Wednesday, June 12, 2024

KUPETIK SETANGKAH BINTANG 22

  

KUPETIK SETANGKAI BINTANG  22

(Tien Kumalasari)

 

Tomy meletakkan kembali ponsel ibunya di tempat semula, kemudian dia pergi ke ruang tengah, duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Agak kesal ibunya masih berhubungan dengan bekas suami lamanya. Lagi pula tadi Murtono menyebutkan tentang pertolongan. Pertolongan dalam bentuk apa? Tomy sungguh tidak rela ibunya membantu bekas suaminya. Bukankah kabarnya dia juga kaya? Pertolongan apa yang tadi di maksudkan Murtono?

“Aku kira masih di ruang makan,” kata Rohana sambil memberikan sejumlah uang.

 “Terima kasih Bu,” Tomy mencium uang itu dengan tersenyum.

“Tadi ibu mendengar ada telpon di ponsel ibu.”

“Nggak tahu Bu, sejak tadi Tomy duduk di sini menunggu ibu.”

Rohana mengambil ponselnya, tak ada jejak panggilan sebelum ini.

“Tadi seperti ponselku ….” gumamnya, lalu memasukkan ponsel itu ke dalam saku dasternya.

“Tomy berangkat dulu ya Bu.”

“Hati-hati, cepat pulang.”

“Nanti agak malam Bu, ada yang ulang tahun,” kata Tomy sambil menjauh, kemudian masuk ke dalam mobil barunya.

Rohana menatap kepergian anaknya dengan perasaan kesal. Dia hanya menghambur-hamburkan uang, kuliah tidak pernah selesai.

“Benar kata Satria, aku terlalu memanjakan Tomy. Memang benar apa yang diminta Tomy selalu dicukupi oleh ayahnya, tapi akibatnya tidak terlalu baik bagi Tomy. Ia tak memperhatikan kuliahnya, dan lebih sering bersenang-senang sampai malam. Rohana hanya membiarkannya. Sudah terlanjur dimanja sejak ayahnya masih bersama, akhirnya apa yang diminta harus selalu diberikan.

Apa yang bisa dilakukan Rohana yang sama sekali tak suka bersusah-susah? Kalau terjadi apa-apa pada Tomy, maka biarlah ayahnya yang memikirkannya. 

***

Murtono merasa kesal. Tiba-tiba ponsel dimatikan, lalu nomornya diblokir. Hari itu dia sudah memberi nomor baru untuk Birah. Ada yang ingin dibicarakan pada Rohana. Saat ini perusahaan sedang kolaps, beberapa hari terakhir ini sedang banyak permasalahan yang membuatnya pusing. Tidak bisa membayar tagihan beras, padahal jumlahnya sudah mendekati semilyard. Lalu gaji pegawai juga menjadi tidak teratur. Kemarin ada demo besar-besaran di kantor. Anak buah meminta gaji dibayar tepat waktu, karena anak istri mereka butuh makan, butuh sekolah dan banyak lagi keluhan mereka.

Itu sebabnya dia mendekati Rohana yang sudah menjadi janda kaya. Tapi mengapa kemudian nomornya diblokir? Apa Rohana marah karena tadi dia lupa tidak pulang untuk mengantarnya? Tampaknya ketika menelpon sore tadi dia tidak marah. Sikapnya masih manis, dan justru meminta agar Murtono menemuinya di Jakarta.

Lain yang dimaksud Murtono, lain pula apa yang ada di hati Rohana. Kalau Rohana mendekati Murtono karena ia tak ingin Murtono bersatu dengan Birah, tapi bagi Murtono, dia mendekati Rohana karena membutuhkan pertolongannya.

Saat itu Murtono ada di hotel, karena Birah merengek terus minta ditemani. Ia menelpon Rohana dari lobi, agar Birah tidak mengetahui ketika dirinya bertelpon dengan Rohana. Tapi Rohana tidak mau menerima telponnya, malah sekarang dia memblokirnya?

Ketika kembali ke kamar, wajahnya tampak muram. Senyuman Birah yang melambai dari atas ranjang, diacuhkannya. Murtono duduk di sofa, menyandarkan kepalanya, matanya terpejam.

Birah kesal karena Murtono tidak mau mendekatinya. Iapun turun dari atas ranjang, dan duduk disampingnya. Kepalanya disandarkan di bahu Murtono. Tapi Murtono membisu bak patung tanpa nyawa.

Birah menatapnya, dan mata Murtono masih tetap terpejam.

“Mas, ada apa? Mas marah sama aku karena aku memaksa Mas menemani aku di hotel?”

“Aku sedang kacau. Perusahaan sedang gonjang-ganjing.”

“Apa itu, gonjang-ganjing?”

“Tidak stabil, kacau balau.”

“Kenapa?”

“Besok aku akan mencari kontrakan rumah untuk kamu. Aku kehabisan uang, tidak lagi mampu membayar hotel.”

Birah terkejut. Lelaki yang digilai karena kekayaannya, sekarang kehabisan uang?

“Apa yang terjadi Mas.”

“Perusahaanku nyaris bangkrut. Kamu harus mulai berhemat.”

Wajah Birah gelap bagai mendung musim penghujan. Dulu ketika menjadi istri Sutar, dia juga harus berhemat. Kalau sekarang juga begitu, akan sia-sia apa yang diperjuangkannya selama ini. Menjadi istri orang kaya akan gagal? Betapa menyakitkan.

“Aku sedang berupaya untuk membangkitkan kembali usaha itu, dan aku butuh bantuan, sekarang sedang berusaha. Kamu, kalau memang kamu mencintai aku, kamu harus mengerti.”

Birah tak menjawab.

“Sekarang ini aku sedang menunggu orang suruhanku, yang bertugas mencari rumah kecil untuk kamu. Kecuali kalau kamu mau tinggal di rumahku. Maukah kamu?”

“Aku mau saja, tapi kalau Satria tidak ada di sana.”

“Sebenarnya ada apa ini? Satria tak akan berani mengusikmu.”

“Mengapa sekarang Mas membicarakan masalah itu lagi? Dulu Mas setuju kalau aku tinggal dulu di hotel, sambil menunggu adanya kontrakan rumah yang baik untuk aku. Mengapa sekarang Mas menginginkan aku tinggal di rumah lagi?”

“Birah, apa kamu tidak mengerti apa yang aku katakan? Perusahaan sedang kacau, dan aku tidak punya banyak uang. Jadi mengertilah,” kata Murtono dengan nada tinggi. Ia sedang kesal karena nomornya diblokir Rohana, dan sekarang kesal pada rengekan Birah yang semakin lama semakin menyebalkan.

“Mas, kok Mas sekarang begitu, sama aku?”

“Kamu tidak pernah mengerti, walaupun aku sudah bicara panjang lebar. Ya sudah, terserah mau kamu apa. Atau kamu mau kembali kepada suami kamu yang miskin itu?” sentaknya, yang membuat Birah ketakutan. Belum pernah selama ini Murtono marah kepada dirinya.

“Kamu kok begitu Mas, aku kan pernah bilang kalau aku sudah ditalak tiga?” Birah hampir menangis.

“Ya sudah, ya sudah. Sekarang aku mau istirahat saja. Besok kita bicara lagi,” kata Murtono yang kemudian bangkit, lalu menuju ke tempat tidur. Membaringkan tubuhnya lalu memejamkan matanya.

Birah mengusap air matanya, kemudian menyusul tidur di sampingnya. Tapi dia tak berani menyentuhnya. Birah hanya berharap agar bisa terlelap, untuk menghilangkan banyak hal yang tidak dimengertinya.

***

Minar senang sekali. Seharian dia jalan-jalan bersama ayahnya, dibelikan beberapa setel gaun yang meskipun bukan yang mahal-mahal, tapi bagus sekali ketika menempel pada tubuhnya. Minar merasa sangat bahagia. Sekarang ayahnya bisa membelikannya baju-baju baru, juga untuk dirinya sekaligus.

“Mengapa Bapak membeli banyak baju untuk Minar, dan untuk Bapak hanya dua potong hem saja?”

“Tidak apa-apa. Bukankah bapak sudah memakai baju seragam ketika pergi bekerja? Jadi bapak jarang membutuhkan baju bagus. Bapak kira itu cukup. Besok kalau gajian, kita beli lagi.”

Minar memeluk ayahnya penuh haru.

Ketika itu tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu.

“Siapa tuh?” tanya Sutar.

“Biar Minar melihatnya,” katanya sambil bergegas ke arah depan. Minar langsung berteriak ketika melihat siapa yang datang.

“Wini? Aku kira siapa? Ayo duduk,’ katanya ramah.

“Kamu dari mana? Tadi siang aku datang kemari, tapi rumah ini kosong,” kata Wini sambil duduk di teras.

“Oh, aku jalan-jalan sama bapak. Benarkah kamu datang kemari? Aduh, maaf ya, aku tidak tahu.”

“Tidak apa-apa, hanya ingin tahu hasil dari survey kamu siang kemarin. Soalnya mas Satria juga belum mengabari aku, kecuali mentransfer uang seperti yang dijanjikan.”

”Aku memang belum sempat laporan. Kata mas Satria, besok kita ketemuan lagi.”

“Baguslah, tapi mas Satria juga belum mengabari aku. Biar aku telpon sekarang.”

“Nanti pasti aku laporkan. Tapi sekilas aku bisa bilang, bahwa ada tiga tempat yang sepertinya masuk dalam kriteria tempat yang kita butuhkan. Sebentar, akan aku ambil catatannya,” kata Minar sambil masuk ke dalam, sementara Wini menelpon Satria.

Ketika keluar, Minar sudah membawa dua gelas minuman untuk sahabatnya dan juga dirinya. Ia juga membawa buku yang berisi catatan laporannya.

Wini menerima catatan itu, dan tersenyum senang.

“Menurutmu, mana yang terbaik untuk pertemuan itu?”

“Aku sih ngikut saja, bagiku semuanya baik. Nanti kalau ketemuan bisa kita bicarakan.”

“Iya, kamu benar. Biaya yang dibutuhkan juga pas. Tadi mas Satria sudah mentransfer dan itu cukup untuk gedung. Aku juga sudah menemukan catering yang pantas. Hanya tinggal kurang beberapa rupiah lagi. Aku sudah membuat list untuk donatur. Ini tugas teman yang lain,  sekalian menyebar undangan. Aku hanya membantu saja.

“Kamu bagian keuangan, jadi tugasmu lebih banyak.”

“Tapi yang penting adalah ketemuan itu. Kamu harus membuat undangan untuk disebar bukan?”

“Harusnya, tapi aku harus mengetik di tempat pengetikan, aku nggak punya komputer,” kata Minar sedikit kecewa.

“Hei, jangan khawatir. Kamu masih punya aku. Biar aku membantu membuatnya.”

“Wini, terima kasih banyak ya, aku ini kan hanya merepotkan, karena tak punya apa-apa,” Minar mengucapkannya dengan sendu.

“Apa yang kau katakan? Jangan selalu merasa rendah, kamu hal penting bagi kami. Tugas kamu juga lumayan banyak, harus mencatat semuanya. Dan ingat, kamu tidak sendiri. Kami akan mendukungmu, apalagi mas Satria. Tapi ngomong-ngomong, tampaknya mas Satria suka sama kamu,” kata Wini mengejutkan.

“Apa?” dan Minar memang benar-benar terkejut.

Tapi melihat Minar terbelalak, Wini justru tertawa.

“Itu benar, aku melihat cara dia memandang kamu.”

“Jangan ngaco, aku tak pernah bermimpi untuk hal-hal yang terlalu muluk.”

“Bukan kamu, aku kan bicara tentang dia?”

“Sudahlah, ayo diminum dulu dan bicara tentang tugas kita saja.”

Sebuah mobil berhenti di jalan, persis di depan pagar. Keduanya menoleh, dan melihat Satria turun dari mobil itu.

“Tuh, kan? Begitu aku minta dia datang kemari, langsung datang dia,” kata Wini dengan senyum menggoda Minar.

Minar cemberut, sambil mencubit lengan Wini, yang kemudian berteriak mengaduh. Teriakannya keras sekali, tampak kalau dibuat-buat.

“Heei, ada apa nih, kok teriaknya keras sekali?” tanya Satria yang sudah sampai di depan keduanya.

“Sakiiiit,” Wini merengek seakan benar-benar kesakitan.

“Ih, apaan sih, cuma gitu aja, teriaknya sampai ke langit,” gerutu Minar.

Satria tersenyum dan duduk diantara mereka.

“Ada apa sih?”

“Dicubit Minar, sakit banget ….”

“Bohong! Cuma dikit aja, sakit?” bantah Minar.

“Memangnya kenapa? Cubit-cubitan?” tanya Satria.

“Minar tuh … lihat mas Satria datang langsung cubit aku.”

“Ya ampuun, pinter ngarang nih," Minar cemberut, tapi kemudian dia bangkit.

"Oh, ya.. sebentar, aku ambilkan minum ya.”

“Nggak usah Minar, jangan repot-repot.”

Tapi Minar sudah masuk ke dalam untuk mengambil minum untuk Satria.

“Kenapa tadi cubit-cubitan?” Satria masih penasaran.

“Nggak apa-apa, kan tadi aku sudah bilang. Ini urusan perempuan, mas Satria nggak boleh ikutan.”

“Gitu ya? Berarti tadi ngomongin aku dong. Soalnya yang bukan perempuan itu aku.”

“Ngomongin baik kok, tenang aja.”

“Silakan diminum,” tiba-tiba Minar sudah keluar dengan membawa segelas minuman lagi.

“Terima kasih Minar,” kata Satria yang segera meraih gelas dan meneguknya.

Ketiganya asyik berbincang, seperti tak ada habis-habisnya. Mereka juga merencanakan pertemuan-pertemuan berikutnya, sampai semuanya selesai dan beres untuk dilaksanakan.

***

Murtono merasa gelisah, karena belum menemukan jalan keluar untuk kemelut yang dihadapi perusahaannya. Ia merasa terlalu royal mengeluarkan uang demi untuk kesenangan, tanpa mengingat bahwa yang dipakai adalah uang perusahaan yang seharusnya diputar agar bisa berjalan seperti mestinya. Rasa kesalnya akhirnya tumpah kepada Birah yang baru awal pertemuan saja sudah punya banyak permintaan. Sekarang, demi menghemat uang, ia juga menolak untuk tinggal di rumahnya, dengan alasan nggak mau bertemu Satria. Karenanya Murtono kemudian terpaksa mencarikan rumah kontrakan untuk Birah.

Hari itu, Birah sudah keluar dari hotel, untuk berpindah ke rumah yang dikontrak Murtono untuk dirinya.

Tapi ketika memasuki rumah kontrakan itu, Birah merasa kesal, karena rumahnya hanya kecil dan sederhana.

Wajahnya muram ketika ia melihat kamar tidur yang diperuntukkannya. Tanpa ada pendingin ruangan, dan begitu sempit. Birah lupa, bagaimana rumah yang ditinggalinya selama bertahun-tahun bersama Sutar. Kecil, pengap dan tempat tidur dengan kasur yang sudah mengeras. Kemewahan yang dinikmati pada awal pertemuannya dengan Murtono, membuatnya terbiasa hidup dengan mewah dengan fasilitas yang luar biasa menyenangkan.

“Mengapa rumahnya kecil? Kamarnya juga kecil?” protesnya kepada Murtono yang mengantarkannya ke kontrakan barunya.

“Ini hanya sementara, sampai perceraian resmi dikeluarkan, dan kita sudah menikah. Lalu kamu akan pindah ke rumahku.”

“Apakah Satria masih akan tetap di sana?”

“Itu juga rumah Satria, jadi dia bisa datang dan pergi ke rumah itu setiap saat.”

“Apa kamu tak bisa membeli lagi rumah untukku?”

“Birah, perusahaan sedang ada masalah dan aku harus benar-benar berhemat. Kalau kamu tidak tahan dengan kehidupan ini _”

“Jangan bilang kamu menyuruh aku kembali kepada Sutar!” kata Birah memotong apa yang akan dikatakan Murtono.

“Kalau begitu, mengertilah.  Dan jangan menghalangi apa yang akan aku lakukan. Mungkin aku akan mendekati Rohana."

***

Besok lagi ya.

 

85 comments:

  1. πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    Syukron bu Tien, KaeSBe episode_22 sudah tayang. Salam sehat dan tetap ADUHAI... πŸ‘πŸ‘πŸŒΉ

    π•­π–Žπ–—π–†π– π–™π–Šπ–—π–π–Šπ–π–šπ–™. π•·π–Šπ–‘π–†π–π–Ž π–žπ–†π–“π–Œ π–‰π–Žπ–Œπ–Žπ–‘π–†π–Ž π–π–†π–—π–Šπ–“π–† π–π–Šπ–π–†π–žπ–†π–†π–“π–“π–žπ–†, π–˜π–Šπ–π–†π–—π–†π–“π–Œ π–π–Šπ–π–†π–‡π–Žπ–˜π–†π–“ π–šπ–†π–“π–Œ???

    πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«πŸŒŸπŸ’«

    ReplyDelete
  2. ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’


    Alhamdulillah..Cerbung KaeSBe epsd _ 22_. sudah tayang.

    Matur sembah nuwun
    Salam sehat mbak Tien πŸ₯°

    Salam *ADUHAI*
    πŸ™πŸ’žπŸ©·

    ⭐πŸ’«πŸ’πŸŒŸπŸ’«πŸ’⭐πŸ’«πŸ’

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku KSB telah tayang

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. Nah martono mengancam birah ... kalau rewel akan milih rohana ... aduuuh birah birah nasibmu ...

      Delete
  5. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  6. Terima kasih, bu Tien cantiiik.... semoga sehat selalu, ya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Mita

      Delete
  7. Alhamdulillah... Terimakasih bu Tien, salamsehatselalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien...
    Semoga kita semua sehat Aamiin 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah sudah tayang terimakasih Bunda Tien

    ReplyDelete
  10. ✨⭐✨⭐✨⭐✨⭐
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    KaeSBe_22 sdh tayang.
    Matur nuwun Bu Tien,
    semoga Bu Tien &
    kelg, sehat & bahagia
    selalu. Aamiin.
    Salam aduhai...😍🀩
    ✨⭐✨⭐✨⭐✨⭐

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sari

      Delete
  11. Matur suwun bu Tien salam sehat selalu..πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.Birah gak ingat asalnya.Maturnuwun Bunda.semoga selalu sehat wal afiat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  13. alhamdulillah ... maturnuwun Bunda

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah KSB - 22 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Allahumma Aamiin

    ReplyDelete
  15. Hehehe murtono... Mutkrtono makasih bunda

    ReplyDelete
  16. Ealah Birah...ibarat Kere Munggah Bale. Ketika disuruh turun lagi merasa tersiksa.
    Satria makin dekat dengan Minar ya, syukurlah kalau bisa jadian.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  17. Alhamdulillah, bisa masuk lagi , terima kasih Bunda Tien Kumalasari ,, salam sehat penuh semangat dari Pasuruan

    ReplyDelete
  18. Birah,,,,Birah,,,, sekarang sudah keluar dari hotel,,,,tinggal dirumah kecil ,pengap ,,,rasain luuu

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah sehat selalu mbakyu...

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga tetap sehat, bahagia, dan barakah .....

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah matur nwn bu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Bam's

      Delete
  22. Nah kan...Murtono mendekati Rohana kembali karena ada maksudnya, wkwk...ga bisa bayangkan ketakutan Birah kalau Murtono beneran bangkrut.πŸ˜€

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat.πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah KaeSBe 22 sdh tayang. Matursuwun Bu Tien...semoga tetep sehat dan semangat πŸ’ͺπŸ’–

    ReplyDelete
  24. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  25. Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  26. Ya ampun birah_birah,kamu lupa ya,kamu itu dulu siapa, kacang lupa kulitnya dong,

    Mks bun ksb 22 sdh tayang.....selamat malam...smg sehat" selalu ya bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  27. Alhamdulillah KUPETIK SETANGKAI BINTANG~22 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  28. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien KSB 22 tlh tayang
    Semoga bu tien sehat2 selalu
    Salam aduuu haiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Arif
      Salam Aduhai

      Delete
  29. Terimakasih Bunda Tien . Smg semangat dan sehat selalj serta bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Nanik

      Delete
  30. Hamdallah...cerbung Ku Petik Setangkai Bintang 22 telah tayang

    Terima kasihi Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Aduh...senang nya Minar, Wini, Satria, bertemu. Ketiganya asyik ngobrol ngalor ngidul dan mengenang masa masa sekolah dahulu..😁😁

    Nah lho perusahaan Murtono sedang kembang kempis...Birah bisa jadi gigit jari nih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  31. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Nanik

    ReplyDelete
  32. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ€—πŸ₯°πŸŒΏπŸ’–

    Waduh, keceplosan tuh Murtono, mau ke Rohana lg,, Birah gigit jari donk
    Seperti buah simalakama ya ,🀭

    ReplyDelete
  34. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete

LAMBAI TANGANMU

LAMBAI TANGANMU (Tien Kumalasari) Kembali terbayang Senyum yang masih mekar Bagai matahari pagi cerah bersinar Semangat yang selalu menyala ...