KUPETIK SETANGKAI BINTANG 45
(Tien Kumalasari)
Kesadaran tiba-tiba menghunjam hatinya, membuat tubuhnya gemetar. Ia teringat keinginannya membunuh, ketika rasa cemburu membakarnya. Tapi Birah tiba-tiba berubah menjadi Birah yang lain. Rasa cemburu itu tak lagi ada. Ia hanya melakukan apa yang harus dilakukannya. Kekecewaan atas langkahnya yang salah membuatnya merasa lelah. Sekarang Birah tak ingin apapun, kecuali melanjutkan hidupnya. Dan itu bisa didapat hanya kalau ia berusaha. Murtono, biarpun mengecewakannya, tapi membukakan ladang baginya untuk dipanen hasilnya, agar keringatnya berbuah uang untuk membiayai hidupnya sendiri. Terkadang ada keinginan menemui Sutar untuk meminta maaf, tapi Birah merasa malu. Beberapa hari yang lalu ia masih menemui Minar di toko bunga, dan dengan congkaknya mengatakan bahwa ia akan segera menikah, dan bisa mencecap hidup berkecukupan dengan lelaki kaya. Tapi apa? Semuanya hanya semu, janji yang manis membuai rasa, dan hasrat menjadi nyonya kaya, hanyalah angan-angan kosong yang membuatnya terlena. Karena itulah walaupun ingin, tapi Birah enggan bertemu dengan anaknya. Birah masih memegangi bubuk racun itu, lalu membuang bungkusan itu ke keranjang sampah.
Ia terkejut ketika sebuah suara keras memprotes pelayanannya yang lama. Bergegas Birah ke arah depan dan meminta maaf berkali-kali.
“Maaf Bu, mencari uang kecil. Ini, baru dapat,” katanya sambil mengulurkan kembalian duaribu limaratus rupiah sambil tersenyum.
“Mencari uang kecil saja sampai ber jam-jam,” omel ibu-ibu berpakaian lusuh itu sambil berlalu.
“Maaf,” bisik Birah, walau orang itu sudah berlalu.
Hari itu Birah sendirian di toko. Ada satu pegawai laki-laki lagi, tapi sedang mengambil beras di gudang, karena stok menipis, jadi Birah melayani pembeli sendirian.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depan tokonya, seseorang turun dari mobil itu, dan Birah sangat terkejut ketika mengenalinya.
“Bukankah itu wanita cantik yang pernah menyerempet aku dan membuatku terluka, lalu aku minta uang ganti rugi dua juta rupiah? Lalu ketemu lagi di sebuah toko roti dan ….
“Beras yang bagus ada Bu?” wanita cantik itu menyapa.
“Oh, eh … ada, ini contohnya ada didepan, harganya juga sudah ada. Ibu mau yang mana?” kata Birah sambil menundukkan wajahnya, pura-pura mencari sesuatu di laci bawah meja.
“Yang ini saja Bu. Saya mau coba, nanti kalau cocok kan bisa jadi langganan.”
Birah melirik ke arah yang ditunjuk.
“Baik.”
“Sepuluh kilo saja boleh? Soalnya saya hanya sendirian.”
“Baik.”
Birah membalikkan tubuh, mengambil beras seperti yang diinginkan pembeli itu, 1 zak berisi 10 kiloan, lalu mengangkatnya dan diletakkan di depannya.
“Ini kios baru ya?”
“Iya. Baru sebulan kurang.”
“Murah berasnya. Mudah-mudahan sama dengan yang biasa saya beli. Oh ya, sama gula dua kilo, minyak yang bagus satu botol.”
“Ini?” Birah menunjuk ke arah deretan botol minyak, tapi sedikitpun tak berani menatap ke arah pembeli, yang ternyata Kirani. Ia baru pulang dari kantor, dan bibik pembantu berpesan agar dibelikan beras karena persediaan hampir habis.
Selesai melayani dengan wajah selalu setengah menunduk, Birah menghitung yang harus dibayar. Ia hanya menuliskan di sebuah nota dan mengulurkannya.
Kirani memberikan uangnya, dan Birah menyerahkan kembaliannya.
***
Tapi sebenarnya Kirani mengenali Birah. Ia hanya tak ingin mengingatkannya, khawatir Birah malu karena sekarang dia beda penampilan. Dulu dia berlagak sok kaya, tampak sombong dan arogan.
Yang baru dilihatnya adalah wanita sederhana, pegawai sebuah toko, yang kelihatan sekali kalau dia sungkan menatapnya. Seringkali Birah menunduk dan tak pernah berani bertatapan dengannya. Mungkin dia sungkan karena memiliki pengalaman tidak menyenangkan ketika itu.
“Mengapa bekas istri mas Sutar berubah penampilan? Apa sekarang tidak lagi menjadi istri orang kaya, lalu bekerja di toko sembako? Tahukah mas Sutar mengenai istrinya ini?"
Kirani lupa meminta pegawai toko untuk mengangkatkan belanjaannya. Beras sepuluh kilo diangkatnya sendiri, karena ia hanya melihat Birah seorang di toko itu, dan sedikitpun tidak berusaha membantu mengangkatnya.
“Tapi ternyata aku kuat kok,” gumamnya sambil menaikkan beras ke dalam mobilnya, lalu kembali mengambil bungkusan gula dan minyak yang masih tertinggal. Ketika mengambil, Kirani tak lagi melihat Birah. Mungkin saja sembunyi karena tak ingin berinteraksi lagi dengannya.
Ketika mobil itu berlalu, Birah baru keluar, lalu menghempaskan napas panjang.
“Syukurlah dia sudah pergi. Sungkan rasanya bertemu dia lagi setelah ada pengalaman nggak enak waktu itu.”
Birah menyesal karena tak ada orang lain kecuali dirinya di sore hari itu.
***
Rohana terkejut ketika mendapat telpon dari Tomy. Sudah sejak menikah mereka tidak berhubungan, karena ayah Tomy langsung memboyongnya menjauh dari ibunya.
“Tomy, apa kabar?”
“Baik Bu, tapi aku sedang kesal nih.”
“Kesal kenapa?”
“Masa bapak memberiku pekerjaan yang menurutku sangat susah. Aku berangkat pagi, pulang sore. Sesampai di rumah, Monik rewel minta dibelikan ini, dibelikan itu. Begini nggak enaknya punya istri. Bukankah Tomy sudah mengatakan kalau belum ingin punya istri?”
“Tomy, kalau kamu mengatakan ini dan didengar oleh ayahmu, pasti ayahmu akan marah. Ini sudah menjadi kewajiban kamu yang harus kamu jalani. Ini tanggung jawab kamu. Jadi kamu tidak boleh mengeluh.”
“Tapi aku merasa berat. Maukah ibu menolongku?”
“Apa yang harus ibu lakukan?”
“Aku titipkan Monik di Jakarta, agar menemani Ibu juga.”
“Apa? Kamu akan memberi ibu pekerjaan merawat wanita hamil?”
“Bukankah ada Sinah? Dia bisa melayani Monik.”
“Ibu malah ingin memecat Sinah. Uang ibu tak banyak seperti dulu, jadi mana kuat membayar pembantu? Tapi kalau Sinah mau dibayar sedikit, entahlah. Ibu belum bicara lagi. Hanya saja kemungkinannya untuk mau, hanya sedikit. Jaman sekarang membayar pembantu itu tidak murah.”
“Bu, nanti biar Tomy yang membayar Sinah. Kecuali itu, ibu juga akan Tomy kirimi uang ekstra agar ibu bisa bersenang-senang.”
Mendengar kata-kata uang, mata Rohana langsung berbinar. Alangkah senangnya mendapat tambahan uang.
“Biaya untuk istrimu juga?”
“Tentu Bu, ibu tidak akan kekurangan.”
“Baiklah, nanti akan ibu pikirkan. Kapan kamu akan membawa istrimu ke Jakarta?”
“Secepatnya Bu, sebel banget mendengar rengekannya. Manjanya bukan alang kepalang. Tomy benci perempuan manja.”
“Baiklah, ibu akan membantumu.”
“Apa yang dikatakan Tomy?” suara menggelegar itu tiba-tiba membuat telinganya sakit. Rupanya sang ayah mendengarkan pembicaraan Tomy dan ibunya, lalu ia merebut ponsel dari tangan Tomy.
“Monik tidak akan ke mana-mana. Dia akan tetap menjadi tanggung jawab Tomy,” katanya tanpa ada manis-manisnya.
“Mas, kasihan Tomy kan, dia masih muda.”
“Tidak ada kasihan. Ini tanggung jawab dia.”
“Tapi Mas ….”
“Diaam! Jangan pernah sekalipun membantu Tomy lagi. Dia harus belajar menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Enak saja menitipkan istri ke mana-mana.”
Lalu pembicaraan itu berhenti, Rohana kehilangan senyumnya. Bayangan uang tambahan yang dijanjikan Tomy lenyap dari angan-angannya.
***
Pagi hari itu, Kirani datang lebih awal. Seperempat jam kemudian barulah Sutar datang, langsung membungkuk di hadapan Kirani untuk meminta maaf.
“Maaf Bu, entah mengapa jalanan macet pagi ini.”
“Tidak apa-apa, Mas. Tadi aku juga melewati jalan macet, tapi kemudian menemukan jalan kecil, di mana aku bisa masuk ke dalamnya sehingga bisa memintas.”
“Syukurlah,” kata Sutar sambil duduk di belakang mejanya.
“Minumlah dulu, tehnya masih hangat. OB baru saja mengantarkannya kemari.”
“Terima kasih Bu,” kata Sutar walaupun hari masih pagi tapi dia merasa gerah.
Ia meneguk minumannya, lalu mengambil berkas pekerjaannya.
“Mas tahu, bagaimana kabar bu Birah?”
“Tidak, kabar terakhir yang saya terima dari Minar adalah bahwa dia akan menikah. Ia datang menemui Minar dan mengabarinya.”
“Tapi sepertinya dia tidak menikah dengan laki-laki kaya itu.”
“Dari mana bu Kiran tahu?”
“Saya belanja beras kemarin sore, kebetulan melihat dia bekerja di toko sembako itu.”
“Benarkah? Mungkin dia pemilik toko itu.”
“Menurutku bukan. Penampilannya tidak seperti majikan. Dia hanya sebagai pegawai yang melayani pembeli. Pakaiannya sederhana, dia juga tidak berdandan menor seperti ketika aku melihatnya.”
“Masa?”
“Sebetulnya aku hanya lewat, kebetulan bibik berpesan agar aku membeli beras, karena persediaan di rumah sudah menipis. Kebetulan aku melihat ada toko baru, lalu aku mampir. Dia sendirian di toko itu. Melayani aku dengan kepala setengah menunduk, seperti sungkan bertatapan denganku.”
“Apa bu Kiran kemudian menyapanya?”
“Tidak. Nanti dia malu, karena kelihatan sekali kalau dia sungkan ketika melihatku.”
“Aku tidak pernah mendengar kabar mengenai dia, juga tidak pernah menanyakannya. Terakhir kali mendengar kabar ialah ketika dia memborong bunga di toko SEKAR, dan mengatakan bahwa masa idah telah habis dan dia ingin merayakannya. Lalu satu kali lagi dia datang ke rumah, mengabarkan kalau dia mau menikah.”
“Semoga dia baik-baik saja. Tapi ngomong-ngomong di toko beredar kabar bahwa Minar punya pacar orang kaya yang wajahnya ganteng lhoh.”
“Masa?” Sutar tertawa.
“Anak-anak toko bunga yang mengatakannya. Laki-laki itu sering datang menemui Minar di toko. Namanya Satria, kalau tidak salah. Mas Sutar merestuinya kan?”
“Dia anak orang kaya.”
“Memangnya kenapa kalau dia kaya?”
“Terlalu tinggi untuk menjangkaunya. Barangkali Minar tidak mau begitu saja menerimanya.”
“Benarkah?”
“Satria pernah menemui saya di rumah. Mengajak Minar jalan sekalipun selalu meminta ijin kepada saya.”
“Berarti dia anak baik.”
“Dia memang baik. Dia sudah bekerja juga di Jakarta.”
“Kalau begitu mengapa tidak mau menerimanya?”
“Kami bukan orang yang sepadan.”
“Jangan begitu Mas. Aku kira Mas harus mendukungnya.”
“Entahlah. Ini rumit.”
“Rumit? Kenapa?”
“Ayah Satria adalah orang yang akan atau mungkin sudah menjadi suami Birah.”
“Apa?”
“Begitulah kenyataannya. Jadi Minar juga masih sulit menguraikan permasalahan itu, sementara Satria tampaknya tak mau berhenti.”
“Kalau begitu kita doakan saja yang terbaik untuk Minar. Sudah saatnya dia punya suami, bukan?”
“Dia baru mulai di bangku kuliah. Biarkan saja dulu.”
“Bukan berarti kalau menikah itu harus berhenti kuliah, bukan? Bicara dengan calon suaminya, agar diijinkan sambil kuliah setelah menikah.”
Sutar diam. Barangkali orang lain menganggap hal itu permasalahan yang sederhana, tapi baginya dan Minar, ini sungguh rumit.
***
Hari itu adalah hari Minggu. Wini datang ke rumah Minar untuk mengajaknya jalan-jalan, karena Minar mendapat giliran libur di hari Minggu itu.
“Tapi aku belum memasak untuk bapak. Hari libur kan kesempatanku untuk berbakti kepada orang tua?” sanggah Minar.
“Jangan memikirkan bapak, Minar. Siang ini bapak juga ada acara untuk keluar. Meskipun Minggu, ini juga ada hubungannya dengan pekerjaan. Jadi kamu tidak usah repot memasak untuk bapak,” kata Sutar yang sesungguhnya tak ingin menghalangi Minar untuk bersenang-senang dengan temannya.
“Benarkah, saya boleh pergi bersama Wini?”
“Tentu saja boleh. Pergilah.”
Minar senang sekali. Ia segera bersiap, dan tak lama lagi keduanya sudah pergi dengan berboncengan sepeda motor.
Sutar menatap kegembiraan anaknya dengan wajah terharu.
Minar sudah lama hidup menderita. Ketika dia akan bersenang-senang, Sutar tak ingin menghalanginya. Biarkan dia menikmati masa mudanya dengan wajar, seperti anak-anak muda yang lainnya.
“Minar dan aku memiliki orang-orang baik yang selalu mendukung dan membantu. Terima kasih, ya Allah,” bisik Sutar sambil masuk ke dalam rumah.
Tapi baru saja ia membalikkan tubuhnya, ia mendengar suara mobil berhenti di depan pagar. Sutar menoleh, seperti mengenali mobil itu, tapi ragu-ragu. Bukankah banyak mobil dengan merk dan warna yang sama? Tapi mobil itu berhenti di depan pagar rumahnya.
Sutar menghentikan langkahnya, menunggu di teras, barangkali pemilik mobil itu adalah tamunya.
Ketika seseorang turun, Sutar terkejut. Ia mengenalinya.
“Untuk apa dia datang kemari?” desisnya dengan masih terus berdiri di teras, menunggu.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
Delete✨🌻✨🌻✨🌻✨🌻
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
KaeSBe_45 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Semoga Bu Tien tetap
sehat & smangats slalu.
Aamiin.Salam aduhai 😍
✨🌻✨🌻✨🌻✨🌻
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐
ReplyDeleteAlhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 45_. sudah tayang.
Matur sembah nuwun
Salam sehat mbak Tien 🥰
Salam *ADUHAI*
🙏💞🩷
⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐
SamI2 jeng Ning
DeleteADUHAI
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulilah KSB 45 sudah tayang, maturnuwun bu Tien ..
ReplyDeleteAhirnya minar mendapat kebahagiaan dan mobil siapa yg datang ? Semoga pak sutar juga bahagia
semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan bahagia, serta selalu dalam lindungan Allah SWT.salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️❤️
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai deh
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~45 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Ad lhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteAlhamdulillah *KaeSBe*
ReplyDeleteepisode 45 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteJudulnya berubah jadi "Kupetik Sekuntum Bintang" ?
Sudah dikoreksi pak Sis,
DeleteMatur nuwun
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰🌿💖
ReplyDeleteMungkin Murtono, mau melamar Minar untuk Satria,,
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Biarlah Minar kuliah dulu, lebih baik orang tuanya genap dulu. Kirani kan sejak dulu sudah naksir Sutar.
ReplyDeleteBaguslah kalau Birah mau menyadari, lebih baik hidup sederhana tapi tenang.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulillah KaeSBe 45 sdh tayang, matursuwun Bu Tien. Salam hangat...semoga sehat selalu bahagia bersama keluarga 🌹💖
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 45* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Terima kasih bu Tien ... Kupetik Setangkai Bintang ke 45 sdh tayang n udh dibaca ... siapa yg datang menemui Sutar ...
ReplyDeleteSmg bu Tien dan keluarga sll sehat dan bahagia ... Salam Aduhai .
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien kaesbe 45 sdh tayang
Semoga Bu tien sehat2 n senantiasa dlm lindungan Allah SWT
Salam aduhaaaii
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...
ReplyDeleteSami2 ibu Reni
DeleteSalam sehat dari Solo
Terima kasih bu
ReplyDeleteSami2 pak
DeleteSiapakah yang datang, Murtono dan Satria mau melamar Minat... benar kan bunda... Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhaiii...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Komariyah
Matur sembah nuwun mba Tien
ReplyDeleteEpisode 45 membuat pemirsa penasaran, Mutono kah yg dtg berkunjung unt menyampaikan berita baik....
Sehat selalu mba Tien
Berkah Dalem
Sami2 pak Yustikno
DeleteDoa sehat juga
Alhamdulillah "Kupetik Setangkai Bintang -45 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Aduh siapa lagi tu yang datang?...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteTerimakasih ... BundaTien .
ReplyDeleteSehat dan semangat selalu
Sami2 ibu Nanik
DeleteSehat selalu juga
Siapa ya yg datang ?
ReplyDeletePinisirin nih.
Makasih mba Tien.
Salam sehat selalu, aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteSalam sehat juga
Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 45 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Birah sdh menyadari kesalahannya, semoga mau menjalani hidup apa ada nya.
Murtono sdh menyadari kesalahan nya, semoga dia mau minta maaf kpd Sutar dan menjelaskan perkara nya.
Akankan Birah dan Sutar rujuk kembali. Hanya Bunda Tien yang tahu jawabannya. he...he...
Kasihan Kinan yng sdh lama memendam asmara kpd Sutar dan skrng Sutar telah timbul getar2 asmara tsb kpd Kinan.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Top
ReplyDeleteMarkotop
DeleteSaya tetap selalu menunggu dalam diam.. ceritanya sangat mendebarkan.. Semoga mbak Tien sehat selalu.. salam sehat dr kota kecil Sawahlunto Sumbar...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sariyenti