KUPETIK SETANGKAI BINTANG 28
(Tien Kumalasari)
Monik terkekeh melihat Minar tampak heran. Tapi dia tidak merasa bersalah. Rasa kesal karena Satria lebih mendekati Minar membuat hatinya sedikit panas. Ia harus membuat agar Minar tahu diri. Bahwa dia beli ponsel saja tak mampu, dan hanya mengandalkan belas kasih dari teman-temannya.
“Apa maksudmu Monik? Ponsel hasil rekayasa bagaimana?”
“O, jadi kamu belum tahu ya? Ada yang kasihan pada kamu, lalu memberikan ponsel ini tapi dengan cara seperti yang kami lakukan beberapa waktu yang lalu. Pura-pura memberikannya untuk kamu sebagai hadiah yang diundi, omong kosong itu. Itu yang aku namakan hadiah rekayasa. Menyenangkan, ya? Banyak yang kasihan pada nasibmu. Termasuk aku."
Pada saat itu Wini berteriak memanggil karena Monik dan Minar terpisah jauh.
Tapi Minar sedang berpikir tentang ponsel rekayasa itu. Apakah Wini yang memberikannya, atau Satria? Karena yang menyumbang hadiah ponsel ada dua, yaitu Wini dan Satria.
“Sebentar, aku beli es krim dulu,” kata Monik.
Wini yang kesal menunggu akhirnya mendekati mereka.
“Tadi baru saja minum es teler, sekarang makan es krim?” omel Wini.
“Bukan aku, tapi Monik,” jawab Minar.
Wini heran melihat wajah Minar yang tampak muram.
Ia menarik tangannya, diajaknya menyusul Satria yang sudah duduk di bawah pohon rindang.
"Kamu pengin es krim, Minar?” tanya Satria.
“Tidak, hanya mengantarkan Monik.” jawab Minar sambil duduk.
“Kamu di sini, aku di pinggir,” kata Wini mengatur tempat duduk mereka, agar Minar bisa berdekatan dengan Satria. Tapi Monik yang sedang mencecap es krimnya langsung menyerobot, duduk di dekat Satria, dan karena kurang hati-hati, es krim warna merah strowbery itu tumpah dan membasahi baju Satria.
“Ufff!! Gimana sih Monik?” kesal Satria sambil mengibas-ngibaskan tangannya untuk membersihkan bajunya.
Melihat hal itu, Monik mengambil tissue nya dan mengelap baju Satria sambil berjongkok di depannya.
“Maaf, maaf ya, aku nggak sengaja … “ katanya sambil terus mengelap baju Satria.
Tapi Satria kemudian mendorongnya, lalu berdiri.
“Sudah, tidak apa-apa.”
“Maaf ya … maaf … sungguh aku tidak sengaja …” katanya menghiba. Tapi Satria mengibaskan tangannya sambil tersenyum
“Tidak apa-apa … nanti masih bisa dicuci.”
Wini tak berkomentar. Ia kesal dengan ulah Monik, yang menyerobot tempat duduk yang diberikannya kepada Minar. Minar diam saja. Perkataan tentang ponsel hasil rekayasa masih mengganggunya. Ia ingin bertanya pada Wini, barangkali dia tahu, tapi lebih baik nanti saja, kalau Satria maupun Monik tak ada di dekat mereka.
“Kemarin itu ibuku ingin agar kita mampir ke rumahnya. Jadi setelah ini mampir sebentar ya,” kata Satria mengalihkan pembicaraan.
“Mau dong, ingin sekali berkenalan dengan ibu mas Satria, pasti dia cantik, karena putranya juga ganteng,” kata Monik tanpa sungkan.
“Wini, Minar … mau kan?” Satria justru bertanya kepada Wini dan Minar, tanpa mempedulikan ucapan Monik.
“Terserah mas Satria saja,” jawab Minar dan Wini hampir bersamaan. Walau sebenarnya Minar merasa miris. Bukankah dia pernah bertemu ibu Satria dan mengira dia calon pembantu? Ingin dia menolaknya, tapi sungkan. Dilihatnya Satria menatapnya lembut, barangkali maksudnya adalah untuk menenangkan hati Minar, karena dia ingat sang ibu pernah menyakitinya.
“Kalau begitu setelah kita makan, langsung ke rumah ibuku, sekalian langsung memberikan undangan wisuda, barangkali ibu ingin hadir.”
Mereka langsung mengatakan setuju. Kalaupun tak ingin, pasti sungkan dong, mampir ke rumah ibu Satria sementara Satria adalah sponsor mereka untuk pergi jalan-jalan ke Jakarta.
***
Rohana senang, ketika Murtono benar-benar datang. Ia bisa memisahkan sejenak Murtono dan Birah, yang menurut Rohana pasti keduanya selalu bersama setiap hari, walaupun Murtono berkata ‘tidak’.
“Sinah, siapkan kamar tamu ya, bersihkan dan tata yang rapi. Ada saudaraku yang mau menginap di sini selama beberapa hari.”
“Baik, Nyonya.”
Sinah sudah tahu, ada tamu yang sangat akrab dengan majikannya. Seorang laki-laki yang tidak lagi muda, dan ketika bertemu langsung cipika cipiki dengan hangat. Sinah hanya seorang pembantu, tapi dia mengerti tata krama, karena sudah sering menjadi pembantu di keluarga-keluarga kaya. Sinah adalah seorang wanita yang kuat. Bukan hanya tubuhnya yang kekar, tapi juga pribadinya yang tak tergoyahkan. Pada suatu ketika dia berani memaki-maki Tomy karena melakukan pelecehan pada dirinya, dan dia tidak takut dibenci oleh nyonya majikannya. Ia merasa benar ketika sudah melaksanakan tugasnya dengan benar, tapi kelakuan tak senonoh amat dibencinya. Hal itu disebabkan karena dulu ketika masih gadis, dia diperkosa oleh seorang laki-laki mabuk, dan membuat dia hamil, kemudian diusir oleh orang tuanya. Karena hidup terlunta-lunta, maka kandungannya yang masih berumur sangat muda kemudian keguguran. Sinah tidak menyesalinya karena bayi yang dikandungnya adalah karena perbuatan bejat seorang laki-laki tak bertanggung jawab. Di kota, Sinah bekerja menjadi pembantu. Ia rajin tapi dia juga sangat keras memegang keteguhan hatinya. Ia tak takut apapun, kalau memang dia benar.
Ketika melihat bagaimana sikap sang nyonya majikan terhadap tamunya, Sinah sebetulnya merasa agak risih. Kalaupun saudara, ia merasa itu sangat berlebihan. Tapi Sinah tak bisa berbuat apa-apa, yang penting tidak mengganggunya.
Hari sudah sore ketika Murtono merasa lelah.
Berminggu-minggu memikirkan perusahaan yang nyaris bangkrut, dan sekarang, ketika dirasa ada yang bersedia menolongnya, Murtono baru merasa betapa lelahnya dia.
“Aku mau istirahat di kamar sebentar.”
“Istirahat saja Mas, nanti kalau capeknya hilang kita baru bicara soal kebutuhan Mas itu.”
Murtono mengangguk, setidaknya janji Rohana telah membuatnya merasa lega.
“Mau aku temani istirahat?” tanya Rohana dengan senyum memikat.
Murtono sudah mengangguk mengiyakan, tapi tiba-tiba terdengar mobil memasuki halaman.
“Anakmu pulang?” kata Murtono khawatir, karena setelah pemblokiran nomor kontaknya itu, ia yakin bahwa Tomy tidak menyukai dirinya.
“Bukan, itu bukan suara mobil Tomy. Dia pergi selama seminggu, mungkin lebih.”
Keduanya keluar, dan melihat Satria turun dari mobil.
“Satria?” pekik Murtono dan Rohana hampir bersamaan.
Tapi ketika kemudian Satria membuka pintu samping kemudi dan pintu belakang, tiga orang gadis keluar.
“O, iya. Satria bilang bahwa dia balik ke Jakarta dengan teman-temannya,” kata Murtono sambil mengamati tiga gadis itu satu persatu.
“Bapak sudah ada di sini?” kata Satria.
“Baru datang siang tadi,” jawab sang ayah.
Diam-diam Minar mengamati Murtono. Ia merasa pernah melihatnya, tapi lupa di mana.
Rohana pun mengamati ketiganya, dan ketika berhenti pada Minar, wajahnya berubah gelap.
“Ini … dia kan?” katanya sambil menunjuk ke arah Minar. Minar maju ke depan, lalu mencium tangan Rohana dan Murtono, diikuti kedua temannya.
“Kamu … masih membawa gadis ini?” sikap Rohana sungguh menyakitkan. Mengambang air mata Minar tanpa tertahankan. Tapi kemudian Satria membelanya.
“Memangnya kenapa Bu? Satria menyukainya,” kata Satria sambil menggandeng tangan Minar, tapi kemudian Minar melepaskannya.
Tapi ketika Monik menyalaminya, wajah Rohana berseri.
“Naaa, ini baru pas. Cantik, menawan. Namamu siapa Nak?”
“Saya … Monika … “
“Hm, cantiknya Monika. Yang satunya ini juga cantik, namamu siapa?”
“Saya Wini, Bu.”
Wajah Rohana berseri, dia sama sekali tidak menanyakan siapa nama Minar. Ia lupa, dulu pernah menanyakannya, atau tidak, yang penting dia tak ingin mengingatnya.
“Ayo silakan masuk.”
“Kami hanya mampir, Bu. Jadi akan langsung kembali ke hotel,” kata Satria yang tidak suka melihat sikap ibunya terhadap Minar. Wajah Mirah yang tersakiti membuatnya trenyuh. Tapi bukan hanya itu. Ada getar-getar halus yang menggelitik sanubarinya, yang tidak dimengerti apa artinya.
“Mas Satria, masa ke rumah orang tua tidak mau masuk dulu,” kata Monik yang begitu senang karena Rohana memujinya.
“Tidak, kalian pasti capek karena jalan-jalan seharian. Sekarang harus istirahat, karena besok harus pergi pagi.”
“Ayahmu baru datang tadi. Kami akan datang pada acara wisuda kamu besok.”
“Terima kasih, Pak. Sekarang kami permisi dulu.”
“Sayang sekali tidak mau sekedar minum dulu,” gumam Rohana.
“Bu, besok saya akan main ke rumah Ibu ini, biarpun mas Satria tidak mengajak saya. Boleh kan?” tiba-tiba kata Monik sambil tersenyum manis.
“Tentu saja boleh, Monika. Pintu ini terbuka untuk kamu,” kata Rohana ramah.
Ketika mereka pergi, Murtono segera mendahului masuk ke dalam. Rohana mengikutinya sambil mengomel.
“Mas, itu lho, gadis yang baju kuning tadi, itu yang aku pernah bilang, datang bersama Satria dan Satria mengatakan kalau dia calon istrinya.”
“O, itu? Yang namanya siapa tadi? Monika?”
“Kok Monika, kalau itu aku suka, dia cantik, pakaiannya bagus, modis, tampak kalau dia anak orang kaya.”
“Yang baju kuning … yang namanya siapa?”
“Nggak tahu, aku nggak nanya. Sebel banget sama gadis itu. Bagaimana Satria bisa tertarik sama dia?”
“O, dia. Yang penampilannya sederhana.”
“Dia itu sebenarnya siapa? Aku nggak suka. Kalau pada suatu hari nanti Satria minta dinikahkan sama dia, aku nggak akan setuju. Kenapa ada yang lebih cantik dan menarik, tapi dia malah memilih gadis itu? Kalau aku pilih Monika. Dia pas menjadi pasangan Satria. Bagaimana menurutmu Mas?”
“Entahlah, bukankah hal itu tergantung yang menjalani?”
“Mas ini memang seleranya rendah. Pantesan tergila-gila sama Birah,” gerutu Rohana sambil mengikuti Murtono masuk ke kamar.
‘Siapa yang tergila-gila? Biasa saja ….”
Rohana menutupkan pintunya, lalu semuanya terdengar sepi. Sinah yang melongok ke depan karena mengira ada tamu, serta bersiap menyajikan minuman, menatap ke arah kamar tamu yang tertutup. Ia tahu tadi sang nyonya majikan masuk ke dalam. Sinah mengangkat bahu, sedikit risih.
***
Sore hari itu, ketika ketiga gadis selesai mandi, Satria memanggil Minar agar menemuinya di lobi. Minar merasa ragu, lalu mengajak Wini. Tapi Wini menolaknya.
“Dia ingin bicara sama kamu, mengapa mengajak aku? Sudah, sana,” kata Wini sambil mendorong Minar agar keluar kamar.
“Ada apa dengan dia? Dari tadi diam saja? Apa dia marah, karena ibu mas Satria menyukai aku?” kata Monik.
“Mengapa kamu mengira begitu? Minar gadis baik, dia tak pernah marah.”
“Tapi tadi kelihatan kan, kalau dia tak disukai?”
“Kamu jangan suka berprasangka buruk. Minar itu orangnya pendiam. Dia tak kelihatan marah, tapi dia juga manusia, pasti punya lah, rasa sakit hati. Jadi aku minta, kalau terhadap Minar jangan bicara yang menyinggung perasaannya.”
“Iya … aku tahu,” kata Monik yang langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.
***
Sementara itu Minar duduk diam di depan Satria, yang dari tadi mengucapkan kata maaf atas perlakuan ibunya.
“Kamu mau kan, memaafkan, demi aku?”
“Iya Mas, tidak apa-apa. Aku tahu diri, jadi tidak bisa menyalahkan pendapat orang terhadap diriku.”
“Kamu tahu, Minar. Sikapmu membuat aku kagum. Dan kamu juga harus tahu, bahwa kalaupun seluruh dunia merendahkan kamu, tapi bagiku kamu adalah bunga paling indah yang sangat aku kagumi.”
“Jangan berlebihan Mas, aku memang gadis yang tidak pantas untuk Mas. Aku tahu, Mas sedang menghiburku, agar hatiku tidak sakit bukan? Tapi itu tak perlu Mas, aku tahu siapa diriku.”
“Minar, mengapa kamu tidak percaya padaku? Apa aku harus bersumpah demi menyatakan bahwa apa yang aku katakan adalah benar?”
“Mas, bolehkah aku bertanya sesuatu?”
“Katakan, apapun, Minar.”
“Apakah artinya hadiah rekayasa?”
Satria terkejut bukan alang kepalang.
“Apa maksudmu, Minar?”
“Tentang ponsel untuk aku. Benarkah itu hadiah rekayasa?”
Minar belum tahu, siapa sebenarnya yang memberikan ponsel itu dan dinamakan sebagai hadiah rekayasa oleh Monik. Wini, atau Satria. Ia belum sempat menanyakannya pada Wini, karena selalu ada Monik diantara mereka. Dan sekarang, ketika ia sedang berdua bersama Satria, ia ingin menanyakannya pada Satria.
“Minar ….”
“Mas, memang benar aku ini orang tak punya, tapi aku tak ingin mendapat belas kasihan dari kalian.”
“Dari siapa kamu tahu tentang hadiah rekayasa itu?”
“Dari siapa itu aku tahu, itu tidak penting. Kalau memang ponsel itu dari Mas, aku akan mengembalikannya sekarang juga.”
“Minar!” tanpa sadar Satria kembali memegang tangan Minar, dan saat itu pula Minar menepiskannya. Ada air mata mengambang di sepasang bintang yang ditatapnya, sementara tangannya mengulurkan ponsel itu padanya.
***
Besok lagi ya.
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
ReplyDeleteSyukron bu Tien, KaeSBe episode_28 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... πππΉ
πΈππππ ππ πΈππππ, ππππ πππππ² πππππππππππ πππππππ πππππππ πΎπππππ...
π‘π‘π‘
ππ«ππ«ππ«ππ«ππ«
Matur nuwun mas Kakek
DeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
Delete⭐π⭐π⭐π⭐π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
KaeSBe_28 sdh tayang.
Matur nuwun Bu Tien,
semoga Bu Tien &
kelg, sehat & bahagia
selalu. Aamiin.
Salam aduhai...ππ€©
⭐π⭐π⭐π⭐π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
⭐π«πππ«π⭐π«π
ReplyDeleteAlhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 28_. sudah tayang.
Matur sembah nuwun
Salam sehat mbak Tien π₯°
Salam *ADUHAI*
πππ©·
⭐π«πππ«π⭐π«π
Sami2 jeng Ning
DeleteADUHAI deh
Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
ReplyDeleteMakasih bu Tien cantik
ReplyDeleteSami2 jeng dokter Dewi
DeleteHamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 28 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin
Selamat hari Raya Idul Adha 1445 H bagi Sahabat PCTK yang merayakan nya.
Alhamdulillah.siCentil,siBodoh,siCulas,siLugu ada semua.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMatur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pakk Indriyanto
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang makasih bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Engkas
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteMaturnuwun Mbk Tien
ReplyDeleteSami2 jeng Nani
DeleteMatur nuwun, bu Tien cantiiik... sehat2 sekeluarga, yaaππ
ReplyDeleteSami2 ibu Mita
DeleteAamiin doanya
Matur nuwun bunda Tien...ππ
ReplyDeleteSami2 ibu Padmasari
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun ibu Atik
DeleteOoo setangkai bintang itu Minar ...yg akan di petik Satria ...
ReplyDeleteAlhamdulillah ... in Syaa Alloh Happy End ...
Syukron nggih Mbak Tien ...tetep Sehat dan Aduhaii Bandung πΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteADUHAI sekali
Alhamdulillah KSB 27 sdh tayang, matur nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteSami2 pak Bams
DeleteSalam sehat dari Solo
Matur nuwun ibu
ReplyDeleteSami2 Butut
DeleteNutul sejak sore gagal terus, Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Sami2 ibu Endah
DeleteSebenarnya kan biasa dalam reuni ada yg jadi donatur/sonsor hadiah utk diundi sbg doorprize ya...cuman kalau pasti yg mendapatkan itu salah satunya Minar, nah itu lain perkara...entah Satria sdh mempersiapkan nama Minar di tangannya, atau semua kertas undian bertuluskan nama Minar? Wkwk...ga mungkin juga, karena ada pemenang2 lainnya.
ReplyDeleteBtw, terima kasih ibu Tien yg sudah membuat pembaca bertanya2. Salam sehat.πππ
Sami2 ibu Nana
DeleteAlhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~28 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Murtono jadi ke Jakarta ya, tampaknya 'kurup' perolehan kali ini. Menyelesaikan beberapa keperluan sekaligus.
ReplyDeleteAyahku pernah bilang " lebih baik kalah uang, jangan sampai kalah orang"... Itulah Minar yang mengembalikan hp karena tahu hadiah rekayasa.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Latief
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu.....
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya π€π₯°πΏπ
ReplyDeleteMasih menyempatkan untuk menulis untuk PCTK ,π
Sabar ya Minar, pemenang itu datang nya belakangan,,,π
Kata Satria, Minar adalah bunga yang indah, yang sangat dia kagumi.
ReplyDeleteIbaratnya Minar adalah Kleting Kuning yang akan di sunting oleh Ande2 Lumut ( Satria ) ππ
Tapi knp Ibu nya Ande2 Lumut ( Rohana ) tdk menyukai Kleting Kuning tsb, ibu nya malah lebih suka pada Kleting Abang ( Monik ) dan Kleting Biru ( Wina )...knp ya.
ππ ngelantur nih
Hehee.. bener ngelantur pak
DeleteAlhamdulillah, sehat dan bahagia selalu nggih Bu ππΉ
ReplyDeleteSetangkai Bintang yang bimbang, semoga bimbangnya cepat terutama oleh Satria. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteKasian bgt si Minar,jauh"dari jawa kekota metropolitan hanya mendapat hinaan dari monik dan rohana
ReplyDeleteSabar ya minar, orang sabar kan disayang Tuhan
Mks bun ksb 28nya....selamat malam...sugeng sare
Pengalaman batin dan imajinasi Mbak Tien memang luar biasa...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap aduhai
Terharu di akhir cerita. Terimakasih Bu Tien
ReplyDeleteSehat , semangat dan bahagia selalu bersama amancu