyDeleteSalam hangat, semoga Bu Tien dan keluarga sehat dan bahagia selalu dalam lindungan Illahi roby. AamiinπΉ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Luar biasa...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
Delete