Monday, July 22, 2024

AKU BENCI AYAHKU 10

 AKU BENCI AYAHKU  10

(Tien Kumalasari)

 

Monik tertegun. Ada apa Desy menelponnya? Apakah ada hubungannya dengan kejadian sore hari itu, ketika dirinya dan Desy mau pulang?

Saat itu Monik mendahului keluar dari salon, tapi dia terkejut ketika melihat Tomy turun dari mobil.

“Dia lagi? Mengapa dia selalu berkeliaran di sekeliling tempat di mana aku bekerja?” gumamnya sambil membalikkan tubuhnya lalu kembali masuk.

“Ada apa?” tanya Desy.

“Ada … ada … itu, dia … mengapa dia berkeliaran di sekitar tempat ini terus?”

Desy segera mengerti. Rupanya Tomy benar-benar menjemputnya sore hari itu. Tapi Desy enggan beranjak dari tempatnya. Ia yang tadinya sudah mau keluar, mendadak kembali duduk di ruang tunggu.

“Mengapa kamu ikutan duduk di sini? Aku keluar nanti saja, aku nggak mau ketemu dia.”

“Ayo kita keluar dari pintu bekakang saja,” ajak Desy.

“Kamu mengapa ikut-ikutan aku?”

“Aku juga tak ingin … eh, maksudku ingin menemani kamu saja,” kata Desy yang hampir keceplosan mengatakan bahwa dia itu juga suaminya, dan dia enggan bertemu dengannya.

Desy menarik Monik ke arah belakang salon. Dari belakang ada pintu lain yang mengarah ke arah jalan, melalui jalanan sempit.

Karena itulah Monik dan tentu saja Desy, lolos dari penglihatan Tomy, yang pastinya kebingungan mencari Desy........

Monik masih memegangi ponsel, belum sepatah katapun menjawab panggilan Desy.

“Monik … Monik, apa kamu ada di situ? Atau kamu ketiduran, setelah mengangkat ponselmu?”

Teguran agak keras itu membuat Monik terkejut.

“Oh .. eh … iya … ini kamu kan?”

“Kamu siapa? Jangan bilang kamu mengira aku ini orang lain.”

“Tidak, kamu Desy kan?”

“Kamu tidak menyimpan nomor kontakku ya?”

“Iya, aku menyimpannya. Aduh, mengapa kamu marah-marah?”

“Habis, kamu seperti tidak konsentrasi ketika mengangkat panggilan aku.”

“Konsentrasi kok. Ada apa nih?”

 “Ada yang akan aku katakan pada kamu. Boleh aku ke rumah?”

“Maaf, jangan. Kamu di mana, aku akan nyamperin kamu saja. Memangnya kamu nggak bisa menunggu sampai besok, bukankah besok kita ketemu?”

“Mana bisa Monik, di tempat kerja kita tidak bisa leluasa berbicara. Ini masalah penting dan tidak sembarang orang boleh tahu.”

“Aduh, gimana  ya, ada anakku, aku tidak bisa meninggalkannya sendirian di rumah.”

“Bagaimana kalau kamu ajak saja anakmu? Dia pasti senang. Kita akan ketemuan di warung es krim yang nyaman.”

“Warung es krim yang mana?” 

"Dekat perempatan sebelum salon kita.”

“Oh, baiklah. Tungguin. Kamu masih di situ?”

“Aku masih di rumah. Aku berangkat sekarang ya.”

“Baiklah.”

Monik meletakkan ponselnya dengan hati pernuh tanda tanya.

“Ibu mau ke warung es krim?” tanya Boy yang tentu saja mendengar pembicaraan ibunya. Yang lain tidak menarik, tapi tentang warung es krim itu membuat telinganya terbuka lebih lebar.

“Iya, ayuk ikut ibu.”

“Benarkah?” Boy berjingkrak kegirangan. Es krim adalah makanan kesukaannya.

“Iya, ayuk ganti dulu bajumu.”

***

Sore hari itu, Desy pulang kerja dengan naik ojol seperti biasanya. Ia tahu suaminya menjemput seperti dikatakannya sebelum dia berangkat kerja, tapi dia menghindarinya. Ia tak ingin ibu mertuanya bertambah mengomel kalau sampai Tomy menjemput istrinya, pakai mobil pula. Karenanya dia menyelinap dari pintu belakang dan pulang dengan memanggil ojol, sama seperti yang Monik lakukan.

Ketika ia sedang membuat minuman di sore hari itu sebelum mandi, suaminya datang dan langsung menegurnya dengan wajah muram.

“Aku kan sudah bilang akan menjemput kamu, mengapa kamu pulang sendiri?”

“Aku kan juga sudah bilang bahwa kamu tak usah melakukannya.”

“Tapi kamu membuat aku menunggu lama, lalu setelah akhirnya aku masuk ke salon dan menanyakan keberadaanmu, teman-temanmu mengatakan bahwa kamu sudah pulang.”

Desy tak menjawab. Ia mengangkat nampan berisi dua gelas kopi, lalu meletakkannya di ruang tengah. Kemudian ia beranjak ke kamar mandi.

Tomy mengikutinya, tapi jidatnya hampir kebentur pintu kamar mandi, ketika Desy tiba-tiba menutup pintunya.

“Desy!! Apa-apaan sih kamu?”

“Aku mau mandi, mengapa kamu mengikuti aku?” teriaknya dari dalam.

Tomy membalikkan tubuhnya, lalu keluar dari kamar, menuju ruang tengah untuk menghirup kopi panas buatan istrinya.

“Buaahhh! Apa ini?” teriaknya sambil menyemburkan kopi yang baru saja diseruputnya.

“Tidak pakai gula ya?” pekiknya lagi.

“Mengapa tidak pakai gula?” Sang ibu yang baru keluar dari kamar ikut duduk dan menghirup kopinya.

“Mengapa tidak pakai gula?”

Rohana pergi ke dapur untuk mengambil gula. Tapi yang didapatnya adalah tempat gula yang kosong.

“Keterlaluan istri kamu itu,” omelnya sambil kembali duduk didekat Tomy.

“Mana dia?” lanjutnya.

“Sedang mandi.”

“Istri macam apa seperti dia itu. Kalau tahu gula habis, harusnya pergi beli gula, di warung atau di mana, gitu. Seperti yang selalu Sinah lakukan. Bukannya kemudian menghidangkan minuman tanpa gula. Aku tidak doyan kopi pahit.”

Setelah beberapa saat lamanya, Desy keluar, dengan pakaian yang sudah rapi.

“Kamu mau ke mana?” tanya Tomy.

“Mau ketemuan sama teman.”

“Teman siapa? Ketemuan di mana?”

“Hanya mau jalan-jalan saja.”

“Desy! Mengapa kamu menghidangkan kopi pahit seperti ini? Suami kamu tidak doyan kopi pahit, demikian juga aku.”

“Gulanya habis, Bu,” jawab Desy enteng.

“Kalau habis kan harusnya ngomong, lalu beli di warung situ, seperti yang Sinah lakukan kalau ada barang yang habis.”

“Oh, begitu ya? Sayangnya saya tidak belajar dulu dari mbak Sinah sebelum dia pergi, soalnya tidak mengira kalau saya  akan menggantikan kedudukannya.”

“Apa katamu?”

Desy meraih gelas kopi suaminya, lalu meneguknya separuh.

“Ini enak, dan lebih sehat,” katanya sambil berdiri.

“Bu, saya pergi dulu,” lalu dia beranjak keluar rumah, meninggalkan ibu mertuanya yang menatapnya dengan mata menyala.

Tomy mengikuti istrinya.

“Kamu mau ketemuan dengan siapa?” tanya Tomy sambil mengekor di belakang istrinya, yang berdiri di teras sambil mengutak atik ponselnya untuk memanggil ojol.

“Kan aku sudah bilang, aku mau ketemuan dengan teman? Dia teman kerjaku.”

“Perempuan, atau laki-laki?”

“Aku tidak punya teman kerja laki-laki.”

“Ketemuan di mana? Ayuk aku antar saja.”

“Tidak, aku sudah memanggil ojol. Lagi pula kamu kan sudah dilarang memakai mobil oleh ibu kamu untuk mengantarkan atau menjemput aku?”

“Ibu tidak sedang pergi ke mana-mana.”

“Tidak usah. Itu, ojolnya sudah sampai. Aku pergi dulu,” kata Desy sambil bergegas keluar dari halaman.

“Jangan sampai malam,” teriak Tomy.

Desy tak menjawab. Ia sudah duduk di boncengan si tukang ojol, tanpa menoleh lagi kepada suaminya.

***

Sore hari itu Birah sedang meminta salah seorang pegawai, untuk menutup warung, ketika Minar tiba-tiba muncul.

“Ibu sudah mau tutup?”

“Iya, biasanya sudah tadi sebelum maghrib, tapi tadi rame, jadi ini baru mau tutup. Kamu mau membeli beras?”

“Tidak Bu, Minar mau memberi tahu ibu, bahwa besok Minar wisuda.”

“Oh, syukurlah, ibu senang mendengarnya.”

“Apa ibu akan ikut menghadiri?”

“Tidak, ayahmu pasti sudah akan hadir. Ibu tidak bisa meninggalkan warung.”

“Memangnya kalau bapak hadir kenapa? Ibu tidak usah duduk berdampingan juga tidak apa-apa.”

“Tidak, ibu harus menjaga warung, karena warung ini adalah tanggung jawab ibu. Pokoknya ibu ikut senang, dan bahagia.”

“Nanti setelah wisuda, Minar juga akan ikut suami ke Jakarta.”

“Baguslah. Segeralah punya anak, agar kebahagiaan kamu lengkap.”

“Doakan Minar ya Bu,” jawab Minar tersipu.

“Iya, tentu ibu doakan. Ibu tidak pernah berbuat baik kepada kamu, anak ibu satu-satunya. Jadi yang akan ibu lakukan sekarang adalah selalu mendoakan kamu,” kata Birah sendu.

“Ibu jangan begitu. Bagaimanapun Ibu sudah merawat Minar. Bahwa kehidupan kemudian harus memisahkan kita, barangkali memang itu sudah menjadi garis dari Allah Yang Maha Kuasa. Yang penting, ibu tetaplah menjadi ibu Minar, karena bekas ibu atau bekas anak itu kan tidak ada?”

“Ibu akan tetap mencintai kamu,” kata Birah sambil memeluk anaknya, membuat mata Minar menjadi berkaca-kaca.

“Minar juga mencintai Ibu.”

“Ya sudah, hari sudah gelap, jangan sampai kamu kemalaman di jalan.”

Minar meninggalkan ibunya dengan perasaan yang mengharu biru. Ada sesal mengapa ibu dan ayahnya harus berpisah, tapi Minar sudah lama bisa memahami keadaan itu. Bahwa ayah dan ibunya harus berpisah, dan tak mungkin kembali bersatu.

Minar pulang, kemudian menelpon Kirani. Sesungguhnya tadinya Sutar sudah mengajak Kirani agar ikut hadir dalam acara wisuda itu, tapi Kirani belum bisa menerima.

“Kalau Subirah mau hadir pada wisuda anaknya, mengapa tidak? Biar dia saja yang hadir, agar dia senang anaknya berhasil menjadi sarjana,” jawab Kirani tulus.

Itu sebabnya kemudian Minar menemui ibunya dan menawarkannya agar hadir. Sebenarnya bagi Minar, kedua-duanya berat baginya. Birah adalah ibu kandungnya, sedangkan Kirani adalah orang yang berperan banyak dalam mewujudkan cita-citanya agar dia bisa belajar di perguruan tinggi, seperti yang sebenarnya sudah lama diinginkannya.

“Ya Minar, ada apa?” jawab Kirani ketika Minar menelponnya.

“Bu Kiran, saya sangat berharap Ibu bisa hadir di acara wisuda saya.”

“Apakah kamu sudah mengatakannya kepada ibu kamu?”

“Ibu tidak bersedia hadir, karena tidak bisa meninggalkan warungnya.”

“Apakah kamu ingin agar aku hadir?”

“Tentu saja saya ingin. Bukankah saya bisa seperti ini karena ibu juga?”

“Minar, semua ini terjadi karena kamu punya semangat dan impian yang tinggi. Aku hanya mendorong kamu agar berhasil.”

“Karena itulah saya mohon ibu bisa hadir.”

“Baiklah, jam berapa kamu harus berangkat? Aku akan datang pagi untuk nyamperin kamu dan ayahmu.”

“Baiklah Bu, terima kasih banyak. Saya akan siap sebelum jam delapan pagi.”

“Siaap. Apakah suami kamu sudah datang?”

“Katanya akan datang mendadak, karena hari ini tidak bisa meninggalkan pekerjaannya."

“Bagus sekali, dia pasti juga ingin mengecap kebahagiaan bersamamu di hari yang istimewa ini.”

Minar menutup ponselnya, dan dengan gembira mengabarkan kepada ayahnya bahwa Kirani bisa hadir besok pagi.

Minar melihat sinar kebahagiaan di mata sang ayah. Apakah sesungguhnya ayahnya juga mencintai Kirani? Pasti sangat berat bagi sang ayah untuk meraih keinginan yang dirasanya terlalu tinggi. Kirani adalah atasannya bukan?

Harus mencari panjatan yang kokoh untuk bisa mencapai awang. Tapi diam-diam Minar berharap agar hal itu bisa terwujud. Dengan demikian dia bisa meninggalkan ayahnya dengan perasaan lebih tenang.

***

Monik sudah hampir sampai di warung es krim sesuai janjinya dengan Desy. Tapi Desy belum kelihatan batang hidungnya. Ketika masih menunggu itu, Monik berjalan-jalan di sekitar warung, agar Boy tidak segera ingin mencecap es krim sebelum Desy tiba.

Tapi dalam mondar mandir di depan toko, tiba tiba seseorang keluar dari sebuah toko emas, sambil membawa sebuah paper bag kecil.

“Om Satriaa!!” Boy tiba-tiba saja berteriak.

Dia memang Satria, yang kemudian berhenti melangkah ketika melihat Boy.

“Boy, sedang apa di sini?”

“Boy mau beli es krim, sama ibu, sama teman ibu,” katanya sambil menarik tangan ibunya agar mendekat ke arah Satria berdiri.

“Oh, begitu ya?”

“Ayo Om, ikut makan es krim sama Boy. Boy sudah lama tidak ketemu Om deh.”

Satria tersenyum.

“Tidak bisa Boy, lain kali saja kita ketemuan lagi. Malam ini om Satria harus berkemas, karena besok pagi-pagi sekali harus terbang menemui tante Minar.”

“Ibu Minar ya? Di mana ibu Minar?”

“Di Solo. Besok bu Minar akan diwisuda.”

“Oh, besok Minar wisuda? Dan tampaknya Mas baru saja membelikan hadiah untuknya bukan?” sela Monik, ada sedikit rasa iri.

“Kamu benar. Beberapa hari ini aku sangat sibuk, sehingga baru malam ini bisa membelikan hadiah untuk dia. Dan aku juga baru bisa datang menghadiri dengan mendadak karenanya. Ya sudah, aku pergi dulu. Boy, om pergi dulu ya, kapan-kapan kita ketemu sama bu Minar juga.”

Ketika Satria mau memasuki mobilnya, Boy melambaikan tangannya, dengan tatapan kecewa.

“Monik!” sebuah panggilan tiba-tiba mengejutkannya.

“Oh, itu, tante Desy sudah datang,” kata Monik sambil menggandeng tangan Boy untuk mendekati Desy, kemudian mereka masuk ke dalam.

“Boy, beri salam untuk tante Desy,” perintah Monik kepada anaknya.

Boy mengulurkan tangannya, tapi Desy terbelalak melihatnya.

“Ya ampuun, persis Tomy,” Desy setengah berteriak, dan Monik terkejut mendengarnya.

“Kamu kenal Tomy?”

***

Besok lagi ya.

69 comments:

  1. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 10 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    terimakasih bu tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah ABAku 10 sudah tayang, maturnuwun bu Tien ..
    semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan bahagia, serta selalu dalam lindungan Allah SWT.salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai deh

      Delete
  5. Alhamdulillah πŸ‘πŸŒ·
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  6. Alhamdulillah..... Pas Antapani adzan 'isya
    ABeAy_10 TAYANG.
    Matur nuwun bu Tien.
    Bu Tien memang OYE....
    Sehat terus dan terus sehat, ya Dhe.
    Tetap ADUHAI πŸ€πŸ€πŸ™

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  7. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  8. Maturnuwun Bh Tien. Semoga selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  9. Matur nuwun bu Tien. sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Atiek

      Delete
  10. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~10 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  12. Matur nuwun bunda Tien..πŸ™
    Sehat selalu kagem bunda..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Padmasari

      Delete

  13. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 10* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  14. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Abeay10 sdh tayang
    Semoga bu tien senantiasa sehat² n tetap semangat

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  16. πŸŒ·πŸƒπŸŒ·πŸƒπŸŒ·πŸƒπŸŒ·πŸƒ
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    AaBeAy_10 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🀩
    πŸŒ·πŸƒπŸŒ·πŸƒπŸŒ·πŸƒπŸŒ·πŸƒ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun sami2 jeng Sari

      Delete
  17. Ternyata Desy kembali ke rumah Rohana. Mau cari tempat dulu, mungkin di rumah Monik-kah...
    Kirani tidak dapat cepat" pdkt , Sutar merasa minder karena jabatan. Bagaimana cara yang baik ya, mungkin Minar yang membuat jalan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  18. Pertemuan yang cukup mengharukan antara Minar menemui Ibunda nya Subirah. Birah senang krn anak nya berhasil dlm mengarungi kehidupan ini. Tetapi dia sendiri, hanya bisa merenungi nasib nya. Mau kembali ke Sutar, sdh tdk bisa lagi, krn Sutar sdh di tempel ketat oleh Kirani..😁😁

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah "Aku Benci Ayahku- 10" sdh hadir.
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  20. Apakah Sutar bisa berjodoh dengan Kirani? Hanya Kirani yang bisa meyakinkan karena Sutar merasa tidak selese dengan Kirani. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 ibu Komariyah
      Salam sehat dan aduhai juga

      Delete
  21. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam sehat bahagia selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu ya πŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸ’

    Wiss Desy keceplosan ya,, hampir selesai cerita nya 😁😁🀭
    Lanjut besok lg msh lama

    ReplyDelete
  23. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Ika

    ReplyDelete
  24. Makin menarik...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  25. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Yati

    ReplyDelete
  26. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Munthoni

    ReplyDelete
  27. Dua isteri ketemuan. Ambil aja semua Tomy.

    ReplyDelete
  28. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  29. Terimakasih mba Tien .semoga mba Tien sehat selalu,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma Aamiin
      Sami2 ibu Utinah
      Hallo, apa kabar? Senang membaca komennya. Selalu baca ya bu.

      Delete
    2. Alhamdulillah saya sangat suka sekali baca cerbung karya mba Tien.

      Delete
    3. This comment has been removed by the author.

      Delete
  30. Terimakasih Bu Tien cerbungnya
    Sehat2 selalu ya Bu... πŸ™πŸŒΉ❤😘

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 14

  MASIH ADAKAH MAKNA  14 (Tien Kumalasari)   Minar terpana. Beberapa saat lamanya tak mampu berkata-kata. Tampaknya pak Trimo mengetahui ban...