Friday, July 12, 2024

AKU BENCI AYAHKU 02

 AKU BENCI AYAHKU  02

(Tien Kumalasari)

 

Hati Monik serasa tercekat. Ia belum pernah melihat Tomy berbicara dengan manis dan wajah berseri seperti itu. Ia pernah berpikir, baiklah kalau harus menjadi istri Tomy, ia akan belajar mencintainya karena benih yang dikandungnya adalah tetes benih Tomy. Tapi keadaan sama sekali tidak mendukung. Ayah Tomy hanya sesekali datang berkunjung, menanyakan keadaannya. Pernah suatu hari dia mengatakan bahwa sikap Tomy sangat dingin terhadapnya. Tapi sang ayah mertua memintanya agar bersabar, karena Tomy memang memiliki hati yang keras seperti batu. Monik memang mencoba bersabar, tapi sampai kapan? Ketika dia melahirkan sekalipun, tak tampak ada perhatiannya. Ketika ia meminta sesuatu saat ngidam, Tomy membentaknya dengan mengatakannya rewel dan manja.

“Aku pergi dulu, ada ibu yang menemani kamu,” katanya sambil mendekat, lalu membalikkan tubuhnya dan pergi. Bahkan sebelum Monik mengangguk atau menjawab sepatah katapun.

“Tapi aku akan ke kamar bayi sebentar untuk melihat anakmu,” katanya sebelum sampai di pintu. Monik merasa sakit. Tomy tidak mengatakan ‘anak kita” tapi “anakmu”. Seakan hanya dia yang memiliki bayi yang baru dilahirkan.

Menitik air mata Monik dibuatnya. Terkadang terbayang olehnya wajah Satria yang digilainya. Tapi Satria tak pernah menaruh perhatian kepada dirinya. Ia bertemu ketika resepsi pernikahannya, itupun ia datang bersama Minar, hanya membuat hatinya panas dan sakit.

“Ibu Monik, sekarang ibu akan kami bawa ke ruang rawat,” kata perawat tiba-tiba.

Monik hanya mengangguk. Ia didorong keluar, lalu melihat Rohana duduk di kursi tunggu, kemudian berdiri memburunya, mengikuti arah brankar yang membawanya kesebuah kamar, yang ternyata sudah dipesan oleh Tomy.

***

“Terima kasih ibu selalu menunggui Monik.”

“Orang tuamu tidak datang menjenguk?”

“Bapak sudah tua dan sakit-sakitan, ibu tidak bisa meninggalkannya. Tapi saya senang Ibu mau menyempatkan diri menemani Monik sampai melahirkan.”

“Tomy yang meminta.”

“Saya ingin sekali Tomy memperhatikan saya. Tapi sejak menikah sampai sekarang, dia hanya menyakiti saya. Saya ingin pulang saja, tapi malu kepada orang tua dan kerabat yang ada di sana.”

“Bersabarlah, barangkali setelah melihat anaknya, hatinya akan luluh. Aku sudah melihat anakmu. Dia ganteng seperti ayahnya.”

“Iya. Tadi Tomy bilang akan melihat bayinya, apa itu benar, Bu?”

“Benar. Ibu melihat dia berjalan ke arah kamar bayi. Tapi hanya sebentar, lalu pergi lagi. Katanya sedang sangat sibuk.”

“Tomy selalu sibuk. Kata-kata itu selalu diperdengarkan setiap hari. Seakan tidak ada tempat untuk Monik.”

“Tomy memang keterlaluan. Tapi semoga nanti hatinya akan tersentuh ketika melihat wajah mungil yang mirip sekali dengan wajahnya. Itulah wajah Tomy ketika bayi. Nanti akan aku tunjukkan fotonya kepadamu. Sekarang istirahatlah, kamu pasti sangat lelah.”

Rohana menunggu menantunya dengan rasa prihatin. Ia berharap Tomy segera sadar dan peduli pada istri dan anaknya.”

***

Tapi Tomy tak pernah bisa mengerti. Ia membenci Monik, yang dianggapnya wanita murahan dengan melayaninya ketika dia minum obat perangsang. Jadi Tomy menganggapnya itu sebuah kecelakaan. Tak ada rasa cinta ketika benih menetes di rahimnya, jadi tak ada rasa cinta pula ketika benih itu menjadi seorang bayi yang bagi orang lain begitu tampan dan menggemaskan.

Barangkali sifat Tomy menurun dari sikap ibunya. Ketika dia benci seseorang, maka tak ada seorangpun yang bisa meluluhkannya.

Monik merasa sendirian ketika ibu mertuanya sudah kembali ke Jakarta, karena ayah mertuanya tak berharap Rohana berlama-lama menunggui anak dan cucunya.

Pada suatu malam, Monik membangunkannya karena Boy badannya panas.

Tapi dengan kasar Tomy mendorong Monik yang berdiri di samping tempat tidurnya.

“Mas, Boy badannya panas,” kata Monik yang kembali mendekat dan menggoyang tubuh suaminya.

“Bukankah ada obat yang kamu simpan ketika keluar dari rumah sakit?”

“Sudah aku buang Mas, takutnya sudah rusak karena sudah lumayan lama.”

“Bodoh! Mengapa dibuang? Apa karena kamu istri orang kaya lalu membuang barang dengan semau kamu?”

“Itu sudah lama, sudah setahun lebih disimpan. Bagaimana kalau sudah rusak dan justru beracun?”

“Ya sudah sana, bawa ke rumah sakit. Minta sopir mengantarkan kamu,” katanya sambil membalikkan tubuhnya, sehingga memunggungi istrinya.

Monik mengusap air matanya, kemudian masuk ke kamar anaknya, menggendongnya dan menyetir mobil sendiri menuju rumah sakit.

***

Hampir tiga tahun berlalu, dan sikap Tomy tidak berubah. Boy sudah bisa bicara dan bisa memprotes ayahnya kalau sang ayah membentak ibunya.

“Bapak jangan menyakiti ibu,” katanya.

“Kamu anak kecil tahu apa? Menjauhlah dariku.”

“Apakah bapak bukan ayahku?” Boy  anak yang cerdas. Ia tahu ibunya menderita saat bersama ayahnya. Ia tahu ibunya sering menangis ketika sedang sendirian, lalu rasa benci kepada ayahnya tertanam begitu dalam di hatinya.

Pagi hari itu ketika Tomy sedang makan pagi, Boy melihat seorang wanita cantik datang, dan mengatakan ingin bertemu ayahnya. Si kecil Boy berlari menemui sang ayah.

“Bapak_”

“Jangan mengajak bicara ketika aku sedang makan,” hardiknya.

“Tapi ada tamu mencari Bapak.”

“Suruh pergi, pagi-pagi bertamu, tidak sopan,” katanya sambil terus melanjutkan makan.

“Tamu itu perempuan, perutnya besar,” lanjutnya ngeyel.

Seketika Tomy mengurungkan niatnya memasukkan sesendok makanannya, meletakkannya, kemudian berdiri lalu bergegas pergi ke arah depan.

Monik yang sedang ada di dapur melongok ke ruang makan. Ia tak pernah menemani suaminya makan, menunggu kalau suaminya sudah selesai, baru dia makan. Sebel saja melihat wajahnya yang gelap setiap hari.

“Ada tamu siapa, Boy?”

“Ada tamu, perempuan, perutnya besar,” celoteh Boy sambil duduk di kursi makan.

Monik melangkah ke depan, tapi tak kelihatan ada siapapun di sana. Barangkali tamu itu sudah pergi. Ia hanya melihat Tomy berjalan masuk ke dalam rumah.

“Minggir!” hardiknya ketika dirasa Monik menghalangi langkahnya.

“Tamu siapa Mas, pagi-pagi begini?” tanya Monik sambil menyingkir.

“Bukan urusanmu.”

Tomy langsung masuk ke dalam rumah, mengambil tas kerjanya, lalu bergegas pergi tanpa pamit pada istrinya yang menatapnya heran.

Kembali Monik mengusap lagi setitik air matanya.

“Ibuu, aku mau makaaan.”

Teriakan Boy menyadarkannya. Monik bergegas masuk ke ruang makan, lalu melayani sang anak makan.

“Ibu tidak makan?”

“Nanti, setelah Boy selesai makan.”

“Ibu menangis lagi?”

“Tidak, kata siapa ibu menangis? Oh ya Boy, ibu mau pergi hari ini.”

“Pergi ke mana?”

“Jauh. Dan tidak akan kembali ke rumah ini lagi. Boy mau ikut?”

“Boy mau ikut Ibu. Boy nggak suka bapak. Kita tidak kembali kemari bukan?”

Monik mengangguk. Sudah lama hal ini dipikirkannya. Pergi menjauh dari rumah tangga yang hanya menyakitinya ini.

“Apa kita akan ke rumah kakek?”

“Tidak. Kita akan punya rumah sendiri.”

“Nanti kita naik pesawat?”

“Ya.”

“Horee, Boy suka … Boy suka.”

“Habiskan makananmu, ibu akan berkemas.”

Hari itu juga Monik meninggalkan rumah dengan membawa anaknya. Ia sudah capek berkeluh kepada ayah mertuanya, yang selalu memintanya untuk bersabar. Barangkali keluhannya tidak dianggapnya serius, karena kalau dihadapan ayahnya, sikap Tomy berubah manis. Seakan dia adalah suami yang penuh cinta kasih kepada istri dan anaknya.

Ketika Monik benar-benar pergi, barulah ayah mertuanya bingung menyuruh Tomy mencarinya ke mana-mana. Tapi mana mungkin Monik bisa ditemukannya? Ia tidak pergi ke rumah Rohana, juga tidak pulang ke rumah orang tuanya. Monik tidak bisa ditemukan juga di antara teman-temannya.

***

“Ibuuu, apa ibu sudah kenal dengan om yang tadi?” pertanyaan itu mengejutkan Monik yang baru saja sampai di rumah setelah belanja. Rupanya pertemuan dengan Satria sangat membuat Boy terkesan. Satria memang baik. Ia ganteng dan selalu bersikap baik kepada siapapun juga. Itu sebabnya dahulu ketika kuliah, dia banyak digilai teman-teman kuliahnya. Monik waktu itu jauh dibawah Satria di perkuliahannya. Ketenaran Satria bukan hanya diantara teman-teman sekelasnya, tapi pada adik-adik kelasnya juga. Pokoknya Satria adalah ksatria yang memiliki banyak penggemar. Tidak heran kalau Boy pun terkesan pada kebaikan yang ditunjukkannya, ketika bertemu di supermarket itu.

“Sudah kenal lama.”

“Mengapa ibu tidak meminta agar om Satria saja yang menjadi ayah Boy? Boy suka deh, punya ayah om Satria.”

Monik mengelus kepala Boy dengan berbagai macam perasaan yang berkecamuk di hatinya. Kalau dia menikah dengan Satria, mungkin bukanlah Boy yang menjadi anaknya. Pasti beda, karena benih yang diteteskan ke rahimnya juga benih orang yang berbeda. Mana Boy mengerti tentang hal itu?”

“Om Satria sudah memiliki istri.”

“Mengapa Ibu memilih ayah yang jahat untuk Boy?”

Monik menatap anaknya dengan haru. Mana Boy mengerti mengapa hal itu bisa terjadi? Ia bingung harus menjawab apa.

“Mengapa Bu?” tapi Boy tak mau berhenti bertanya.

“Ibu tidak tahu tentang ayahmu sebelumnya.”

“Sebelumnya dia baik?”

Mau tak mau Monik harus mengangguk.

“Kalau aku tahu ayahku jahat, pasti aku melarang dia menjadi ayahku,” gumam Boy.

“Ya sudah, sekarang cuci kaki tangan dan beristirahatlah,” Monik mengalihkan perhatian Boy agar tidak selalu mempermasalahkan dirinya yang memilih ayah jahat untuk Boy. Sangat rumit memberi pengertian kepada seorang anak kecil tentang hubungan sepasang suami istri sehingga melahirkan anak.

***

Minar baru saja pulang dari kuliah, ketika melihat Satria sudah berada di rumahnya. Ia duduk di teras, ditemani ayahnya. Sudah ada dua gelas yang baru diminum separo, dan sepiring pisang goreng yang tampaknya sudah beberapa potong dimakan oleh mereka.

“Mas sudah lama?" tanyanya riang, lalu mendekat dan mencium tangan suaminya.

“Belum lama juga. Aku ingin menjemputmu tapi tidak tahu kamu pulang jam berapa.”

“Hari ini agak sore. Hanya mencari buku-buku yang akan aku pergunakan untuk menyusun skripsiku.”

“Istriku sungguh pintar. Senang rasanya mendengar kamu sudah mulai mengerjakan skripsi.”

“Apa nanti kalau aku sudah lulus, Mas akan mengajakku ke Jakarta?”

“Tentu saja Minar, kamu sudah menjadi istri nak Satria, jadi sudah selayaknya kalau kamu mengikuti suami kamu dimanapun dia berada. Adanya kamu sampai saat ini masih ada di rumah Bapak, itu karena kamu harus menyelesaikan kuliah kamu. Ya kan?” kata Sutar.

Minar terdiam. Membayangkan harus berpisah dengan ayahnya, rasanya sungguh berat. Ia akan merasa sedih.

“Ada apa kamu ini? Mengapa wajahmu mendadak muram begitu? Tidak tega meninggalkan ayahmu ini?”

Minar mencoba tersenyum, tapi terlihat hambar.

“Bapak yang membuat minum untuk mas Satria?” kata Minar mengalihkan pembicaraan.

“Tidak. Nak Satria membuat sendiri. Ia menolak ketika bapak mau menuangkan segelas teh untuknya. Ia bahkan membawa pisang goreng itu, yang katanya dibeli di jalan.”

“Oh, jadi ini yang beli mas Satria?”

“Iya, kebetulan lewat, tampaknya masih panas, aku suruh taksinya berhenti,”

“Aku jadi pengin, tapi aku harus cuci tangan dulu.”

“Ajak suami kamu masuk, biar dia beristirahat. Kalian pasti juga capek.”

Minar mengangguk, lalu menggandeng tangan suaminya, diajaknya masuk ke dalam kamarnya.

Sutar merasa bahagia, melihat sang anak mendapatkan suami yang baik dan sangat menyayanginya. Adakah kebahagiaan seperti ketika melihat anaknya bahagia?

***

Satria menceritakan ketika kemarin harinya bertemu Monik. Cerita itu membuat Minar merasa iba.

“Kasihan sekali Monik. Dia sudah terpaksa menikah dengan Tomy, tapi ternyata Tomy tidak menyayanginya.”

“Memang sih, tadinya Tomy mengatakan bahwa dia tidak mencintainya, tapi setelah anaknya lahir, pastinya cinta itu akan tumbuh.”

“Ternyata tidak?”

“Anaknya cakep dan lucu. Dia juga pintar. Aku jadi ingin segera punya anak,” kata Satria dengan pandangan penuh arti.

“Iih, kan aku sudah berjanji, nanti kalau sudah selesai kuliah, aku baru mau hamil.”

“Apa tidak capek, memakai alat kontrasepsi terus menerus?”

“Capek dong,” kata Minar tersipu.

“Kalau begitu nanti ke dokter, kita harus melepasnya.”

Tiba-tiba ponsel Satria berdering. Nomor tidak dikenal, Satria tidak mau mengangkatnya. Tapi dering itu tak mau berhenti.

“Angkat saja Mas, barangkali berita penting.”

Satria terpaksa mengangkatnya, tapi yang terdengar adalah suara anak kecil.

“Ini Om Satria?”

***

Besok lagi ya,

 

67 comments:

  1. Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*

    episode 02 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  2. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun Mbak Tien..sehat selalu. 🙏🌹🥰

    ReplyDelete
  4. 🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞
    Alhamdulillah 🙏🦋
    AaBeAy_02 sdh hadir.
    Manusang nggih, doaku
    semoga Bu Tien &
    kelg slalu sehat & bahagia
    lahir bathin. Aamiin.
    Salam seroja...😍🤩
    🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang

    ReplyDelete
  6. Maturnuwun bu Tien ...salsm aduhai aduhai

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda, semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  8. Matur nuwun sanget mbakyu Tienkumalasari sayang, episode 2 sampun tayang, salam hangat dariku di Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah..... Aku koncret.....
    Ada tugas yang tdk bisa aku tinggalkan....
    Beres Budhe, kok mepet banget sih ngirimnya????
    Salam sehat selalu dan tetap ADUHAI.
    🥰🥰🥰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tak tinggal belanja. Minggu ada pertemuan AA di rumah.
      Nuwun mas Kakek

      Delete
  10. Alhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~02 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  11. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Djodhi

    ReplyDelete
  12. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Uchu

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun , salam sehat penuh berkat dan tetap semangat

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah ABeAy~02 sudah hadir, matursuwun Bu Tien, semoga sehat & bahagia selalu bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰🌿❤️💐

    Sabar ya Satria, tunggu Minar selesai kuliah baru punya anak, skrg dg boy dulu ya,,,apa jangan-jangan, boy jd anaknya Krn kepergian Monik ,,,berangan - angan 😀🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga sehat walafiat
    Salah Aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai deh

      Delete
  17. Alhamdullilah SDH hadir ABA nya y bunda..slmt MLM dan slmt sht sll🙏😘🌹

    ReplyDelete
  18. Bukan hanya Monik, ternyata Boy pun jatuh cinta kepada Satria. Bagaimana sikap Satria yaa..
    Minar cepat ya kuliahnya , sudah mulai skripsi. Cepat diselesaikan dan segera ikut suami ke Jakarta.
    Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat dan ADUHAI.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  19. Alhamdulillah
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat sehat selalu...

    ReplyDelete
  21. Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  22. Waah...baru eps.2 sudah mulai muncul nih konfliknya, seru...si Boy suka Satria jadi ayahnya, Satria pingin punya anak seperti si Boy...ayo Minar ngebut bikin skripsi, supaya cepat lulus dan siap hamil ya...😀

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah... cerbung lanjutan sudah registrasi.. terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  24. Hamdallah. cerbung Aku Benci Ayahku -02 telah hadir.

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat dan bahagia selalu bersama amancu di Sala.

    Sutar merasa bahagia, melihat sang anak mendapatkan suami yang baik dan menyayangi, tetapi akan lebih bahagia lagi klu Sutar tidak hidup sendiri. Kirani selalu menanti mu lho...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete

  25. Alhamdullilah
    Cerbung *Aku Benci Ayahku 02* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  26. Luar biasa...
    terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  27. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu dan tetap aduhai

    ReplyDelete
  28. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Arif

    ReplyDelete
  29. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Yati

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 15

  MASIH ADAKAH MAKNA  15 (Tien Kumalasari)   Indira merasa kesal, sudah diangkat panggilan telpon yang berdering, tapi tak ada suara apapun....