AKU BENCI AYAHKU 12
(Tien Kumalasari)
Tanpa terasa Minar berhenti melangkah, menatap ayahnya dan Kirani yang tampak asyik dengan wajah yang berdekatan.
Ia bahkan tak melihat Satria yang menunggu dirinya mendekat. Karenanya justru Satria yang mendekat dan memeluknya, membuat Minar terkejut.
“Mas Satria, ya ampun Mas, sudah, jangan begini, malu dong,” kata Minar sambil berusaha melepaskan diri.
“Mengapa malu? Dipeluk suami masa malu?” kata Satria sambil menyerahkan sebuah kotak kecil kepada Minar.
“Ini apa?”
“Ini hadiah untuk kamu. Coba buka.”
Minar membukanya dengan hati-hati, lalu melihat kalung dengan leontin bermata berlian berbentuk hati.
“Ini buat aku?” mata Minar berbinar.
“Buat istriku,” kata Satria sambil tersenyum bahagia. Ia lalu meraih kalung itu, kemudian mengenakannya di leher Minar.
"Semakin cantik," bisik Satria.
Sutar dan Kirani melihat ulah mereka, dan keduanya berpandangan dengan saling tersenyum yang entah apa artinya. Yang jelas pandangan itu membuat Kirani berdebar. Ia seperti melihat anaknya sendiri yang sedang berbahagia. Tiba-tiba Kirani sadar bahwa dia tak pernah memiliki Minar yang disayanginya sebagai anak. Ia hanya menyayanginya karena Minar cantik dan pintar, juga baik hati, bukan anak yang dilahirkannya. Tentu saja, karena Kirani belum pernah menikah. Ia terlalu setia memegang rasa cintanya, kepada laki-laki yang ada di sampingnya.
“Seandainya Minar adalah anakku,” gumamnya pelan.
“Anggaplah saja sebagai anak ibu,” kata Sutar berusaha menghibur.
Tiba-tiba Minar menggandeng Satria mendekat ke arah ayahnya. Kirani berdiri dan memeluknya erat, demikian juga ayahnya.
“Selamat, anak cantik, anak pintar,” bisik Kirani sambil berlinang air mata.
“Terima kasih, Ibu,” jawab Minar tak kalah haru.
“Teruslah memanggil aku ibu,” kata Kirani.
“Seandainya Ibu benar-benar ibuku,” kata Minar sambil menggenggam tangan Kirani erat.
“Anggap saja aku ibumu.”
“Seandainya ayah saya kaya dan punya kedudukan, saya akan melamar ibu untuk ayah saya,” kata Minar. Seperti bercanda, tapi ada kesungguhan di sana.
Kirani membelalakkan matanya, tak mengira Minar akan mengucapkan kata-kata itu. Spontan dia melirik ke arah Sutar yang menatap Minar penuh teguran.
“Minar, bukankah cinta tidak mengenal harta dan kedudukan?” tanya Kirani.
Jawaban Kirani membuat Minar semakin berani.
“Seandainya saya lancang melamar ibu untuk ayah saya, apakah Ibu akan marah?”
“Minar.” Sutar menatap Minar dengan gusar. Ia saja tak berani mengatakannya, mengapa Minar seberani itu? Sutar menjadi sangat khawatir.
“Mas Sutar, mengapa memarahi Minar? Dia mengatakan apa yang ada di dalam hatinya. Dia menginginkannya. Apa mas Sutar menolak?” kata Kirani.
Mereka berbincang, tanpa peduli hiruk pikuk yang terjadi pada suasana wisuda yang sangat meriah.
Sutar menundukkan kepalanya.
“Saya tidak marah, saya hanya malu. Maaf kalau Minar terlalu lancang.”
“Mas Sutar itu seperti Minar. Selalu merasa rendah diri, sehingga untuk mengutarakan isi hatinya saja takut,” kata Kirani, yang kemudian berani menantangnya.
Sutar menatap wanita cantik di sebelahnya. Mereka tidak lagi muda. Tapi tak bolehkah menyimpan cinta yang bersarang begitu dalam di hati?
Sutar terperangah mendengar perkataan Kirani.
“Bapak hanya tinggal mengutarakannya. Jangan takut dipecat seandainya bu Kirani menolaknya,” kata Minar sambil tak pernah melepaskan pegangannya pada genggaman Satria, yang hanya tersenyum-senyum melihat adegan yang dianggapnya lucu tapi romantis itu.
Sutar menatap Kirani, seperti ingin mengatakan sesuatu. Bibirnya bergetar. Sungguh aneh, Sutar merasa seperti anak muda yang baru pertama kali mengenal cinta.
“Mas Sutar, ayo bicara di tempat lain saja. Disini terlalu bising. Nanti aku tidak bisa mendengar apa yang Mas Sutar katakan,” kata Kirani sambil menggandeng Sutar pergi.
Minar tersenyum lebar, melihat sang ayah melangkah sambil tersaruk karena Kirani melangkah begitu cepat.
Satria merangkul pundak istrinya.
“Bisa-bisanya kamu menjodohkan orang tuamu,” katanya sambil tertawa.
“Semoga mereka berbahagia,” kata Minar.
Satria menggandeng Minar keluar dari ruangan. Tiba-tiba ia melihat ibunya berdiri di balik pintu keluar. Tampaknya sedang memandangi langkah Sutar bersama wanita cantik yang pernah dikenalnya. Ada batin yang teriris, ketika menyadari bahwa mereka bukan sekedar berteman. Birah terkejut ketika Minar tiba-tiba sudah ada di dekatnya.
“Ternyata Ibu di sini? Kemarin Ibu menolak ketika Minar mengajak Ibu datang,” kata Minar yang sedikit terharu melihat ibunya pasti melihat ketika ayahnya berjalan bersama Kirani.
“Minar, ibu hanya ingin menyaksikan saat kamu wisuda. Selamat ya Nak,” katanya sambil merangkul Minar dengan linangan air mata. Minar menyambut dengan perasaan yang mengharu biru. Air matanya juga menetes turun.
“Jangan lagi ada air mata di antara kita. Tuhan menghendaki kehidupan kita melalui jalan masing-masing. Berbahagialah kalian, ibu mendoakan dari jauh,” bisik Birah setelah melepaskan pelukannya.
“Titip Minar, jaga dan cintailah dia,” katanya kemudian kepada Satria, kemudian Birah bergegas pergi.
Minar terpaku di tempatnya, lalu Satria merangkul pundaknya.
“Kita pulang saja?” tanya Satria.
“Baiklah," katanya sambil tak lepas matanya memandang punggung ibunya, sampai menghilang di balik gerbang kampus.
***
Sesampai di rumah, ternyata Sutar belum juga tiba. Dengan tersenyum-senyum Minar membuka pintu, kemudian pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian, demikian juga Satria.
“Tampaknya percomblangan kamu berhasil, kata Satria ketika mereka duduk bersantai di ruang tengah.”
“Benarkah?”
“Buktinya bapak belum juga sampai di rumah. Pasti mereka sedang asyik membicarakan wisuda juga.”
“Wisuda apa?”
“Wisuda cinta.”
Kemudian mereka tertawa-tawa gembira.
“Dengan demikian aku akan ikut Mas ke Jakarta dengan perasaan lega, kalau memang benar-benar mereka menikah,” kata Minar.
“Aku bahagia sekali. Dengan kamu di sisi aku, aku akan merasa lebih tenang. Berangkat kerja ada yang mengantarkan aku sampai ke pintu, pulang kerja ada yang menyambutku di pintu pula.”
“Aku juga akan belajar menjadi istri yang baik untuk kamu.”
“Aku akan segera menimang anak, karena kamu pasti sudah bersedia untuk mengandung anakku, bukan?”
Minar tersipu, lalu mereka lupa bahwa tadi tidak ikut mengambil hidangan saat wisuda, juga lupa mampir makan, dan sekarang perut mereka ternyata melilit lapar.
“Lapaaar,” kata mereka bersamaan.
“Ayo ganti baju lagi, dan pergi makan,” ajak Satria yang kemudian berdiri.
Minar mengikutinya sambil memegangi perutnya yang bernyanyi kelaparan.
***
Kirani mengantarkan Sutar pulang ke rumah. Ada wajah-wajah berbinar tersirat di antara keduanya. Binar yang bercampur malu, barangkali, karena merasa tua tapi nyatanya masih bisa jatuh cinta.
“Sebenarnya saya malu, Bu Kiran.”
“Kenapa masih sungkan dan memanggil saya bu Kiran? Berarti mas Sutar tidak bersungguh-sungguh ketika mengatakan cinta,” Kirani merajuk.
Sutar tertawa pelan, sambil mengemudikan mobil Kiran menuju ke rumahnya.
“Karena kebiasaan saja. Bertahun-tahun memanggil bu Kiran, tiba-tiba beralih menjadi Kiran saja, terasa aneh.”
“Sebelum itu, jauuuh sekali sebelum kita bertemu lagi, bukankah mas Sutar juga memanggil saya Kirani?”
“Kemudian aku menjadi bawahan bu Kiran. Eh, Kiran. Nggak enak dong, memanggil Kiran saja? Bagaimana nanti kata bawahan Ibu, eh … Kiran ketika mendengarnya?”
Kirani terkekeh, mendengar Sutar masih selalu memanggilnya ibu.
“Biasakan mulai sekarang, bukankah kita akan menjadi suami istri?”
“Baiklah. Tapi aku harus mengucapkan terima kasih, karena ib … eh … kamu mau menerima cinta aku.”
“Aku sejak dulu mencintai mas Sutar. Kenapa harus berterima kasih?”
“Aku kan jauh lebih rendah di bawah kamu.”
“Mulai sekarang jauhkanlah perasaan lebih rendah itu, karena pada akhirnya tak ada lagi batasan-batasan ketika orang saling jatuh cinta.”
“Seseorang harus mengerti, di mana dia harus duduk, di mana dia harus berdiri.”
“Baiklah, dan mas Sutar sudah menjalaninya selama bertahun-tahun. Itu yang selalu aku kagumi dari mas Sutar.”
“Dulu aku menjauh dari kk … kamu, juga karena aku hanya orang rendahan, dan kamu anak orang kaya.”
Kirani menghela napas.
“Sebuah perjalanan hidup, yang rumit, tapi unik. Uniknya adalah, seorang anak melamar wanita untuk menjadi istri ayahnya. Dan itu dilakukan Minar, anak baik yang selalu menjalani kehidupan dengan rasa ikhlas dan menerima apa adanya.”
Sutar menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak mengira Minar akan senekat itu.
Ketika sampai di rumah Sutar, Kirani menggantikan posisi kemudi, lalu mengingatkan Sutar agar mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan.
“Ingat, Kiran, tak ada pesta, dan hanya syukuran saja,” pesan Sutar ketika melongok ke jendela kemudi mobil, sebelum mobil itu melaju.
“Apapun yang kamu inginkan, Mas.”
Sutar melangkahkan kakinya dengan ringan. Seperti mimpi ketika membayangkan bahwa sebentar lagi ia akan punya istri. Gadis yang dikaguminya sejak dirinya masih lajang, dan sekarang benar-benar akan mendampingi sisa hidupnya. Melalui perjalanan panjang, bahkan berpuluh tahun. Tapi semuanya memang harus terjadi.
Ketika menginjakkan kakinya ke rumah, Sutar mendapatkan rumahnya kosong. Rupanya Satria dan Minar belum pulang juga.
***
Satria, karena pekerjaannya tidak bisa lama menunggui istrinya. Keluarga Sutar sedang mempersiapkan pernikahan sederhana yang seperti permintaan Sutar, tidak ada pesta yang meriah.
Minar merasa lega, akhirnya dia bisa meninggalkan ayahnya dengan perasaan tenang.
Hari itu Minar menemui ibunya di warung. Kecuali berpamit, dia juga mengatakan kepada ibunya bahwa ayahnya akan menikah.
Ada wajah terkejut pada Birah, tapi ia segera menutupinya dengan senyum. Ia pasti tak mengira, Sutar akhirnya menemukan kehidupan yang layak, dan menemukan seorang istri yang cantik, yang dulu pernah berseteru dengannya gara-gara hampir tertabrak mobilnya, dan bertumbukan di toko roti. Ada sedikit sesal di hatinya, tapi ia segera menghibur dirinya, bahwa dirinya juga bisa menemukan hidup yang lebih baik, walau melalui liku-liku yang panjang dan kadang menyakitkan.
“Aku senang, ayahmu menemukan istri yang cantik.”
“Bu Kiran sangat baik kepada Minar. Dia juga yang membantu Minar sehingga Minar bisa kuliah dan menyelesaikannya dengan baik.”
“Aku bersyukur. Aku tidak tahu tadinya, bahwa ayahmu bukan menjadi tukang batu di perusahaan bangunan. Tapi kalaupun tahu, aku sudah terlanjur tersesat. Tidak apa-apa. Ini adalah hidupku. Aku hanya berharap, agar kamu menemukan kebahagiaan dalam hidup kamu. Kabari aku kalau aku punya cucu,” kata Birah terbata-bata.
“Tentu Bu, Minar tak akan meninggalkan ibu, walau berjauhan. Apapun yang terjadi, Minar pasti akan mengabari ibu.”
“Terima kasih, kamu tidak melupakan ibumu. Kapan ayahmu menikah?”
“Dua hari lagi, dan tak lama kemudian Minar akan ikut ke Jakarta, karena mas Satria setelah pernikahan bapak, akan menjemput Minar.”
“Aku ikut berbahagia bersama kalian.”
Minar meninggalkan ibunya dengan perasaan iba. Ia tahu ibunya sangat menyesali perbuatannya. Tapi ia bersyukur, ibunya kemudian bisa menjalani hidup yang lebih teratur dan tentu saja lebih baik.
***
Rohana sedang menikmati makan siang bersama Tomy. Tadi dia membeli ayam goreng di jalan, dan mengabaikan masakan yang dibuat Desy dengan sayur seadanya. Bukannya menyadari bahwa ia tak menyediakan sayuran dan ikan sehingga Desy juga memasak apa yang ada di dalam kulkas, Rohana justru sering makan enak dengan beli di luar, tanpa sepengetahuan Desy.
Ketika pulang dari bekerja, Desy sering kali melihat tulang-tulang ayam atau ikan di keranjang sampah, dan dia tahu bahwa sang mertua, bahkan suaminya, tak peduli apa yang dia makan pada sore harinya. Tapi Desy membiarkannya. Ia sudah tahu kalau dia dijadikan pembantu di rumah itu.
Desy sedang berpikir untuk pergi. Ia punya penghasilan. Barangkali untuk hidup sederhana dan menyewa sebuah kamar untuk dirinya, dia masih bisa. Tapi kalau ia tetap pada pekerjaannya, pasti Tomy akan mengusiknya.
“Desy, kamu belum membuat minuman, jangan dulu mandi,” perintah sang ibu mertua begitu dia pulang dari bekerja.
Dengan wajah kusut karena lelah, Desy segera beranjak ke dapur.
Piring kotor berserakan, dan lagi-lagi ia melihat bekas-bekas tulang di keranjang sampah.
Desy mencuci semua perabotan kotor, lalu membuat minuman untuk ibu mertua dan suaminya.
Setelah itu dia masuk ke kamar, untuk mandi. Perlakuan tidak manusiawi itu selalu ditahannya.
“Semua ada batasnya,” gumam Desy sambil membersihkan tubuhnya.
Dan pada pagi harinya, ketika Rohana bangun, ia tak menemukan segelas kopi seperti biasanya. Kemarahannya memuncak.
“Apa perempuan itu belum bangun?” teriaknya sambil menuju ke kamar anaknya.
Pintunya tidak terkunci. Rohana masuk begitu saja, dan mendapati Tomy tidur meringkuk sendirian. Rohana menuju ke kamar mandi, tapi kamar mandi itu terbuka, dan tak ada siapapun di sana.
“Tomy! Di mana istrimu?”
Tomy terbangun oleh suara berisik ibunya yang berteriak-teriak. Ia duduk dan mengucek matanya.
“Mana istrimu?”
Rohana melihat sepotong pakaian wanita terjatuh. Ia memungutnya, dan ingin memasukkannya ke dalam almari. Tapi ia terkejut, almari yang biasanya dipakai untuk menyimpan baju Desy itu hampir kosong. Hanya ada beberapa potong yang tertinggal.
“Tomy, istrimu kabur?”
***
Besok lagi ya
Duwun mb Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Yangtie
DeleteHamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -12 telah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala. Aamiin
Maju trus, pantang mundur..ya Minar...arah pembicaraan mu kok semakin berani ta, memojokan Kirani. Loe lancang Minar ( kata bhs Mandarin ) π...membuat Kirani dan Sutar gragab...gragab glagepan..πππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 12 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun jeng In
DeleteYes
ReplyDeleteYesss jeng Susi
Deleteππππππ¨⚖️π¨⚖️π¨⚖️
ReplyDeleteSemoga jadian Sutar dan Kirani, menambah kebahagiaan keluarga.
Satria & Minar di Jakarta nggak terbebani kondisi SUTAR.
Terima kasih bu Tien
ππ ABeAy_12 sudah dihadirkan...
Salam sehat dan......
Tetap ADUHAI.......
ππππππ¨⚖️π¨⚖️π¨⚖️
Matur nuwun pak Latief
DeleteNuwun mas Kakek
DeleteMatur nuwun mas Kakek
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun mas Kakek
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah...sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Atiek
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiyati
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Endah
DeleteAlhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~12 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Semoga bu Tien selalu sehat. Tidak sakit2en terus. Sehingga Tomy ketemu Monik.
ReplyDeleteNuwun pak Widay2
DeleteBagus loh Desy kabur, tau rasa Lo rohana, puas d tinggalin ... moga berpikir, eeh jadi marah aku saking gemesnya PDA Rohana hehehe makasih nunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteMatur nuwun bunda Tien...π
ReplyDeleteSami2 ibu Padmasari
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 12* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Sri
Menyala
ReplyDeleteBerkobar
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien abeay 12 sdh tayang
Semoga bu tien selalu sehat² n tetap semangat
Sakam Aduhai selalu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Alhamdulillah "Aku Benci Ayahku-12" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dab bahagia selalu
Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Horee...pak Sutar jadian juga dengan Kirani, dilamarkan Minar lagi...memang unik.π Ibu Tien benar-benar kreatif kok.
ReplyDeleteTerima kasih ya, bu...sehat selalu.π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nana
Terima kasih......
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAlhamdulillah... Mtnw mbakyu.. Sehat selaluπ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Kun
Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteAduhai deh
Nah.. harus diberi pelajaran tu Rohana dan Tomy. Harus kerja. Yang laki" cari nafkah, perempuan beresin rumah.
ReplyDeleteDesy mestinya pindah cari pekerjaan baru. Kalau Tomy ke salon biar ketemu Monik.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeletePunten baru komen semalem baca blm selesai tertidur, baru ingat π
Terimakasih mba Tien..salam sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien cerbungnya,
ReplyDeleteSalam sehat selalu ππΉ❤π