Thursday, June 27, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 35

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  35

(Tien Kumalasari)

 

Minar merasa senang melihat ibunya datang, setelah berbulan-bulan pergi tak tahu kemana dia berada. Bagaimanapun Birah adalah ibu kandungnya. Minar tak mungkin membencinya.

“Ibu, sambutnya sambil tersenyum.”

“Sedang apa kamu?”

“Sedang mau beres-beres. Ibu dari mana?”

Birah segera masuk dan duduk di kursi teras. Menatap keadaan sekeliling, masih seperti dulu. Ia melongok ke arah dalam dari sekat kaca yang memisahkan teras dengan ruang tamu. Masih seperti dulu, hanya lebih bersih dan rapi. Minar meletakkan vas bunga plastik di meja,  Dulu bunga itu tak ada. Rupanya Minar ingin mempercantik ruangan sederhana itu dengan meletakkan bunga di sana.

“Kamu sendirian”

“Iya Bu, dengan siapa lagi? Kalau Ibu tidak pergi, pastinya Minar bersama Ibu,” kata Minar menyindir kepergian sang ibu.

Birah tersenyum. Entah apa arti senyum itu. Tapi binar kebahagiaan yang dulu terlihat, tampak suram.

“Aku memang harus pergi. Lelah menjadi miskin.”

Minar kehilangan senyumnya. Ibunya masih lebih menyukai harta daripada keluarganya.

“Aku datang kemari untuk memberi tahu kamu dan juga ayahmu, bahwa sebentar lagi aku akan menikah.”

Minar menatap ibunya. Rasa tega yang dilakukan ibunya, mengurangi rindu yang sudah lama dipendamnya. Minar lebih menghargai ayahnya yang selalu memperhatikan keluarga.

“Aku harus menjalaninya. Barangkali memang aku ditakdirkan untuk hidup lebih layak. Tapi aku tak akan melupakan kamu. Sesekali aku akan memberimu uang, agar kamu bisa bersenang-senang.”

“Ibu tidak perlu memberikan apa-apa untuk Minar. Minar sudah merasa cukup,” katanya dengan wajah murung.

“Tidak mau menerima pemberian ibumu? Saat ini memang belum ada yang bisa ibu berikan kepadamu, karena ibu belum resmi menjadi istrinya. Tapi nanti kalau aku sudah menjadi nyonya kaya, mana mungkin aku melupakan kamu. Kamu adalah anakku satu-satunya. Biarpun aku tega meninggalkan kamu, tapi aku akan tetap mengingatmu.”

“Minar sudah merasa cukup. Bapak bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan Minar, jadi ibu tidak usah memikirkannya.”

“Penghasilan seorang buruh bangunan itu seberapa sih? Mana bisa cukup untuk bersenang-senang,” Birah mencibir.

“Senang itu kan letaknya bukan pada harta yang berlimpah.”

“Oh ya? Menurutmu apa?”

“Kalau kita bersyukur atas apa yang bisa kita terima, maka kita akan senang, tenang, nyaman dan bahagia, tentu saja.”

“Dasar bodoh. Kamu mengatakan itu karena kamu selamanya hidup bersama ayahmu yang miskin itu. Kalau kamu mengerti betapa nikmatnya hidup bergelimang harta, maka kamu akan tahu bahwa pemikiran kamu itu salah.”

“Tidak Bu, Minar memang merasa cukup dan bahagia dengan kehidupan yang Minar jalani bersama bapak.”

“Baiklah, terserah kamu saja. Kamu sudah mengatakan bahwa kamu bahagia dengan kehidupan kamu dengan ayahmu yang miskin itu, jadi jangan salahkan ibu kalau ibu tidak akan memberikan apa-apa biarpun ibu punya harta berlimpah.”

“Minar buat minum dulu ya, ibu pasti haus,” kata Minar berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Tidak usah, nanti kamu kehabisan gula, kasihan ayahmu kalau harus membeli gula lebih gara-gara menjamu tamu,” kata Birah sambil berdiri.

“Ibu?” Minar menahan air matanya.

“Aku datang hanya untuk memberi tahu kamu bahwa aku akan segera menikah. Paling lama satu bulan lagi,” kata Birah sambil berlalu.

Minar tak menjawab, karena air mata yang tadinya mengambang, kemudian tumpah membasahi pipinya.

“Semoga ibu tidak menyesal dengan keputusannya,” katanya terisak, kemudian masuk ke dalam rumah. Rumah yang tak akan lagi didatangi oleh ibunya. Ibu yang membuatnya kecewa, yang menorehkan luka pada saat kerinduan akan seorang ibu lama ditahannya.

***

Murtono masih berada di kantornya, ketika lagi-lagi Birah menelponnya. Dengan menahan kekesalan, Murtono mengangkatnya.

“Ada apa lagi? Bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku masih sangat sibuk dan belum sempat memikirkan yang lain?” hardiknya.

“Mas, masa idahku hampir habis bulan depan, jadi_”

“Jangan bicara macam-macam dulu. Aku belum bisa memikirkannya.”

“Aku hanya mengingatkan, agar Mas bersiap-siap.”

“Bersiap-siap apa maksudmu? Menyewa gedung untuk resepsi? Memesan katering untuk dua ribu orang? Membeli baju pengantin dan memesan tukang rias?” katanya memotong perkataan Birah yang belum selesai diucapkannya.

“Bukan begitu, aku hanya mengingatkan. Mengapa Mas marah-marah?”

“Aku belum pikun, aku ingat dan mengerti. Tapi jangan tergesa-gesa berharap, aku belum bisa memikirkannya.”

“Tapi yang punya rumah sudah mengingatkan, apakah sewa akan diteruskan atau tidak, dan aku sudah bilang tidak akan meneruskannya, hanya sampai perjanjian sewa telah habis. Bukankah aku akan pindah ke rumah Mas, nantinya?”

“Bilang bahwa aku akan memperpanjang tiga bulan lagi.”

“Apa? Mengapa diperpanjang? Aku sudah tidak betah tinggal di sana. Lagi pula bukankah tidak sampai tiga bulan lagi kita menikah?”

“Kamu hanya memikirkan menikah dan menikah.”

“Mas ….”

“Aku belum bisa memikirkan. Tolong jangan menggangguku.”

Murtono menutup pembicaraan itu, kemudian memijit keningnya yang terasa berdenyut.

Ada dua janji yang sudah diucapkannya. Janji akan menikahi Birah setelah bercerai dengan suaminya, dan janji melepaskan Birah demi menyelamatkan usahanya.

“Sebel banget aku, kalau memikirkan Birah yang terus-terusan merongrong aku.”

Lalu cinta masa muda itu perlahan sirna. Dan ia hanya akan bisa menepati sebuah janji. Meninggalkan Birah. Agak sulit, karena ada yang membebaninya. Ia telah meminta Birah agar bercerai dengan suaminya. Kemudian dia akan mengingkari janjinya dengan meninggalkannya? Murtono belum menyiapkan jawaban kalau nanti waktunya tiba, dan Birah pasti akan menagih janjinya.

Dan saat ia sedang memijit-mijit kening itulah tiba-tiba Rohana menelponnya. Murtono hanya meliriknya, tapi enggan mengangkatnya.

“Perempuan-perempuan yang membuat ribet,” gerutunya sambil melanjutkan pekerjaannya, menghitung-hitung dan meneliti, di mana dan bagaimana supaya perusahaannya tidak merugi seperti sebelumnya.

***

Di kantor, ketika sedang istirahat, Kirani mengatakan kepada Sutar tentang keinginanya meminta Minar agar mau bekerja untuknya di toko bunga yang baru saja dibukanya.

“Apa Minar sudah mengatakan bahwa dia bersedia?” tanya Sutar.

“Belum, dia akan bicara lagi dengan ayahnya. Bagaimana menurut Mas?”

“Saya tidak bisa melarang suatu hal baik yang akan dilakukan Minar. Kalau memang dia bersedia, mengapa tidak? Pasti dia senang kalau bisa mendapat penghasilan sendiri.”

“Pasti dia memikirkan ayahnya. Kalau dia bekerja, perhatian kepada ayahnya pasti berkurang. Tapi aku yakin Minar bisa melakukannya. Melayani ayahnya kan hanya di waktu pagi sebelum ayahnya berangkat bekerja, dan sore ketika ayahnya pulang dari bekerja. Apa Mas keberatan?”

“Tidak. Saya bukan anak kecil, bu KIran, jadi tidak perlu dilayani di setiap saat atau tidak bisa ditinggalkan. Sebagian besar keperluan kan saya bisa melakukannya sendiri.”

“Bagus kalau begitu. Berarti besok pagi Minar sudah bisa memberi jawaban. Aku senang kalau Minar mau melakukannya, dan dengan demikian dia bisa melanjutkan kuliah dengan biaya yang diperolehnya sendiri. Bukankah itu yang diinginkannya? Dia anak baik, tidak mau menerima setiap pemberian, kecuali hanya makanan dan sesuatu yang tidak begitu besar.”

“Itu pula sebabnya, mengapa dulu itu temannya memberinya ponsel dengan cara rekayasa," kata Kirani sambil tersenyum.

“Iya, sebenarnya lucu, tapi rupanya temannya tidak kehabisan akal untuk bisa memberikannya.”

“Beberapa hari lamanya dia murung. Ingin mengembalikannya, tapi si pemberi sampai berlutut meminta maaf dan meminta agar Minar mau menerimanya.”

“Bukan main Minar,” kata Kirani sambil tersenyum.

“Saya bersyukur Minar punya pemikiran seperti itu. Menerima pemberian itu kan sebenarnya beban. Seperti ketika bu Kiran memberi saya pekerjaan. Ini juga beban bagi saya.”

“Mengapa begitu Mas?”

“Karena dengan begitu kan saya merasa punya hutang. Hutang benda atau harta itu bisa terbayarkan, tapi butang budi itu sangat berat.”

Kirani tertawa, menampakkan giginya yang putih. Diam-diam Sutar mengagumi Kirani, yang walau umurnya tidak terpaut banyak dengan dirinya, tapi masih tetap cantik menarik. Kalau berdekatan dengan Minar, mereka tampak seperti kakak adik saja. Sutar harus mengalihkan pandangannya karena terlalu lama memandang, ia merasa ada sesuatu debar aneh yang membuatnya malu. Bukankah dirinya tidak muda lagi? Alangkah memalukan kalau sampai dia jatuh cinta lagi.

“Mengapa Mas menatap aku seperti itu?”

“Apa? Tidak apa-apa. Saya hanya kagum, bu Kiran adalah wanita yang sangat baik. Bukan hanya kepada saya dan anak saya, tapi kepada setiap orang. Itu sebabnya bu Kiran sangat disegani dan dihormati oleh semua orang. Khususnya anak buah bu Kiran sendiri.”

Kirani kembali tertawa, dan Sutar sekarang menundukkan kepalanya, pura-pura mencari sesuatu di dalam laci mejanya.

“Mas Sutar berlebihan. Aku kira semua orang akan melakukan hal yang sama.”

“Tidak semua orang. Ada orang yang tidak peduli pada orang lain, dan yang hanya memikirkan dirinya sendiri.”

“Aku hanya kebetulan saja mendapat karunia rejeki yang bisa aku pergunakan untuk berbagi. Masa karunia sebegitu besarnya akan aku makan sendiri? Kan lebih baik bisa berbagi, jadi sama-sama bisa merasakan betapa besarnya dan agungnya Allah Yang Maha Pengasih.”

“Benar. Kalau saya bisa, saya juga ingin bisa melakukannya.”

“Mas Sutar pasti bisa, karena pada dasarnya Mas Sutar kan orang baik.”

“Aamiin.”

“Ya sudah, sekarang saatnya makan. Mas Sutar pasti lebih senang makan bekal yang dibawakan Minar kan?”

“Iya, agar Minar tidak kecewa, jerih payahnya disia-siakan ayahnya. Silakan Ibu makan dulu.”

“Iya, setelah ini kita akan melihat lahan yang kemarin ditawarkan. Mengapa harganya begitu murah? Jangan-jangan lokasinya yang tidak berada di tempat strategis.”

“Benar, ada baiknya kita lihat dulu saja.”

“Saya pulang dulu ya Mas.”

Ada kegembiraan di hati Sutar. Kehidupannya yang semakin membaik, apalagi setelah nanti Minar mulai bekerja. Berapapun penghasilannya, pasti akan menjadikan kehidupannya lebih tertata, jauh dari sebelumnya. Hal itu membuatnya tak pernah berhenti bersyukur. Lalu diam-diam dia menyesali kepergian Birah, yang dinilainya tidak sabar dalam menghadapi cobaan dalam hidup.

“Tapi Birah sudah menemukan kehidupan seperti yang diimpikannya. Ya sudah, aku tidak boleh menyesalinya,” gumamnya pelan, kemudian mengambil bekal makan siang yang dibawakan Minar.

***

Tomy baru keluar dari kamarnya, walaupun matahari sudah naik tinggi. Ia mendekati ibunya yang sedang duduk di depan televisi.

“Bu,” katanya sambil menyandarkan kepalanya di bahu ibunya. Begitulah kalau Tomy sedang ingin sesuatu.

“Ada apa? Jangan mengganggu ibu. Ibu sedang bingung.”

“Mengapa bingung?”

“Ini karena ulah kamu.”

“Aku kenapa Bu? Tiba-tiba ibu marah terus pada Tomy, akhir-akhir ini,” kata Tomy sambil bangkit, lalu meraih sepotong roti yang terhidang di depan mereka.

“Kamu itu ya, jadi orang yang selalu menuruti kemauan kamu sendiri saja. Kelakuan kamu juga membuat ibu pusing. Apa kata ayah kamu nanti, kalau mendengar bahwa kamu belum juga menyelesaikan kuliah kamu.”

“Nanti kalau bapak marah, biar Tomy yang bicara. Sejak dulu Tomy tidak suka kuliah di bidang yang Tomy tidak suka, tapi bapak memaksa.”

“Oh ya? Sekarang katakan, mana yang kamu suka? Kamu tidak memberikan pilihan, mana mungkin ayahmu tahu?”

“Pokoknya Tomy tidak suka. Tomy ingin jadi pengusaha seperti bapak.”

“Kamu tidak bisa langsung menjadi orang, kalau tidak melalui pendidikan tinggi seperti yang diinginkan ayahmu. Ya sudah, itu sudah terlanjur. Nanti akan aku serahkan saja kamu pada ayahmu.”

Tomy terdiam. Baginya, kekayaan ayahnya pasti akan bisa menjamin hidupnya kelak. Untuk apa harus kuliah segala? Capek kan?

“Itu yang ke satu. Kedua, kamu sudah merusak hubungan kamu sama Satria. Monik itu milik Satria, tapi kamu merusaknya," lanjut Rohana.

“Ibu, itu sudah hampir dua bulan yang lalu, mengapa ibu masih mengungkitnya? Anggap saja itu kecelakaan. Siapa juga yang mencekoki Tomy dengan obat perangsang?” kata Tomy yang tidak mau disalahkan.

“Tomy tidak mau mengingat hal itu. Bukankah itu hal biasa yang bisa saja Tomy lakukan di mana saja?” lanjutnya.

“O, jadi kamu sudah sering melakukannya meskipun kamu masih begitu muda?”

Tomy tidak menjawab. Ia hanya cengar-cengir sambil mengunyah rotinya.

“Ibu seperti tidak pernah muda saja,” lanjutnya.

Rohana ingin menjawabnya, tapi tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Monik.

“Monik? Lama sekali tidak berkabar. Bagaimana keadaan kamu?”

“Saya menunggu telpon dari ibu. Apa ibu marah pada Monik?”

“Tidak, kejadian itu nanti akan kita pikirkan bersama. Ibu sedang akan mendekati Satria lagi.”

“Tapi Bu, Monik ingin mengabarkan sesuatu pada Ibu. Monik hamil.”

“Hamil?”

***

Besok lagi ya.

 

74 comments:

  1. Alhamdulillah *KaeSBe*
    episode 35 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  3. ✨💖✨💖✨💖✨💖
    Alhamdulillah 🙏🦋
    KaeSBe_35 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien,
    semoga Bu Tien &
    kelg, sehat & bahagia
    selalu. Aamiin.
    Salam aduhai...😍🤩
    ✨💖✨💖✨💖✨💖

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Sari
      ADUHAI DEH

      Delete
  4. Alhamdulillah
    Terima kasih Bunda Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  7. ⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 35_. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien 🥰

    Salam *ADUHAI*
    🙏💞🩷

    ⭐💫💐🌟💫💐⭐💫💐

    ReplyDelete
  8. Terima kasih, bu Tien cantiiik.... sehat2 sekeluarga, yaa...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah...terimakasih Bunda..semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Tutus

      Delete
  10. 🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_35 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI...
    👍👍🌹

    Lha ra lidok, ta ....... ?
    Monik hamil....
    Seharian berkali-kali... masak sih, gak pembuahan?
    Tomy memang OYE, thok cer bener......

    🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  12. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin 🤲🏽
    Salam ADUHAI . . .🌹❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Ermi
      Aduhai deh

      Delete
  13. Matur nuwun bunda Tien..🙏🙏

    ReplyDelete

  14. Alhamdullilah
    Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 35* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  15. Maturnuwun .. Bu Tien .... sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  16. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... Aamiin yra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun pak Arif

      Delete
  17. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~35 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  19. Matur nuwun bu Tien, semoga sehat selalu 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun pak Bam's

      Delete
  20. Birah masih optimis akan dinikahi Murtono. Boleh saja, tapi apa tidak merasa was dengan sikap acuh Murtono..
    Sebentar lagi Minar kuliah karena rekayasa Kirani. Sebaliknya Monik berhenti kuliah dan harus momong anak. Apa Tomi mau tanggung jawab ya...
    Sutar mulai deg deg plas ya, berdekatan dengan Kirani, lanjut saja..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  21. Alhamdulillaah, Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰🌿💖

    Duh Birah,, ngotot bener ya
    Nah,,satu lg yg bikin pusing Rohana Monik hamil,,, semakin aduhaiii

    ReplyDelete
  22. Terima kasih cerbunya yg aduhai Bu Tien Kumalasari salam sehat selalu dari Yogya

    ReplyDelete
  23. Satria dari awal tidak tertarik pd Monik, apalagi sekarang hamil oleh Tomi, penasara.. apakah Tomi mau tanggung jawab??? Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai...

    ReplyDelete
  24. Terima kasih. Makin seru saja cerbungnya

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah... Sehat selalu mbakyu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Kun Yulia

      Delete
  26. Nah loh,....bener kan hamil lu makanya jangan kegenitan yaaa monik
    Mks bun KSB 35 nya .....smg sll sehat, bahagia bersama putro wayah n kelrg semua...aamiin yra

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  27. Matur nuwun Bu Tien, tambah seru ceritanya. Tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alsmiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  28. Nah, kan...Monik hamil beneran...awas aja kalau masih ngotot minta dinikahi Satria...😀

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah, semoga Bu Tien selalu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta 💖🌾

    ReplyDelete
  30. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 35 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Sutar diam diam jatuh hati pada Kirani.

    Nah lho...witing tresna jalaran saka kulina..ta ya, pupuk terus asmaramu ya..😁😁💐

    ReplyDelete
  31. Terimakasih ... BundaTien ... Sehatselalu

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 08

  MASIH ADAKAH MAKNA  08 (Tien Kumalasari)   Tegar heran melihat Boy mendahului masuk. Setelah mengunci mobil ia bergegas mengikuti. Tomy ya...