Wednesday, June 26, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 34

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  34

(Tien Kumalasari)

 

Hari berlalu begitu cepat. Monik sudah kembali masuk kuliah beberapa minggu yang lalu. Hari ini ada kelas pagi, tapi ia merasa sangat malas. Ketika hampir semua mahasiswa masuk ke kelas, Monik masih duduk di bangku, dibawah sebuah pohon trembesi yang rindang di halaman kampus, sendirian. Sejak beberapa hari terakhir ini dia sangat malas melakukan sesuatu. Ia juga berniat meninggalkan bangku kuliahnya karena sesungguhnya ia tak ingin kuliah, kecuali dipaksa kedua orang tuanya.

Ketika itu Wini lewat di depannya, heran melihatnya masih ada di luar. Wini dan Monik memang tidak kuliah di jurusan yang sama.

“Monik, apa yang kamu lakukan?”

“Duduk, menurut kamu apa?”

“Bukan begitu, teman-teman kamu sudah pada masuk tuh, dosen juga segera datang, aku tadi berpapasan di jalan.”

“Aku nggak ikut. Mau pulang saja.”

Wini menatap Monik dan melihat wajahnya yang pucat.

“Kamu sakit?”

“Malas saja. Aku nggak sakit.”

“Tapi kamu kelihatan pucat. Kalau memang sakit, pulang saja, daripada terlanjur sakit beneran.”

“Iya, nanti aku pulang, aku mau memanggil taksi saja.”

“Aku antar, mau?”

“Kamu nggak kuliah?”

“Aku datang pagi, dosen nggak datang, jadi mau pulang dulu, nanti balik lagi.”

“Oh.”

“Ayuk, aku antar sekalian.”

“Kamu naik apa?”

“Motor lah, masa naik kereta?”

“Nggak usah, aku nggak biasa naik motor, lagi pula badanku sedang kurang enak, nanti kena angin malah parah.”

“Ya sudah, pulang saja dan istirahatlah,” kata Wini sambil berlalu, tapi dengan rasa kesal. Monik memang anak orang kaya, tapi dia sombong. Wini menyesal telah menawarkan boncengan sepeda motornya tadi.

Monikpun kemudian berjalan menuju ke arah depan. Dia benar-benar ingin pulang.

Sebenarnya sudah beberapa saat lamanya ia merasa kurang bersemangat. Kejadian ketika bersama Tomy sangat mengganggunya, dan harapan untuk mendekati Satria nyaris pupus setelah kejadian itu. Tampaknya Rohana juga sudah tidak begitu bersemangat untuk mengambilnya sebagai menantu, karena dia juga tidak pernah menerima telpon darinya.

***

Benarkah Rohana sudah tidak bersemangat untuk mengambilnya sebagai menantu? Sebenarnya tidak. Ia harus memisahkan Satria dan Minar, satu-satunya jalan adalah menjodohkan Satria dengan gadis lain. Sebenarnya Monik adalah pilihannya, tapi kekacauan telah terjadi dengan pulangnya Tomy lebih awal dan membuat kejadian buruk itu terjadi.

Siang hari itu Satria datang menemui ibunya, karena sang ibu wanti-wanti ingin bicara.

“Bu, kalau Satria sedang ada di kantor, jangan mengganggu Satria di jam-jam di mana para pekerja sedang bekerja.”

“Iya, ibu tahu. Ibu hanya akan ngomong sebentar saja mumpung kamu bersedia datang untuk menemui ibu.”.”

“Soal apa?”

“Apa kamu masih berhubungan dengan gadis itu?”

“Gadis yang mana Bu?”

“Yang kamu katakan sebagai calon istri kamu waktu itu.”

“Mengapa Ibu menanyakannya? Satria bukan anak kecil lagi, dan Satria berhak memilih apa dan mana yang Satria sukai.”

“Jangan bodoh Satria. Kamu itu anakku, kalau kamu sengsara, ibu juga sedih.”

“Satria sengsara karena apa Bu? Sejauh ini Satria merasa bahwa Satria baik-baik saja, bahkan merasa sangat bahagia.”

“Kalau kamu punya istri gadis seperti Minar, bukankah hidup kamu akan sengsara?”

“Mengapa Ibu mengatakan itu?”

“Satria, kita itu keluarga terpandang. Dan gadis itu, melihat penampilannya, dia hanyalah seorang yang terlahir dari keluarga miskin. Ibu melihatnya, dan itu memang benar kan?”

“Memangnya kenapa kalau dia terlahir dari keluarga miskin?”

”Mana bisa keluarga terpandang berbesan dengan kekuarga miskin?

Satria terdiam, ia yakin tak akan menang berdebat dengan ibunya. Ia merasa sudah punya pilihan, walau Minar belum menjawabnya, dan ia tetap akan memilihnya walau sang ibu menentangnya.

“Mengapa kamu diam? Bukankah kamu mulai merasa bahwa apa yang ibu katakan adalah benar?”

“Tidak Bu, maaf.”

“Satria. Ibu memilihkan gadis yang lebih segalanya daripada si miskin itu. Dan kamu merasa bahwa ucapan ibu tidak benar?”

“Siapa gadis lebih baik dari pilihan Satria? Monik?”

“Dia lebih pantas untuk kamu.”

“Setelah dia tidur dengan Tomy?”

Rohana tertegun. Satria mengetahuinya?

“Apa katamu?”

“Satria tahu apa yang sudah dilakukannya, tapi bukan itu yang membuat Satria menolak. Sebelum-sebelumnya Satria memang tidak suka, dan tidak akan pernah menyukainya.”

“Satria, Tomy hanya khilaf. Maafkanlah dia, karena bagaimanapun dia adalah adikmu.”

“Tidak Bu, Satria tidak bisa menerimanya. Dengan kejadian itu, ataupun tidak terjadi apapun.”

Rohana putus asa.

***

Di rumah Minar, Wini sedang menemaninya memasak. Dilarangpun Wini menolaknya. Sejak pertemuannya kembali pada acara reuni itu, Wini yang tadinya jarang berhubungan dengan Minar, kemudian sering menelpon dan menemuinya. Ia merasa menemukan kembali sahabatnya yang terpisah beberapa tahun setelah lulus dari SMA.

“Mengapa kamu suka mengganggu aku ketika memasak di dapurku yang buruk ini?”

“Minar, mengapa kamu suka merendahkan diri kamu? Dapur yang kelihatan sederhana ini memiliki tukang masak handal yang kalau sudah mau memasak maka lidah akan menari-nari,” kata Wini sambil mengangkat sayur asem-asem yang sudah matang.

“Ini adalah sayur asem-asem, dan ikan asin goreng yang sangat nikmat. Juga ada tempe goreng yang pasti gurih. Kamu harus bersiap memasak nasi lagi karena aku akan menghabiskannya.”

“Mengapa tidak? Senang sekali masakan sederhana ini bisa menjamu tamu cantik yang sebentar lagi akan menikah. Oh ya, itukah sebabnya maka kamu ingin sekali belajar memasak?”

“Kamu pintar, Minar. Memang itulah sebabnya, mengapa aku sering menemani kamu memasak. Biar kelak disayang suami,” kata Wini, kemudian keduanya terkekeh.

“Benar Minar, cinta bisa datang melalui lidah.”

“Apa maksudnya tuh?”

“Kalau kita pintar memasak, maka akan disayang suami.”

“Oh ya?”

Minar terdiam. Ia ingat perkataan Satria beberapa waktu yang lalu, ketika memujinya rajin memasak dan … ah ya, Satria yang dianggapnya sebagai bintang di langit tinggi, akan memetikkan bintang itu untuknya. Minar tersenyum dengan debar yang aneh. Satria ternyata bisa mengeluarkan kata-kata manis yang membuat hatinya terusik. Tapi alangkah sulit menerima ungkapan cintanya.

“Minar, kenapa kamu tersenyum-senyum? Ingat mas Satria ya? Dia pernah mengatakan padaku, katanya kamu rajin dan pintar memasak.”

“Apa? Dia mengatakan itu padamu?”

Wini mengangguk sambil tersenyum penuh arti, membuat Minar kemudian menghela napas panjang. Apakah sesulit ini menjadi gadis dari keluarga miskin, sehingga untuk jatuh cinta saja harus menghitung-hitung?

“Bukankah kamu harus kuliah hari ini?” tanya Minar untuk mengalihkan pembicaraan.

“Nanti aku kembali ke kampus, tadi dosen tidak datang, lalu daripada pulang, lebih baik main ke rumah kamu dan makan enak di sini, bukan?”

“Baiklah, sudah dibantu memasak, kamu boleh menghabiskan semuanya kalau perut kamu muat,” canda Minar.

Kemudian keduanya makan dengan nikmat.

“Tadi aku ketemu Monik.”

“Oh ya, apa kabarnya? Kapan dia kembali dari Jakarta?”

“Sepertinya sudah beberapa hari yang lalu, aku pernah melihatnya, hanya saja tidak sempat menyapanya.  Tadi itu dia hanya sebentar datang ke kampus, lalu pulang. Katanya badannya sedang tidak enak.”

“Sakit?”

“Mungkin sakit, entahlah, dia hanya merasa tidak enak badan, jadi ingin pulang.”

“Mas Satria harusnya bisa jadian dengan Monik.”

“Mengapa kamu berkata begitu? Bukankah mas Satria mencintai kamu?”

“Eh, kata siapa?”

“Beberapa hari yang lalu mas Satria datang kemari bukan? Dia menelpon aku, hanya saja tidak sempat bertemu. Dia mengatakan bahwa akan segera mulai bekerja, dan datang kemari hanya untuk menemui kamu.”

Minar tersenyum getir. Memang benar, apa yang dikatakan Wini, tapi Minar selalu merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk Satria. Lagi pula masalah ibunya dengan ayah Satria juga membuatnya terganggu.

“Aku mana pantas untuk dia?”

“Kamu selalu begitu. Padahal mas Satria tidak merasa bahwa kamu terlalu rendah untuk dirinya. Mas Satria tak pernah memikirkan tentang kedudukan seseorang. Buktinya dia menolak Monik, walau tahu Monik mengejarnya.”

Minar terdiam, rasa bahagia karena dicintai, tenggelam oleh rasa rendah diri dan rasa tertekan karena ulah ibunya.

***

Hubungan Murtono dan Birah semakin tampak hambar. Birah yang menunggu lewatnya masa idah, dan Murtono yang sibuk membenahi perusahaannya, tak pernah bertemu muka dalam suasana yang manis.

Setiap hari Rohana menelpon Murtono, bukan karena rindu, tapi karena dia selalu memantau Murtono agar tidak bisa menjadikan Birah sebagai istrinya.

Tapi hari itu Rohana menelpon Murtono, dan berkeluh tentang Satria, yang tak ingin melepaskan gadis yang tidak disukainya.

“Memangnya kenapa dengan gadis itu. Dia kan cantik? Memang sih, dia sederhana, tapi tetap saja dia cantik.”

“Huhh, aku kan sudah berkali-kali mengatakan bahwa Satria itu seperti Mas, seleranya sungguh rendah.”

“Yang penting dia gadis baik-baik. Dan Satria mencintainya, kita tak usah mengusiknya. Anak sekarang tidak bisa diatur untuk menuruti kemauan orang tuanya.”

“Aku tidak suka. Tetap tidak suka sampai kapanpun. Aku lebih suka Monik, Mas sudah pernah melihat gadis itu kan, ketika ke Jakarta?”

“Gadis itu memang cantik, tapi matanya genit, aku hampir yakin, dia bukan wanita yang setia. Nanti dia akan seperti kamu,” kata Murtono yang berkali-kali mengingatkan bahwa Rohana pernah menghkhianati cintanya.

“Melakukan hal yang pantas itu tidak ada salahnya. Monik tak akan berselingkuh karena Satria laki-laki yang sempurna. Baik wajah maupun kehidupannya yang pastinya akan mapan nantinya.”

“Jadi kamu meninggalkan aku karena aku tidak sempurna? Tidak setampan suami barumu?” geram Murtono.

Rohana terkekeh mendengar suara bekas suaminya yang kelihatan kalau sedang marah.

“Ingat Mas, biarpun aku meninggalkan kamu, tapi aku masih peduli sama kamu kan? Buktinya aku membantu menghidupkan kembali perusahaan kamu yang nyaris bangkrut.”

Murtono tak menjawabnya. Memang benar Rohana membantu, tapi dengan syarat dia harus mengingkari janjinya pada Birah. Murtono agak kecewa dengan syarat itu, tapi dia harus melakukannya.

“Mas, tolong jangan mengungkit yang sudah-sudah, saatnya memikirkan kehidupan anak kita.”

“Terlalu pusing memikirkan keinginan anak. Biarkan saja,” kata Murtono yang tidak peduli pada pilihan Satria.

Kemudian dia menutup pembicaraan itu. Ia tak peduli pada siapa yang dipilih Satria, karena dulu juga tak pernah memilih gadis yang entah dia miskin atau kaya, yang penting dia cinta. Bukankah Rohana dan Birah juga berasal dari keluarga sederhana, walau tidak bisa dibilang miskin?

***

Siang hari itu Minar terkejut karena tiba-tiba Kirani datang ke rumahnya. Ia baru akan memasak waktu itu.

“Minar, apa kamu sedang memasak?”

“Tidak Bu, baru selesai bersih-bersih rumah. Ibu mau dimasakin apa?”

“Tidak Minar, syukurlah kalau kamu belum memasak, aku membawa gudeg Jogja nih, bisa untuk makan siang dan malam.”

“Ibu mau makan?”

“Tidak, aku sudah makan. Ini untuk kamu dan ayah kamu saja. Ayo kita duduk di depan sebentar, ada yang ingin aku bicarakan.”

“Saya buatkan minum dulu, Bu.”

“Tidak usah, ayo bicara sebentar. Aku akan kembali ke kantor, setelahnya.”

Minar mengikuti Kirani yang sudah lebih dulu menuju teras, kemudian duduk berhadapan di sana.

“Minar, apa kamu mau bekerja?” Kirani tidak ingin membicarakan masalah kuliah, karena Sutar sudah mengatakan bahwa Minar tidak mau.

“Bekerja? Saya hanya lulusan SMA, bisa bekerja apa?”

“Dengar, aku baru saja membuka toko bunga di dekat-dekat sini. Kalau mau, bekerjalah di sana. Aku butuh karyawan yang bisa aku percaya untuk bertanggung jawab atas toko itu.”

“Saya harus mengerjakan apa?”

“Kamu akan menjadi kasir di sana. Nanti akan ada yang mengajari kamu mengoperasikan mesin penghitung di kasir.”

“Kapan saya bisa bekerja?”

“Mulailah secepatnya, toko itu sudah buka, tapi baru seorang yang bekerja di sana dan serabutan.”

“Bagaimana kalau besok? Saya belum bicara pada bapak.”

“Aku sudah bicara dengan ayahmu, dia setuju. Tapi nanti kamu bicara lagi juga tidak apa-apa. Yang penting kamu bersedia.”

“Besok pagi saya akan mengabari Ibu.”

“Baiklah, sekarang aku mau kembali ke kantor dulu, masih banyak yang akan aku kerjakan.”

Minar mengantarkan Kirani yang bergegas masuk ke dalam mobilnya.

“Bekerja?” gumamnya.

Minar berdebar. Kalau bekerja, dia akan bisa mendapatkan uang, lalu ia bisa menabung dan melanjutkan sekolah.

Tapi ketika ia akan kembali masuk ke rumah, dilihatnya seseorang memasuki halaman. Ibunya.

***

Besok lagi ya

 

71 comments:

  1. Alhamdulillah *KaeSBe*
    episode 34 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  2. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  3. 🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_34 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI...
    👍👍🌹

    Wini dan Minar saling dukung agar Satria berjodoh dengan Minar.

    🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫🌟💫

    ReplyDelete
  4. Matur sembah nuwun..mbak Tien
    Sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun sangeeet, jeng Ning

      Delete
  5. 💫💐💫💐💫💐💫💐
    Alhamdulillah 🙏🦋
    KaeSBe_34 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien,
    semoga Bu Tien &
    kelg, sehat & bahagia
    selalu. Aamiin.
    Salam aduhai...😍🤩
    💫💐💫💐💫💐💫💐

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah 👍🌷
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Alhamdulillah, matur suwun bunda

    ReplyDelete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete

  11. Alhamdullilah
    Cerbung *Kupetik Setangkai Bintang 34* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  12. Maturnuwun bu Tien.... wah jangan jangan monik hamil tuh... dan syukurlah minar akan mendapat pekerjaan dan bisa kuliah.... tapi jangan jangan birah mengganggu lagi kehidupsn minar yg mulai tenang ...

    ReplyDelete
  13. Untuk Monik selamat menyongsong anak yang dikandung ya, ayah sang bayi kan jelas...
    Untuk Minar Selamat, anda mendapat pekerjaan tanpa tes. Termasuk rekayasa tidak apa apa..
    Untuk Satria yang teguh pendirianmu, Minar gadis baik, pegang pendirianmu.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  14. Waduh.....kayak nya monik hamil deh.....sukurin lu rasain, kegenitan siiii...alhamdulillah Minar mau bekerja ditoko bunganya Kirani......tpi kenapa Birah datang kerumah ya, mau apa dia...tunggu besok lagi ya

    Mkh bun ...smg sehat sllu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  15. Terima kasih bu Tien K ... Kupetik Setangkai Bintang ke 34 sudah hadir ... Smg bu Tien dan keluarga sll sehat dan bahagia ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  16. Tuh tunggu saatnya Monik menerima hasil SEBAB dan AKIBAT
    Makanya jangan kecentilan yah

    Maksa org hrs mencintainya
    Yg kebakaran jenggot Rohana
    Dikiranya Satria mau begitu aj untuk menerima ampas bekas Tomy
    Satria juga cerdas apalagi mang udah tau apa yg Tomy perbuat

    Wow penisirin bingitz nih
    Sabar seh nunggu bsk lagi

    Tetap semangat deh
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  17. Kasihan si Monik jadi strees...

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah " Kupetik Setangkai Bintang 34 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰🌿💖

    Awal kebangkitan Minar ,, untuk bekerja, aduhai

    ReplyDelete
  20. Wkwk...Monik kurang semangat? Hamil kah? Ditunggu berita baiknya deh...😀

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.🙏

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~34 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  22. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien KaeSBenya. Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai..

    ReplyDelete
  24. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 34 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Rohana yang sombong...hrs di shock therapy ini.
    Ngeyel...suka memaksakan kehendak.

    Skrng jaman nya Kebo nusu Gudel ya Rohana, bukan masa nya Siti Nurbaya & Datuk Maringgih...😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  25. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  26. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Reni

    ReplyDelete
  27. Birah datang lagi...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  29. Terimakasih Bunda Tien ... Smg sehat , semangat dan bahagia bersama amancu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Nanik

      Delete

MASIH ADAKAH MAKNA 08

  MASIH ADAKAH MAKNA  08 (Tien Kumalasari)   Tegar heran melihat Boy mendahului masuk. Setelah mengunci mobil ia bergegas mengikuti. Tomy ya...