KUPETIK SETANGKAI BINTANG 31
(Tien Kumalasari)
Murtono menatap Rohana. Memang dia bukan orang baik. Tapi dia tidak mudah mengingkari janji. Birah sudah mengorbankan dirinya untuk bercerai dengan suaminya, karena ia berjanji akan menikahinya. Sekarang dia agak mengabaikan Birah karena kemelut di perusahaannya. Tapi mengingkarinya? Murtono agak keberatan. Dia diam untuk beberapa saat lamanya.
“Oo, berat ya? Begitu cintanya Mas sampai begitu berat melepaskannya?”
“Rohana, apakah itu satu-satunya syarat agar aku bisa mendapat pertolongan kamu? Dengar Rohana, aku tetap akan berhubungan denganmu. Kita akan ketemu setiap kamu menginginkannya. Mana mungkin aku bisa melupakan kamu?”
Rohana tertawa, keras dan agak lama.
“Mas Murtono, bukan itu. Bukan karena aku takut kehilangan kamu. Bukan karena aku sangat mencintai kamu.”
Murtono agak tersinggung. Tidak cinta, tapi tidak rela dia bersama dengan perempuan lain. Apa sebenarnya maksud perempuan ini? Murtono tak bisa mengerti.
“Aku hanya tidak ingin Birah hidup tenang dan senang. Itu saja.”
“Kamu membenci Birah yang sebenarnya pernah menjadi saudaramu?”
“Saudara tiri. Beda ayah dan beda ibu. Jadi tak ada hubungan darah. Adanya hanya kebencian. Dulu Birah sangat cantik, dimanja oleh orang tuanya, aku dikesampingkan. Jadi ketika orang tua kami meninggal, aku ingin agar Birah hidup menderita. Ia harus menikahi laki-laki lain, orang biasa, yang miskin dan kekurangan. Lalu aku mendekati kamu, dan aku berhasil bukan? Agar aku bisa hidup lebih enak dari dia. Kamu juga suka kan? Bukankah sekarang aku lebih cantik dari dia? Aku lebih bisa merawat diri, mematut diri, tidak kampungan seperti dia.”
“Tapi kamu berkhianat.”
“Ya, karena aku harus pintar memilih. Sekarang aku berterus terang sama Mas, karena kita sudah tidak ada hubungan apa-apa. Sungguh, hidup itu memilih. Mana yang lebih baik, mana yang lebih matang, mana yang lebih enak, mana yang lebih manis. Masa iya orang memilih yang buruk? Mas harus tahu itu.”
Murtono menatap ke arah halaman rumah Rohana yang luas. Penuh dengan tanaman hias, dan teduh oleh pohon-pohon buah yang rindang. Pembantu yang merawat semuanya, karena Rohana adalah nyonya besar yang sekarang kaya raya dengan bekas suami yang masih memanjakannya dengan uang.
Murtono memiliki banyak pembantu di rumahnya, yang mengurus semuanya dengan baik. Tapi itu memerlukan biaya. Ketika nanti usahanya runtuh, semuanya akan hilang. Rumah bagus dengan pembantu-pembantu setia, mobil-mobil mewah yang menunjukkan tingginya derajat seorang Murtono, dan ….
“Jadi bagaimana Mas? Memilih bangkrut dengan istri kampungan itu, atau berjaya kembali dan kita adalah tetap menjadi teman. Teman yang sangat istimewa, walaupun tanpa cinta.”
Murtono tak pernah hidup kekurangan. Dulu ketika muda, orang tuanya adalah petani yang memiliki sawah berhektar-hektar. Sekarang, ketika dia sudah menjadi pengusaha kaya, mampukah menjalani hidup kekurangan?
“Ya sudah Mas, kalau memang Mas keberatan, aku tidak bisa memaksa. Terserah Mas mau apa, dan jadi apa. Tapi kalau Mas menjadi miskin, jangan berharap bisa menemui aku dan menemukan kesenangan bersamaku. Sekarang aku akan memesankan tiket untuk Mas, kasihan kalau Mas beli tiket sendiri, sementara perusahaan sudah mau bangkrut.”
Rohana berdiri dan beranjak meninggalkan Murtono.
“Tunggu, Rohana.”
Rohana berhenti melangkah, menatap Murtono yang tampak lesu.
“Baiklah, aku setuju persyaratan itu.”
“Benar?”
“Aku membutuhkan kamu. Akan aku kesampingkan permasalahan lainnya.”
“Lalu setelah kembali berjaya, Mas akan mendekatinya lagi?”
”Percayalah padaku.”
“Baik, aku pegang janji Mas, tapi kalau Mas ingkar, tahu sendiri akibatnya.”
***
Hari ini Minar dan Wini pulang, Satria mengantarkannya sampai ke bandara, dan Monik yang ingin tinggal, tentu saja ikut bersama Satria.
Sebelum berpisah, Satria membisikkan sesuatu ke telinga Minar.
“Jangan keberatan kalau aku sering menelpon kamu.”
Minar tertegun. Disitu ada Monik yang dia tahu bahwa gadis itu menyukai Satria, mengapa Satria berbisik-bisik di telinganya?
Minar hanya tersenyum menanggapinya.
“Terima kasih banyak ya Mas. Mas telah membuat saya senang, bisa jalan-jalan di Jakarta, dan sekitarnya, tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya,” justru itulah yang dikatakan Minar.
Ketika mereka benar-benar berpisah, Satria menatap kepergian mereka dengan berat hati. Ia terus saja melambaikan tangannya, walau Minar dan Wini sudah hilang dari pandangan.
“Hei, ayo balik. Mas melambai sama siapa?” tegur Monik.
“Oh ya, aku lupa kalau kamu ada,” kata Satria seenaknya.
“Aku dianterin balik ke hotel dulu, habis itu numpang nginep di rumahmu ya Mas?”
“Apa? Mana mungkin aku menerima gadis menginap di rumahku? Bisa ditangkap pak RT, nanti.”
“Kebetulan kalau ditangkap.”
“Nggak bisa. Kamu sudah punya rencana tinggal tuh kan pasti sudah tahu harus menginap di mana.”
“Yaah, pelit amat sih.”
Satria tak menanggapi. Ia langsung menuju ke arah mobilnya, dan Monik tersaruk-saruk mengikuti langkahnya.
“Jadi aku nanti ditinggal di hotel?”
“Aku tidak tahu kamu mau ke mana, terserah saja, asal jangan di rumahku.”
Satria menjalankan mobilnya menuju hotel, di mana tadinya teman-temannya menginap. Monik ditinggalkannya begitu saja.
Monik mengomel tak henti-hentinya. Tapi Monik punya rencana sendiri. Tidak bisa langsung mendekati Satria? Ia akan mendekati ibunya. Mengapa tidak?
Ia sudah tahu di mana alamatnya, dan ibu Satria akan menerimanya dengan senang hati bukan?
***
Sutar sangat senang, Minar pulang dengan selamat dan tampak sangat senang, walau ada hal mengganjal yang disembunyikannya dari sang ayah.
“Apa kamu senang?”
“Tentu saja senang Pak.”
“Kamu membawa oleh-oleh banyak buat bapak sih. Ini baju-baju dibeli di Jakarta, pasti harganya mahal.”
“Mahal tidak apa-apa Pak, namanya juga oleh-oleh. Bapak suka tidak?”
“Suka sekali, tapi bapak merasa kamu berlebihan. Bukankah uang kamu lebih baik disimpan, barangkali bisa dipergunakan untuk keperluan yang lebih penting.”
“Menyenangkan orang tua itu kan juga penting?”
“Ini besok Bapak bawa ke kantor ya, untuk bu Kirani.”
“Baiklah, pasti bu Kirani senang. Uangmu habis?”
“Masih ada kok Pak.”
“Kamu simpan saja, barangkali kamu membutuhkan sesuatu. Oh ya, sebelum lupa bapak mau ngomong nih.”
“Apa tuh Pak?”
“Apa kamu tidak ingin kuliah?”
“Mengapa Bapak menanyakannya lagi? Minar sudah merasa senang begini saja. Bisa melayani Bapak.”
“Tapi bu Kirani menanyakannya.”
“Maksudnya ….?”
“Tampaknya bu Kirani ingin membantu, kalau kamu memang ingin kuliah.”
“Nggak usah Pak, nggak enak merepotkan orang lain. Biarllah begini saja, tidak kuliah juga tidak apa-apa.”
“Kata bu Kirani, sayang kalau kamu tidak kuliah, kan nilai kamu bagus.”
“Siapa yang mengharuskan, kalau nilai bagus harus kuliah? Tidak Pak, kalau Minar ingin, nanti Minar akan berusaha sendiri.”
“Baiklah, kalau memang itu keputusan kamu. Bapak tidak akan memaksa.”
***
Kirani tentu saja kecewa mendengar keputusan Minar yang menolak untuk kuliah. Tapi Kirani bisa mengerti, tampaknya Minar sungkan menerima kebaikan darinya. Ia juga tahu, Minar bukan orang yang suka memanfaatkan kebaikan orang lain.
Kalau saja Kirani tahu, ketika untuk memberi ponsel untuk Minar saja, harus dilakukan sebuah rekayasa yang kemudian membuat Minar tersinggung pada awal setelah rekayasa itu dibocorkan temannya.
“Kata Minar, kalau dia ingin kuliah, maka dia akan berusaha sendiri. Entah apa yang akan dilakukan, saya tidak tahu, Bu.”
“Harus ada cara untuk bisa memberikan sesuatu pada dia. Tidak gampang bagi Minar untuk menerima kebaikan orang lain.”
Dan Sutar mengangguk setuju. Dia tak akan memaksa kalau memang Minar tak suka.
“Bagaimana kalau aku memberikan pekerjaan untuk dia?” kata Kirani tiba-tiba.
“Pekerjaan apa? Minar hanya lulusan SMA.”
“Pasti ada lah. Nanti aku pikirkan.”
“Ibu selalu repot untuk keluarga saya.”
“TIdak, jangan sampai mas Sutar tertular penyakit Minar ya,” goda Kirani dan membuat Sutar tersipu.
***
Rohana melepas kepulangan Murtono, setelah memberikan dana yang diminta Murtono. Ia merasa puas bisa menghalangi Birah untuk menemukan hidup enak.
“Rasain kamu Birah. Mau mendapatkan kembali cinta pertama kamu? Jangan mimpi."
Ketika itulah dia kedatangan seorang tamu, yang dikenalnya dengan baik walau baru saja bertemu.
“Monik ya?” katanya riang.
“Ibu, saya belum pulang, pengin main di rumah ibu, bolehkah?” katanya sambil merangkul Rohana erat.
“Tentu saja boleh, ayo masuk,” dengan ramah Rohana menggandeng Monik, diajaknya masuk ke rumah.
“Menginap di sini kan?”
“Iya Bu, itu kopor saya sudah saya bawa sekalian dari hotel.”
“Teman-teman kamu tidak mau kemari?”
Mereka sudah pulang kemarin, tapi saya ingin tinggal, karena pengin menginap di rumah ibu.
“Bagus sekali. Ibu senang, karena ibu sedang sendiri.”
“Mengapa mas Satria tidak tinggal bersama ibu?”
“Tidak, dia punya rumah sendiri, biarpun kecil.”
“O, gitu ya. Tadinya saya ingin menginap di rumah mas Satria, tapi tidak diijinkan oleh dia.”
“Sinaaaah, buatkan minum untuk tamu,” kata Rohana berteriak kepada pembantunya.
“Tidak gampang mengerti tentang Satria. Sebenarnya suka kan, ada teman cantik menemani?”
“Katanya takut ditangkap RT,” kata Monik sambil tertawa.
“Apa kamu suka pada anakku?”
“Ah, Ibu … “ Monik tersipu malu.
“Ditanya kok. Jawab dong.”
“Apa ibu suka punya menantu Monik?”
“Kamu ini cantik, sangat pas kalau berjodoh dengan Satria.”
Sinah keluar sambil menghidangkan minuman dingin.
“Sinah, nanti siapkan makan siang untuk tamu ya, juga kamar di depan, dia akan menginap di sini.”
“Baik Bu, akan saya siapkan makan siangnya dulu,” kata Sinah sambil berlalu.
“Dia itu satu-satunya pembantu di rumah ini. Tapi dia bisa mengerjakan semuanya. Bersih-bersih rumah, mencuci, menyetrika, memasak, merawat kebun, pokoknya semuanya. Dia rajin, baru sebulan di sini.”
“Kelihatannya dia kuat, badannya besar seperti laki-laki.”
“Iya benar. Ayo diminum. Kamu anggap saja seperti di rumah sendiri.”
“Terima kasih Bu, Ibu sungguh baik.”
“Tentu saja ibu baik, kan sama calon menantu.”
“Ah, ibu. Masa ibu tidak tahu, mas Satria itu sukanya sama Minar.”
“Minar yang kelihatan kampungan itu?”
“Biar kampungan, tapi mas Satria suka kok.”
“Amit-amit deh, anak itu. Seleranya sangat rendah, seperti ayahnya.”
“Lho, kan ayahnya punya istri ibu yang cantik begini, masa rendah sih?”
“Aku tuh sudah cerai sama ayah Satria. Dia sedang tergila-gila sama perempuan kampung,” kata Rohana yang tak tahan untuk tidak membuka aib bekas suaminya.
“O, gitu ya. Tapi pas kami datang kemari itu kan dia ada?”
“Karena akan menghadiri wisuda Satria.”
“Nggak nyangka.”
“Tapi Satria akan saya beri tahu. Aku tidak suka punya menantu gadis itu, siapa namanya? Karena nggak suka sampai aku nggak nanya.”
“Namanya Minarni. Dia anak orang nggak punya. Nggak cocok kalau sama mas Satria.”
“Kamu benar, cocoknya kan sama kamu.”
“Ah, Ibu,” Monik tersenyum malu, tapi alangkah senang hatinya mendapat perhatian dari ibu Satria.
***
Hari itu Satria sedang bersiap untuk menghadiri panggilan wawancara di sebuah perusahaan impor expor.
Ketika sedang memasuki mobilnya, sang ibu menelponnya.
“Ya, Bu.”
“Datanglah ke rumah, ada yang ingin ibu bicarakan.”
“Tapi Satria sedang ada perlu Bu, tidak bisa sekarang.”
“Ada perlu apa sih, kamu sudah selesai dan sudah wisuda, mengapa susah sekali kalau ibu ingin bertemu kamu?”
“Memang Satria sedang ada perlu. Ini masalah pekerjaan.”
“Pekerjaan apa? Apakah kamu sudah bekerja?”
“Ini sedang mau mencari pekerjaan.”
“Kalau pekerjaan, kamu tidak usah khawatir, nanti aku mau minta tolong ayahnya Tomy untuk mencarikan kamu pekerjaan. Dia pejabat yang bisa melakukan banyak hal.”
“Wah, nggak mau Bu, biarlah Satria mencari dengan kemampuan Satria sendiri.”
“Sombong sekali kamu Satria, jaman sekarang mencari pekerjaan itu susah.”
“Akan Satria coba, biar Satria berusaha sendiri. Sudah Bu, nanti saya terlambat wawancara. Doakan saja Satria berhasil.”
Rohana kesal karena Satria menutup pembicaraan itu ketika dia masih ingin bicara.
“Mas Satria mau kemari?” tanya Monik yang masih ada di rumah itu.
“Dia sedang menjalani wawancara untuk sebuah pekerjaan. Tapi nanti akan ibu paksa dia kemari. Kamu istirahat saja dulu di sini untuk beberapa hari, aku yakin Satria akan bisa ditaklukkan. Percayalah, ada cara untuk itu,” kata Rohana tersenyum penuh arti. Entah rencana apa yang akan dilakukannya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
Horeeeee
DeleteAku mendelep disik wae.
Horeeeee
DeleteMatur sembah nuwun..mbak Tien
ReplyDeleteSehat selalu
Sami2 jeng Ning
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
Matur nuwun
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
alhamdulillah ...terimakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteSuwun
ReplyDeleteSami2 pak Wirasaba
DeleteSelamat jeng Susi Herawati.....
ReplyDeleteMaaf rada telat sitik...... Bu kesayahan baru pulang healing ditemani jeng Ning dan jeng Iin.
Hayo sahabat2 penggemar cerbung Tien Kumalasari yang domisili di Bandung, Cimahi dan sekitarnya, yang pengin ketemu Bu Tien, beliau ada di Antapani sd Senin, 24 Juni 2024.
Matur nuwun mas Kakek
DeleteAlhamdulillah *KaeSBe*
ReplyDeleteepisode 31 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu In
ADUHAI 3X
Alhamdulillah... Terimakasih mbakyu... Sehat selalu njih... Aamiin
ReplyDeleteSami2 jeng Kun Yulia
DeleteSehat selalu juga
Matur nuwun bunda Tien, salam sehat sllu
ReplyDeleteSami2 ibu Wiwik
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah...matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Atiek
DeleteAlhamdulillah ππ·
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillaah tayang
ReplyDeleteRohana Rohana, jangan mau satira d jodohkan sama monik
Terima kasih ibu Engkas
DeleteMks bun ,......salam sehat tetap semangat
ReplyDeleteSami2 ibu Supriyati
DeleteAlhamdulillah non Minar Sudah tayang....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien......
Sami2 pak Apip
DeleteIbunya satria akan membuat jebakan.
ReplyDeleteJangan jangan malah Tomy yang kena
Mbak Yaniiiiikk
DeleteWaduh, apa taktik Murtono menyetujui persyaratan Rohana ya? Jadi penasaran, kalau dia tidak jadi menikahi Birah, apa yg akan terjadi ya?π€π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Salam sehat.π
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam sehat juga
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga tetap sehat penuh barakah...
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Dasar wanita" jahat, Rohana punya rencana apa terhadap Satria, Birah punya rencana apa terhadap Rohana...
ReplyDeleteMinar yang lugu dan polos, tidak serta merta menerima uluran tangan orang" baik.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latif
Alhamdulillah "Kupetik Setangkai Bintang - 31" sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bshagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
ππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
KaeSBe_31 sdh hadir.
Matur nuwun Bu Tienkuuh...
Doaku semoga Bu Tien
selalu sehat & bahagia
bersama kelg tercinta.
Salam seroja...ππ€©
ππππππππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Selamat KSB 31. Semoga langgeng.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Widay2
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteSami2 ibu Mundjiati
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai.
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu bersama keluarga.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~31 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 31 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Rohana yng jahat nan licik, mempunyai rencana agar Satria jadian sama Monik. Monik oleh Rohana di suruh tinggal beberapa hari di rumah nya.
Ini dia, nanti kalau Tomy datang, jadi sasaran empuk dia. Bisa2 Monik di kerjain sama Tomy...ππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat selalu ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteWah Bu Tien bikin gemes bacanya.
Monik n Rohana setali tiga uang, tdk jauh dr harta ,, penasaran......π€©
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien.
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu bersama keluarga.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Dialognya luar biasa...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 MasMERa
ReplyDeleteSedikit redup
ReplyDeleteWis padang
DeleteRohana kok jahat ya?
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien Sehat Semangat dan selalu bahagia bersama amancu