Friday, June 7, 2024

KUPETIK SETANGKAI BINTANG 18

 KUPETIK SETANGKAI BINTANG  18

(Tien Kumalasari)

 

Birah masih menggenggam erat ponselnya. Ia kemudian masuk ke rumah Murtono dengan kemarahan yang berapi-api.

Ketika ia naik ke teras, dilihatnya simbok baru mau mengunci pintu.

“Mbok.”

“Simbok terkejut.”

“Di rumah ada siapa?”

“Tidak ada siapa-siapa kecuali para pembantu, Nyonya. Tuan muda pergi sejak pagi, sedangkan tuan besar dan ….” tampaknya simbok ragu-ragu mengatakannya, mengingat pergulatan Birah dan Rohana semalam.

"Dan perempuan jahat itu kan?”

“Iya, katanya mau belanja, tapi nggak tahu juga saya Nyonya.”

“Apa semalam dia tidur bersama tuanmu?”

“Saya sungguh tidak tahu, Nyonya. Saya kan tidurnya di belakang?”

“Aku mau mengambil baju yang tertinggal di kamar. Semalam aku suruh kamu mengambilnya tapi kamu tidak mau,” tegur Birah dengan marah.

“Maaf, Nyonya. Saya ini kan hanya pembantu. Kalau disuruh ya berangkat, kalau dilarang ya tidak berani melakukan.”

“Apa kamarnya di kunci?”

“Kalau Nyonya mau mengambil baju, kuncinya ada, saya yang membawa,” kata simbok yang memang diserahi semua pintu-pintu kamar, karena simbok bertugas membersihkan.

“Mana?” kata Birah sambil langsung masuk ke dalam.

Simbok menyerahkan kuncinya. Bagaimanapun, Murtono sudah pernah berpesan kepada para pembantu, agar melayani Birah dengan baik. Dulu, sebelum Rohana datang, waktu baru pertama kali Birah diajak masuk ke rumah itu. Karena itulah simbok tidak berani membantahnya.

Birah membuka pintu kamar Murtono. Melihat bungkusan baju-bajunya masih teronggok di tempatnya semula. Hidung Birah mengendus-endus, barangkali ada tercium aroma aneh di kamar itu. Tapi semuanya tampak rapi. Seprei yang diganti sejak dia tidur di kamar itu, masih tampak seprei yang dulu. Rapi dan tak ada tanda-tanda ada sesuatu yang mencurigakan. Intinya, Rohana tidak tidur di kamar itu. Birah merasa lega. Birah lupa bahwa ada beberapa kamar di rumah itu, dan kejadian yang dicurigainya tidak terjadi di kamar Murtono. Itu sebabnya Birah merasa sedikit tenang.

Ia menyeret bungkusan baju-baju itu, kemudian duduk di teras, memanggil taksi.

Simbok mendekat, menawarkan makan atau minum. Tapi Birah menolaknya. Dalam keadaan hati panas membara, mana mungkin bisa merasa lapar?

“Tidak, aku mau pergi saja.”

“Baiklah, kalau begitu kamar tuan akan saya kunci kembali,” kata simbok sambil berbalik masuk ke rumah.

Begitu taksi yang dipesannya datang, Birah langsung pergi, tidak pamit kepada siapapun yang ada di rumah itu.

Tapi tetap saja dia merasa tidak tenang. Rasa kesalnya kepada Murtono semakin menjadi-jadi. Ia merasa dikesampingkan, semenjak Rohana datang.

“Mengapa juga dia tiba-tiba datang? Dan mengapa mas Murtono masih meladeninya. Aku yang bodoh.” omelnya di dalam taksi, tanpa peduli si pengemudi taksi mendengarkan omelannya sambil tersenyum simpul. Rupanya penumpangnya adalah seorang wanita yang sedang bertengkar dengan suaminya.

***

Murtono masih mengantarkan Rohana belanja, setelah pagi tadi mengantarkannya pergi ke dokter untuk mengobati lebam-lebam dan luka torehan kuku di wajah Rohana. Rohana belanja banyak. Belanja makanan, belanja baju-baju, yang katanya akan diberikan kepada Tomy sebagai oleh-oleh. Sesekali Murtono teringat pada Birah, yang pastinya marah-marah karena dia mengacuhkannya.

Tapi daya tarik Rohana yang masih memikat, membuat Murtono kemudian melupakannya dan menuruti semua kemauan Rohana.

“Sudah, belanjanya?”

“Sebentar, aku belum beli abon. Setelah ini kita makan dulu, aku lapar.”

Murtono yang tergoda, melupakan sakit hatinya. Melupakan luka yang pernah ditorehkan Rohana saat meninggalkan rumah dengan bayi yang masih merah. Ia hanya merasa menemukan kesenangan ketika bertemu Rohana kali ini, seperti ketika ia bertemu perempuan-perempuan penghibur yang dipesannya.

Setelah selesai belanja dan makan, Rohana kembali menyinggung nama saudara tirinya yang amat dibencinya.

“Apa benar, Mas mau mengambil Birah menjadi istri?”

“Mengapa kamu tanyakan itu?”

“Birah bukan perempuan baik. Seperti juga aku. Tapi aku lebih tinggi dari dia. Aku lebih cantik, lebih memikat. Kalau Mas butuh istri, mengapa tidak meminta agar aku kembali bersama Mas?”

“Bukankah kamu masih punya suami?”

“Sudah lama aku bercerai.”

“Bercerai?”

“Dia punya istri yang tak bisa ditinggalkan.”

“Kamu hidup dari mana? Semua kebutuhan kamu dan anakmu?”

“Bekas suamiku memenuhi semua kebutuhanku, seperti ketika aku masih menjadi istrinya. Aku tidak kekurangan.”

“Kalau begitu mengapa ingin kembali bersama aku?”

“Aku kesepian, apa Mas keberatan?”

Agak lama Murtono memikirkannya. Ia sudah berjanji pada Birah.

“Sesungguhnya, aku tidak rela kalau Mas kembali kepada Birah. Aku sangat membencinya, bahkan sejak masih sama-sama hidup serumah bersama orang tua kami masing-masing.”

“Saat ini aku sedang pusing. Ada masalah pada perusahaan. Aku sedang pusing memikirkannya.”

“Yang penting Mas harus ingat, bahwa aku tidak mau Mas mengambil Birah sebagai istri. Lagipula, aku sebenarnya masih sangat mencintai Mas.”

Murtono menatap Rohana yang mulutnya masih penuh makanan.

“Kalau cinta, mengapa berkhianat?”

“Aku khilaf. Sekarang aku akan menebusnya.”

“Jangan sekarang. Nanti kalau aku sudah merasa tenang.”

Ketika sudah menyelesaikan makan, Murtono menurunkan Rohana di rumah.

“Mas mau ke mana?”

“Ke kantor, aku belum ke sana sejak pagi.”

Rohana ingin berteriak untuk ikut, tapi Murtono pergi dengan tergesa-gesa.

“Jangan-jangan dia menemui Birah lagi,” sungutnya sambil masuk ke dalam rumah. Tapi sesungguhnya Rohana bukan masih cinta pada Murtono. Baginya yang berwajah cantik, mencari laki-laki tidaklah susah. Tapi dia tidak suka Birah hidup senang di samping Murtono. Biarlah Birah tetap hidup kekurangan dengan suami ganteng tapi miskin.

“Mengapa kemudian bertemu mas Murtono?” gumamnya sambil masuk ke dalam kamarnya, untuk bebenah karena besok dia sudah harus kembali ke Jakarta. Itupun karena Tomy berkali-kali menelponnya, dan memintanya agar segera pulang.

***

Tapi ternyata Murtono tidak ke hotel untuk menemui Birah. Urusan di kantornya benar-benar memerlukan penanganan yang serius.

Birah terkulai kesal di tempat tidurnya. Ia tidak mengerti, mengapa Murtono mengacuhkannya hanya karena kedatangan Rohana.

“Bukankah dia punya suami? Mengapa masih mengganggu bekas suaminya yang sudah lama ditinggalkan? Dasar perempuan murahan. Aku kira dia hanya ingin menggangguku saja.”

Hari sudah siang, bahkan menjelang sore. Birah ingin menelpon Murtono kembali.  Tapi sebelumnya, ponselnya berdering terlebih dulu. Dari nomor yang sudah dikenalnya, Rohana. Tiba-tiba terbersit keinginan Birah untuk mengganggu Rohana, seperti dia memanas-manasi hatinya kemarin.

“Hallo ….” Birah mempermanis suaranya.

“Aku mau bicara sama mas Murtono, mengapa kamu lagi yang mengangkatnya?”

“Lhoh, dia sedang ada disebelahku, sedang memijit aku, karena aku merasa letih setelah jalan-jalan sendirian tadi.”

“Dasar perempuan murahan. Berikan pada mas Murtono dulu, aku ingin bicara.”

“Oh, baiklah, nih … aku berikan … Ini mas, dari bekas istrimu. Oh … ya ampuun, dia menggoyang-goyangkan tangannya tuh, tidak mau menerimanya, katanya,” kata Birah dengan senyum mengejek.

“Birah! Jangan sembarangan kamu!”

“Sudah aku berikan, tapi dia tidak mau, bagaimana? Ya sudah ya, udara sangat gerah nih, mau ganti baju tipis dulu … daag!” Birah menutup ponselnya begitu saja, sambil tertawa puas.

Bodohnya Rohana, yang tidak bertanya pada Murtono, mengapa kalau ditelpon selalu Birah yang mengangkat? Kalau saja dia tahu bahwa simcard yang dipakai Birah masih simcard nya Murtono, pasti dia tak akan menelponnya berkali-kali, dan berujung sakit hati karena selalu Birah yang menerima.

Birah terkekeh geli karena berhasil mengganggu saudara tirinya. Dari situ dia tahu, bahwa Murtono sudah tidak bersama Rohana. Karena itulah maka dia kemudian menelpon Murtono.

“Ada apa Birah, aku sedang ada di kantor, tolong jangan mengganggu dulu,” jawab Murtono ketika Birah menelponnya.

“Nanti mas pulang ke hotel, bukan?”

“Ya, nanti kalau urusan di kantor sudah selesai. Tolong jangan mengganggu dulu.”

Birah mematikan ponselnya.

Tapi karena Birah merasa lapar, maka kemudian dia keluar untuk mencari makanan.”

***

Minar sedang menyiapkan makan malam untuk ayahnya. Ia ingat, sebelum maghrib Satria akan menjemputnya. Sebenarnya dia enggan, tapi sungkan karena Wini sahabat baiknya. Lagipula dia juga sudah lama tidak bertemu teman-teman lamanya, kecuali hanya berkutat di rumah dan memikirkan belanja dan makan dari hari ke hari. Baru sebulan ini hidupnya lebih teratur, karena sang ayah punya penghasilan yang cukup. Setidaknya untuk makan berdua, karena setelah proses gugat cerai itu, sang ibu tak pernah lagi pulang ke rumah.

“Masih sore, kok sudah nyiapin makan malam?”

“Pak, nanti Minar minta ijin keluar, ya.”

“Keluar … ke mana maksudnya?”

“Wini datang ke rumah, bersama kakak kelas juga. Alumnus SMA tempat Minar bersekolah, akan mengadakan reuni. Minar disuruh bantu-bantu.”

“Reuni malam ini?”

“Bukan, baru mau rapat. Belum tahu persisnya kapan, tapi Wini bilang kira-kira bulan depan.”

“Ooh, begitu. Rapatnya di mana?”

“Di rumah Wini.”

“Nanti bapak antar saja ya. Pulangnya jam berapa, bapak jemput.”

“Tidak usah Pak, mas Satria mau menjemput dan nanti mengantarkan pulang.”

“Satria itu siapa?”

“Dia kakak kelas Minar juga, tadinya kuliah di Jakarta.”

“Kamu merasa aman, pergi pulang dengan laki-laki yang bukan siapa-siapa kamu?”

“Dia teman Wini juga kok. Bapak tidak usah khawatir.”

“Kalau nanti dia bertemu bapak dan meminta ijin, akan bapak ijinkan. Tapi kalau dia nyamperin dijalan, sambil teriak-teriak, bapak tidak ijinkan.”

“Tidak Pak, tadi dia juga bilang kalau mau minta ijin Bapak sebelum pergi.”

“Baiklah, tapi kamu harus hati-hati.”

“Pak, boleh tidak, nanti Minar memakai baju yang ibu belikan dulu itu?”

“Kok minta ijin sama bapak?”

“Takutnya Bapak tidak suka, karena baju itu kan … “

“Tidak apa-apa. Sudah diberikan ke kamu.”

“Kalau begitu Bapak makan dulu sekarang, sudah siap kok.”

“Nanti saja, tidak apa-apa bapak makan sendiri. Pokoknya kamu sudah menyiapkan di meja.”

“Bapak makan nanti saja?”

“Iya, sekarang bapak belum mandi, baru pulang dari kantor, lagipula belum lapar.”

“Baiklah kalau begitu.”

Minar masuk ke kamar, mengambil baju yang diberikan ibunya. Ada beberapa potong, tapi belum pernah satupun dikenakannya.

“Bagus-bagus. Tapi Minar kok tidak suka. Ini terlalu rendah belahannya. Meskipun aku memakai kerudung, tapi tidak enak dipakainya. Yang ini … ah, kenapa sama saja?”

Minar membuka almarinya lebar-lebar, tak ada baju bagus yang pantas untuk bepergian. Haaa, lalu Minar menemukan sebuah baju yang baru sekali dipakainya. Itu hadiah dari ayahnya, ketika dia lulus SMA.

“Ini kan bagus, aku suka warnanya. Biru dengan kembang-kembang kecil, kerudungnya juga serasi.”

Minar menempelkan baju itu di tubuhnya, dan merasa suka. Ia melepas bajunya dan memakai baju yang baru ditemukannya itu.

“Ini saja, bagus kan? Aku suka … aku suka … Tapi agak kusut, aku akan menyetrikanya terlebih dulu.”

Dengan riang Minar menyiapkan setrikaan, dan bersiap merapikan baju lamanya yang sudah kusut.

Sesungguhnya Minar sangat senang, karena sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan teman-teman lamanya.

***

Birah makan di sebuah restoran di dekat hotel itu, karena tidak suka makanan dari hotel yang sudah setiap kali disantapnya.

Lalu Birah ingin membeli cemilan  di sebuah toko roti. Upps, tapi Birah ternyata tidak membawa uang banyak. Ia hanya membawa dompet kecil yang isinya tidak seberapa, dan hampir habis setelah dipakainya untuk membayar makanannya tadi. Padahal dia sudah memasuki toko cemilan di mana dia ingin membelinya.

Ia membuka dompetnya dan menghitung sisa uangnya, ketika tiba-tiba ia menabrak seseorang, dan membuat belanjaan orang yang sudah mau keluar itu berserakan dilantai. Bukannya meminta maaf, Birah marah dan mengatai orang tersebut dengan kasar.

“Kalau jalan pakai mata!!” hardiknya.

“Lho, Anda yang menabrak, kok marah pada saya?”

“Kalau Anda melihat jalan, pasti tidak sampai aku menabrak Anda,” Birah masih ngeyel. Tapi kemudian dia merasa mengenali perempuan itu.

“Ini kan ….”

“O, ibu yang dulu hampir tertabrak mobil saya?"

Birah melenggang pergi, membiarkan wanita yang ditabraknya memunguti roti yang baru saja dibelinya. 

***

Besok lagi ya.

 

48 comments:

  1. Alhamdulillah *KaeSBe*
    episode 18 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Salam hangat dari Jogja
    Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  2. πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_18 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... πŸ‘πŸ‘πŸŒΉ

    Birah, Birah... kamu yang nabrak Kirani, bukannya minta maaf kok malah mengomel.
    Dasar perempuan gak tahu diri.


    πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~18 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲..

    ReplyDelete
  4. ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 18 _. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien πŸ₯°

    Salam *ADUHAI*
    πŸ™πŸ’žπŸ©·

    ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  7. Terima kasih, bu Tien cantiiik.... semoga terus sehat dan semangatπŸ’•

    ReplyDelete
  8. Asiiikkk...
    Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™
    Sehat selalu njih Bun...🀲πŸ₯°

    ReplyDelete
  9. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Sami2 ibu Padmasari

    ReplyDelete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah tayang Minar tayang lebih awal, terimakasih bu Tien, salam sehat selalu 🀲

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat

    ReplyDelete
  13. Semoga cerbungnya selalu menawan

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah KSB 18 sudah tayang... minar baik hati sopan dan pasti cantik karena bpknya ganteng dan ibunya cantik walaupun norak.... nah nunggu mas satria yg juga baik hati..

    Terima kasih bu Toen semoga bu Tien sll sehat dan bahagia..salam hangat dan aduhai bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf salah nunul bu Tien kok tertulis bu toen... ngapunten nggih bu

      Delete
  15. Alhamdulillah KaeSBe 18 sdh hadir. Matursuwun Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah ..... terimakasih Bunda, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah .....matur suwun ibu

    ReplyDelete
  19. Kalau Rohana kembali ke Jakarta tentu Birah lega bukan main. Terus minta segera dinikahi. Tapi apa semudah itu...
    Hallo Satria, jadi anak baik ya, bergaul dengan teman yang baik juga . Minar anak baik kok, tidak rugi mendekati dia.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien KSB 18 telah tayang
    Semoga bu tien sehat2 selalu
    Tetap semangat
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  21. Widiih...makin seru nih kalau nantinya Satria jadian sama Minar. Apa bisa Rohana besanan dengan Birah? Wkwk...πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.πŸ™

    ReplyDelete
  22. Sudah salah.. nyesel, dasar Birah OKB.. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  23. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 18 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Cerdik lho akal2 lane Birah...manas2...si Rohana...rupanya perseteruan dua saudara tiri ini blm berakhir...memperebutkan Murtono..😁

    Tak tahu nya, perusahaan Murtono lagi kembang kempis..banyak pengeluaran untuk menuruti kesenangan dunia he...he...

    ReplyDelete
  24. Salam sehat selalu, Mbak Tien.
    Matur nuwun ....

    ReplyDelete
  25. Terimakasih Bunda Tien . Salam sehat dan semangat

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillaah matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸ’–

    ReplyDelete
  27. Terimakasih Bu Tien,
    Salam sehat bahagia selalu πŸ™πŸŒΉ

    ReplyDelete

LAMBAI TANGANMU

LAMBAI TANGANMU (Tien Kumalasari) Kembali terbayang Senyum yang masih mekar Bagai matahari pagi cerah bersinar Semangat yang selalu menyala ...