KUPETIK SETANGKAI BINTANG 37
(Tien Kumalasari)
Rohana berlinangan air mata, ketika mendekat ke arah Satria, dan kemudian menubruknya dengan tangis yang semakin keras.
“Ibu, mengapa Ibu begini? Ada jalan yang dengan mudah Ibu dapatkan, mengapa Ibu mempersulit keadaan? Terutama diri Satria? Apa dosa Satria sehingga harus menanggung beban yang seharusnya Tomy yang memikulnya?”
“Satria, ada banyak pertimbangan, mengapa ibu harus malakukannya.”
“Banyak pertimbangan apa, Bu. Tomy selalu dimanja oleh Ibu, sehingga dosa Tomy pun Ibu ingin menimpakannya kepada Satria? Apa Satria bukan anak Ibu? Apa karena sejak bayi Ibu tidak pernah merawat Satria, sehingga Ibu tidak punya kasih sayang yang lengkap seperti kasih sayang Ibu kepada Tomy?”
“Bukan. Bukan begitu Satria. Ibu menyayangi kamu seperti ibu menyayangi Tomy, karena dua-duanya adalah darah daging Ibu. Tapi ada akibat yang harus ibu pikul kalau sampai ayah Tomy marah gara-gara kejadian ini.”
“Apakah Ibu juga akan kena marah sementara Tomy yang membuat ulah?”
“Satria, hidup ibu selama ini adalah karena ayah Tomy. Meskipun kami sudah bercerai, tapi dia masih memberi nafkah yang cukup untuk ibu, dan juga untuk Tomy. Tahukah kamu apa akibatnya kalau sampai ayah Tomy menghentikan nafkah itu untuk ibu, karena dianggapnya ibu tidak bisa mendidik Tomy? Ibu harus hidup yang seperti apa, Satria, apa kamu tidak kasihan pada ibumu ini?”
“Jadi Ibu takut hidup miskin sehingga harus mengorbankan Satria demi kehidupan Ibu agar selalu bergelimang harta?”
“Bukan. Jangan salah sangka. Ibu tidak mengorbankan kamu, Nak. Ibu hanya minta tolong. Mengertilah.”
“Apa bedanya itu?”
“Satria, ibu percaya, kamu adalah anak baik. Tolonglah ibu, Nak.”
Satria bergeming, ia melepaskan pelukan ibunya, kemudian melangkah pergi.
“Satria!”
Sampai kemudian mobil Satria menjauh, Rohana tak mendapatkan jawabannya.
Rohana masuk ke rumah dan menutup pintu dengan membantingnya.
Sinah yang ada di belakang tergopoh lari ke arah depan.
“Ada apa, Nyonya?”
Rohana tidak menjawab. Ia menghempaskan pantatnya ke sofa, lalu menyandarkan kepalanya di sandaran.
Sinah tak melanjutkan pertanyaannya. Ia melirik ke arah pintu, barangkali ada kaca pintu yang pecah akibat bantingan itu. Untunglah tidak.
Sinah kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya, tapi ia sedikit mengerti persoalan yang dihadapi majikannya. Ketika Rohana bertelpon, ia mendengar kata hamil, dan karena itu Rohana berteriak. Lalu ia mendengar perbincangan majikannya dengan Tomy. Hanya sedikit, karena ia kebetulan sedang membersihkan ruang makan, lalu pergi ke dapur karena tak ingin mendengar perbincangan yang tampaknya serius. Tapi Sinah bukan orang bodoh. Ia melihat perbuatan Tomy ketika membawa Monik ke kamar, beberapa bulan yang lalu, lalu ada yang berteriak ‘hamil’. Pasti itu adalah rentetan kejadian dari yang pernah dilihatnya sampai sekarang. Gadis itu sekarang menjadi hamil.
Sinah geleng-geleng kepala. Kelakuan tuan muda yang dimanja, benar-benar bejat. Umpatan itu yang selalu Sinah ucapkan walau hanya dalam hati. Tapi kenapa sang nyonya majikan justru menangis di hadapan tuan muda ganteng yang santun dan lembut hati itu? Keterlaluan kalau sampai tuan muda baik itu dijadikan korban.
Tapi Sinah hanya pembantu, apa yang bisa dilakukannya?
***
Semalaman Satria tak bisa tidur. Ia heran pada ibunya, mengapa harus dia yang dijadikan tumbal padahal Tomy yang melakukan dosa zina itu? Ia harus menikahi Monik? Gadis yang tak pernah membuatnya tertarik. Terbayang olehnya wajah gadis sederhana yang lugu, dan mulia hatinya. Ia bukan dari keluarga berada, tapi Satria tak bisa melupakannya. Ia pernah berterus terang bahwa dia mencintainya. Lalu sekarang ia harus membantu ibunya yang takut miskin itu, dengan menanggung beban dosa orang yang seharusnya bertanggung jawab?
Tapi tangis ibunya terus terbayang di benaknya. Lalu ia mencari nomor kontak Tomy. Ia harus bicara dengan Tomy.
Tapi berulang kali dia menelpon, Tomy tak mau mengangkatnya. Di panggilan yang ke sepuluh, Tomy malah mematikan ponselnya.
“Benar-benar keterlaluan. Kalau ini tidak ada hubungannya dengan ibu, aku tak sudi menghubungimu,” gumam Satria sambil membanting ponselnya ke kasur.
Lalu tiba-tiba ia ingin sekali mendengar suara Minar. Malam belum begitu larut, semoga Minar mau menerima telponnya.
Dan tidak harus menunggu lama, panggilan itu segera tersambung. Satria menghela napas lega.
“Assalamu’alaikum,” sambut Minar dari seberang. Satria seperti mendengar sebuah nyanyian indah dari langit sana.
“Wa’alaikumussalam, Minar. Kamu belum tidur?”
“Belum Mas, ada apa ini, tumben menelpon malam-malam.”
“Apa aku mengganggu?”
“Tidak. Sama sekali tidak. Ada sesuatu yang penting?”
“Sangat penting,” jawab Satria mantap.
“Apa itu Mas.” Minar berdebar mendengarnya.
“Hanya ingin mendengar suaramu saja,” jawab Satria enteng.
Minar tertawa pelan. Tapi sesungguhnya dia sangat bahagia. Walau hatinya berkata tak mungkin, tapi mendengar suara Satriapun ia juga amat senang.
“Kok tertawa sih.”
“Memangnya suaraku kenapa sih Mas. Bagaimana bisa Mas katakan penting?"
“Suaramu seperti buluh perindu.”
Minar tertawa semakin keras.
“Mas Satria bisa saja.”
“Benar kok.”
“Bagaimana pekerjaan Mas?”
“Baik, atas doa kamu. Kamu sudah jadi bekerja di toko bunga itu?”
“Sudah seminggu lebih.”
“Senang melakukannya?”
“Senang Mas, kecuali setiap hari melihat bunga-bunga indah, aku juga selalu mencium wangi bunga. Itu sangat menenangkan.”
“Benarkah?”
“Benar.”
“Besok aku mau terbang kemari, untuk melihat kamu bekerja. Oh ya, kamu libur di hari Sabtu?”
“Tidak. Hari Minggupun saya belum tentu libur. Toko tetap buka, hanya saja yang berjaga di hari libur itu bergantian. Karena hari Minggu biasanya malah ramai pembeli.”
“Baiklah, tunggu aku ya.”
“Benar, mas mau datang kemari?”
“Kapan aku pernah bohong? Kalau aku bilang mau datang, ya aku pasti datang. Apa kamu senang?”
“Apa tidak mengganggu pekerjaan Mas?”
“Hari Sabtu aku libur, jadi aku bisa main kemari.”
“Baiklah. Aku ada di toko mulai jam sembilan pagi.”
Ketika menutup perbincangan santai di malam itu, hati Satria merasa sedikit tenang. Ia melupakan permasalahan ibunya, dan mulai membayangkan pertemuannya dengan Minar pada keesokan harinya. Ia juga heran kepada dirinya, mengapa tiba-tiba ia ingin menemui si buah hati? Tapi dia sudah mengatakannya, dan dia akan menepatinya.
***
Pagi-pagi sekali Rohana sudah bangun. Dia memasuki kamar Tomy, tapi kosong. Ia keluar, dan berpapasan dengan Sinah yang membawa segelas coklat susu panas.
“Saya letakkan di ruang makan, atau di ruang tengah, Nyonya?” Sinah bertanya karena majikannya tidak berjalan ke arah ruang makan, di mana biasanya ia menikmati minuman hangatnya setiap pagi.
“Di ruang tengah saja,” jawab Rohana yang kemudian menuju ke ruang tengah, diikuti Sinah.
“Tomy tidak pulang semalaman?”
“Kelihatannya tidak, Nyonya. Ketika saya membersihkan garasi, hanya ada mobil nyonya saja di sana.”
Rohana menghela napas kesal. Ia menghirup coklat susunya, kemudian menelpon Tomy.
“Hallo. Ibu, aku belum bangun.”
“Kamu di mana?”
“Di rumah bapak.”
“Di rumah ayahmu? Kenapa kamu tidak bilang sama ibu?”
“Biasanya kalau aku ke rumah bapak kan juga tidak usah bilang pada Ibu?”
“Tapi ini sedang ada permasalahan yang menyangkut perbuatanmu. Kamu mau kabur? Atau kamu sudah berterus terang pada ayahmu?”
“Tidak. Masa aku harus bilang pada bapak? Bagaimana kalau bapak membunuhku?”
“Kamu bicara sembarangan. Kamu kira ini permasalahan sepele? Ibu sangat tertekan. Bagaimana kalau nanti Monik menelpon lagi?”
“Bu, banyak cara untuk terlepas dari masalah. Beri Monik uang, agar dia menggugurkan kandungannya. Selesai kan?”
“Mengapa kamu bicara segampang itu?”
“Jaman sekarang, menggugurkan kandungan itu tidak susah, asalkan ada uangnya.”
“Darimana kamu tahu? Kamu pernah melakukannya?”
Tomy terbahak, membuat Rohana semakin kesal.
“Tomy, pulanglah dulu, dan mari kita bicara.”
“Ibu jangan memaksa Tomy. Tomy tidak akan pulang. Apa ibu akan melaporkan Tomy pada polisi?” tantang Tomy tanpa merasa takut.
“Tomy!”
“Bu, kalau ibu memaksa Tomy, Tomy akan bilang pada bapak bahwa ibu masih berhubungan dengan Murtono.”
“Apa?” Rohana sangat terkejut.
“Tomy tahu, ibu telah mengambil uang yang lumayan besar, yang ibu berikan kepada Murtono bukan?”
“Kamu ngawur.”
“Tomy melihatnya waktu ibu di bank dan mentransfer sejumlah uang. Waktu itu Tomy ada di belakang Ibu. Tomy tahu karena Murtono pernah bilang bahwa dia memerlukan pertolongan Ibu. Ya kan?”
Rohana sangat terkejut. Jadi ketika Murtono menelpon, yang menerima adalah Tomy, sementara belum-belum Murtono sudah mengatakan bahwa ia butuh pertolongannya. Dan Tomy kemudian memblokir nomornya.
Rohana tak menjawab lagi, lalu segera menutup ponselnya.
***
Wini terkejut ketika tiba-tiba Satria muncul di rumahnya pagi hari itu.
“Mas Satria? Kok tiba-tiba ada di sini?”
“Aku kangen kota ini.”
“Kangen kota ini, atau kangen yang lain?”
Satria tertawa. Tapi Wini mencium sesuatu yang sedang dipikirkan Satria. Ada yang membuatnya sedih? Apa Minar terang-terangan menolaknya?
“Ada apa sebenarnya?” tanya Wini karena Satria kemudian hanya terdiam.
“Aku tak tahu harus berkeluh pada siapa. Ini kejadian yang membuatku bingung.”
“Ada apa? Masalah apa? Mas sudah ketemu Minar?”
“Belum, aku dari bandara langsung kemari. Malah belum kerumah.”
“Masalah serius?”
“Aku heran saja. Monik hamil.”
“Apa? Monik hamil? Mengapa mas Satria ikutan bingung? Bukan Mas Satria kan, pelakunya?”
“Astaga naga, mana aku bisa melakukan hal buruk itu?”
“Lalu mengapa? Siapa menghamilinya? Atau Mas difitnah?”
“Bukan. Ibuku minta tolong, karena … gampangnya saja Tomy tidak mau bertanggung jawab.”
“Tomy itu adik mas Satria?”
“Adik, lain ayah.”
“Kok enak, dia pelakunya, tapi Mas yang harus bertanggung jawab? Begitu?”
“Ibuku yang meminta.”
“Mas mau melakukannya?”
“Tentu saja tidak.”
“Lalu ….”
“Ibuku sampai nangis-nangis meminta agar aku mau menolongnya.”
“Aneh.” jawab Wini dengan wajah muram.
“Ini kejadian yang benar-benar aneh, tak masuk akal,” lanjut Wini.
“Aku masih belum menjawab permintaan ibuku.”
“Kok enak, Tomy yang melakukan, mas Satria yang harus memikul dosanya?”
“Ada beberapa pertimbangan mengapa ibuku melakukannya.”
“Lalu bagaimana?”
“Ya sudah, aku hanya ingin berkeluh di sini, jangan katakan apapun pada Minar.”
Sampai Satria meninggalkan rumahnya, Wini masih terpaku di tempat duduknya. Dalam hati dia berharap, Satria jangan sampai menerima perintah tak masuk akal itu dari ibunya.
***
Rohana merasa kesal. Ia tak bisa menelpon Satria, karena Satria memang mematikan ponselnya. Karena penasaran, Rohana pergi ke rumah Satria. Tapi rumah Satria terkunci rapat. Rohana mencoba lagi menelponnya, tapi tak bisa.
“Ke mana dia? Ini hari libur kan?” keluhnya sambil duduk di teras.
Ia menelpon Murtono. Tapi Murtono merasa bahwa Satria tidak datang ke rumah.
“Di rumahnya tidak ada, aku yakin dia datang kemari. Pasti menemui gadis kampungan itu,” kata Rohana dengan marah.
“Dia tidak datang ke rumah, atau belum, entahlah.”
“Mas tahu di mana rumah gadis itu?”
“Aku tidak tahu. Aku tak pernah menanyakannya.”
“Aneh Mas itu. Masa anaknya sendiri berhubungan dengan siapa, sama sekali tidak tahu,” omel Rohana.
“Aku tidak pernah ikut campur urusan anak muda. Aku punya urusan sendiri.”
“Kebangetan sih Mas. Anaknya bergaul dengan orang yang salah, tapi Mas tampak tak peduli. Bagaimana kalau tahu-tahu Satria minta dinikahkan, sementara gadis itu sama sekali bukan gadis yang pantas untuk anak kita?”
“Satria bukan laki-laki bodoh. Dia sudah tahu apa yang harus dilakukannya.”
“Dari mana Mas tahu kalau Satria bukan laki-laki bodoh? Buktinya dia memilih gadis yang sama sekali tidak menarik dan tidak akan bisa menjadi pasangan yang serasi.”
“Aku membesarkannya, dan tahu bagaimana sifatnya, kelakuannya. Dia anak yang baik. Dia tak pernah menyusahkan orang tua. Jadi biarlah dia memilih apa yang akan dijalaninya dalam hidup.”
“Baiklah, terserah Mas saja. Tapi kali ini, gantian aku minta tolong sama Mas.”
“Apa? Jangan bilang kamu mau meminta kembali uang kamu. Aku belum bisa mengumpulkan uang yang cukup.”
“Bukan. Aku sedang ada masalah. Tomy menghamili anak orang, tapi Tomy ingkar, pergi dan tidak pulang ke rumah sejak beberapa hari yang lalu.”
“Lalu apa? Kamu minta aku menikahi dia?”
“Apa maksudmu? Dia gadis muda cantik, yang Mas juga pernah melihatnya. Dia Monik. Kesenangan Mas kalau aku suruh menikahi dia. Lagi pula mana dia mau, duda jelek seperti Mas.”
“Lalu apa?”
“Bujuk Satria agar mau menikahi gadis itu, sebagai imbalan atas pertolonganku dulu itu.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Horeeeee
DeleteJeng Susi number one....
Mulai jam setengah enem sdh nongkrongin pintu blog spot
Sami2 ibu Susi
DeleteHoreee
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, KaeSBe episode_37 sudah tayang.
Salam sehat dan tetap ADUHAI...
πππΉ
Rohana tidak berhasil meluluhkan hati Satria, minta tolong Murtono, agar Satria mau menikahi Monik.
Emang dia bisa mendidik Tomy? Enak saja... π‘π‘π‘
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
Matur nuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah *KaeSBe*
ReplyDeleteepisode 37 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng In
ADUHAI 3X
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
Delete⭐π«πππ«π⭐π«π
ReplyDeleteAlhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 37_. sudah tayang.
Matur sembah nuwun
Salam sehat mbak Tien π₯°
Salam *ADUHAI*
πππ©·
⭐π«πππ«π⭐π«π
Sami2 jeng Ning
DeleteADUHAI selaluhhh
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 37 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Selamat berakhir pekan with Amancu.
Rohana....sutris...sewot...bisa nya hanya menyalahkan orang lain, sedangkan kesalahan nya sendiri tdk di besarkan. Urus tuh Tomy agar mandiri seperti Satria.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Semoga Satria tetap keyakinannya.
ReplyDeleteTidak goyah.
Nuwun pak Widay2
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 37* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Atik
DeleteMaturnuwun Tien Kumalasari... sang penulis idola banyak penggemarnya...
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun, sami2 ibu Nana
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Terima ksih bundaqu..slmt MLM dan slmt istrhat .salam Seroja dari Sukabumi bundππππΉ
ReplyDeleteSami2 ibu Farida.
DeleteSalam seroja juga
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien KSB 37 sdh tayang, semoga bu tien sehat2 n senantiasa dlam lindungan n bimbingan Allah SWT ..... AAMIIN YRA
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Makasih, bunda Tienπ₯°❤️
ReplyDeleteSami2 ibu Sari
DeleteAlhamdulillah, maturnuwun mbakyu... Sehat sellau njih, aamiin
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Kun Yulia
Terima kasih bu Tien atas suguhan KSB 73... tambah menggemaskan... apakah murtono juga mau mengorbankan anaknya krn utang pada rohana? Gak sabar nunggu lanjutannya...
ReplyDeleteMet malam ..met istirahat bunda Tien..salam hangat dan aduhai bun
Sami2 ibu Sri
DeleteSalam aduhai deh
Alhamdulillah Kupetik Setangkai Bintang-37 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Rohana memang minta diloloh sambel... itu sudah dibuatkan oleh ibu".
ReplyDeleteMurtono jangan mau ya, ngrayu Satria, kasian Minar yang setia menunggu.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Matur nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteSami2 pak Bam's
DeleteTerima kasih bu Tien ... Kupetik Setangkai Bintang ke 37 sdh tayang ... semakin seru ceritanya ... Smg bu Tien dan keluarga sll happy n sehat wal'afiat ... Semangat bu n Salam Aduhai .
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Alhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteTerima kasih, bu Tien cantiiik.... sehat selalu, ya Bu...
ReplyDeleteBu, Satria kasihan, jangan dikorbankan... π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Mita
Alhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMatursuwun Bu Tien semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Mks bun cerita nya tambah seru tambah menjengkelkan si Rohana itu....selamat mlm
ReplyDeleteSami2 ibu Supriyati
DeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga tetap sehat...
ReplyDeleteAamiin allahumma Aamiin
DeleteSami2 ibu Reni
Rohana memang kejam karena dalam hatinya tak ada cinta...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
DeleteBunda Tien mbok Satriya jangan dikorbankan ya?
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien ... Smg selalu dan semangat .. ditunggu lanjutannya
Sami2 ibu Nanik.
DeleteAyuk kita tanya Satria saja
Selamat siang Bunda Tien...Salam sehat penuh semangat.
ReplyDeleteSelamat siang Sahabat PCTK semuan nya. Salam sehat ugi nggeh.
Saya juga setuju, Satria jangan jadi korban. Perkara ini hrs di bongkar, agar semua nya tahu. Contoh solusi nya, Satria lapor ke ayah nya Tomy. Agar dia kasih keputusan hal Tomy yng bikin malu keluarga, krn Monik jadi halim...maaf jadi emosi krn kesombongan nya s Rohana..ππ.ππ
Matur nuwun pak Munthoni
DeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteKeterlaluan Rohana.
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Terimakasih Bu Tien cerbungnya, berkah dalem ππΉ❤
ReplyDeleteTerima ksih bundaquπ₯°πΉ
ReplyDelete