KUPETIK SETANGKAI BINTANG 43
(Tien Kumalasari)
Rohana menggenggam tangan Monik, dan berkata lembut.
“Monik, Tomy sudah kembali, jadi Tomy yang nanti akan menikahi kamu.”
“Apa?”
“Yang seharusnya memang dia, kamu tidak bisa protes," sambung ayah Tomy.
“Tapi saya mencintai mas Satria.”
“Satria tidak mau menerima barang bekas,” kata ayah Tomy lagi, pelan, tapi tandas. Matanya yang tajam menghujam ke arah Monik, membuat Monik tak bisa berkata-kata. Ia kemudian sadar, bahwa laki-laki setengah tua yang masih saja ganteng itu adalah ayah Tomy. Bukan ayah Satria.
“Saya tidak sadar melakukannya,” lirihnya.
“Bohong! Kamu menikmatinya," bisik Tomy ke telinga Monik penuh nada mengancam.
Perbincangan saat masih di halaman itu terdengar oleh kedua orang tua Monik.
Singkat kata, mau tak mau Monik harus mematuhi keputusan para orang tua. Minggu depan pernikahan akan digelar, keburu perut semakin membesar.
Tapi Monik tidak lagi peduli pesta yang akan diadakan, mau meriah atau tidak, Monik tak peduli. Monik juga enggan mengundang teman-temannya karena malu. Bukankah yang terjadi bukan seperti yang digembar-gemborkan?
***
Minar sedang menikmati bekal makan siangnya, ketika ponselnya berdering. Biarpun ia sudah punya gaji, tapi ia tetap berhemat agar bisa menabung. Jadi setiap hari ia memilih membawa bekal, seperti ketika ia juga membekali sang ayah setiap hari.
Setelah meletakkan kotak makannya, barulah Minar menjawab salam pada panggilan telponnya. Agak enggan sebenarnya untuk mengangkat, karena panggilan itu dari Satria. Ia tak ingin mengatakan apa-apa, karena mengira Satria hanya ingin memberi tahu tentang pernikahannya dengan Monik. Tak bisa dipungkiri, rasa cinta itu memang ada dihati Minar. Walau bibirnya mengatakan ikhlas, tapi manusiawi kalau ada sakit yang sedikit menggigit.
“Minar, kamu sedang apa?”
“Sedang makan Mas,” jawabnya pelan.
“Wah, enaknya, aku malah belum makan siang nih, kalau saja ada yang menemani aku makan, pasti enak. Sayangnya jauh.”
“Iya, jauh. Tapi kalau dari rumahku dekat kok. Tidak perlu naik pesawat,” canda Minar.
Satria tertawa.
“Kamu terkadang bisa lucu juga, tapi aku senang mendengarnya. Maksudnya dari rumahmu ke toko bunga ini kan?”
“Dari rumahku ke rumah calon istri mas Satria.”
“Lhoh, bukannya calon istri aku tuh ada di sini?”
“Di kota ini kan? Mas tidak usah sungkan, kalau nanti aku mendapat undangannya, aku pasti datang kok.”
“Minar, apa maksudmu? Masa pengantinnya mengundang dirinya sendiri?”
“Ngomongnya jadi nggak karuan sih. Baiklah, ada apa Mas menelpon siang-siang begini. Kalau masalah undangan, Monik sudah janji mau memberi aku undangan kok. Kemarin dia sudah memborong bunga-bunga untuk menyambut kan? Oh ya, jangan-jangan Mas sudah ada di sini setelah lamaran?”
“Lamaran apa? Memangnya aku sudah melamar?”
“Monik bilang kemarin itu.”
“Kok Monik tahu kalau aku mau melamar? Memangnya aku anaknya Monik?”
“Ya tahu dong, buktinya dia tahu.”
“Nggak mungkin tahu lah, aku belum bilang kalau mau melamar. Aku kan harus ketemu ayah kamu dulu, berbincang, kalau sudah mendapat ijinnya, baru aku melamar secara resmi.”
“Mas, aku kok jadi pusing. Apa hubungannya menikahnya Mas dengan ayahku?”
“Lha kan aku mau menikahi anaknya, gimana sih, Minar? Aku jadi bingung deh.”
“Aku juga bingung. Monik kemarin memborong bunga, katanya untuk menyambut calon mertua dan calon suaminya.”
“Minar, acara lamaran kemarin itu memang ada, tapi Tomy, bukan aku.”
“Bukan Mas Satria? Tapi Monik bilang begitu.”
“Monik sedang bermimpi.”
“Jadi … bukan Mas yang akan menikah dengan Monik?”
“Bukan, sayang. Nah, jangan menangis ya, bukan aku kok,” goda Satria.
“Ih, enak aja, siapa yang menangis. Kalau itu benar, aku pasti mendoakan yang terbaik kok.”
“Baiklah, aku percaya kamu akan melakukannya, karena kamu memang anak baik. Eh, bukan anak dong, gadis yang baik. Ya kan?”
“Gombal deh.”
Tapi bagaimanapun perasaan Minar menjadi jauh lebih lega.
“Minggu depan mereka menikah, aku mau datang, tapi bersamamu.”
“Ah, nggak Mas, kenapa bersamaku?”
“Kan kamu calon istriku?”
“Mas jangan begitu dong.”
“Itu benar, aku bukan hanya serius, tapi seriburius.”
“Mas kan tahu, ibu mas Satria tidak suka sama aku. Nanti aku dipermalukan di tempat umum, bagaimana?”
“Ada aku yang akan membelamu, mengapa takut? Percayalah tidak akan ada yang menyakiti kamu.”
“Sebenarnya aku masih bingung. Dengar-dengar yang akan menikah itu Mas, kok tiba-tiba_”
“Sudah, jangan dibahas lagi, sebelum pernikahan Tomy, aku datang, nanti aku akan cerita semuanya.”
Sampai pembicaraan itu berakhir, Minar masih tidak percaya bahwa yang akan menikah akhirnya Tomy, si pelaku pelecehan itu. Bukankah kabarnya Tomy melarikan diri?”
***
Sesampai di rumah, begitu ia masuk ke kamar, ponselnya berdering kembali. Kali ini dari Wini.
”Minar, kamu masih di toko?”
“Tidak, aku sudah di rumah. Ada apa?”
“Kabarnya Minggu depan Monik akan menikah, tapi tidak satupun dari teman-teman kita yang semula dijanjikan akan diundang, ternyata tidak diundang.”
“Bukankah seneng, tidak diundang? Nggak usah menyiapkan kado kan?” kata Minar enteng.
“O itu jelas. Cuma heran saja. Sudah rame cerita sana cerita sini, ternyata nggak jadi mengundang teman-temannya.”
“Kamu tidak tahu ya, mungkin Monik sungkan atau malu, karena pengantin prianya bukan mas Satria seperti pernah dikatakannya.”
“Yang benar?”
“Memang benar. Eh, sepertinya benar deh. Mas Satria tadi menelpon.”
“Dia bilang nggak jadi menikah, gitu? Alhamdulillah.”
“Tapi nggak tahu juga sih, bener apa enggak ya?”
“Masa mas Satria bohong?”
“Ya udah, nanti aku telpon lagi. Aku mau menelpon mas Satria dulu ah, penasaran aku.”
Minar tertawa geli. Tiba-tiba Wini ribut kaya cacing kepanasan. Kemudian ia menuju kamar mandi untuk membersihkan badan, lalu menyiapkan minuman hangat untuk ayahnya. Tadi ia membeli cemilan singkong goreng di jalan, baru di entas, masih panas.
***
Pernikahan antara Monik dan Tomy akhirnya berlangsung. Memang tidak diadakan dengan sangat meriah, atas permintaan Monik, dan tentu saja Tomy, yang keberatan menikah. Ketika dipertemukan dipelaminan, wajah keduanya tampak muram. Tak ada yang sesuai dengan keinginan mereka. Tapi keadaan memang memaksa.
Kasak kusuk para tamu ketika melihat wajah mempelaipun terdengar santer. Mereka mengira pengantinnya menikah paksa.
Tapi apapun yang terjadi, memang harus terjadi. Ketika Satria menyalami Monik, Monik membuang muka, dan ketika menyalami Tomy, saudara seibu itu menepiskan tangannya dengan wajah marah. Satria yang menggandeng Minar juga mendapat perlakuan buruk. Wajah Rohana gelap seperti awan, begitu juga pengantin wanitanya. Hanya Tomy yang menatap sambil tersenyum, dan ayah Tomy yang kemudian bertanya kepada Satria.
“Ini pacarmu?” bisiknya.
“Calon istri saya Om,” jawab Satria, dan membuat Minar tersipu.
“Cantik sekali. Kapan menikah?”
“Nanti Om pasti saya kabari,” kata Satria enteng. Sementara ibunya menatap tajam ke arahnya. Rohana tak menjawab ketika Minar menyalaminya dengan santun.
Di tempat jamuan, setelah selesai mengucapkan selamat, Minar menunjukkan wajah kesal. Ia malu, tapi ia juga terluka melihat sikap Rohana kepadanya.
“Minar, jangan merengut dong, kalau cantiknya hilang bagaimana?”
“Mas kenapa bilang begitu? Kata siapa aku calon istri Mas?”
“Kataku dong. Kan sudah sejak awal pertemuan kita, aku mengatakan bahwa kamu calon istriku, kamu tidak lupa kan?” kata Satria seenaknya, sambil menyendok es krim coklat yang kemudian dicecapnya sambil menatap Minar yang masih saja cemberut.
Ada bahagia, tapi ada rasa khawatir di hati Minar. Ia takut berharap. Menurutnya Satria tetap saja tinggi bak bintang dilangit.
***
Rohana murung selama berhari-hari. Bekas suaminya benar-benar membuktikan ucapannya. Setelah menikah, Tomy dan istrinya dibawa pergi. Seperti keinginan Tomy yang enggan kuliah, sang ayah mengajarinya bekerja dan mengawasi semua perilakunya dengan ketat.
Sementara Rohana yang sendirian, hanya mendapat jatah yang hanya cukup untuk makan serta sedikit memenuhi kebutuhannya.
Rohana yang terbiasa hidup mewah, terpaksa menjalaninya dengan perasaan kesal. Lalu ia juga menyesal telah membantu Murtono dengan uang yang tidak sedikit jumlahnya.
“Mas, sekarang aku jatuh miskin. Tolong kembalikan semua uangku,” katanya ketika pada suatu hari dia menelponnya.
“Rohana, aku baru menyisihkan sebagian dari hutangku, nanti kalau sudah terkumpul pasti akan aku kembalikan.”
“Kapan bisa terkumpulnya? Aku tidak bisa hidup miskin, sementara suamiku tidak lagi memberi nafkah yang cukup.”
“Beri aku waktu dua bulan, semoga aku sudah bisa mengembalikannya. Aku sudah hidup berhemat demi hutang itu.”
“Dua bulan ya, aku catat janji itu. Setelah dua bulan, kalau uang itu belum kembali, aku pasti akan datang kemari.”
“Iya, itu janjiku.”
Tapi Rohana yang terbiasa hidup bermewah-mewah, tetap saja tak bisa mengendalikan dirinya. Uang tabungannya sudah menipis, dan uang dari bekas suaminya juga pas-pasan.
Ketika mencoba menghubungi bekas suaminya, hanya kemarahan yang diterimanya.
Ketika mengeluh kepada Tomy, Tomy juga tidak peduli.
Ketika mengeluh kepada Satria, Satria justru menyalahkannya. Mana mungkin Satria mendukung ibunya yang suka bermewah-mewah.
“Nyonya, sarapan sudah siap,” tiba-tiba Sinah mengejutkannya.
“Kamu membuat sarapan apa?”
“Nasi goreng dan telur ceplok, Nyonya.”
“Mengapa setiap hari kamu hanya bisa menyediakan nasi goreng? Aku bosan.”
“Tapi di kulkas tidak ada yang bisa dimasak, Nyonya. Ikan habis, daging habis, sayuran juga tidak ada. Adanya hanya cabe dan telur mentah yang hanya tinggal beberapa butir.”
“Makan saja oleh kamu. Aku tidak lapar.”
Sinah melangkah ke arah dapur, tapi baru sampai di pintu, Rohana memanggilnya.
Sinah membalikkan tubuhnya, mendekat.
“Bulan ini gajimu tidak bisa aku penuhi. Bagaimana?”
“Kalau memang belum ada, juga tidak apa-apa, Nyonya, saya tidak terlalu membutuhkan. Hanya untuk membantu orang tua saya di kampung.”
“Dan karena keadaanku sekarang berbeda dari kemarin-kemarin, aku tidak bisa memenuhi sebanyak yang sudah-sudah.”
Sinah diam, tapi dia tampak kecewa.
“Sebenarnya aku sudah tidak butuh pembantu lagi. Aku hanya sendirian, dan aku kira aku bisa melakukan semuanya sendiri. Jadi kalau ada yang membutuhkan pembantu, silakan kamu berpindah mencari majikan yang lain.”
Sinah hanya mengangguk, kemudian pergi.
Rohana tak bisa berbagi uang dengan pembantu. Ia selalu merasa uangnya tak pernah cukup.
***
Hari itu Kirani menemui Minar di toko bunganya. Minar tersenyum lebar melihat wanita baik itu mendatanginya.
“Minar, bagaimana kabarmu?”
“Baik, Bu.”
“Karena banyak kesibukan, lama sekali aku tidak menengok kemari. Tapi laporan keuangan tetap aku terima dan aku senang, toko ini berkembang pesat.”
“Iya Bu, sangat bersyukur karena kami bekerja dengan tidak mengecewakan Ibu.”
“Rencana kuliah bagaimana?”
“Saya baru bisa mengumpulkan sedikit uang.”
“Bulan depan adalah tahun perkuliahan baru. Ada baiknya kamu mendaftar.”
“Tapi uang saya kan belum cukup Bu, saya tidak mau menyusahkan bapak.”
“Uang masuk itu kan bisa dicicil. Kamu mau kuliah di mana, aku mengenal beberapa teman yang menjadi dosen. Aku akan meminta rekomendasi agar kamu bisa mencicilnya.”
“Benarkah?” mata Minar berseri gembira.
“Saya akan mencoba mngurusnya.”
“Besok kamu libur saja dulu. Cari yang masuk sore, jadi kamu tetap bisa bekerja sambil kuliah.”
“Terima kasih banyak Bu.”
Dan atas bantuan Kirani memang Minar bisa diterima di sebuah universitas yang walaupun swasta tapi bisa dijalaninya sambil bekerja.
Satria yang tak pernah berhenti menghubungi Minar sangat gembira mendengar Minar akan segera kuliah.
“Selamat ya Minar, kamu akan segera kuliah.”
“Terima kasih Mas, akhirnya apa yang aku inginkan bisa terlaksana.”
“Tapi kamu jangan lupa, apa yang pernah aku katakan tetap berlaku.”
“Mas pernah mengatakan apa sih?”
“Kamu adalah calon istriku bukan? Jangan bilang bahwa kamu dan aku terlampau jauh, dan aku adalah bintang dilangit. Bintang itu sudah aku petik dan aku suntingkan di telinga kamu.”
Minar tersenyum setiap kali mendengar Satria mengungkapkan itu. Tapi hanya senyum itu yang bisa diberikannya. Mana berani Minar melangkah? Banyak kendala yang menjadi penghalang, terutama hubungan antara ayah Satria dan ibunya, juga sikap Rohana yang selalu merendahkannya.
***
Hari itu Rohana mendatangi rumah Murtono, tapi ia harus menunggu karena Murtono sedang berada di kantornya.
Ia sedang menikmati jus buah yang disajikan simbok, ketika tiba-tiba muncul seseorang. Mereka berpandangan dengan wajah penuh kebencian.
“Kamu? Mengapa ada di sini?” teriakan bersama itu hampir serupa dan senada.
Udara di sekitar mereka mendadak panas seperti ada bara api menyala-nyala ditengah ruangan itu
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteSami2 mas Kakek
Deleteππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
ReplyDeleteAlhamdulillah KaeSBe episode_43 sudah tayang. Terima kasih bu Tien. Salam sehat dan tetap ADUHAI...
πππΉ
Pernikahan Tomy dan Monik sdh dilaksanakan, setelah menikah Tomy dan Monik diboyong ke rumah Ayah Tomy dan dalam pengawasan dan pembinaan ayahnya.
Bagaimana nasib Rohana dan juga Birah?
Yuk kita baca bersama.
Bu Tien memang OYE.....
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
Matur nuwun mas Kakek
DeleteMatur sembah nuwun..mbak Tien
ReplyDeleteSehat selalu
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun sami2 jeng Nuning
Ayo nonton wayang
ππ«πΉππ«πΉππ«
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
KaeSBe_43 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien,
semoga Bu Tien &
kelg, tetap sehat dan
bahagia. Aamiin.
Salam aduhai...ππ€©
ππ«πΉππ«πΉππ«
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai deh
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteHamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 43 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Selamat Tahun Baru Hijriyah nggeh Bunda, 1 Muharram 1446 H
Rohana gigit jari krn pasokan bulanan, di kurangi oleh Ayah nya Tomy. Monik plonga plongo nyari Satria...ora nana...ππ
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulilah KSB 43 sudah tayang, maturnuwun bu Tien ..semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan bahagia, serta selalu dalam lindungan Allah SWT.salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️❤️
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x deh
Alhamdulillah *KaeSBe*
ReplyDeleteepisode 43 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 43* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Trmmks mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteAlhamdulillah, “KaEsBe 43" telah hadir
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.
Sehat dan bahagia selalu.
Salam ADUHAI dari Yogya
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
ADUHAI dari Solo
Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Anik
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih
Semoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah ..... Maturnuwun Bu Tien ... Sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endang
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~43 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Matur nuwun salam sehat ini yang ke tiga kali.nunul
ReplyDeleteSenin mau nonton ya bertengkar,,,mantan pacar melawan mantan istri πππ
ReplyDeleteMbak Yaniiiiiikkk
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Endah
DeleteAlhamdulillah.... Mtnw.. Sehat selalu mbakyu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Kun Yulia
Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien sehat wal'afiat selalu ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteSedang asyik dg Minar & Satria yg akan menyuntingkan bintang ditelinga Minar, loh kok ada perang tanding Rohana & Birah ,,,jd seru nihπ
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Birah ya yg datang ?.
ReplyDeleteBisa perang ini.
Makasih mba Tien.
Salam hangat selalu aduhai
Sami2 ibu Sul
DeleteSalam aduhai deh
Alhamdulillah KaeSBe 43 sdh tayang. Matursuwun Bu Tien, salam hangat semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga,π€²
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Alhamdulillah " Kupetik Setangkai Bintang- 43 sdh hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai ...
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteMonik segera dibawa Tomi menyingkir supaya tidak menggangu pembaca yang simpati kepada Minar.
ReplyDeleteRohana harus hidup sederhana, masih lumayan dari pada Birah yang makin terpuruk.
Selamat Belajar ya Minar,. semoga cepat selesai kuliahmu.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Semoga tambah ruwet.
ReplyDeleteSaking puitisnya pemilihan kata oleh bu Tien, saya agak bingung dengan ungkapan Satria yang sudah memetik bintang di langit buat Minar...sedangkan bagi Minar kan Satria tuh bagaikan bintang yg bersinar di langit? Hmm...π€π
ReplyDeleteBtw, terima kasih ibu Tien. Salam sehat selalu.π
Lha bintangnya itu kan nanti jadi milik Minar, piye ta,
DeleteHehee.. matur nuwun ibu Nana
Alhamdulillah KSB 43 sdh tayang gasik. Yaa besok libur ya..mesti sabar.
ReplyDeleteSuwun bu Tien, sehat sll ibu.
Aamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun matur nuwun ibu Handayaningsih
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap sehat penuh barakah ....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Nah loh, bakal rame deh, ada perang barata yuda nih ha.....ha....sdh tuwir kok berebut laki" iiiiiiiihhhh
ReplyDeleteMks bun KSB nya,.....selamat malam sehat"ya bun biar selalu menemani penggemar" nya.
Terimakasih Bunda Tien sehat selalu
ReplyDeletePerang lagi antara Rohana dan Subirah...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Cakar cakaran lagi... yes..!!
ReplyDeleteππππ₯°