AKU BENCI AYAHKU 09
(Tien Kumalasari)
Tomy langsung bangkit dari ranjang, menuju kamar mandi yang terkunci dari dalam. Ia menggedor pintunya sambil berteriak-teriak.
“Desy! Kamu ngomong apa? Jangan ngomong sembarangan.!”
Desy tak menjawab. Terdengar gemericik air dari sower yang menyembur, lalu ada senandung kecil terdengar. Rupanya Desy tak ingin mendengarkan suara Tomy, sehingga dia bersenandung dengan agak keras. Suaranya berbaur dengan gemericik air, sehingga Tomy lelah berteriak.
Ia membalikkan tubuhnya, lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.
Tiba-tiba dari luar Rohana berteriak.
“Tomy, kopimu sudah dingin.”
Tomy bangkit, membuka pintu lalu beranjak ke ruang tengah, mengikuti langkah sang ibu yang berjalan mendahuluinya.
Tomy duduk, menyeruput kopinya yang memang benar-benar sudah dingin.
“Siapa yang membuat kopi ini?”
“Siapa lagi, adanya cuma Desy.”
“Mengapa Ibu menyuruh Sinah pergi?”
”Sinah memang minta ijin untuk pulang kampung, tapi ibu memintanya agar dia tak usah kembali.”
“Mengapa Bu, dia kan bisa membantu mengurus rumah ini.”
“Ibu sudah tak kuat lagi membayarnya. Yang telah lalu itu juga ibu membayarnya telat-telat. Kemarin ibu harus membayar dobel tiga bulan karena dia tidak akan kembali lagi kemari.”
“Ibu cari pengganti dong. Jangan Desy ibu suruh menggantikan Sinah. Desy itu istri Tomy.”
“Memangnya kenapa kalau istrimu? Bukankah sudah biasa seorang istri mengerjakan pekerjaan rumah? Apa aneh, seorang istri bangun pagi untuk menyiapkan semuanya?”
“Tapi dia kan bekerja Bu, sore hari baru pulang.”
“Seorang istri bekerja, tapi masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga, apa itu salah? Apa ibu harus memperlakukan dia seperti seorang putri? Lalu siapa yang akan mengerjakan semuanya? Ibu?”
“Maksud Tomy, mencari pembantu lagi.”
“Sinah aku larang kembali itu karena ibu nggak kuat lagi membayar pembantu. Memangnya kalau cari pembantu lagi tidak harus bayar?”
“Desy kan sudah menyerahkan semua gajinya. Apa masih kurang untuk membayar pembantu?”
“Kalau hanya untuk membayar pembantu saja sih cukup. Tapi awas saja, kalian jangan makan di rumah.”
“Bu, Desy itu kan sudah lelah.”
“Kamu itu jangan terlalu memanjakan istri kamu dong."
“Bukan memanjakan, hanya kalau setelah lelah bekerja, kemudian harus mengurus rumah, apa tidak capek.”
“Mengapa capek? Pekerjaan ibu rumah tangga itu ya mengurus rumah. Kalaupun harus bekerja, tetap saja rumah harus diurus. Kalau dia tidak mau melakukannya, masa harus ibu? Aneh saja. Harusnya dia malu kalau dia hanya enak-enak dan ibu yang harus bekerja.”
Tomy kehabisan kata-kata untuk menjawab ibunya. Ia menghabiskan kopinya, kemudian kembali masuk ke kamar. Dilihatnya Desy sudah selesai mandi. Tomy duduk di sofa. Sedikitpun ia tak menoleh ketika melihat suaminya masuk.
“Des, bersabarlah dulu. Masa hanya permasalahan kecil, maka kamu tiba-tiba ingin pergi. Nanti aku akan bekerja, lalu mencari pembantu, supaya kamu tidak usah mengerjakan semua urusan rumah.”
“Kapan? Kapan kamu mau bekerja? Sudah berbulan-bulan dan belum juga mendapat pekerjaan. Dasarnya kamu itu malas. Terbiasa hidup enak, lalu enggan mengerjakan apapun.”
“Memang mencari pekerjaan itu tidak mudah. Apalagi bagi seorang laki-laki. Kalau perempuan sih mudah. Nggak tahu kenapa.”
“Ya sudah, terserah. Sarapan sudah aku siapkan, aku mau langsung berangkat,” katanya sambil membenahi dandanannya di depan cermin.
“Kamu tidak sarapan dulu?”
“Tidak usah. Aku bisa terlambat gara-gara harus mengerjakan ini itu. Nanti tolong bersihkan rumah, aku tidak sempat,” katanya sambil meraih tas tangannya, kemudian keluar dari kamar.
Rohana tidak lagi ada di ruang tengah. Bagaimanapun Desy harus pamitan. Ia mencari ke belakang, ternyata sang ibu sedang ada di ruang makan.
“Nah, kamu sudah keluar. Ini sarapan apa? Ca sayur dan tahu goreng?”
“Di kulkas adanya hanya itu bu.”
“Biasanya kalau ada yang kurang, Sinah membeli sayur tambahan di warung. Kalau tadi kamu bilang, aku beri kamu uang untuk belanja.”
“Desy sudah kesiangan, sekarang juga mau berangkat,” katanya sambil membalikkan badan dan langsung pergi. Ia lupa mencium tangan ibu mertuanya, seperti yang selalu dilakukannya.
Tomy mengikutinya dari belakang.
“Sudah aku pesankan ojol,” kata Tomy yang ingin mengambil hati istrinya.
Desy diam. Ia duduk di tangga teras menunggu ojol yang dipesan.
“Nanti aku jemput ya?”
“Tidak usah, biasanya kan tidak menjemput?”
“Nggak apa-apa, nanti aku jemput. Pulang jam berapa sih?”
“Biasanya jam berapa?” jawabnya ketus.
“Tapi jangan merengut begitu dong.”
Tapi Desy tak merubah raut wajahnya. Ia benar-benar kesal. Terhadap suaminya, terhadap ibu mertuanya, dan semua yang ada di rumah terasa tidak ada yang menyenangkan.
“Desy, ternyata kamu belum bersih-bersih rumah,” tiba-tiba dari belakang Rohana berteriak. Desy menoleh sekilas.
“Nanti Tomy yang akan melakukannya, Bu,” katanya kemudian berdiri, karena ia melihat ojol sudah berhenti di depan pagar.
“Saya pergi dulu.”
Desy melangkah pergi.
“Nanti aku jemput,” Tomy berteriak dan Desy tidak menggubrisnya.
Desy sudah berlalu, wajah Rohana gelap seperti mendung.
“Istrimu itu lama-lama kurangajar,” gerutu sang ibu sambil melangkah ke belakang. Tomy mengikutinya, berjalan ke ruang makan.
“Ini akibatnya kalau kamu tidak segera bekerja. Makanan ini seperti sampah. Kalau tidak terpaksa, ibu tidak doyan makanan seperti ini. Benar-benar sampah,” omelnya sambil mengublek makanan yang sudah ditaruhnya di piring.
Tomy nekat melahapnya. Gara-gara Desy marah sejak semalam, dia tidak makan. Paginya dia merasa lapar, sehingga melahap yang ada dengan mimik yang sama seperti ibunya, karena tidak biasa makan makanan sederhana seperti yang terhidang di depannya.
“Cari pekerjaan. Jangan enak-enak saja bergantung pada ibumu. Kamu apa tidak merasa, ibumu sudah semakin tua?”
“Ya, nanti aku cari,” kata Tomy sambil berdiri, lalu menenggak air putih segelas, langsung dihabiskannya, kemudian melangkah keluar.
“Tomy, mau ke mana?”
Tomy tidak menjawab, ia juga tak tahu harus ke mana. Haruskah ia menghilangkan egonya dan nekat menemui Satria untuk meminta pertolongannya?
Tomy terus melangkah, tak tentu harus pergi ke mana.
Satria … Satria … Satria … apa benar dia yang harus menolong mencarikannya pekerjaan?
Tiba-tiba Tomy melihat seorang wanita turun dari mobil, diikuti oleh dua orang anak kecil, yang berjingkrak jingkrak gembira. Kedua anak itu adalah seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang lebih tinggi sedikit dari anak perempuan itu.
Yang membuat Tomy terbelalak ialah, bahwa ia seperti mengenali anak laki-laki yang kemudian dengan gembira mengikuti ibu muda itu masuk ke dalam super market.
“Boy?” bisiknya.
Tapi benarkah itu Boy anaknya? Dengan siapa dia bepergian? Tomy tak mengenal wanita itu, juga anak perempuan cantik yang digandeng anak laki-laki yang mirip Boy.
“Apakah Monik ada di sini, dan wanita itu adalah kerabatnya?”
Tomy memasuki supermarket itu, melongok ke sana kemari, agar bisa melihat lebih dekat anak laki-laki yang dikira Boy dan ia belum sepenuhnya yakin..
Tapi super market itu kan luas. Entah ke mana mereka pergi. Tomy berhenti dan berdiri di conter pakaian laki-laki. Tapi dia hanya melihat-lihat. Lalu dia berpikir, kalau anak itu benar-benar Boy, apa yang akan dilakukan? Mengajaknya pulang? Pulang ke mana? Ke rumah ibunya, lalu membuat ibunya terus-terusan mengomel karena beban bertambah berat? Tidak, Tomy tidak ingin melakukannya. Ia juga tak ingin bertemu Monik.
Lalu Tomy beranjak keluar dari super market itu. Tapi ketika itulah Boy yang sedang naik eskalator untuk menuju ke lantai atas, melihatnya.
“Itu seperti bapak,” teriak Boy.
Bu Lany yang menggandeng tangannya mengikuti arah yang ditunjuk Boy, tapi ia hanya melihat punggung seorang laki-laki yang keluar dari supermarket itu.
“Benarkah dia ayahmu, Boy?”
“Seperti bapak,” katanya tanpa menunjukkan ekspresi apapun.
“Kenapa kamu tidak memanggilnya?”
“Boy tidak suka bapak yang itu.”
“Lhoh, memangnya ada bapak yang lain?” tanya bu Lany heran, tapi tetap menggandeng keduanya di tangan kanan dan kirinya.
“Boy ingin punya bapak seperti om Satria.”
“Siapa itu?”
“Bapak yang baik.”
Bu Lany tersenyum. Ia tak begitu tahu masalah keluarga Monik. Mereka hanya bertetangga, karena Monik mengontrak rumah agak dekat dari rumahnya. Ia juga tak pernah menanyakan perihal kehidupannya.
“Ibu, nanti kita beli es krim, bukan?” tiba-tiba Mia merengek.
“Iya, ibu belanja dulu, nanti setelah belanja, kita beli es krim. Boy mau kan?”
“Mau,” jawab Boy mantap, lalu keduanya berjingkrak-jingkrak kegirangan.
“Horeee… horeee…” teriak mereka dengan gembira.
Bu Lany tersenyum senang. Semenjak Boy ada di rumah mereka. Mia kelihatan sangat gembira. Tentu saja, karena ada teman mainnya.
“Tadi mas Boy ketemu ayahnya ya?” tanya Mia ketika ibunya asyik belanja.
“Nggak ketemu. Kan cuma lihat.”
“Kenapa nggak dipanggil?”
“Nggak usah.”
“Kalau dipanggil, nanti bisa makan es krim sama-sama kita.”
Tapi Boy menggeleng. Mereka mengikuti bu Lany memilih-milih sayur dan daging, untuk persediaan masak seminggu. Bu Lany orang berada, Boy selalu bilang kepada ibunya, bahwa tadi makan enak di rumah Mia. Selalu ada ayam, ikan, atau daging ketika mereka makan siang.
***
Tapi sore itu Boy tidak hanya bercerita tentang makan enak yang setiap hari selalu dikatakannya. Boy juga bercerita kalau dia melihat ayahnya di supermarket. Monik terkejut mendengarnya.
“Kamu ketemu?”
“Tidak Bu, Boy hanya melihatnya. Tapi tidak ketemu.”
“Dia melihat kamu?”
“Tidak. Bapak keluar dari supermarket, Boy sedang naik eskalator digandeng bu Lany.
“Oh, syukurlah.”
Monik benar-benar bersyukur kalau Tomy tidak melihat anaknya. Barangkali seandainya ketemu, Tomy juga tetap akan tidak peduli, entahlah. Yang jelas Monik tak ingin lagi berurusan dengan Tomy.
“Ibu, tadi Boy minum es krim.”
“Waah, seneng dong.”
“Sama Mia. Mia juga seneng es krim seperti Boy.”
“Iya dong, es krim kan enak. Ibu juga suka,” kata Monik sambil tertawa.
“Besok lagi, kalau bu Lany ngajakin beli es krim, Boy mau minta buat Ibu.”
“Eh, jangan.”
“Katanya Ibu suka.”
“Ibu bukan anak kecil. Malu dong. Awas ya, jangan sekali-sekali minta buat ibu. Kamu diajak makan es krim saja ibu sudah senang. Nggak usah ingat untuk beli buat ibu. Malu, tahu.”
“Nggak boleh ya?”
“Nggak boleh, Boy. Dan Boy kalau di sana juga nggak boleh minta apa-apa. Kalau tidak diberi, tidak boleh minta, mengerti?”
“Iya. Boy nggak pernah minta. Dikasih kok.”
“Ya sudah, berarti Boy anak baik.”
“Apa bapak ada di sini?”
Sebenarnya Monik juga heran. Waktu dia melihat Tomy itu, pastinya Tomy hanya sedang main ke Jakarta, atau kangen pada ibunya. Mengapa sudah berbulan-bulan yang lalu tapi Boy masih melihatnya di sini?
“Benarkah Bu, bapak ada di sini?”
“Entahlah, ibu tidak tahu.”
“Bagaimana kalau nanti ketemu, lalu bapak mengajak Boy pulang ke rumah?”
”Tidak Boy. Bapak tidak akan mengajak Boy.”
"Terkadang Boy kangen sama kakek. Bukankah kakek sayang pada Boy?”
“Ya, nanti, pada suatu hari, kita akan menemui kakek.”
“Kapan Bu?”
“Entahlah, ibu belum tahu. Ibu kan harus bekerja. Jadi waktunya belum ada.”
“Nanti kalau Boy sudah besar? Apakah Boy akan sekolah Bu?”
“Nanti kalau sudah cukup umur, Boy pasti sekolah. Boy pengin sekolah ya?”
“Kalau kita mau ke rumah bu Lany kan lewat sekolahan. Di sana ada tempat untuk bermain. Ada perosotan, ada ayun-ayunan.”
“Nanti sekolah di situ saja, dekat. Boy mau?”
“Iya, Boy mau. Tapi kapan Bu?”
“Nanti ibu tanyakan, apa Boy sudah boleh masuk sekolah atau belum. Soalnya umur Boy belum genap empat tahun.”
“Horeee. Apa Mia boleh sekolah bareng Boy?”
“Nanti ditanyakan dulu ya. Apalagi Mia itu lebih kecil dari Boy. Sekarang ibu mau mandi dulu. Boy main dulu sendiri.”
Tapi tiba-tiba ponsel Monik berdering. Ia berhenti untuk mengambilnya dan membuka panggilan itu. Desy menelpon, ada apa?
***
Besok lagi ya.
Yrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Deleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
AaBeAy_09 sdh tayang.
Matur nuwun sanget,
tetep smangats nggih Bu.
Semoga slalu sehat dan
bahagia. Aamiin.
Salam Aduhai ππ
ππππππππ
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteMatur suwun bu Tien.
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Salam aduhai hai hai
Sami2 ibu Endah
DeleteAduhai hai hai
Alhamdulillah....matur.nuwun bunda Tien, sehat2 selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Wiwik
Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Anik
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillah.... Sudah tayang.
ReplyDeleteYangtie terdepan, disusul jeng Sari, akung Latief dibelakangnya dan ada Om B. Indriyanto..... Salam kenal Om dan selamat malam.
Ternyata ada juga Om Muntoni, nte Endah, nte Wiwik Wisnu, nte Anik, nte Susi Herawati, selamat berjumpa di sini...... π€π€π
DeleteMatur nuwun mas Kakek
DeleteMatursuwun bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 09 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~09 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Alhamdulillah....matur nuwun bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Atiek
Alhamdulillah "Aku Benci Ayahku-09 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Sugeng dalu
ReplyDeletejeng Tien ,,,,Sik aku tak nyambelne Rohana
Hihiiii... karo lalapane pisak ora mbak
DeleteSelamat kalo si Tomy mau kerja. Niru
ReplyDeletePak Sutar juga gak papa.
Nuwun pak Widay2
Deletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
DeleteAlhamdulilah ABAku 09 sudah tayang, maturnuwun bu Tien ..
ReplyDeletesemoga bu Tien sekeluarga selalu sehat dan bahagia, serta selalu dalam lindungan Allah SWT.salam hangat dan aduhai aduhai bun ❤️❤️❤️
Tomy dan rohana sdh sampai titik terendah ... biarlah dirasakan akibat dari perbuatannya...
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Tomy cemen mau di tinggal Desy ketakutan.
ReplyDeleteMau menemui Satria...gengsi nya di taruh di depan...ya ora tekan - tekan no ππ
Terima kasih pak Munthoni
DeleteRohana mau benarnya sendiri, menyuruh menantunya mengurus rumah, dia tidak memberikan contoh.
ReplyDeleteLany apa akan berperan penting ya... mungkin hubungannya dengan Tomy mencari pekerjaan.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 09* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin . .
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteLucunya dg tingkah Boy, pintar pinginnya dicemol pipinya π
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika.. π€©
Malam dingin
ReplyDeletePake selimut pak Joyo
DeleteAamiin Yaa Robbal'lamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien selalu sehat²
Aamiin Yaa Robbal'lamiin
DeleteMatur nuwun pak Arif
Terima kasih.
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 MasMERa
DeleteAlhamdulillah. Matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteAlhamdulillah, terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSami2 ibu Sul
DeleteAlhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Allahuma Aamiin
DeleteSami2 pak Herry
Senang membayangkan Boy yg cerdas dan menggemaskan. Ibu Tien piawai juga menyusun dialog anak kecil, kereenn...ππ
ReplyDeleteTerima kasih, ibu...sehat selalu ya...πππ
Sami2 ibu Nana
ReplyDeleteAamiin doanya ya
Terimakasih Bu Tien cerbungnya
ReplyDeleteSehat2 selalu ya Bu... ππΉ❤π