Saturday, June 8, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 19

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  19

(Tien Kumalasari)

 

Birah mengomel panjang pendek karena ternyata duitnya kurang untuk membeli cemilan. Ia harus kembali ke hotel, atau menelpon Murtono agar mau membelikan cemilan untuknya.

Birah mengambil ponselnya, diputarnya nomor Murtono.

Begitu diangkat, terdengar nada tak senang dari seberang sana.

“Birah, aku sedang menghadapi situasi yang kurang baik di perusahaan. Aku harap kamu mengerti dan tidak mengganggu dulu.”

“Mas, aku hanya ingin agar nanti kalau kamu datang, membawakan cemilan untuk aku di hotel.”

“Baik, dan jangan ganggu aku sampai aku datang menemui kamu.”

Lalu Murtono menutup ponselnya, membuat Birah kesal.

Sementara itu Kirani yang juga keluar dari toko, mendengar pembicaraan Birah, entah dengan siapa. Yang ia tahu hanyalah Birah minta dibawakan cemilan ke hotel.

“Jadi perempuan kasar itu tinggal di hotel? Aku heran, bagaimana mas Sutar bisa memiliki istri sekasar itu. Rupanya ia baru saja menjadi simpanan orang kaya, hidup bermewah-mewah, lalu menjadi sombong, tidak punya tata krama, dan mau menang sendiri. Entah aku harus bersyukur ketika tahu bahwa dia menggugat cerai mas Sutar, atau bersedih karena mas Sutar harus kehilangan istri. Tapi kalau aku sih … lebih baik bercerai saja,” lalu Kirani memukul mulutnya pelan karena memiliki pemikiran seperti itu. Berharap agar sahabatnya bercerai?

“Habis … dia sendiri yang minta, dan dia yang ketahuan sifat buruknya. Apa benar pernikahan itu harus dipertahankan?”

Kirani memasuki mobilnya, karena hari sudah sore dan dia baru saja pulang dari kantornya. Ketika mobilnya berjalan, Kirani melihat Subirah memasuki sebuah halaman hotel. Kirani geleng-geleng kepala.

“O, di situ dia menginap? Mungkin sampai proses perceraian selesai, dan laki-laki kaya itu menikahinya? Berapa banyak uang yang harus dikeluarkannya?" gumamnya.

Kirani memacu mobilnya menuju pulang.

***

Satria sudah ada  di rumah, dan langsung mandi. Kemudian duduk di ruang makan sambil menghirup coklat susu yang dihidangkan simbok.

“Tuan muda sudah rapi, mau pergi lagi?”

“Iya, Mbok. Mau ada pertemuan dengan teman-teman.”

“Bukannya setiap hari sudah pertemuan?”

“Yang ini beda. Hanya beberapa teman, mau membicarakan acara reuni bulan depan.”

“Pesta, begitu?”

“Aku harapkan seperti sebuah pesta, karena sudah bertahun-tahun tidak ketemu.”

“Oh, syukurlah. Bisa kangen-kangenan ya?”

“Simbok tahu? Aku akan nyamperin seorang gadis setelah ini.”

“Gadis? Maksudnya pacar? Simbok suka kalau tuan muda punya pacar. Apa dia cantik? Kenalin simbok dong.”

Satria tertawa.

“Kok pacar sih Mbok. Baru ketemu tadi, setelah aku lulus SMA.”

“Tapi pasti ada ‘sesuatu’ kan? Buktinya Tuan Muda cerita sambil senyum-senyum begitu. Cantikkah dia? Simbok jadi pengin tahu.”

“Simbok ngarang deh. Aku kan bilang baru ketemu tadi. Dia memang cantik, tapi sangat lugu dan sederhana. Belum bicara banyak sama dia.”

“Buktinya tuan muda mau nyamperin dia sebelum bertemu yang lain.”

“Soalnya kebetulan aku lewat rumahnya. Huuh, simbok kok kepo sih?”

“Kepo itu apa sih, Tuan?”

“Ya kayak simbok itu, pengin tahu.”

“Rahasia ya?”

“Heee, sudah, sana. Aku habisin minum ini, lalu aku mau berangkat.”

“Baru jam tujuh, masih kurang sedikit.”

“Nggak apa-apa, lebih awal lebih baik.”

Satria mengambil kunci mobilnya, bergegas ke depan.

“Hei, mau ke mana?” tiba-tiba Rohana menghadang di depannya.

“Mau ketemu teman.”

“Boleh ibu numpang? Ada yang terlupa ibu beli buat dibawa pulang besok.”

“Ke arah mana numpangnya?”

“Dekat mal yang di sebelah perempatan itu.”

“Oh, maaf Bu, arahnya berlawanan,” kata Satria sambil berlalu.

“Eh, kalau nganterin ibu dulu kenapa sih? Nanti pulangnya ibu naik taksi. Cuma nganterin, dan kamu boleh langsung pergi,” kata Rohana sambil mengikuti Satria sampai ke halaman.

“Nggak keburu Bu, sudah ditunggu teman,” kata Satria yang tanpa menoleh, kemudian menghampiri mobilnya.

“Dasar anak kurangajar,” umpat Rohana.

“Ibu naik taksi saja!” teriak Satria sambil masuk ke dalam mobilnya.

Rohana tak menjawab, langsung masuk ke dalam, sambil mengomel kesal.

***

Sutar tersenyum ketika melihat Minar sudah rapi. Tampaknya Minar sudah bersiap untuk pergi menemui teman-temannya.

“Itu baju yang diberi ibumu?”

“Bukan. Bapak lupa ya, ini kan baju yang dibelikan Bapak sebagai hadiah, waktu Minar lulus itu.”

“Masa? Masih bagus. Dan kamu kelihatan cantik.”

“Kan nggak pernah dipakai Pak, jadi masih kelihatan baru.”

“Kenapa nggak jadi memakai baju yang diberi ibumu?”

“Nggak, lebih suka yang ini. Apa Minar cantik dengan baju ini?” canda Minar menggoda ayahnya.

“Kamu selalu cantik.”

Minar terkekeh.

“Kalau Minar laki-laki, Bapak pasti bilang ganteng.”

“Itu benar, tapi kamu memang cantik.”

“Assalamu’alaikum,” terdengar suara dari luar, yang dijawab salam oleh Minar dan ayahnya.

“Pak, itu teman Minar.”

Sutar beranjak ke depan, diikuti Minar.

“Selamat malam Pak,” sapa Satria dengan santun.

“Selamat malam, silakan duduk.”

“Kedatangan saya kemari untuk menjemput Minar, Pak. Karena sudah ditunggu teman lain, mohon maaf saya tidak bisa lama-lama sekarang.”

“Oh, begitu ya. Tampaknya Minar juga sudah menunggu. Baiklah, kalian hati-hati ya, jangan pulang terlalu malam,” pesan Sutar.

“Baik Pak, nanti saya antar Minar ke rumah, kalau acara sudah selesai.”

Sutar mengangguk. Minar mencium tangan ayahnya, diikuti Satria.

Sutar melepas kepergian Minar dan temannya, dan merasa lega, karena teman Minar ternyata memiliki tata krama yang sangat baik.

“Anak orang kaya,” gumam Sutar ketika melihat Satria membawa mobil yang diparkir di luar pagar.

“Semoga Minar baik-baik saja.”

Tiba-tiba Sutar mengingat bahwa Minar akan bergaul dengan teman-teman lamanya, dan tidak punya baju yang pantas untuknya, sementara ia tidak mau memakai baju-baju pemberian ibunya.

“Besok kalau aku libur, akan aku ajak Minar membeli beberapa baju, agar tidak memalukan kalau bergaul dengan teman-temannya. Masih ada sisa dalam tabungan untuk membeli dua atau tiga potong baju. Tidak usah yang mahal, yang penting pantas. Kasihan anakku."

***

Pembicaraan dalam rapat itu terdengar hangat. Satria yang ditunjuk sebagai ketua, memutuskan agar besok mulai mencari tempat untuk diadakannya acara reuni itu. Satria bersedia menyumbangkan sewa gedung dan sebagian untuk konsumsi, selebihnya akan mencari donatur diantara teman-teman yang lainnya.

“Besok aku dan Minar akan mencari gedung yang pantas untuk acara itu,” kata Satria.

“Aku?” pekik Minar terkejut.

“Kamu adalah sekretaris, jadi harus mengikuti apa yang kami lakukan bersama.”

“Tap … pppii ….”

“Kamu tenang saja, aku tidak akan melepaskan kamu sendirian, aku akan selalu bersamamu. Oke?”

Minar tak bisa menjawab apapun. Dia memang sekretaris, jadi harus mengikuti apa kata sang ketua.

“Baiklah, hari sudah malam, bagaimana kalau kita bubar dulu?”

“Baiklah, besok aku akan mengabari lagi, kapan pertemuan berikutnya. Yang jelas, besok aku akan mencari gedung dulu, menanyakan harganya dan biaya untuk semua yang terlibat untuk kebutuhan kita. Wini akan mengurus konsumsi, bagian keuangan juga akan melakukan tugasnya. Hari ini aku akan mentransfer sebagian dana untuk operasional.”

“Baik mas Satria, akan saya kirimkan nomor rekening saya," kata Wini.

***

Belum begitu larut malam itu, ketika Satria sudah mengantarkan Minar pulang. Ketika keduanya beriringan memasuki halaman kecil rumah Sutar, mereka melihat Sutar menunggu di teras. Ia berdiri menyambut, ketika keduanya mendekati rumah.

“Selamat malam, Pak.”

“Malam, Nak.”

“Saya mengantarkan Minar, dalam keadaan tak kurang suatu apa.”

“Baiklah, terima kasih banyak, ya Nak.”

“Mohon maaf kalau kami datang agak malam, pembicaraan kami baru saja selesai. Maklum, banyak yang harus dibahas.”

“Tidak apa-apa, Nak. Bapak bisa mengerti. Apa Nak mau singgah dulu?” kata Sutar ramah.

“Tidak Pak, ini sudah malam. Lain kali saya akan mengunjungi Bapak kalau ada waktu senggang.”

“Saya menunggu kehadiran nak ….”

“Satria, Pak,” sambung Satria.

“Oh ya, nak Satria. Silakan datang kapan saja nak Satria suka.”

“Terima kasih banyak Pak, sekarang saya permisi dulu. Minar, aku pulang dulu. Oh ya Pak, besok pagi mungkin saya akan mengajak Minar mencari gedung untuk tempat acara. Agak siang tidak apa-apa, jam sepuluh, begitu, Minar?” sambung Satria.

“Baiklah, pesan saya, selalu hati-hati.”

“Baik, terima kasih, saya permisi,” kata Satria sambil kembali mencium tangan Sutar.

Sutar menatap punggung anak muda itu sampai dia masuk ke dalam mobilnya, lalu masuk ke dalam  rumah diikuti Minar.

“Bagaimana acaranya?”

“Baik Pak, kami lebih dulu saling menyapa. Riuh sekali karena lama tidak berjumpa.”

“Pasti mereka sudah pada kuliah, atau bekerja.”

“Ya, yang lebih senior sudah ada yang bekerja.”

“Kamu menyesal tidak bisa kuliah?”

“Tidak, mengapa Bapak berkata begitu? Minar bahagia dengan apa yang Minar terima. Oh ya, Bapak sudah makan?” tanya Minar sambil berjalan ke ruang makan.

Tapi Minar terkejut ketika makan malam yang disiapkan ternyata masih utuh.

“Kok Bapak belum makan?”

Sutar tersenyum, lalu duduk di kursi, membuka tudung saji yang menutupi makanan yang disiapkan Minar sejak sore.

“Tidak enak makan sendiri. Temani bapak makan sekarang. Kamu sudah makan?”

“Tadi di sana Wini menyiapkan acara makan malam juga. Tapi tidak apa-apa sekarang Minar menemani Bapak makan, Minar ganti baju dulu ya Pak.”

***

Rohana sedang menunggu Murtono pulang. Ia duduk di teras dengan wajah kusut. Ingin menelpon, tapi khawatir kalau Birah lagi yang menjawab. Kesal sekali rasanya, mengapa selalu Birah yang menerima? Rohana berjanji akan menanyakannya nanti, karena ia merasa dikesampingkan. Perjuangannya semalam, dikiranya akan berhasil menundukkan hati Murtono, ternyata malah Murtono masih menemani saingannya itu di hotel.

Ketika terdengar mobil memasuki halaman, ternyata yang datang adalah Satria. Wajah Rohana tak berubah, kusut. Ia teringat ketika Satria menolaknya ketika tadi dia minta menumpang. Alasannya karena tidak lewat. Ada sedikit rasa pedih, ketika merasa bahwa Satria sebenarnya tidak menyayanginya. Hanya Tomy yang begitu dekat, dan tetap selalu bermanja padanya, karena Tomy dirawatnya sejak masih bayi. Meskipun tidak secara langsung, tapi dia menyaksikan perkembangannya dari hari ke hari, sampai Tomy menginjak dewasa. Itu sebabnya ketika kemarin Tomy menelponnya untuk minta agar ibunya segera pulang, maka Rohana menurutinya.

Ketika Satria sudah turun dari mobil, dan berjalan memasuki rumah, ia hanya menatap sekilas kepada ibunya, dan menyapa ala kadarnya.

“Belum tidur Bu?”

“Masih sore. Kamu dari mana saja?”

“Ada perlu bersama teman,” jawabnya sambil terus ngeloyor masuk ke rumah.

“Satria!” panggilnya dengan kesal.

Satria berhenti, menoleh ke arah ibunya yang mengikutinya masuk.

“Besok ibu mau kembali ke Jakarta.”

“Jam berapa?”

“Jam sepuluh sudah harus berangkat dari rumah. Pesawat jam dua belasan.”

“Oh, hati-hati dijalan.”

Lalu Satria berlalu.

Rohana menahan rasa kesal dihatinya. Ia duduk di ruang tengah, mencoba menyalakan televisi. Tapi kemudian dimatikannya. Ia merasa lebih baik tidur. Ketika ia memasuki kamarnya, tiba-tiba ponsel berdering. Rohana berharap dari Murtono, tapi ternyata bukan. Dari Luna, temannya, tetangga sebelah.

“Hei, ada apa? Oh, iya, aku sedang menengok anakku yang satunya. Benarkah? Terima kasih banyak. Belum kok. Baiklah, Biar di situ dulu, besok aku pulang ke Jakarta. Iya, nggak apa-apa, terserah berapa saja. Okey, sampai besok ya.”

Rohana menutup pintu kamarnya dan mencoba berbaring, agar bisa terlelap, dan melupakan kekesalannya kepada Murtono dan tentu saja … Birah.

***

Pagi tadi, sebelum Sutar berangkat ke kantor, Minar sudah berpamit, karena sekitar jam sepuluh nanti, Satria akan nyamperin ke rumah. Sang ayah juga sudah tahu, karena Satria juga sudah mengatakannya.

“Kalau kamu tidak sempat masak, tidak usah masak saja, nanti dari kantor bapak akan beli lauk di jalan.”

“Gampang Pak, kalau sempat mau masak yang gampang-gampang saja.”

“Oh ya, besok kan hari Minggu, bapak mau mengajak kamu jalan-jalan.”

“Benarkah? Kemana?” tanya Minar dengan mata berbinar.

“Pokoknya jalan-jalan, dan belanja.”

“Wauuww … menyenangkan sekali. Kita belum pernah belanja bersama ya Pak. Baiklah. Aduh, nggak sabar menunggu hari esok jadinya,” Minar tampak riang dan ingin berjingkrak kegirangan. Sutar mengelus rambutnya pelan. Bahagia rasanya melihat wajah Minar yang berseri-seri.

***

Jam sepuluh pagi itu, Minar sudah bersama Satria. Mereka belum tahu akan ke mana terlebih dulu, karena belum ada gagasan untuk menuju ke satu gedungpun untuk ditinjau.

Coba browsing di sini, kata Satria sambil mengulurkan ponselnya, karena ia tahu Minar tidak punya ponsel. Tapi sebelum Minar menerimanya, tiba-tiba ponselnya berdering. Dari ibunya.

“Ya Bu, sudah mau berangkat? Oh ya, bapak belum pulang? Cari taksi saja. Ya ampuun, Satria harus kembali pulang? Baiklah.”

Satria menutup ponselnya.

“Pulang ke rumahku dulu ya, ibuku mau pulang ke Jakarta, jadi harus mengantarkannya ke bandara, takut terlambat naik pesawat.”

“Terserah mas Satria saja.”

Sesampainya di rumah, dilihatnya sang ibu sedang menunggu dengan seabreg bawaan.

Ketika Satria turun, dilihatnya sang ibu berdiri di teras.

“Satria, ibu sudah mendapatkan pembantu dari tetangga sebelah, mengapa kamu mencari pembantu lagi?” tanyanya sambil menatap Minar yang turun bersama Satria.

Wajah Satria kuyup dengan rasa kesal.

“Ibu, ini calon istri Satria, bukan calon pembantu,” jawabnya enteng.

***

Besok lagi ya.

 

60 comments:

  1. Alhamdulillah *KaeSBe*
    episode 19 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng In
      ADUHAI 3X

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  3. ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 19 _. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien πŸ₯°

    Salam *ADUHAI*
    πŸ™πŸ’žπŸ©·

    ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’

    ReplyDelete
  4. ✨πŸͺ»✨πŸͺ»✨πŸͺ»✨πŸͺ»
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    KaeSBe_19 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu Tienkuuh...
    Doaku semoga Bu Tien
    selalu sehat & bahagia
    bersama kelg tercinta.
    Salam seroja...😍🀩
    ✨πŸͺ»✨πŸͺ»✨πŸͺ»✨πŸͺ»

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari

      Delete
  5. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  6. πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_19 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... πŸ‘πŸ‘πŸŒΉ

    Satri asal jawab saat Minar dikira ibunya calon pembantu

    Wajah Satria kuyup dengan rasa kesal.

    “Ibu, ini calon istri Satria, bukan calon pembantu,” jawabnya enteng.

    πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun, bu Tien. Sugeng menikmati malming

    ReplyDelete
  8. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  9. Matur nuwun, ibu Tien cantiiik... sehat selalu, yaa....

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.duh Minar yang sabar ya.Maturnuwun Bunda semoga tetap sehat semangat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  11. Trimakasih bu Tien .... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  12. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~19 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  13. Wah..... Mas Satria ..ADUHAI
    Matur nuwun, Mbak Tien.
    Salam sehat selalu...πŸ‘

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah Kupetik Setangkai Bintang 19 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien,semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  15. Tampaknya Murtono ada masalah dengan pekerjaannya. Kalau sampai bangkrut atau dipecat bisa gawat ni Birah .
    Wah Satria mengatakan Murti itu calon istrinya. Hayo pegang ucapanmu, jangan membuat hati wanita sedih.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  16. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.... Matursuwun mbakyu, sehat selalu... Barokallah

    ReplyDelete
  18. Hehe...sudah diakui sebagai calon istri...apa yang terjadi kalau nanti Satria ke rumah Minar dan bertemu Birah ya?πŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.πŸ™

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu n tetap semangat
    Salam aduhai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  20. Alhamdulillaah
    Matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua yaπŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸ’–

    Mantab πŸ‘πŸ‘πŸ‘ Satria tenanan
    ini calon istri Satria, bukan calon pembantu,” jawabnya enteng.

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik. Tetap sehat njih Bu....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  22. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 19 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Cerita akan makin seru. Seandai nya Satria dan Minar duduk di Pelaminan. Apakah Birah tetap di nikah okeh Murtono. Bisa jadi gigit jari 😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  23. Alhamdulilah KSB 19 sdh tayang ...waduh jawaban satria minar sbg calon istri...smg benar nih ..tapi pasti berat tantangannya...

    Terima kasih bu Tien, smg ibu sekeluarga sll sehat dan dalam lindungan Allah... salam hangat dan aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai deh

      Delete
  24. Owalah kasihan si minar dikira calon pembantu,...eeee dg enteng nya satria bilang calon istri....waduh bakal serunih kayaknya

    Mks bun ksb 19 nya....selamat malam...sugeng sare....semoga sehat" ya bun

    ReplyDelete
  25. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Supriyati

    ReplyDelete
  26. Makasih mba Tien.
    Seruu niihh...
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  27. Dialog dalam cerita ini luar biasa...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  28. Makin seru nih...
    Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu bersama keluarga tercinta ❤

    ReplyDelete
  29. Terimakasih bunda Tien sehat selalu

    ReplyDelete

LAMBAI TANGANMU

LAMBAI TANGANMU (Tien Kumalasari) Kembali terbayang Senyum yang masih mekar Bagai matahari pagi cerah bersinar Semangat yang selalu menyala ...